18 hari setelah konsepsi. Tak lama sesudahnya, terbentuk alur faring median yang berisi petunjuk-petunjuk pertama sistem pernapasan dan benih laring. Sulkus atau alur laringotrakeal menjadi nyata pada sekitar hari ke-21 kehidupan embrio. Perluasan ke arah kaudal merupakan primordial paru. Alur menjadi lebih dalam dan berbentuk kantung dan kemudian menjadi dua lobus pada hari ke-27 atau ke-28. bagian yang paling proksimal dari tuba yang membesar ini akan menjadi laring. Pembesaran aritenoid dan lamina epitelial dapat dikenali menjelang 33 hari, sedangkan kartilago, otot dan sebagian besar pita suara (plika vokalis) terbentuk dalam tiga atau empat minggu berikutnya. Hanya kartilago epiglotis yang tidak terbentuk hingga masa midfetal. Karena perkembangan laring berkaitan erat dengan perkembangan arakus brankialis embrio, maka banyak struktur laring merupakan derivat dari aparatus brankialis. Gangguan perkembangan dapat berakibat berbagai kelainan yang dapat didiagnosis melalui pemeriksaan laring secara langsung.1
Laring merupakan struktur kompleks yang telah berevolusi yang menyatukan trakea dan bronkus dengan faring sebagai jalur aerodigestif umum. Laring memiliki kegunaan penting yaitu (1) ventilasi paru, (2) melindungi paru selama deglutisi melalui mekanisme sfingteriknya, (3) pembersihan sekresi melalui batuk yang kuat, dan (4) produksi suara. Secara umum, laring dibagi menjadi tiga: supraglotis, glotis dan subglotis. Supraglotis terdiri dari epiglotis, plika ariepiglotis, kartilago aritenoid, plika vestibular (pita suara palsu) dan ventrikel laringeal. Glotis terdiri dari pita suara atau plika vokalis. Daerah subglotik memanjang dari permukaan bawah pita suara hingga kartilago krikoid. Ukuran, lokasi, konfigurasi, dan konsistensi struktur laringeal, unik pada neonatus.4 Laring dibentuk oleh kartilago, ligamentum, otot dan membrana mukosa. Terletak di sebelah ventral faring, berhadapan dengan vertebra cervicalis 3-6. Berada di sebelah kaudal dari os hyoideum dan lingua, berhubungan langsung dengan trakea. Di bagian ventral ditutupi oleh kulit dan fasia, di kiri kanan linea mediana terdapat otot-otot infra hyoideus. Posisi laring dipengaruhi oleh gerakan kepala, deglutisi, dan fonasi.9
Kartilago laring dibentuk oleh 3 buah kartilago yang tunggal, yaitu kartilago tireoidea, krikoidea, dan epiglotika, serta 3 buah kartilago yang berpasangan, yaitu kartilago aritenoidea, kartilago kornikulata, dan kuneiform. Selain itu, laring juga didukung oleh jaringan elastik. Di sebelah superior pada kedua sisi laring terdapat membrana kuadrangularis. Membrana ini membagi dinding antara laring dan sinus piriformis dan dinding superiornya disebut plika ariepiglotika. Pasangan jaringan elastik lainnya adalah konus elastikus (membrana krikovokalis). Jaringan ini lebih kuat dari pada membrana kuadrangularis dan bergabung dengan ligamentum vokalis pada masing-masing sisi.1,9 Otot-otot yang menyusun laring terdiri dari otot-otot ekstrinsik dan otot-otot intrinsik. Otot-otot ekstrinsik berfungsi menggerakkan laring, sedangkan otot-otot intrinsik berfungsi membuka rima glotidis sehingga dapat dilalui oleh udara respirasi. Juga menutup rima glotidis dan vestibulum laringis, mencegah bolus makanan masuk ke dalam laring (trakea) pada waktu menelan. Selain itu, juga mengatur ketegangan (tension) plika vokalis ketika berbicara. Kedua fungsi yang pertama diatur oleh medula oblongata secara otomatis, sedangkan yang terakhir oleh korteks serebri secara volunter.9 Rongga di dalam laring dibagi menjadi tiga yaitu, vestibulum laring, dibatasi oleh aditus laringis dan rima vestibuli. Lalu ventrikulus laringis, yang dibatasi oleh rima vestibuli dan rima glotidis. Di dalamnya berisi kelenjar mukosa yang membasahi plika vokalis. Yang ketiga adalah kavum laringis yang berada di sebelah ckudal dari plika vokalis dan melanjutkan diri menjadi kavum trakealis.9 Laring pada bayi normal terletak lebih tinggi pada leher dibandingkan orang dewasa. Laring bayi juga lebih lunak, kurang kaku dan lebih dapat ditekan oleh tekanan jalan nafas. Pada bayi laring terletak setinggi C2 hingga C4, sedangkan pada orang dewasa hingga C6. Ukuran laring neonatus kira-kira 7 mm anteroposterior, dan membuka sekitar 4 mm ke arah lateral.1 Laring berfungsi dalam kegiatan Sfingter, fonasi, respirasi dan aktifitas refleks. Sebagian besar otot-otot laring adalah adduktor, satu-satunya otot abduktor adalah m. krikoaritenoideus posterior. Fungsi adduktor pada laring adalah untuk mencegah benda-benda asing masuk ke dalam paru-paru melalui aditus laringis. Plika vestibularis berfungsi sebagai katup untuk mencegah udara keluar dari paru-paru,
sehingga dapat meningkatkan tekanan intra thorakal yang dibutuhkan untuk batuk dan bersin. Plika vokalis berperan dalam menghasilkan suara, dengan
mengeluarkan suara secara tiba-tiba dari pulmo, dapat menggetarkan (vibrasi) plika vokalis yang menghasilkan suara. Volume suara ditentukan oleh jumlah udara yang menggetarkan plika vokalis, sedangkan kualitas suara ditentukan oleh cavitas oris, lingua, palatum, otot-otot facial, dan kavitas nasi serta sinus paranasalis.9
Anatomi Laring Struktur penyangga Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang dan beberapa kartilago yang berpasangan ataupun tidak . Disebelah superior terdapat os hioideum, struktur yang berbentuk U dan dapat dipalpasi di leher depan dan lewat mulut pada dinding faring lateral. Meluas dari masing masing sisi bagian tengah atau os atau korpus hioideum adalah suatu prosesus panjang dan pendek yang mengarah ke posterior dan suatu prosesus pendek yang mengarah ke superior.tendon dan otot otot lidah, mandibula , dan kranium, melekat pada permukaan superior korpus kedua prosesus. Saat menelan kontraksi otot otot ini mengangkat laring . Namun bila laring dalam keadaan stabil, maka otot otot tersebut akan membuka mulut dan akan berperan dalam gerakan lidah. Di bawah os hioideum dan menggantung pada ligamentum tirohioideum adalah dua alae atau sayap kartilago tiroidea (perisai). Ke dua alae menyatu di garis tengah pada sudut yang lebih dulu dibentuk pada pria, lalu membentuk jakun (Adam apple). Pada tepi masing masing alae, terdapat kornu superior dan inferior. Artikulasio kornu inferius dan kartilago krikoidea, memungkinkan sedikit pergeseran atau pergerakan antara kartilago tiroidea dan krikodea.(3 ) Kartilago krikoidea yang juga mudah teraba dibawah kulit, melekat pada kartilago tiroidea lewat ligamentum krikotiroideum. Tidak seperti struktur penyokong lainnya dari jalan pernapasan, kartilago krikoidea berbentuk lingkaran penuh dan tak mampu mengembang. Permukaan posterior atau lamina krikoidea cukup lebar, sehingga kartilago ini tampak seperti signet ring. Intubasi endotrakea yang lama sering kali merusak lapisan mukosa cincin dan dapat menyebabkan stenosis subglotis, didapat disebelah inferior, kartilago trakealis pertama melekat pada krikoid lewat ligamentum interkartilaginosa.(3) Pada permukaan superior lamina terletak pasangan kartilago aritenoidea masing masing berbentuk sepertipiramid berisi tiga. Basis piramidalis berartikulasi dengan krikoid pada artikulasio krikoatenoidea, sehingga dapat terjadi gerakan meluncur dari medial ke lateral dan rotasi. Tiap kartilago aritenoidea mempunyai dua prosesus , prosesus vokalis anterior dan prosesus muskularis lateralis. Ligamentum vokalis meluas ke anterior dan masing masing prosesus vokalis dan berisensi ke dalam kartilago tiroidea di garis tengah. Prosesus membentuk dua perlima bagian belakang dari korda vokalis. Sementara ligamentum vokalis membentuk bagian membranosa atau bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan permukaan superior korda vokalis suara membentuk glotis. Bagian laring diatasnya disebut supraglotis dan dibawahnya subglotis. Terdapat dua pasang kartilago kecil didalam laring yang tidak memiliki fungsi. Kartilago kornikulata terletak dalam jaringan diatas menutupi aritenoid. Disebelah lateralnya, yaitu didalam plika ariepiglotika terletak kartilago kuneiformis.(3) Kartilago epiglotika merupakan struktur garis tengah tunggal yang berbentuk seperti bat pingpong. Pegangan atau petiolus melekat melalui suatu ligamentum pendek pada kartilago tiroidea tepat diatas korda vokalis, sementara bagian racquet meluas keatas dibelakang
korpus hioideum ke dalam lumen faring, memisahkan pangkal lidah dan laring. Epiglotis dewasa umumnya sedikit cekung pada bagian posterior. Namun pada anak dan sebagian orang dewasa, epiglotis jelas melengkung dan disebut epiglottis omega atau juvenilis. Fungsi epiglottis sebagai lunas yang mendorong makanan yang ditelan ke samping jalan napas laring. Selain itu, laring juga disokong oleh jaringan elastik. Di sebelah superior, pada ke dua sisi laring terdapat membran kuadrangularis yang meluas ke belakang dari tepi lateral epiglotis hingga tepi lateral kartilgo aritenoidea. Dengan demikian, membran ini membagi dinding antara laring dan sinus piriformis, dan batas superiornya disebut plika ariepiglotika. Jaringan pasangan elastik lainnya adalah konus elastikus ( membrana krikovokalis). Jaringan ini jauh lebih kuat daripada membran kuadrangularis, dan meluas keatas dan medial dari arkus kartilaginis krikoidea untuk bergabung dengan ligamentum vokalis pada masing masing sisi. Jadi konus elaktikus terletak dibawah mukosa di bawah permukaan korda vokalis sejati.(3) Otot otot laring Otot otot laring dapat dibagi dalam dua kelompok. Otot ekstrinsik yang terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sementara otot intrinsik menyebabkan gerakan antara struktur struktur laring sendiri. Otot ekstrinsik dapat digolongkan menurut fungsinya. Otot depresor atau otot- otot leher ( omohioideus, sternotyroideus, sternohyoideus ) berasal dari bagian inferior. Otot elevator ( milohyoideus, geniohyoideus, genioglosus, hyoglosus, digastrikus dan stilohyoideus ) meluas dari os hyoideum ke mandibula, lidah dan prosessus stiloideus pada kranium. Otot tirohioideus walaupun digolongkan sebagai otot otot leher, terutama berfungsi sebagai elevator. Melekat pada os hioideum dan ujung posterior alae kartilago tiroidea adalah otot konstriktor medius dan inferior yang melingkari faring disebelah posterior dan berfungsi pada saat menelan. Serat serat paling bawah dari otot konstriktor inferior berasal dari krikoid, membentuk krikofaringeus yang kuat, yang berfungsi sebagai sfingter esophagus superior.