Anda di halaman 1dari 26

KONSEP ATRESIA ANI

DEFINISI Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu a yang artinya tidak ada dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal. Atresia ani/anus imperforata adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,1996). Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara congenital (Dorland, 1998). Atresia ani adalah kelainan urogenital yang disebabkan oleh gangguan pertumbuhan fusi dan pembentukan anus dari benjolan embriogenic.(Mansjoer,Arif;2000)

Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suradi, 2001).

Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (Purwanto. 2001 RSCM)

Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2001).

Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002).

Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).

Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna, 2003).

Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb) (Faradilla, 2009).

Suatu perineum tanpa apertura anal diuraikan sebagai inperforata. Ladd dan Gross (1966) membagi anus inperforata dalam 4 golongan, yaitu: 1. Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus 2. Membran anus menetap

3. Anus inperforata dan ujung rectum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum 4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum yang buntu Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula, pada bayi wanita yang sering ditemukan fisula rektovaginal (bayi buang air besar lewat vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektobrinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir dikandung kemih atau uretra serta jarang rektoperineal. KLASIFIKASI Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu : 1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar. 2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus. 3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus. 4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum. Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu : 1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu. 2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalan keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :

1. Anomali rendah / infralevator Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius. 2. Anomali intermediet Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal. 3. Anomali tinggi / supralevator Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm. Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita mulai makan makanan padat.

Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi. Golongan II pada laki laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara. Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara. Atresia ani dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe : 1. TIPE PERTAMA (1): Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam berbagai derajat 2. TIPE KEDUA (2): Terdapat suatu membran tipis yang menutupi anus karena menetapnya membran anus 3. TIPE KETIGA (3): Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu suatu kantung yang buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus yang seharusnya terbentuk (lekukan anus) 4. TIPE KEEMPAT (4):

Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu kantung buntu yang terpisah, pada jarak tertentu dari ujung rektum yang berakhir sebagai kantung buntu. ETIOLOGI Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh : 1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit dikarenakan gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik. 2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang anus. 3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan. 4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani. (Purwanto, 2001) Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi

karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya. Atresia ani atau anus imperforata dapat disebabkan karena: 1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur. 2. Gangguan organogenesis dalam kandungan. 3. Berkaitan dengan sindrom down. 4. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan. 5. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan. Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan embrional dan fetal yang dipengaruhi berbagai faktor seperti : faktor genetik, faktor kromosom, faktor mekanis, faktor hormonal, faktor obat, faktor radiasi, faktor gizi dan gangguan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter dan otot-otot dasar panggul. Namun demikian, pada agenesis anus, sfingter intern mungkin tidak memadai. Kelainan bawaan rektum dan sinus urorektal ysehingga biasanya disertai gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkan. EPIDEMIOLOGI Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000 kelahiran ( Grosfeld J, 2006). Secara umum, atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis atresia ani yang paling banyak ditemui adalah atresia ani diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal (Oldham K, 2005). Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa atresia ani letak rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan atresia letak tinggi ( Boocock G, 1987).

FAKTOR RESIKO Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir, seperti : 1. Kelainan sistem gastrointestinal Terjadi kegagalan perkembangan anomali pada gastrointestinal. Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi duodenum (1%-2%). 2. Kelainan traktus genitourinarius Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada atresia ani. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan atresia ani letak tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan atresia ani letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality) ( Oldham K, 2005). 3. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari. 4. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe). 5. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal. 6. Kelainan kardiovaskuler. Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect. MANIFESTASI KLINIS

Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul : 1.) Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran. 2.) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi. 3.) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah. 4.) Perut kembung. 5.) Bayi muntah-muntah berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam

kehijauan karena cairan mekonium pada 24-48 jam setelah lahir.


(Ngastiyah, 2005) PATOFISIOLOGI Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak: 1. Tinggi (supralevator)

Rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital. 2. Intermediate Rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya. 3. Rendah Rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a) Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini. b) Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium. c) Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal. d) Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi. e) Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.

Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radioopak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

f)

Pemeriksaan radiologi invertogram Yaitu tehnik pengembalian foto untuk menilai jarak pungtum distal rektum terhadap mara anus di kulit peritonium. Pada teknik ini, bayi diletakkan terbalik (kepala di bawah ) atau tidur dengan sinar horisontal diarahkan ke tronchanter mayor sehingga dapat dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan. Foto ini dilakukan setelah bayi berumur lebih dari 24 jam, karena pada usia tersebut dalam keadaan normal seluruh traktus digestivus sudah berisi udara (bayi dibalik selama 5 menit). Invertogram ini dilakukan pada bayi tanpa fistula.

g) Sinar X terhadap abdomen Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya. h) Ultrasound terhadap abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor. i) CT Scan Digunakan untuk menentukan lesi. j) Pyelografi intra vena Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter. k) Pemeriksaan fisik rektum Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari. l) Rontgenogram abdomen dan pelvis

Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius. m) Pemeriksaan biopsi hisap rektum dapat digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas yaitu tidak adanya sel ganglion parasimpatik dilapisan muskularis mukosa dan adanya serabut syaraf yang menebal pada pemeriksaan histokimia, aktifitas kolinaterase meningkat. n) Pena menggunakan cara sebagai berikut: 1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila : a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi b. Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi terlebih dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan definitif. Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran rektum < 1 cm dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi. 1. Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektouretralis dan rektoperinealis. 2. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel. Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP tanpa kolostomi. Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu. o) Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum, vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila Pada pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisi udara, dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.

p) Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak selalu menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan termometer melalui anus. Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk menentukan jenis malformasi anorektal pada bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan colostomy atau anoplasty. q) Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan malformasi anorektal letak tinggi dan harus dilakukan colostomy. Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran pada anus (tempat keluarnya mekonium). PENATALAKSANAAN Penanganan Preventif 1. Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati terhadap obatobatan,makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani 2. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya. 3. Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi. Penanganan Medis 1. Eksisi membran anal

2. Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus. Rehabilitasi Dan Pengobatan 1. Melakukan pemeriksaan colok dubur 2. Melakukan pemeriksaan radiologik Pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam usaha menentukan letak ujung rectum yang buntu setelah berumur 24jam, bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi terbalik sellama tiga menit, sendi panggul dalam keadaan sedikitekstensilalu dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah petanda diletakkan pada daerah lekukan anus. 3. Melakukan tindakan kolostomi neonatus, tindakan ini harus segera diambil jika tidak ada evakuasi mekonium. 4. Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar,atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan yangdilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal. 5. Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua. 6. Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada masa neonatus 7. Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain: Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun) Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-!2 bulan) Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan) 8. Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan operasi "abdominalpull-through" manfaat kolostomi adalah antara lain:

Mengatasi obstruksi usus Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain. Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding perut. Penatalaksanaan menurut Markum (1996) dan Syamsuhidayat (1997) : 1. Atresia ani tipe rendah Indikasi : jika dalam pemeriksaan masih dijumpai sfingter ani internus dan eksternus serta usus bagian dorsal masih melewati musculus levator ani. Pengelolaan : pengelolaan atresia ani tipe rendah yang dapat merupakan stenosis anus hanya membutuhkan dilatasi membran anus yang tipis, mudah dibuka segera setelah lahir. 2. Atresia ani tipe tinggi Indikasi : jika pada pemeriksaan tidak dijumpai sfingter ani internus dan usus berakhir di sebelah proksimal musculus puborektalis. Pengelolaan : a. Tahap pertama ( masa neonatus). Dilakukan tindakan operasi colostomy. Colostomy tidak boleh melewati 3 hari setelah lahir, dikhawatirkan mengancam jiwa bayi tersebut. Tindakan operatif bertujuan untuk pengalihan feses sementara dan untuk mengoreksi deformitas rectal.