(3) Anatomi otot otot intrinsik laring paling baik dimengerti dengan mangaitkan fungsinya. Serat serat otot interaritenoideus ( aritenoideus ) tranversus dan oblikus meluas antara kedua kartilago aritenoidea. Bila berkontraksi, kartilago aritenoidea akan bergeser kearah garis tengah, mengaduksi korda vokalis. Otot krikoaritenoideus posterior meluas dari permukaan posterior lamina krikoidea untuk berinsersi kedalam procesus muskularis aritenoidea; otot ini menyebabakan rotasi aritenoid kearah luar dan mengaduksi korda vokalis. Antagonis utama otot ini, yaitu otot krikoaritenoideus lateralis berorigo pada arkus krikoidea lateralis; insersinya juga pada prosesus muskularis dan menyebabakan rotasi aritenoid ke medial, menimbulkan aduksi. Yang membentuk tonjolan korda vokalis adalah otot vokalis dan dan tiroaritenoideus yang hampir tidak dapat dipisahkan; kedua otot ini ikut berperan dalam membentuk tegangan korda vokalis. Pada individu lanjut usia, tonus otot vokalis dan tiroaritenoideus agak berkurang; korda vokalis tampak membusur keluar dan suara menjadi lemah dan serak. Otot otot laring utama lainnya adalah pasangan otot krikotiroideus, yaitu otot yang berbentuk kipas berasal dari arkus krikoidea disebelah anterior dan berinsersi pada permukaan lateral alae tiroid yang luas. Kontraksi otot ini menarik kartrilago tiroidea kedepan, meregang dan menegangkan korda vokalis. Kontraksi ini secara pasif juga memutar aritenoid ke medial, sehingga otot krikotiroideus juga dianggap sebagai otot abduktor. Maka secara ringkas dapat dikatakan terdapat satu otot abduktor, tiga aduktor dan tiga otot tensor seperti yang diberikan berikut ini :
Persarafaan, Perdarahan dan Drainase limfatik Dua pasangan saraf mengurus laring dengan persarafan sensorik dan motorik. Dua saraf laringeus superior dan dan dua inferior atau laringeus rekurens saraf laringeus merupakan cabang cabang saraf vagus. Saraf laringeus superior meninggalkan trunkus vagalis tepat dibawah ganglion nodusum melengkung ke anterior dan medial dibawah arteri karotis eksterna dan interna, dan bercabang dua menjadi suatu cabang sensorik interna dan cabang motorik eksterna. Cabang interna menembus membrana tirohioidea untuk mengurus persarafan sensorik valekula, epiglottis, sinus piriformis dan seluruh mukosa laring superior interna tepi bebas korda vokalis sejati. Masing masing cabang eksterna merupakan suplai motorik untuk satu otot saja, yaitu otot krikotiroideus. Disebelah inferior, saraf rekurens berjalan naik dalam alur diantara trakea dan esofagus, masuk kedalam laring tepat dibelakang artikulasio krikotiroideus, dan mengurus persarafan motorik semua otot interinsik laring kecuali krikotiroideus. Saraf rekurens juga mengurus sensasi jaringan dibawah korda vokalis sejati ( regio subglotis ) dan trakea superior.(3) Karena perjalan saraf inferior kiri yang lebih panjang serta hubungannya dengan aorta, maka saraf ini lebih rentan cedera dibanding saraf kanan.(3) Suplai arteri dan drainase venosus dari laring paralel dengan suplai sarafnya. Arteri dan vena laringea superior merupakan cabang cabang arteri dan vena tiroidea superior, dan keduanya bergabung dengan cabang interna saraf laringeus superior untuk membentuk pedikulus neurovaskuler superious. Arteri dan vena laringea inferior berasal dari pembuluh tiroidea inferior dan masuk ke laring bersama saraf laringeus rekurens.(3) Pengetahuan mengenai drainase limfatik pada laring adalah penting pada terapi kanker. Terdapat dua system drainase terpisah, superior dan inferior, dimana garis pemisah adalah korda vokalis sejati. Korda vokalis sendiri mempunyai suplai limfatik yang buruk. Disebelah superor, aliran limfe menyertai pedikulus neurovaskuler superior untuk bergabung dengan nodi limfatisis superior dari rangkaian servikalis profunda setinggi os hioideus. Drainase subglotis lebih beragam, yaitu ke nodi limfatisi pretrakeales ( satu kelenjar terletak tepat didepan krikoid dan disebut nodi Delphian ), kelenjar getah bening servikalis profunda inferior, nodi supraklavikularis dan bahkan nodi mediastinalis superior.(3) Struktur Laring Dalam Sebagian besar laring dilapisi oleh mukosa toraks bersilia yang dikenal sebagai epitel respiratorius. Namun, bagian bagian laring yang terpapar aliran udara yang terbesar, misalnya permulaan lingua pada epiglottis, permukaan superior plika ariepiglotika, dan permukaan superior serta tepi batas korda vokalis sejati, dilapisi epitel gepeng yang lebih keras. Kelenjar penghasil mukus banyak ditemukan dalam epitel respiratorius.(3)
Struktur pertama yang diamati pada pemeriksaan memakai kaca adalah epiglottis. Tiga pita mukosa ( satu pita glosoepiglotika mediana dan dua plika glosoepiglotika lateralis ) meluas dari epiglottis ke lidah. Diantara pita median dan setiap pita lateral terdapat suatu kantong kecil, yaitu valekula. Dibawah tepi bebas epiglotis, dapat terlihat aritenoid sebagai dua gundukan kecil yang dihubungkan oleh otot interaritenoid yang tipis. Perluasan dari masing masing aritenoid ke anterolateralis menuju tepi lateral bebas dari epiglottis adalah plika ariepiglotika, merupakan suatu membran kuadragularis yang dilapisi mukosa. Dilateral plika ariepiglotika terdapat sinus atau resesus piriformis. Struktur ini bila dilihat dari atas, merupakan suatu kantung berbentuk segitiga dimana tidak memiliki dinding posterior. Dinding medialnya dibagian atas adalah kartilago kuadrangularis dan dibagian bawah kartilago aritenoidea dengan otot otot lateral yang melekat padanya, dan dinding lateral adalah permukaan dalam alae tiroid. Disebelah posterior sinus piriformis berlanjut sebagai hipofaring. Sinus piriformis dan faring bergabung ke bagian inferior, ke dalam introitus esofagi yang dikelilingi oleh otot krikofaringeus yang kuat.(3) Dalam laring sendiri, terdapat dua pasang pita horizontal yang berasal dari aritenoid dan berinsersi kedalam kartilago tiroidea bagian anterior. Pita superior adalah korda vokalis palsu atau pita ventricular, dan lateral terhadap kda vokalis sejati. Korda vokalis palsu terletak tepat di inferior tepi bebas membrane kuadrangularis. Ujung korda vokalis sejati ( plika vokalis ) adalah batas superior konus elastikus. Otot vokalis dan tiroaritenoideus membentuk massa dari korda vokalis ini. Karena permukaan superior korda vokalis adalah datar, maka mukosa akan memantulkan cahaya dan tampak berwarna putih pada laringoskopi indirek. Korda vokalis palsu dan sejati dipisahkan oleh ventrikulus laringis. Ujung anterior ventrikel meluas ke superior sebagai suatu divertikulum kecil yang dikenal sebagai sakulus laringis, dimana terdapat sejumlah kelenjar mucus yang diduga melumasi korda vokalis. Pembesaran sakulus secara klinis dikenal sebagai laringokel.(3) Struktur disekitarnya Disebelah anterior terdapat ismus kelenjar tiroid yang menutup beberapa cincin trakea pertama, sementara lobus tiroid terletak diatas dinding lateral trakea dan dapat meluas hingga ke alae tiroid. Ismus perlu diangkat dan terkadang diinsisi saat melakukan trakeostomi menembus cincin kartilaginus trakealis yang ketiga. Otot otot leher menutup laring dan kelenjar tiroid, kecuali digaris dimana raphe median menyebabkan struktur struktur laring terletak dalam posisi subkutan. Membrana krikotiroidea mudah dipalpasi dan dalam keadaan darurat, dapat dengan cepat diinsisi unutk membuat jalan napas, arteri inominata tidak jarang melewati didepan trakea servikalis, sehingga perlu dilakukan palpasi yang cermat dalam pelaksanaan trakeostomi. Dilateral dan posterior terhadap laring adalah selubung karotis yang masing masing berisi arteri karotis, vena jugularis dan saraf vagus.(3)
KEPALA Dalam kepala terdapat cranium, otak, saraf saraaf otak ( nervi craniales ), salut salut otak ( meninges ), dan organ indra khusus.
CRANIUM Cranium meliputi otak dan meninges (salut salut otak), bagian proksimal saraf saraf otak, dan pembuluh darah.
Terdiri dari :
Cranial vault Cranial base anterior, middle, & posterior cranial fossae. Cranial cavity Orbits sinuses
Neurocranium (tulang yang melindungi wajah) Splanchnocranium (tulang yang membentuk wajah)
Pembagian : 1.Otot Scalp (Epicranius) : Menutup puncak / samping kepala (Galea Aponeurotica) Terdiri dari :
Insersio : bagian bawah permukaan cranialis dari concha 3.Otot daerah mata :
1. Pars orbitalis: mengelilingi kelopak mata Origo & insersio : Lig.Palpalpebrale mediale 1. Pars palpebralis : menutup mata (N.VII/nervus facialis) Origo : Lig.Palpebrale med Insersio : Lig.palpebrale lat 1. Pars sacci lacrimalis (M.hornerri) Origo : Crista lacrimale &saccus lacrimalis Insersio : Pars palpebralis
Origo : permukaan bawah ala parva Os.sphenoidalis Insersio : berbentuk aponeorosis terbagi 3:
Origo : Os.nasale Insersio : kulot dahi bagian bawah antara kedua alis mata
Origo : Incisura nasalis max&cartilago alaris minor Insersio: kulit dekat pinggir lubang hidung
Origo : Cartilago alaris mayor Insersio : kulit dekat pinggir lobang hidung 5. Otot-otot sekitar mulut terdiri dari : 1. Bagian atas :
M.levator labii superioris ( M.qudratuss labii superior caput infra orbitalis) Origo : margo inf Insersi : otot bibir antara M.levator anguli oris dgn M.labii superioris alaeque nasi M.levator labii superioris alaque nasi
Origo : Proc.frontalis Os. Max Insersio : cartilago alaris mayor serta kulit hidung &bibir atas dgn M.levator labii sup
M.Zygomaticus minor
Origo : facies Os.zygomaticii Insersio : M.levator labii sup & M.zygomaticus mayor
M.zygomaticus major
1. Bagian bawah :
M.risorius
M.tranversus mentii
1. Platysma (M.platysma )
Origo : mandibula kemudian turun kebawah menutupi leher bagian lateral Insersio : kulit daerah dada melewati clavicula Innervasi : N.facialis pusatnya di nukleus fasialis
Caput cranial
origo : crista infratemporalis insersi : fovea pterygoidei faal : membuka rahang.protectio mandibula,menggerakan mandibula dari satu sisi ke sisi lain.
insersi : capsula & discus aricularis sendi rahang (art.temporo mandibularis) 1. M.pterygoideus Internus
Caput art: Proc.condyloideus Fossa art: fossa mandibularis & tubercullum articulatio
Pada keadaan mulut tertutup, keadaan discus art pada fossa mandibularis adalah tipis karena tertekan, terdapat antara caput articularis dengan tubercullum art, terletak di bawah/belakang tub.art Discus akan bergerak kebelakang bila bergeser kedepan sehingga terganggu untuk meratakan persendian,sebagai bantalan.
Bangunan yang memperkuat Articulatio temporomandibularis : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Capsula articularis Lig.temporomandibular Lig.sphenomandibular Lig.stylomandibulare Raphe pterygomandibula
Gerakan pada Articulatio temporomandibularis : 1. Occlusio normal deretan gigi atas dan bawah akan bertemu dan saling menekan
1. Protatio (menggeser mandibula ke ventral/depan) Otot2 yg bekerja : Pterygoideus medialis & lateralis,dihambat M.temporalis, bagian dorsal dari capsula articularis 1. Depressi (membuka mulut) Otot-otot yg bekerja : M.pterygoideus lateralis /ext , dibantu Mm.suprahyoid , Mm infrahyoid, gravitasi 1. Elevasi (menutup mulut)
Otot-otot yg bekerja : M.temporalis, M.masseter, M.pterygoideus medialis 1. Retraksi (menggeser mandibula kebelakang) Otot-otot yg bekerja : M.temporalis, M.pterygoideus sisi yang berlawanan, M.masseter, M.digasstricus sisi yg sama Luxatio Mandibula : bila mulut dibuka terlalu lebar dapat mengakibatkan mulut itu tidak dapat menutup kembali.
KULIT KEPALA (SCALP) S = skin (ditumbuhi rambut kelenjar lunak) C = connection tissue(jar.ikat antara skin&aponeurosis) A = Aponeurosis (Galea aponeurotica) otot pada ujung otak frontal & occipi L = Loose conective tissue (jaringan ikat jarang) P = Periosteum
N.V (trigeminus)
1. N.V-1 (opthalmicus) Mengurus : seluruh daerah frontal, palpebra sup, dorsum nasi sampai apex nasi Cabang2nya: : N.supratrhoclearis, N.supraorbitalis, N.infrathroclearis, N.nasalis 1. N.V-2 (maxilaris) Mengurus : labium supra, ala nasi, palpebra inf, maxila, pipi, daerah temporal Cabang2nya: N.infraorbitalis, R.malaris, N.temporalis, R.temporalis, N.temporomalaxis 1. N.V-3 (mandibulla) Mengurus : labium infersius , balahan caudal, (mandibula), pipi sampai belah telinga Cabang2nya : N.buccalis, N.mentalis, N.auriculotemporali
Plexus Cervicalis
LEHER
I.Caudal Incisura stertu, clavicula sin & dextra, Articulatio clavico acromialis, garis antara articulatio dengan proc.spinosusvertebra cervicalis VII II.Cranial Mentum, Margo inferior mandibula , angulus mandibula, Proc.mostoideus, linea nuchae superior I.TRIGONUM ANTERIOR a. T.suprahyoid : T.submandibular batas2nya :
Cranial : margo inf.mand Med.vent : venter ant m.digastrici Med dors : Venter post m.digastrici
T.submentale :
Lateral : venter ant,m.digastrici,isi v.jugularis ant Med: Linea media Caudal : Os hyodeum
Cranio dorsal : vent post m.digastrici Caudo vent : vent sup m. Omohyoid Lateral : M. Sterno0deidomastoideus
Ventro med : pinggir dorsal M.strenokidormastoid Dorso lat : pinggir ventral M.trapezius Caudal : venter inf. M.omohyoid
SYSTEMA MUSCULORUM Otot leher dibagi dua golongan: 1. golongan yg terletak disebelah ventral 2. golongan yg terletak disebal dorsal
Platysma : terletak tepat dibawah kulit, serabut2nya, sejajar dari pinggir mandibula sampai clavicula & dari medial kelateral
M.strenocleidomastoideus
Origo: portio sternalis, portio clavicularis , insersio antara proc.mostoideus, pars lat linea nuchae sup , innervasi N, accesorius N XI
1. M.digastricus (M.biventer mandibula ) Origo: vent ant fossa m.biventris mandibula , vent post ine mastoidea insersio Os hyoid diapit serabut M.stylohyoid , innervasi vent antara N V-3 (mylohyoid), vent post N VII (facialis)
1. M.stylohyoid Origo: bag lat proc stylodeus os temporalis , insersio basis cornu os hyoid , innervasi N VII facialis
origo: linea mylohyoid mand sin & dextra,insersio serabut yg terletak di dorsal melekat pada corpus os hyoid ,I nnervasi N.mylohyoideus V-III. Disebut juga M.diaghfragma ortis karna membentuk dasar rongga mulut
1. M.genioglossus Origo: Spina mentalis , insersio bagian depan corpus os.hyoid innervasi cab.Nn.cervicalis I & II
1. M.sternohyodeus Origo: permukaan dorsal manubrium sterni , insersio corpus os hyoid, innervasi ansa hipoglossi 1. M.omohyoideus 2. M .sternohyroideus 3. M.Thyreoideus Origo: cartilago tyroidea,insersio os.hyodeum,
Otot-otot dengan letak agak dalam : 1. M.scalenus ventralis : origo tubercula ant ,proc transversi III-IV,insersio costa I,tubula scaleni ,innervasi nervus spinalis c V-VII 2. M.scalenus intermedius : origo proc transversu,insersio,dorsal sulcus,innervasi N.sp C IV-VIII 3. M.scalenus dorsalis rigo tub post ,proc trans,insersio costa II,innervasi N.sp C VIIVIII
Otot-otot yg letaknya paling dalam : 1. M.longus cervisis :N.spinalis c II-IV 2. M.longus capitis : origo tub anterir proc transversal VC III-VI ,insersi Os, basil kika,tubuli pharyngeum,innervasi N.spi C I-V
M.Trapezius
Origo: Protuberantia occipitalis ext, linea nuchae sup, septum nuchae, proc spinasi vertebraec VII-thXII Insersio: Pars aeromialis, lateral spina scapulae, medial spina scapulae, innervasi N.accesorius IX, N.sp CII-IV
M.splenius capitis
Origo: Proc.spinosi VC IV-th II Insersio: dorsal proc mastoideus & linea nuchae superior
M,splenius servicis
Origo: proc th III_VI Insersio: tub post proc tranversi verteb C IV-VII Innervasi: N sp C I-IV
M.levator scapulae
Origo: Tuberculae post,proc transversi C I-IV Insersio: Angulus sup & margo vertebralis scapulae Innervasi: N.dorsalis scapulae
c. otot-otot yang menghubungkan V.C I dengan kepala : M,rectus M.rectus M.obliqus M.obliqus M.rectus capitis M.rectus M.rectus M.obliqus M.obliqus post major lateralis anterior superior inferior
BAB III PENUTUP Anatomi sangat penting dalam kehidupan, terutama dalam dunia kesehatan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan agar dengan makalah ini, kita dapat mengetahui tentang anatomi leher dan kepala sesuia dengan tujuan kta daawal tadi, yakni : Mengetahui struktur struktur yang ada pada leher dan kepala Mengetahui variasi dalam ukuran, bentuk dan jenis perlekatan otot
Mengetahui percabangan saraf dan pembuluh pembuluh darah yang terdapat pada leher dan kepala Mengetahui kemungkinan adanya penyimpangan penyimpangan yang terjadi
Dalam penulisan makalah ini, mungkin masih banyak terdapat kekurangan, baik dalam seg penulisan maupun materi yang disajikan, untuk itu penulis mohon maaf yang sebesar besarnya, dan penulis mengharapkan kita dapat mengambil manfaat dari makalah ini. Terima kasih
Otot Kepala dan Leher Otot Kepala Otot kepala dapat dikelompokkan menjadi 4 grup utama jika dikaitkan dengan embriologi (ontogeni), penyarafan, dan fungsi (lihat Tabel bawah).
Grup otot Asal 1. Otot mastikasi (mengunyah) Arkus faringeus pertama 2. Otot mimik Otot faring dan palatine 3. Otot laring Otot bola mata luar
4. Otot lingualis
penyarafan Rami mandibula N. Trigeminus (NC V) Arkus faringeus keduaArkus N. facialis (NC VII)N. faringeus ketiga dan keempat Glosofaringeus (NC IX) dan Vagus (NC X) Arkus faringeus keenamSomit N. Vagus (NC X)N. preotic (hipotetik) Oculomotorius (NC III), Trochlearis (NC IV) dan Abducent (NC VI) Somites postotic (Hipotetik) N. Hypogllosus (NC XII)
Kelompok Otot TrigeminalisKelompok otot trigeminalis merupakan kelompok otot yang disarafi oleh rami mandibularis N. Trigeminus (NC V) atau nervi mandibularis. Otot ini meliputi otot mastikasi (mengunyah), m. mylohyoideus, dan m. tensor veli palatini pada langit-langit lunak.Otot mastikasi meliputi: 1. M. temporalis. Origo luas pada permukaan lateral cranii, dan menguncup menuju insersio pada processus coronoideus mandibula. Fungsi utamanya menarik rahang bawah ke atas (gerakan seperti gunting). 2. M. masseter. Menempati bagian lateral mandibula. Origonya dari daerah maxillaris kepala dan archus zygomaticus. Insersionya lebar pada mandibula agak di belakang. Otot ini sering multipenatus yang dipisahkan oleh tendo yang kuat. Arah serabut otot berbeda-beda dengan fungsi yang berbeda pula. Sebagian serabut menarik rahang bawah ke depan, dan lainnya menarik ke belakang. Tetapi fungsi secara umum adalah menarik rahang bawah ke atas dan ke sisi yang aktif. Saat mastikasi, pada satu waktu, kontraksinya terbatas pada satu sisi yang aktif saja. 3. M. pterygoideus. Otot ini berada di sisi medial mandibula. Berorigo pada daerah pterygopalatine kepala menuju medial mandibula. Otot ini terbagi dua yaitu bagian lateral (kecil) dan bagian medial (lebih besar). Beberapa serabut otot bagian lateral dilekatkan ke discus articularis, dan berfungsi membantu mengontrol pergerakan rahang bawah. Tetapi fungsi utama otot pterygoideus adalah mengangkat rahang bawah dan menarik ke dalam dengan sedikit gerakan ke depan secara bersamaan. Pada spesies yang membutuhkan gerakan rahang bawah transversus, m. masseter dan lawannya m. pterygoideus mungkin membentuk satu pasangan fungsional. 4. M. digastricus. Membuka mulut merupakan fungsi utama m. digastricus, selain dibantu oleh gaya gravitasi. M. digastricus berjalan dari kepala, melewati bagian belakang persendian temporomandibularis, menuju angulus mandibula. Otot ini tersusun ata dua venter. Venter rostralis disarafi oleh rami mandibularis n. trigeminus atau n. mandibularis, dan venter caudalis disarafi oleh n. facialis. Hal ini mengindikasikan otot digastricus berasal dari lapisan mesodemis dua arkus faringeus pertama. Definisi dan Fungsi Mastikasi Definisi mastikasi adalah suatu kompleksitas dari neuromuskular dengan bantuan seluruh fungsi rahang atas, rahang bawah, bersama-sama dengan temporomandibular, lidah, Sircumoral muskular, otot-otot mastikasi, dan gigi. Pemakaian kata fungsi mastikasi yang tepat dalam literatur-literatur sangat kurang bahkan
fungsi mastikasi sering digantikan dengan kata kemampuan mengunyah, efisiensi mengunyah, atau performans mengunyah. Carlson mendefinisikan kemampuan mengunyah sebagai suatu kemampuan individu itu sendiri dalam menilai fungsi mastikasi mereka. Bates et al mendefinisikan performans mastikasi sebagai suatu ukuran partikel distribusi makanan pada saat dikunyah.