Ada 2 tempat colostomy yang dianjurkan dipakai pada neonatus dan bayi yaitu transversum colostomy (colostomy di kolon transversum) dan sigmoidostomi (colostomy di colon sigmoid). b. Tahap ke dua ( usia 6-12 bulan ). Dilakukan tindakan operasi yang bersifat definitif dengan prinsip pengobatan operatif posterior sagital anorektoplasi (PSARP). Posisi anus yang tepat di daerah sfingter eksternus dan posisi anatomi usus pada penyangga puborektal. Jadi ini tindakan PSARP tindakan membuat anus buatan atau tindakan memperbaiki anus dan rektum supaya dapat berfungsi sebagaimana layaknya. c. Tahap ke tiga Tindakan operatif tahap ketiga dilakukan minimal 3 bulan setelah PSARP. Tindakan pada tahap ini adalah untuk menutup colostomy tahap pertama (operasi penutupan colostomy).

ASUHAN KEPERAWATAN ATRASIA ANI


TRIGGER 3 PENGKAJIAN Identitas 1. Nama 2. Umur 3. Jenis Kelamin 4. Agama 5. Suku / Bangsa 6. Status Pernikahan 7. Pendidikan 8. Pekerjaan : Ny. Aisyah : 6 hari : Perempuan :::::-

9. Alamat 10. Nomor Registrasi 11. Tanggal MRS 12. Tanggal Pengkajian 13. Diagnosa Medis Penanggung Jawab 1. Nama 2. Umur 3. Jenis Kelamin

::: 1 Maret 2012 : 1 Maret 2012 : Atresia Ani

: Ibunya Aisyah :: Perempuan : Ibu ::-

4. Hubungan dengan pasien 5. Pekerjaan 6. Alamat Keluhan Utama

Anak belum BAB, muntah dan perut kembung. Riwayat Kesehatan Sekarang Sejak lahir (24 Februari 2012) anak belum BAB. 4 hari sebelum masuk rumah sakit perut bayi tampak kembung, 3 hari sebelum masuk rumah sakit bayi muntah-muntah, muntahan bayi berwarna hijau dan kental, banyaknya muntahan @+ 5cc, muntah sekitar 5-6 kali/hari. 2 hari sebelum masuk rumah sakit bayi dicoba minum susu formula namun bayi selalu memuntahkannya. 2 hari sebelum masuk rumah sakit bayi demam. 1 hari sebelum masuk rumah sakit bayi ada BAK, air kencing yang dikeluarkan berwarna kuning jernih dan tidak diketahui apakah ada ampas selain air kencing. Riwayat Kesehatan Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit ini pada masa kecilnya.

Riwayat persalinan Bayi lahir melalui operasi atas indikasi letsu. Bayi lahir tidak langsung menangis, warna kulit kebiruan, BBL 2750 gr. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : rewel dan tampak kembung Kesadaran : compos mentis Tanda-tanda vital Nadi : 142 x/menit RR : 46 x/menit Suhu aksiler : 37,00C Berat badan : 2350 gr Kulit : ikterik (+), kremer I Kepala dan Leher Kepala : simetris Mata : konjungtiva anemis (-/-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+), edema palpebrae (-/-) Telinga : simetris, deformitas (-) Hidung : simetris, pch (-), deformitas (-), epistaksis (-), tampak terpasang NGT Mulut : mukosa bibir kering, sianosis (-), tampak bekas muntahan berwarna hijau Leher : pulsasi vena jugularis tidak tampak, JVP tidak meningkat, pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-), pembesaran tiroid (-) Thorax:

I : Simetris, retraksi P : Fremitus raba simetris P : Sonor/sonor A : Sn. Bronkhovesikuler, rh (-/-), wh (-/-) Abdomen :

I : cembung P : H/L/M tidak teraba, distensi (+) P : timpani A : bising usus meningkat Ekstremitas : Akral hangat, edem (-), parese (-) Anus : (-)