Adapun fungsi mastikasi adalah memotong dan menggiling makanan, membantu mencerna sellulosa, memperluas permukaan, merangsang sekresi saliva, mencampur makanan saliva, melindungi mukosa, dan mempengaruhi pertumbuhan jaringan mulut. B. Proses Mastikasi Proses mastikasi merupakan suatu proses gabungan gerak antar dua rahang yang terpisah, termasuk proses biofisik dan biokimia dari penggunaan bibir, gigi, pipi, lidah, langit-langit mulut, serta seluruh struktur pembentuk oral, untuk mengunyah makanan dengan tujuan menyiapkan makan agar dapat ditelan. Lidah berfungsi mencegah tergelincirnya makanan, mendorong makanan kepermukaan kunyah, membantu mencampur makanan dengan saliva, memilih makanan yang halus untuk ditelan, membersihkan sisa makanan, membantu proses bicara dan membantu proses menelan. Pada waktu mengunyah kecepatan sekresi saliva 1.0 1.5 liter/hari, pH 6 7.4. Saliva berfungsi mencerna polisakarida, melumatkan makanan, menetralkan asam dari makanan, melarutkan makanan, melembabkan mulut dan anti bakteri. Pada proses mastikasi terjadi beberapa stadium antara lain stadium volunter dimana makanan diletakkan diatas lidah kemudian didorong ke atas dan belakang pada palatum lalu masuk ke pharynx, di mana hal ini dapat dipengaruhi oleh kemauan. Selanjutnya pada stadium pharyngeal bolus pada mulut masuk ke pharynx dan merangsang reseptor sehingga timbul refleks-refleks antara lain terjadi gelombang peristaltik dari otot-otot konstriktor pharynx sehingga nafas berhenti sejenak. Proses ini sekitar 1 2 detik dan tidak dipengaruhi oleh kemauan. Kemudian pada stadium oesophangeal terjadi gelombang peristaltik primer yang merupakan lanjutan dari gelombang peristaltik pharynx dan gelombang peristaltik sekunder yang berasal dari dinding oesophagus sendiri. Proses ini sekitar 5 10 detik dan tidak dipengaruhi oleh kemauan. Setelah melalui proses ini makanan siap untuk ditelan. C. Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Fungsi Mastikasi 1. Kehilangan Gigi Gigi merupakan organ manusia yang terpenting. Tanpa gigi, manusia tidak dapat mencerna makanan. Gigi berfungsi untuk mengunyah setiap makanan yang masuk ke dalam mulut untuk diteruskan ke dalam tubuh manusia, tentunya makanan yang sudah halus. Proses ini akan berlangsung mulai dari masa kanak-kanak sampai dewasa. Manfaat utama gigi adalah untuk mengunyah beraneka ragam makanan yang tekstur dan nilai gizinya berbeda-beda. Dengan terjadinya kehilangan gigi maka menurunlah efisiensi pengunyahan. Kehilangan gigi merupakan penyebab terbanyak menurunnya fungsi mastikasi, karena berhubungan erat dengan masalah karies dan penyakit-penyakit periodontal. Kehilangan gigi tidak selalu memuaskan dengan adanya kompensasi penggantian gigi palsu karena sering menimbulkan perasaan yang kurang nyaman dari pemakai, sehingga fungsi gigi belum dapat sepenuhnya digantikan oleh gigi tiruan ditinjau dari segi efektifitas dan efisiensinya.
Makanan yang dikonsumsi sebelum masuk lebih dalam menuju alat pencernaan harus melewati mulut. Di rongga mulut ini makanan sudah mulai menjalani proses pencernaan. Kelancaran pengunyahan makanan di dalam rongga mulut bergantung pada kelengkapan susunan gigi. Jumlah gigi geligi yang tidak lengkap akan menurunkan keefektifan fungsi pengunyahan. Belum lagi soal penurunan selera makan yang pada umumnya banyak menghinggapi mereka yang berusia tua. Gangguan fungsi pengunyahan dapat pula disebabkan karena penurunan fungsi dari lidah, mukosa mulut, otot-otot pengunyah, kelenjar ludah, dan sistem susunan saraf. Sekalipun dengan gigi palsu berkualitas baik, penderita edentulisme tetap mengalami kesulitan dalam mengunyah makanan yang bertekstur keras atau kenyal. Prevalensi edentulisme di Kanada mencapai 17% pada tahun 1990, dan di Amerika Serikat sekarang prevalensinya mencapai 9,7% pada kelompok usia 18 tahun ke atas. Prevalensi keadaan ini meningkat secara dramatis mengikuti pertambahan usia, dan 33,1% bangsa Amerika yang berusia 65 tahun ke atas menderita edentulisme; prevalensi pada kelompok usia inilah yang paling banyak terserang, dan kelompok usia ini paling banyak menampakkan akibat fisik yang ditimbulkan oleh keadaan tersebut. Lebih lanjut, kelompok lansia akan menjadi bagian terbesar dari jumlah total populasi dikarenakan terus berkembangnya generasi baby boomer dimana angka kelahiran lebih tinggi daripada angka kematian bayi pada tahun tersebut. Sebagai contoh, pada tahun 1998 Thompson dan Kreisel meramalkan peningkatan populasi tua di Kanada sebesar 36,5% hingga pada tahun 2015. Meskipun peningkatan mutu layanan kesehatan beserta peningkatan dalam hal frekuensi pemanfaatannya belakangan ini telah dapat menurunkan laju pertambahan jumlah edentulisme, bertambahnya jumlah populasi lansia diperkirakan akan dapat meningkatkan kebutuhan akan beragam bentuk layanan kesehatan mulut. 2. Penyakit Dalam Rongga Mulut Berbagai macam unsur fisik terlibat dalam proses makan khususnya unsur-unsur dalam rongga mulut, bibir, gigi geligi, langit-langit, lidah, dan tenggorokan; sistem saraf dan otak; sistem hormonal/endokrin, dan enzim yang berkaitan dengan penerimaan makanan dan proses metabolisme tubuh. Oleh karena itu, jika terdapat kelainan atau penyakit pada unsur-unsur organik tersebut, pada umumnya akan disertai dengan terdapatnya gangguan/kesulitan mengunyah. Adapun kelainan/penyakit pada gigi geligi dan unsur-unsur lain dalam rongga mulut, yaitu : 1. Kelainan bawaan Labioschizis (bibir sumbing), frenulum lidah pendek, makroglosia, dll. 2. Penyakit infeksi Stomatitis, gingivitis, tonsilitas, dll. 3. Kelainan/Penyakit Neuromuskuler Paresis/paralisis lidah dan otot-otot sekitar pharynx dan larynx. 4. Penyakit/kelainan non infeksi a) Penyakit bawaan di luar rongga mulut dan saluran cerna : Penyakit jantung bawaan, Sindroma Down b) Penyakit Neuromuskuler : Palsi serebral
3. Faktor Psikologis Selain karena faktor fisik, masalah gangguan fungsi mastikasi juga disebabkan karena proses perkembangan selera dan kemampuan makan yang berkembang sejalan dengan perkembangan organ-organ fisik termasuk sistem pencernaan. Disinilah sering timbul masalah sulit makan yang kerap kali dibarengi dengan gangguan psikologis. Gangguan psikologis dapat timbul karena kompleksitas masalah kehidupan yang dihadapi dan kerap kali terus dipikirkan sehingga mempengaruhi selera makan dan kegiatan mengunyah pada saat makan. Pada umumnya seseorang dengan gangguan psikologis, makanan yang mereka telan kurang sempurna pengunyahannya, sehingga sistem pencernaanlah yang akan memperbaiki pengunyahan makanan yang tidak lengkap dalam mulut.
PENDAHULUAN Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut the process of taking food into the body through the mouth. Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan. Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung.
NEUROFISIOLOGI MENELAN Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut : (1) pembentukan bolus makanan dengan bentuk dan konsistensi yang baik, (2) usaha sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan, (3) kerja sama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke arah lambung, (4) mencegah masuknya bolus makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring, (5) mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi, (6) usaha untuk membersihkan kembali esofagus. Proses menelan dapat dibagi dalam tiga fase yaitu :
Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esophageal. FASE ORAL Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara disadari. Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral. ORGAN Mandibula Bibir AFFEREN (sensorik) n. V.2 (maksilaris) n. V.2 (maksilaris) EFFEREN (motorik) n.V : m. Temporalis, m. maseter, m. pterigoid n.VII : m.orbikularis oris, m. zigomatikum, m.levator labius oris, m.depresor labius oris, m. levator anguli oris, m. depressor anguli oris Mulut & pipi Lidah n.V.2 (maksilaris) n.V.3 (lingualis) n.VII: m. mentalis, m. risorius, m.businator n.XII : m. hioglosus, m. mioglosus
Pada fase oral ini perpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring segera terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring. Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m. palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII). Peranan saraf kranial fase oral ORGAN Bibir AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik)
n. V.2 (mandibularis), n.V.3 n. VII : m.orbikularis oris, m.levator (lingualis) labius oris, m. depressor labius, m.mentalis
n. V.2 (mandibularis)
Lidah Uvula
Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen (motorik).
FASE FARINGEAL Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi : 1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring. 2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup. 3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I). 4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X) 5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat. Peranan saraf kranial pada fase faringeal Organ Lidah n.V.3 Afferen Efferen n.V :m.milohyoid, m.digastrikus n.VII : m.stilohyoid n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid n.XII :m.stiloglosus Palatum n.V.2, n.V.3 n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini n.V :m.tensor veli palatini Hyoid n.Laringeus superior cab internus (n.X) n.V : m.milohyoid, m. Digastrikus n.VII : m. Stilohioid n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid Nasofaring Faring n.X n.X n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus n.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring, m.konstriktor faring sup, m.konstriktor ffaring med. n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf. Laring n.rekuren (n.X) n.IX :m.stilofaring
Esofagus
n.X
n.X : m.krikofaring
Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen. Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal,
meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.
Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu : 1. Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga lidah 2/3 depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi dari m.konstriktor faring. 2. Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif akibat terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga bolus terisap ke arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter esofagus bagian atas dibentuk oleh m.konstriktor faring inferior, m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus bagian superior.
Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons akibat regangan dinding esofagus. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus. Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer. PERANAN SISTEM SARAF DALAM PROSES MENELAN Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap : 1. Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke dalam orofaring langsung akan berespons dan menyampaikan perintah. 2. Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang otak (kedua sisi) pada trunkus solitarius di bagian dorsal (berfungsi utuk mengatur fungsi motorik proses menelan) dan nukleus ambigius yang berfungsi mengatur distribusi impuls motorik ke motor neuron otot yang berhubungan dgn proses menelan. 3. Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah.
GANGGUAN DEGLUTASI/MENELAN Secara medis gangguan pada peristiwa deglutasi disebut disfagia atau sulit menelan, yang merupakan masalah yang sering dikeluhkan baik oleh pasien dewasa, lansia ataupun anak-anak. Menurut catatan rata-rata manusia dalam sehari menelan sebanyak kurang lebih 2000 kali, sehingga masalah disfagia merupakan masalah yang sangat menggangu kualitas hidup seseorang. Disfagia merupakan gejala kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung. Kegagalan dapat terjadi pada kelainan neuromuskular, sumbatan mekanik sepanjang saluran mulai dari rongga mulut sampai lambung serta gangguan emosi. Disfagia dapat disertai dengan rasa nyeri yang disebut odinofagia. Berdasarkan definisi menurut para pakar (Mettew, Scott Brown dan Boeis) disfagia dibagi berdasarkan letak kelainannya yaitu di rongga mulut, orofaring, esofagus atau berdasarkan mekanismenya yaitu dapat menelan tetapi enggan, memang dapat menelan atau tidak dapat menelan sama sekali, atau baru dapat menelan jika minum segelas air, atau kelainannya hanya dilihat dari gangguan di esofagusnya.
EVALUASI KLINIK DISFAGIA. Perlu diingat bahwa masalah disfagia dapat timbul karena : Berdasarkan proses mekanisme deglutasinya dapat dibagi : Sumbatan mekanik/Disfagia mekanik baik intraluminal atau ekstraluminal
(penekanan dari luar lumen esofagus). Kelainan Neurologi/Disfagia neurogenik/disfagia motorik mulai dari kelainan korteks serebri, pusat menelan di batang otak sampai neurosensori-muskular. Kelainan emosi berat/ Disfagia psikogenik. Berdasarkan proses mekanisme deglutasi diatas dibagi lagi menjadi : Transfer dysphagia bila kelainannya akibat kelainan neuromotor di fase oral dan faringeal. Transit dysphagia bila disfagia disebabkan gangguan peristaltik baik
primer/sekunder dan kurangnya relaksasi sfingter esofagus bagian bawah. Obstructive dysphagia bila disebabkan penyempitan atau stenosis di faring dan esofagus. Berdasarkan letak organ anatomi dapat dibagi menjadi : Disfagia gangguan fase oral Disfagia gangguan fase faringeal Disfagia gangguan fase esofageal Berdasarkan penyebab/etiologi dapat dibagi menjadi : Kelainan kongenital (K) Inflamasi/radang (R) Trauma (T) Benda asing (B) Neoplasma (N) Psikis (P) Kelainan endokrin (E) Kelainan kardio vaskuler (KV) Kelainan neurologi/saraf (S) Penyakit degeneratif (D) Iatrogenik seperti akibat operasi, kemoterapi dan radiasi (I) ANAMNESIS PENTING. Batasan keluhan disfagia (rongga mulut, orofaring, esofagus). Lama dan progresifitas keluhan disfagia.
Saat timbulnya keluhan disfagia dalam proses menelan (makan padat, cair, stress psikis dan fisik). keluhan penyerta : odinofagi, BB turun cepat, demam, sesak nafas, batuk, perasaan mengganjal/menyumbat di tenggorokan. Penyakit penyerta : eksplorasi neurologik degeneratif, autoimun, kardiovaskuler dll. Penggunaan obat-obat yang mengganggu proses menelan (anastesi,
muskulorelaksan pusat). Evaluasi pola hidup, usia, hygiene mulut, pola makanan. Riwayat operasi kepala dan leher sebelumnya.
PEMERIKSAAN FISIK PENTING Keadaan umum pasien. Pemeriksaan rongga mulut, evaluasi gerakan dan kekuatan otot mulut dan otot lidah. Pemeriksaan orofaring, pergerakan palatum mole, sensibilitas orofaring dgn sentuhan spatel lidah, cari refleks muntah, refleks menelan, dan evaluasi suara (keterlibatan laring) Pemeriksaan faring-laring : gerakan pangkal lidah, gerakan arkus faring, uvula, epiglotis, pita suara, plika ventrikularis dan sinus piriformis. Pemeriksaan neurologi fungsi motorik dan sensorik saraf kranial. Periksa posisi dan kelenturan leher/tulang servikal, pembesaran KGB leher dan trauma. evaluasi massa leher,
PEMERIKSAAN PENUNJANG PENTING Pemeriksaan spesifik utk menilai adanya kelainan anatomi atau sumbatan mekanik : Penunjang Barium Swallow (Esofagogram) Kegunaan Menilai anatomi dan fungsi otot faring/esofagus, deteksi sumbatan o/k tumor, striktur, web, akalasia, divertikulum CT Scan MRI Kelainan anatomi di kepala, leher dan dada Deteksi tumor, kalainan vaskuler/stroke, degeneratif proses diotak Laringoskopi direk Esofagoskopi Menilai keadaan dan pergerakan otot laring Menilai lumen esofagus, biopsi
Endoskopi ultrasound
Pemeriksaan penunjang untuk menilai fungsi menelan : Penunjang Modified barium swallow Menilai keadaan Kegunaan kedua sfingter esofagus,
menganalisa transfer dysphagia Leksible fiber optic faringoskop Video floroscopy recording Scintigraphy Menilai pergerakan faring dan laring Menilai pergerakan faring dan laring Menilai gangguan orofaring, esofagus, pengosongan lambung disease) EMG Manometri pHmetri 24 jam Menilai defisiensi fungsi saraf kranial Menilai gangguan motilitas peristaltik Pemeriksaan fefluks esofagitis dan GERD (Gastroesophageal refluks
Disfagia No Penyakit Mekanik O 1 2 Atresia Fistula trakeoesofagus 3 4 5 6 7 8 Stenosis/web Divertikulum zenker Korpal Disfagia lusoria Akalasia Spasme difus esophagus 9 10 Striktur Esofagitis v v v v v v v/t v/a v/s F E v/s v/s v/s Neurogenik O F E Psikogenik O F E K K K K B K u/k P T/R R Etiologi
11 12 13 14
v v/s
N P S v P
DIET MODIFIKASI PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN MENELAN Teknik modifikasi diet pada pasien dengan gangguan menelan meliputi merubah bentuk dan suhu makanan berdasarkan pada hasil evaluasi makanan yang ditelan. Liquid dapat dikentalkan dengan produk komersial atau makanan lain. Penggunaan makanan lain seperti cereal bayi, tak berasa gelatin, atau tapioca bisa dirubah secara konsisten dengan pasien dysphagia yang diperlukan pasien sesuai kebutuhan untuk memenuhi nutrisi dan hidrasi mereka. Bila prinsip dasar penatalaksanaan gagal untuk menghasilkan kemajuan dalam dua sampai tiga minggu atau jika pasien mengalami kemunduran setelah pengembangan dibuat, pertimbangan harus diberikan untuk mengevaluasi kembali dan menyerahkan selanjutnya untuk intervensi medik.
Otot Anatomi: Manusia Otot dari Mastikasi Dalam tubuh manusia, rahang bawah (juga dikenal sebagai mandibula) terhubung ke tulang temporal dari tengkorak melalui sambungan rumit yang dikenal sebagai sendi temporomandibular. Otot-otot pengunyahan mulai dari tengkorak ke rahang bawah, yang memungkinkan gerakan rahang fleksibel saat mengunyah. Ada empat otot-otot pengunyahan (Guyton, 1997).
Muscle Otot Location Lokasi Function Fungsi Masseter Otot masseter otot berisi dua otot tumpang tindih.Kepala superfisial otot berasal dari batas bawah lengkungan zygomatic (tulang pipi) tengkorak. Sedangkan kepala dalam otot meningkat dari permukaan bagian dalam lengkungan zygomatic. Kedua ujung kepala ke ramus dan tubuh mandibula. Serat luas dari otot-otot ini meluas dari lokasi molar kedua pada mandibula ke ramus. otot masseter yang dangkal, menengah dan dalam. Mereka mendapatkan pasokan saraf dari saraf masseteric dan suplai darah dari arteri maksilaris (cabang terminal dari arteri karotis eksternal. otot masseter bertanggung jawab untuk elevasi mandibula (ketika mengunyah / menelan / bicara), gerakan lateral mandibula (untuk secara efektif mengunyah dan menggiling makanan), pencabutan mandibula dan sepihak mengunyah. otot masseter juga merupakan otot terkuat dalam tubuh manusia . Otot temporalis otot temporalis adalah otot besar berbentuk kipas yang meliputi wilayah temporal dari tengkorak. Otot ini dimulai dari tulang tengkorak parietal dan berakhir dalam proses koronoideus rahang bawah. Otot temporalis menerima suplai darah dari anterior, arteri temporal posterior dan dangkal dan menerima suplai saraf dari saraf temporal. Fungsi utama dari otot-otot ini termasuk elevasi dan retraksi dari makanan mandibula dan grinding antara
geraham. Lateral Pterygoid Otot Lateral otot pterygoid ditemukan sebagai dua kepala,inferior head dan superior head.inferior head dimulai dari proses pterygoid dan masuk ke rahang bawah. Superior head dimulai dari tulang sphenoid dan masuk ke dalam disk artikularis. Pterygoid lateral otot mendapatkan pasokan saraf dari cabang pterygoid saraf trigeminal. Pasokan arteri berasal dari cabang arteri pterygoid rahang atas. Fungsi dari otot ini adalah untuk menurunkan mandibula dan menonjol ke arah depan untuk membantu dalam pembukaan rahang. Medial Pterygoid Otot adalah otot tebal mulai dari piring pterygoid lateral dan tuberositas rahang atas. Otot tsb masuk ke medial sudut rahang bawah. otot medial pterygoid mendapatkan pasokan darah dari cabang arteri pterygoid rahang atas. fungsi utama dari otot ini adalah mengangkat rahang bawah, menutup rahang dan memindahkannya ke samping.
Temporo Mandibular Joint Sendi Pengunyahan / Mastikasi Sendi adalah hubungan antara dua tulang. Mastikasi merupakan hasil koordinasi kompleks yang melibatkan kegiatan saraf dan otot yang kemudian menggerakkan sendi. Sendi temporomandibula adalah merupakan sendi pengunyahan. Sendi temporomandibula merupakan artikulasi antara tulang temporal dan mandibula, dimana sendi temporomandibula didukung oleh struktur-struktur berikut : Prosesus kondiloideus, ligamen sendi temporomandibula, suplai darah pada sendi temporomandibula dan persarafan pada sendi temporomandibula (Guyton, 1997). Persyarafan Sendi Temporomandibula Persarafan sensorik pada sendi temporomandibula yang terpenting dilakukan oleh nervus aurikulotemporal yang merupakan cabang pertama posterior dari nervus mandibularis. Saraf lain yang berperan adalah nervus maseterikus dan nervus temporal. Nervus maseterikus bercabang lagi di depan kapsul dan meniskus. Nervus aurikulotemporal dan nervus maseterikus merupakan serabut-serabut proprioseptif dari impuls sakit nervus temporal anterior dan posterior melewati bagian lateral muskulus pterigoideus, yang selanjutnya masuk ke permukaan dari muskulus temporalis, saluran spinal dari nervus trigeminus. Permukaan fibrous artikular, fibrokartilago, daerah sentral meniskus dan membran sinovial tidak ada persarafannya (Guyton, 1997).