PENGELOMPOKAN DATA Data Subjektif: Ibu klien mengeluh anak belum BAB, muntah dan perut kembung Ibu klien mengatakan sejak lahir (24 Februari 2012) anak belum BAB. 4 hari sebelum masuk rumah sakit perut bayi tampak kembung, 3 hari sebelum masuk rumah sakit bayi muntahmuntah, muntahan bayi berwarna hijau dan kental, banyaknya muntahan @+ 5cc, muntah sekitar 5-6 kali/hari. 2 hari sebelum masuk rumah sakit bayi dicoba minum susu formula namun bayi selalu memuntahkannya. 2 hari sebelum masuk rumah sakit bayi demam. 1 hari sebelum masuk rumah sakit bayi ada BAK, air kencing yang dikeluarkan berwarna kuning jernih dan tidak diketahui apakah ada ampas selain air kencing. Ibu klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit ini pada masa kecilnya Ibu klien mengatakan bayi lahir melalui operasi atas indikasi letsu. Bayi lahir tidak langsung menangis, warna kulit kebiruan, BBL 2750 gr. Data Objektif: Keadaan umum : rewel dan tampak kembung Kesadaran : compos mentis

Tanda-tanda vital Nadi : 142 x/menit RR : 46 x/menit Suhu aksiler : 37,00C Berat badan : 2350 gr Kulit : ikterik (+), kremer I

tampak terpasang NGT mukosa bibir kering, sianosis (-), tampak bekas muntahan berwarna hijau Abdomen : I : cembung P : H/L/M tidak teraba, distensi (+) P : timpani A : bising usus meningkat

Ekstremitas : Akral hangat Anus : (-)

ANALISA DATA Data DS: Ibu klien mengeluh anak belum BAB, muntah dan perut kembung DO: Keadaan umum :

Etiologi Gangg. pertumbuhan

Masalah Keperawatan Gangguan pola eliminasi

Fusi

Pembentukan anus dari tonjolan embriogenik tidak terjadi

rewel dan tampak kembung Tanda-tanda vital

Tidak terbentuk anus Gangguan eliminasi

Nadi : 142 x/menit

RR : 46 x/menit 37,00C Anus (-) Suhu aksiler :

DS:

Gangg. pertumbuhan

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

Fusi

Ibu klien mengeluh

Pembentukan anus dari tonjolan embriogenik tidak terjadi

anak belum BAB, muntah dan perut kembung Ibu klien

mengatakan 3 hari sebelum masuk rumah sakit bayi muntah-muntah, muntahan bayi berwarna hijau dan kental, banyaknya muntahan @+ 5cc, muntah sekitar 5-6 kali/hari. 2 hari sebelum masuk rumah sakit bayi dicoba minum susu formula namun bayi selalu memuntahkannya. 2 hari sebelum masuk rumah sakit bayi demam. 1 hari sebelum masuk rumah sakit bayi ada BAK, air kencing yang dikeluarkan berwarna kuning jernih dan tidak diketahui apakah ada ampas selain air kencing.

Tidak terbentuk anus Feses tidak keluar Peningkatan tekanan intra abdomi nal Mual, muntah Ketidakseimbangan nutrisi

DO: Keadaan umum :

rewel dan tampak kembung NGT Tanda-tanda vital tampak terpasang

Nadi : 142 x/menit RR : 46 x/menit 37,00C mukosa bibir Suhu aksiler :

kering, sianosis (-), tampak bekas muntahan berwarna hijau DS: Ibu klien mengeluh

Anus (-)

Gangg. pertumbuhan

Kurang pengetahuan

Fusi

anak belum BAB, muntah dan perut kembung Ibu klien

Pembentukan anus dari tonjolan embriogenik tidak terjadi

mengatakan tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit ini pada masa kecilnya DO: Keadaan umum :

Tidak terbentuk anus pada anaknya Anak tidak bisa BAB, muntahmuntah, tidak pernah ada anggota keluarga sakit seperti ini Kurang pengetahuan

rewel dan tampak kembung mukosa bibir

kering, sianosis (-), tampak

bekas muntahan berwarna hijau Anus (-)

Anda mungkin juga menyukai