Fisiologi Pergerakan Sendi Temporomandibula Berdasarkan hasil penelitian elektromiografi, gerak mandibula dalam hubungannya dengan rahang atas dapat diklasifikasikan sebagai berikut yaitu : 1. Gerak membuka 2. Gerak menutup 3. Protrusi 4. Retusi 5. Gerak lateral (Guyton, 1997). 1. Gerak membuka Seperti sudah diperkirakan, gerak membuka maksimal umumnya lebih kecil daripada kekuatan gigitan maksimal (menutup). Muskulus pterygoideus lateralis berfungsi menarik prosessus kondiloideus ke depan menuju eminensia artikularis. Pada saat bersamaan, serabut posterior muskulus temporalis harus relaks dan keadaan ini akan diikuti dengan relaksasi muskulus masseter, serabut anterior muskulus temporalis dan muskulus pterygoideus medialis yang berlangsung cepat dan lancar (Guyton, 1997). Keadaan ini akan memungkinkan mandibula berotasi di sekitar sumbu horizontal, sehingga prosessus kondilus akan bergerak ke depan sedangkan angulus mandibula bergerak ke belakang. Dagu akan terdepresi, keadaan ini berlangsung dengan dibantu gerak membuka yang kuat dari muskulus digastricus, muskulus geniohyoideus dan muskulus mylohyoideus yang berkontraksi terhadap os hyoideum yang relatif stabil, ditahan pada tempatnya oleh muskulus infrahyoidei. Sumbu tempat berotasinya mandibula tidak dapat tetap stabil selama gerak membuka, namun akan bergerak ke bawah dan ke depan di sepanjang garis yang ditarik (pada keadaan istirahat) dari prosessus kondiloideus ke orifisum canalis mandibularis (Guyton, 1997). 2. Gerak menutup Penggerak utama adalah muskulus masseter, muskulus temporalis, dan muskulus pterygoideus medialis. Rahang dapat menutup pada berbagai posisi, dari menutup pada posisi protrusi penuh sampai menutup pada keadaan prosesus kondiloideus berada pada posisi paling posterior dalam fosa glenoidalis. Gerak menutup pada posisi protrusi memerlukan kontraksi muskulus pterygoideus lateralis, yang dibantu oleh muskulus pterygoideus medialis. Caput mandibula akan tetap pada posisi ke depan pada eminensia artikularis. Pada gerak menutup retrusi, serabut posterior muskulus temporalis akan bekerja bersama dengan muskulus masseter untuk mengembalikan prosesus kondiloideus ke dalam fosa glenoidalis, sehingga gigi geligi dapat saling berkontak pada oklusi normal (Guyton, 1997). Pada gerak menutup cavum oris, kekuatan yang dikeluarkan otot pengunyahan akan diteruskan terutama melalui gigi geligi ke rangka wajah bagian atas. Muskulus pterygoideus lateralis dan serabut posterior muskulus temporalis cenderung menghilangkan tekanan dari caput mandibula pada saat otot-otot ini berkontraksi, yaitu dengan sedikit mendepresi caput selama gigi geligi menggeretak. Keadaan ini berhubungan dengan fakta bahwa sumbu rotasi mandibula akan melintas di sekitar ramus, di daerah manapun di dekat orifisum canalis mandibular. Walaupun demikian masih diperdebatkan apakah articulatio temporomandibula merupakan sendi yang tahan terhadap stres atau tidak. Hasil-hasil penelitian mutakhir dengan menggunakan model fotoelastik dan dengan cahaya polarisasi pada berbagai kondisi beban
menunjukkan bahwa artikulasio ini langsung berperan dalam mekanisme stres (Guyton, 1997). 3. Protrusi Pada kasus protrusi bilateral, kedua prosesus kondiloideus bergerak ke depan dan ke bawah pada eminensia artikularis dan gigi geligi akan tetap pada kontak meluncur yang tertutup. Penggerak utama pada keadaan ini adalah muskulus pterygoideus lateralis dibantu oleh muskulus pterygoideus medialis. Serabut posterior muskulus temporalis merupakan antagonis dari kontraksi muskulus pterygoideus lateralis. Muskulus masseter, muskulus pterygoideus medialis dan serabut anterior muskulus temporalis akan berupaya mempertahankan tonus kontraksi untuk mencegah gerak rotasi dari mandibula yang akan memisahkan gigi geligi. Kontraksi muskulus pterygoideus lateralis juga akan menarik discus artikularis ke bawah dan ke depan menuju eminensia artikularis. Daerah perlekatan fibroelastik posterior dari diskus ke fissura tympanosquamosa dan ligamen capsularis akan berfungsi membatasi kisaran gerak protrusi ini (Guyton, 1997).
4. Retrusi Selama pergerakan, kaput mandibula bersama dengan discus artikularisnya akan meluncur ke arah fosa mandibularis melalui kontraksi serabut posterior muskulus temporalis. Muskulus pterygoideus lateralis adalah otot antagonis dan akan relaks pada keadaan tersebut. Otot-otot pengunyahan akan berfungsi mempertahankan tonus kontraksi dan menjaga agar gigi geligi tetap pada kontak meluncur. Elastisitas bagian posterior discus articularis dan capsula articulatio temporomandibularis akan dapat menahan agar diskus tetap berada pada hubungan yang tepat terhadap caput mandibula ketika prosesus kondiloideus bergerak ke belakang (Guyton, 1997). 5. Gerak lateral Pada saat rahang digerakkan dari sisi yang satu ke sisi lainya untuk mendapat gerak pengunyahan antara permukaan oklusal premolar dan molar, prosesus kondiloideus pada sisi tujuan arah mandibula yang bergerak akan ditahan tetap pada posisi istirahat oleh serabut posterior muskulus temporalis sedangkan tonus kontraksinya akan tetap dipertahankan oleh otot-otot pengunyahan lain yang terdapat pada sisi tersebut. Pada sisi berlawanan prosesus kondiloideus dan diskus artikularis akan terdorong ke depan ke eminensia artikularis melalui kontraksi muskulus pterygoideus lateralis dan medialis, dalam hubungannya dengan relaksasi serabut posterior muskulus temporalis. Jadi, gerak mandibula dari sisi satu ke sisi lain terbentuk melalui kontraksi dan relaksasi otot-otot pengunyahan berlangsung bergantian, yang juga berperan dalam gerak protrusi dan retrusi (Guyton, 1997). Pada gerak lateral, caput mandibula pada sisi ipsilateral, ke arah sisi gerakan, akan tetap ditahan dalam fosa mandibularis. Pada saat bersamaan, caput mandibula dari sisi kontralateral akan bergerak translasional ke depan. Mandibula akan berotasi pada bidang horizontal di sekitar sumbu vertikal yang tidak melintas melalui caput yang cekat, tetapi melintas sedikit di belakangnya. Akibatnya, caput ipsilateral akan bergerak sedikit ke lateral, dalam gerakan yang dikenal sebagai gerak Bennett (Guyton, 1997). Selain menimbulkan pergerakan aktif, otot-otot pengunyahan juga mempunyai aksi postural yang penting dalam mempertahankan posisi mandibula terhadap gaya gravitasi. Bila mandibula berada pada posisi istirahat, gigi geligi tidak beroklusi dan akan terlihat adanya celah atau freeway space diantara arkus dentalis superior dan inferior (Guyton, 1997).
Saraf Struktur batang otak dalam control mastikasi Pergerakan-pergerakan yang terlibat dalam mastikasi membutuhkan gabungan aktivitas beberapa otot, yaitu trigeminal, hypoglossal, fasial, dan nuclei motorik lain yang memungkinkan dari batang otak. Struktur batang otak lain seperti formasi reticular juga terlibat (Dentisha, 2000). Nukleus Trigeminal Sensorik Nukleus trigeminal sensorik merupakan kolom neuron yang berada di sepanjang batas lateral batang otak, dari pons sampai spinal cord. Porsi rostral paling banyak dari nucleus ini disebut nucleus sensorik principal (kadang lebih sering sering disebut nucleus sensorik utama) dan sisanya adalah nucleus spinal trigeminal. Nukleus spinal dibagi lagi dari rostral ke kaudal menjadi subnukleus oralis, interpolaris, dan kaudalis (Dentisha, 2000). Inervasi perifer dari kolom sel ini muncul dari nervus trigeminus. Cabang utama akan bercabang menjadi limb ascending dan descending, atau secara sederhana turun memasuki batang otak untuk membentuk traktus trigeminal menutupi sekeliling aspek lateral dari nucleus sensori utama, sementara secara kaudal limb descending membentuk traktus spinal trigeminal di sepanjang aspek lateral nucleus spinal. Cabang akson kolateral meninggalkan traktus trigeminal dan memasuki nucleus sensori untuk membentuk sumbu terminal pada beberapa nucleus dengan tingkat yang berbeda. Akson yang menginervasi rostral mulut dan wajah berakhir di medial dan akson yang menyuplai wajah kaudal berakhir lebih lateral (Dentisha, 2000). Nukleus terdiri dari kelas-kelas neuron yang berbeda. Sirkuit neuron local mempunyai akson yang dibatasi area batang otak; proyeksi neuron akan mengirimkan akson ke rostral nuclei batang otak yang lain; dan interneuron termasuk ke interkoneksi dalam nucleus sensorik. Berdasarkan pada perbedaan morfologi neuron dan pola proyeksi, subnukleus oralis terdiri dari 3 subdivisi utama: ventrolateral, dorsomedial, dan garis batas. Divisi ventrolateral terdiri dari interneuron dan 2 populasi neuron proyeksi (satu yang memproyeksi spinal cord, dan satu lagi yang mengirimkan akson ke tanduk dorsal medular). Di dalam subdivisi dorsomedial, terdapat seri neuron proyeksi korteks cerebral. Sedangkan grup neuron pada garis batas memproyeksi cerebellum dan tanduk dorsal medullar (Dentisha,2000). Nukleus sensori utama berada pada tingkat nucleus trigeminal motorik, dan dikelilingi oleh akar trigeminal motorik di medial, serta oleh akar trigeminal sensorik di lateral. Nukleus sensori utama dapat dibedakan dengan nukleus spinal dari kepadatan neuronnya yang lebih rendah, dan rendahnya populasi neuron besar dengan dendrit primer yang tebal, panjang, dan lurus. Perbedaan lain antara nucleus spinal dan nucleus utama adalah adanya sejumlah gelondong akson bermyelin pada nucleus spinal. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya dan electron menunjukkan adanya neuron berbentuk fusiform, triangular, dan multipolar pada nucleus sensori utama. Pada cabang dendritnya pun relative sederhana. Dendrit primer berasal dari sedikit perpanjangan badan sel atau secara langsung dari badan sel. Dendrit sekunder lebih panjang, tapi terlihat tidak melebihi batas nucleus (Dentisha, 2000). Nukleus Trigeminal Mesencefalic Badan sel dari serabut aferen yang menginervasi gelondong otot penutup rahang dan badan sel dari ligament periodontal, gingival, dan mekanoreseptor palatal berlokasi di dalam nucleus mesencefalic. Penyusunannya unik di dalam sistem saraf pusat. Nukleus neuron mesencefalic berupa unipolar; akson tunggal yang bercabang 2 menjadi cabang perifer dan sentral. Cabang sentral mengeluarkan sejumlah cabang kolateral yang berakhir di nucleus motorik, spinal cord, dan area lain dari batang otak. Badan sel neuron yang menginervasi gelondong otot, ditemukan di sepanjang nucleus, dan badan sel yang berasal dari reseptor
ligament periodontal dibatasi setengah kaudalnya (Dentisha, 2000). Nukleus Tigeminal Motorik Motoneuron yang mengatur otot-otot mastikasi terdapat pada nucleus trigeminal motorik. Analisis distribusi ukuran soma motoneuron menandakan bahwa nucleus trigeminal motorik terdiri dari motoneuron gamma dan alfa. Sejumlah studi pembuktian neural mendemostrasikan bahwa motoneuron gamma yang menginervasi otot-otot mastikasi dipisahkan secara anatomi di dalam nucleus; Motoneuron penutup rahang berlokasi di dorsolateral, sedangkan motoneuron pembuka rahang berlokasi di divisi ventromedial nucleus. Pengamatan intraselular dan ekstraselular terhadap motoneuron mastikasi menunjukkan bahwa input sinaps untuk motoneuron pembuka dan penutup rahang berbeda. Contohnya adalah aktivitas yang memulai gelondong otot untuk menutup rahang tidak mempengaruhi motoneuron pembuka rahang, tapi aktivitas neural yang memulai mekanoreseptor pada regio oral dan fasial akan menghambat otot penutup rahang dan meningkatkan aktivitas otot pembuka rahang (Dentisha, 2000). Dendrit dari motoneuron trigeminal ekstensif dan kompleks. Dendrit dari semua grup motoneuron yang berbeda, memperpanjang di luar batas nucleus motorik, tapi di sini terdapat sedikit tumpang tindih antara dendrite motoneuron di region dorsolateral dan ventromedial nucleus motorik. Teknik ini menghasilkan gambaran yang lebih rinci dari struktur mikro nucleus trigeminal motorik, dan penting untuk memahami mekanisme reflek mastikasi (Dentisha, 2000). Nukleus Hipoglosal Motorik Nukleus hipoglosal motorik yang mengatur otot lidah lebih homogen daripada nucleus trigeminal motorik. Ia terbentuk dari motoneuron yang besar dan multipolar dan sebuah populasi dari interneuron-interneuron kecil. Dendrit-dendrit motoneuron besar melintasi garis tengah ke nucleus hipoglosal kontralateral atau berseberangan dalam formasi reticular. Interneuron-interneuron kecil memiliki hanya satu atau dua dendrite yang terdiri oleh nucleus secara total (Dentisha, 2000). Nukleus Fasial Motorik Nukleus fasial motorik terdiri atas tiga kolom longitudinal motoneuron. Kolom-kolom medial dan lateral yang lebih besar terpisah oleh kolom intermediet yang lebih kecil. Studi pembuktan neural menunjukkan bahwa otot fasial direpresentasikan secara topografi di dalam nucleus. Otot yang mengontrol bibir atas dan nares mempunyai motoneuron sendiri pada bagian ventral dan dorsal kolom sel lateral. Otot bibir bawah disuplai oleh motoneuron pada kolom sel intermediet. Otot-otot yang berhubungan dengan telinga dikontrol oleh motoneuron pada kolom sel medial. Terdapat perbedaan utama pada pola dendrit antara motoneuron di 3 kolom sel. Dendrit pada motoneuron fasial secara luas berada di subdivisi yang sama yang mengandung soma, tapi terkadang meluas di luar batas nucleus fasial motorik (Dentisha, 2000). Kontrol Mastikasi Nuclei sensori dan motorik yang terdapat pada brain stem memiliki peranan yang yang sangat penting dalam proses pengontrolan mastikasi. Pola dasar oscillatory pergerakan mastikasi berawal dari generator neural yang terdapat di brain stem. Input sensori afferent yang terjadi pada nuclei ini juga merupakan faktor yang tak kalah pentingnya dalam pembentukan proses mastikasi. Dan faktor yang berpengaruh besar lagi adalah pusat otak akan mempengaruhi system koordinasi brain stem mastikatori. Setelah sekian banyak penelitian dilakukan, tiga hal inilah yang merupakan faktor utama yang berpengaruh besar terhadap pengontrolan
proses mastikasi (Dentisha, 2000). Aktivitas brain stem selama mastikasi Gerakan dasar mastikasi dapat terjadi tanpa adanya input sensori dalam kavitas oral, fakta menunjukkan bahwa gerakan mandibula ke atas dan bawah berasal dari dalam brain stem. Hasil percobaan juga membuktikan bahwa faktor-faktor pemicu gerakan mastikasi adalah adanya hubungan dari sirkuit neural yang membentuk jaringan neural oscillatory yang mampu merangsang terjadinya pola gerakan mastikasi. Neural oscillator ini disebut sebagai generator pola mastikasi atau pusat mastikasi. Selain mastikasi, brain stem juga bertanggung jawab dalam proses respiratori dan proses penelanan. Selain adanya neural generator, mastikasi juga terjadi karena aktivitas gerak reflex otot yang diinisiasi oleh stimulasi dari strukur orofacial (Dentisha, 2000). Gerak refleks yang timbul dari area orofacial bermacam-macam, termasuk juga gerak lidah, facial, dan berbagai gerak rahang. Dalam gerak refleks orofacial ini terdapat sekurangkurangnya satu motor nucleus dan beberapa sinaps, dan prosesnya termasuk sederhana bila dibandingkan dengan refleks-refleks lain yang lebih kompleks (sebagai contohnya proses penelanan) (Dentisha, 2000). Gerak refleks orofacial yang paling sering diteliti adalah gerak refleks pada jaw-closing dan refleks jaw-jerk, yang dapat terjadi dengan mengetuk ujung dagu. Saat mengetuk ujung dagu ini, muscle spindle pada otot-otot jaw-closing tertarik dan menhasilkan input sensori yang akan menginisiasi gerak refleks. Setelah waktu yang singkat (sekitar 6 detik) electromyography (EMG) menunjukkan adanya aktivitas yang terjadi pada otot masseter dan temporalis. EMG juga menunjukkan output berupa gerak motorik pada otot yang akan menutup rahang. Karena waktu terjadinya yang sangat singkat, gerak refleks ini sama dengan gerak knee-jerk refleks dimana hanya satu sinaps yang bekerja (refleks monosynaptic). Input refleks jaw-closing selain muscle spindle adalah stimulasi ligament periodontal, TMJ, dll dapat menimbulkan refleks jaw-closing dalam waktu singkat. Hal ini dibuktikan dengan percobaan anestesi yang diaplikasikan pada gigi dan rahang bawah menurunkan input tapi tidak menghentikan refleks (Dentisha, 2000). Proses jaw-opening diinisiasi oleh stimuli mekanik dari ligament periodontal dan mekanoreseptor pada mukosa. Stimuli ini menghasilkan eksitasi otot jaw-opening dan inhibisi pada otot jaw-closing. Proses ini tidak termasuk refleks monosynaptic dan sekurangkurangnya satu interneuron bekerja (Dentisha, 2000). Proses mastikasi diinisiasi oleh stimuli elektrik dari cortex yang menyokong otot jaw-closing dan jaw-opening. Begitu kompleks proses terjadinya gerak mastikasi, pada intinya ritme mastikasi dihasilkan dari generator pada brain stem yang diaktivasi oleh pusat dibantu dengan input peripheral yang pada akhirnya menghasilkan output ritmikal dengan frekuensi yang sesuai dengan input yang terjadi (Dentisha, 2000). Aktivitas motoneuron trigeminal saat proses pengunyahan diteliti menggunakan aktivitas itrasel dari motoneuron yang mengontrol otot masseter (jaw-closing) dan digastrics (jawopening). Motoneuron masseter depolarisasi saat fase closing dan hiperpolarisasi (inhibisi) saat fase opening. Motoneuron digastrics depolarisasi saat opening, akan tetapi tidak hiperpolarisasi saat closing (Dentisha, 2000).
2.2 2.2 Sistem Penelanan 2.2.1 Definisi Menelan Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses memasukkan
makanan kedalam tubuh melalui mulut the process of taking food into the body through the mouth. (Dentisha, 1990) Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan. (Dentisha, 1990) Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung. (Dentisha, 1990) 2.2.2 Anatomi Menelan FARING
Faring adalah suatu kantong fibromuskular yang berbentuk corong yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal ke VI. Pada bagian atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, pada bagian depan berhubungan dengan mulut melalui istmus orofaring, sedangkan laring di bawah berhubungan melalui additus laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm. bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding laring dibentuk oleh selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring). (Jayarasti, 2009) Nasofaring (bagian superior), mempunyai tinggi yang sama dengan hidung. Pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Orofaring (bagian media), bagian yang sama dengan mulut. Bagian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah. Laringofaring (bagian inferior), bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian ini menghubungkan orofaring dengan laring. (Jayarasti, 2009)
Atap nasopharynx sesuai dengan dasar dari corpus ossis sphenoidalis yang mengandung sinus sphenoidalis. Batas depan dari nasopharynx adalah choana yang merupakan muara dari cavum nasi. Dinding belakangnya sesuai dengan vertebra sevikalis I dan II. Batas bawahnya dibentuk oleh palatum molle dan rongga nasofaring terpisah dari orofaring pada waktu menelan oleh kontraksi otot-otot palatum malle (m.tensor veli palatini dan m.levator veli palatini) bersama dengan m.constrictor faringis superior. Nasofaring relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan struktur seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan ressesus faring yang disebut fossa Rosenmuller. Kantong Rathke yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri. Torus tubarius merupakan suatu refleksi mukosa faring, di atas penonjolan kartilago tuba eustachius, koana, foramen jugulare yeng dilalui oleh n. Glosofaring, n.vagus, dan n.asecorius spinal saraf cranial dan v. jugularis intema, bagian atas petrosus os temporalis dan foramen laserum serta muara tuba eustachius. ( Jayarasti, 2009)
LARING
Laring merupakan saluran udara setelah faring. Dalam laring terdapat selaput suara yang ketegangannya diatur oleh serabut-serabut otot sehingga dapat menghasilkan tinggi rendahnya nada suara yang diperlukan. Keras lemahnya suara ditentukan oleh aliran udara yang melewati selaput suara. (Isharmanto, 2009) Gambar Laring
Anatomi Laring Laring merupakan jalinan tulang rawan yang di lengkapi dengan otot, membran jaringan ikat dan ligamentum. Bentuk ini: 1. Di atas: pintu masuk laring yang membentuk tepi epiglottis, lipatan ariepiglotik, arietenoid dan pita interaritenoid. 2. Di bawah: tepi bawah dari kartilago krikoid. Tepi yang bebas dari suara asli kiri dan kanan membatasi daerah yang disebut glotis, bagian atasnya disebut supraglotis dan disebelah bawahnya disebut subglotis. (Gillon, 1991) 1. Tulang rawan i. Tidak berpasangan a. Tiroid b. Krikoid c. Epiglotis ii. Berpasangan a. Aritenoid b. Kornikulatum c. Kuneiformis. (Gillon, 1991) 2. Otot Intrinsik a. Abduktor: muskulus krikoaritenoid posterior b. Adduktor: Muskulus krikoaritenoid lateral, Muskulus interaritenoid, Muskulus tiroaritenoid c. Tensor: Muskulus krikotiroid, Muskulus vokalis Ekstrinsik a. Muskulus stilofaring b. Muskulus palatofaring c. Muskulus tirohioid Gerakan pita suara disebabkan oleh gerakan memutar atau menurun dari aritenoid di kartilago krikoid yang ditimbulkan oleh otot intrinsik laring. (Gillon, 1991) 3. Serabut saraf Motoris: semua otot intrinsik laring di persarafi oleh nervus rekurenslaring kecuali muskulus krikotiroid yang dipersarafi oleh cabang eksternal nervus laring superior. Sensoris: a. Supraglotis: Cabang interna dari nervua laring superior b. Glotis dan subglotis: nervus rekurens laring. (Gillon, 1991) Fisiologi laring Walaupun laring biasanya dianggap sebagai organ penghasil suaa, namun ternyata mempunyai tiga fungsi utama yaitu proteksi jalan napas, respirasi, dan fonasi. Kenyataannya,
secara filogenetik, laring mula-mula berkembang sebagai suatu sfingter yang melindungi saluran pernapasan, sementara perkembangan suara merupakan peristiwa yang terjadi belakangan. (Adams,1994) Perlindungan jalan napas selama aksi menelan terjadi melalui berbagai mekanisme berbeda. Aditus laringis sendiri tertutup oleh kerja sfingiter dari otot tiroaritenoideus dalam plika ariepiglotika dan korda vokalis palsu, disamping aduksi korda vokalis sejati dan aritenoid yang ditimbulkan oleh otot intrinsic laring lainnya. Elevasi laring dibawah pangkal lidah melindungi laring lebih lanjut dengan mendorong epiglottis dan plika ariepiglotika ke bawah menutup aditus. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral, menjauhi aditus laryngitis dan masuk ke sinus piriformis, selanjutnya ke introitus esophagi. Relaksasi otot krikofaringeus yang terjadi bersamaan mempermudah jalan makanan ke dalam esophagus sehingga tidak masuk ke laring. Di samping itu, respirasi juga dihambat selama proses menelan melalui suatu reflex yang diperantarai reseptor pada mukosa daerah supraglotis. Hal ini mencegah inhalasi makanan atau saliva. (Adams,1994) Pada bayi, posisi laring yang lebih tinggi memungkinkan kontak antara epiglottis dengan permukaan posterior palatum mole. Maka bayi-bayi dapat bernafas selama laktasi tanpa masuknya makanan ke jalan napas. (Adams,1994) Selama respirasi, tekanan intratoraks dikendalikan oleh berbagai derajat penutupan korda vokalis sejati. Perubahan tekanan ini membantu system janyung seperti juga ia mempengaruhi pengisian dan pengosongan jantung dan paru. Selain itu, bentuk korda vokalis palsu dan sejati memungkinkan laring berfungsi sebagai katup tekanan bila menutup, memungkinkan peningkatan tekanan intratorakal yang diperlukan untuk tindakan-tindakan mengejan misalnya mengangkat berat atau defekasi. Palepasan tekanan secara mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan ekspansi alveoli terminal dari paru dan membersihkan secret atau partikel makanan yang berakhir dalam aditus laringis, selain semua mekanisme proteksi lain yang disebutkan diatas. (Adams,1994) Namun, pembentukan suara agaknya merupakan fungsi laring yang paling kompleks dan paling baik diteliti. Penemuan system pengamatan serat optic dan stroboskop yang dapat dikoordinasikan dengan frekuensi suara sangat membantu dalam memahami fenomena ini. Korda vokalis yang teraduksi, kini diduga berfungsi sebagai suatu alat bunyi pasif yang bergetar akibat udara yang dipaksa antara korda vokalis sebagai akibat kontraksi otot-otot ekspirasi. Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsic laring (dan krokotiroideus) beperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk dan masa ujung-ujung bebas korda vokalis sejati dan tegangan korda itu sendiri. Otot ekstra laring juga dapat ikut berperan. Demikian pula karena posisi laring manusia yang lebih rendah, maka sebagian faring, di samping rongga hidung dan sinus paranalis dapat dimanfaatkan untuk perubahan nada yang duhasilkan laring. Semuanya ini dipantau melalui suatu mekanisme umpan balik yang terdiri dari telinga manusia dan suatu system dalam laring sendiri yang kurang dimengerti. Sebaliknya, kekerasan suara pada hakikatnya proporsional dengan tekanan aliran udara sublotis yang menimbulkan gerakan korda vokalis sejati. Di lain pihak, berbisik diduga terjadi akibat lolosnya udara melalui komisura posterior di antara aritoneid yang terabduksi tanpa getaran korda vokalis sejati. (Adams,1994) Tiap penyakit yang mempengaruhi kerja otot intrinsic dan ekstrinsik laring (paralisis saraf, trauma, pembedahan), atau massa pada korda vokalis sejati (misalnya, paralisis saraf, trauma, pembedahan), atau massa pada korda vokalis sejati (misalnya, paralisis saraf, trauma, pembedahan) akan mempengaruhi fungsi laring, akibatnya akan terjadi gangguan menelan ataupun perubahan suara. (Adams,1994) 2.2.3 Fisiologi Menelan Mekanisme menelan Setelah makanan masuk ke dalam mulut, biasanya makanan tersebut dikunyah oleh gigi-
geligi dan dicampur dengan saliva. Makanan bergerak bolak balik diantara gigi rahang atas dan rahang bawah sebagai akibat dari gerakan lidah dan fungsi m.buccinator yang mirip trampolin. Makanan yang sudah terkunyah dan bercampur ini membentuk bolus pada dorsum linguae dan didorong ke atas dan belakang pada permukaan bawah palatum molle. Gerakan ini terjadi bila kedua m.styloglossus berkontraksi, menarik radix linguae keatas dan belakang. Selanjutnya kontraksi m.palatoglossus mendorong bolus ke belakang, ke dalam oropharynx. Proses menelan selanjutnya merupakan gerakan involunter ( Moore, 2002 ). Saat ini nasopharynx putus hubungannya dengan oropharynx karena elevasi palatum molle, penarikan dinding posterior pharynx ke depan oleh serabut-serabut atas m. constrictor pharyngis superior, dan kontraksi m. palatophryngeus ( Moore, 2002 ). Kemudian larynx dan laryngopharynx ditarik ke atas oleh kontraksi m. stylopharynx, salphingopharyngeus, thyrohyoideus, dan palatopharyngeus ( Moore, 2002 ). Dengan demikian bagian utama larynx terdorong ke atas ke permukaan posterior epiglotis dan aditus laryngis ditutup ( Moore, 2002 ). Bolus turun ke bawah lewat di atas epiglottis, aditus laryngis yang tertutup, dan akhirnya mencapai pinggir bawah pharynx sebagai akibat kontraksi berturut-turut dan m. constrictor pharyngis superior, medius, dan inferior. Sebagai makanan tergelincir lewat alur di kanan dan kiri aditus laryngis, yaitu melalui fossa piriformis ( Moore, 2002 ). Akhirnya serabut-serabut bagian bawah m. constrictor phayngis inferior relaksasi, dan bolus ke oesophagus ( Moore, 2002 ). Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap : 1. Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke dalam orofaring langsung akan berespons dan menyampaikan perintah. 2. Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang otak (kedua sisi) pada trunkus solitarius di bag. Dorsal (berfungsi utuk mengatur fungsi motorik proses menelan) dan nukleus ambigius yg berfungsi mengatur distribusi impuls motorik ke motor neuron otot yg berhubungan dgn proses menelan. 3. Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah (Indrawati , 2009) Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esophageal. 1 Fase oral Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara disadari. Proses ini bertahan kira-kira 0.5 detik (Dentisha, 1990) Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral. ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik) Mandibula
Bibir
n. V.2 (maksilaris)
n.V.2 (maksilaris)
n.V.3 (lingualis) N.V : m. Temporalis, m. maseter, m. pterigoid n. VII : m.orbikularis oris, m. zigomatikum, m.levator labius oris, m.depresor labius oris, m. levator anguli oris, m. depressor anguli oris
Pada fase oral ini perpindahan bolus dari rongga mulut ke faring segera terjadi, setelah otototot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring. (Dentisha, 1990) Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m. palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII) Peranan saraf kranial fase oral ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik) Bibir
n. V.2 (mandibularis)
n.V.3 (lingualis) n.V.2 (mandibularis) n. VII : m.orbikularis oris, m.levator labius oris, m. depressor labius, m.mentalis
n.VII: m.zigomatikus,levator anguli oris, m.depressor anguli oris, m.risorius. m.businator n.IX,X,XI : m.palatoglosus n.IX,X,XI : m.uvulae,m.palatofaring
Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen (motorik). (Dentisha, 1990) 2 Fase Faringeal Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi : 1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring. 2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup. 3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I). 4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X) 5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan dorongan otototot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat. (Dentisha, 1990) Peranan saraf kranial pada fase faringeal Organ Afferen Efferen Lidah
Palatum
Hyoid
Nasofaring Faring
Laring
Esofagus n.V.3
n.V.2, n.V.3
n.X n.X
n.rekuren (n.X)
n.X n.V :m.milohyoid, m.digastrikus n.VII : m.stilohyoid n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid n.XII :m.stiloglosus n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini n.V :m.tensor veli palatini n.V : m.milohyoid, m. Digastrikus n.VII : m. Stilohioid n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus n.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring, m.konstriktor faring sup, m.konstriktor ffaring med. n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf. n.IX :m.stilofaring
n.X : m.krikofaring Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen. Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal, meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur. (Dentisha, 1990) Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu : 1. Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga lidah 2/3 depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi dari m.konstriktor faring. 2. Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif akibat terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga bolus terisap ke arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter esofagus bagian atas dibentuk oleh m.konstriktor faring inferior, m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus bagian superior. (Dentisha, 1990) 3 Fase Esofageal Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik. Fase ini terdiri dari beberapa tahapan : 1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.
2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus. Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer. (Dentisha, 1990) Keseimbangan Udara Saat Proses Menelan Pada bagian belakang rongga hidung terdapat daerah yang disebut faring (tekak). Faring merupakan lanjutan dari saluran hidung yang meneruskan udara ke laring. Laring terdiri dari lempengan-lempengan tulang rawan. Bagian dalam dindingnya digerakkan oleh otot untuk menutup serta membuka glotis. Glotis adalah lubang mirip celah yang menghubungkan trakea dengan faring. Pada laring juga terdapat selaput suara yang bergetar jika ada yang melaluinya, jika ada makanan yang masuk ke kerongkongan.
Pada saat menelan, maka kita akan berhenti bernafas sejenak selama 1-2 detik. Pada saat itulah peran bagian tubuh lainnya berfungsi. Yakni lubang pada telinga (Tuba Auditiva Eustachius) yang merupakan penghubung antara cavum tympani dan nasopharing. Tuba Eustachius berfungsi: 1) Menjaga agar tekanan di dalam kavum tympani sama dengan tekanan udara di luar (1atm). 2) Menjamin ventilasi udara di dalam kavum tympani. 3) Selalu tertutup kecuali saat mengunyah dan menelan, sehingga menjadi penyeimbang udara saat hidung atau mulut berhenti menarik nafas sejenak.
MAKANAN
BAB IV PEMBAHASAN
Penelanan merupakan salah satu fungsi stomatognathi. Setelah melalui sistem penguyahan dalam rongga mulut yang merupakan pencernaan mekanik dibantu oleh gigi geligi dan saliva. Lidah dan otot terkait mendorong makanan yang halus atau berbentuk bolus kedalam faring (tenggorokan) dibantu gerakan sendi TMJ. Di organ faring tersebut diawali proses penelanan.yang normal. Pada stadium pharyngeal terjadi peristiwa bolus yang merangsang reseptor lalu terjadi gerakan pallatum mole menutup nasopharing, pada saat yang bersamaan katub epiglotis menutup laring sehingga menyebabkan sphincter pharingoesopageal relaksasi dan akhirnya terjadi gelombang peristaltic di faring. Proses pernafasan berhenti sejenak dan berlangsung 1-2 detik. Diteruskan dengan stadium oesophageal yang meneruskan bolus kearah lambung. Penelanan merupakan suatu proses reflex melibatkan beberapa nervus cranialis yaitu Nervus V, IX, X dan XII. Pada intinya penelanan yang normal adalah seimbangnya sistem penguyahan yang dibantu otot penguyahan dengan penutupan katub epiglotis yang menutup saluran pernafasan sehingga tidak terjadi salah masuk jalan makanan ke saluran yang lainnya. Penelanan abnormal atau yang disebut dengan disfagia yaitu keadaan dimana seseorang kesulitan dalam menelan makanan. Kesulitan menelan ada dua tahap pertama, yaitu melewatkan bolus ke belakang tenggorokan dan tahap mengawali reflex menelan makanan. Keadaan abnormal ini disebabkan oleh kelainan neuromuscular karena adanya lesi didalam laringofaring dan esophagus. Lain halnya dengan tersedak. Pada dasarnya, anatomi sistem pernafasan dan sistem pencernaan saling berhubungan dan berdekatan. Sistem pernafasan diawali dari Udara yang melewati hidung selanjutnya akan melewati bagian belakang rongga hidung yang disebut faring (tenggorokan). Faring merupakan lanjutan dari saluran hidung yang meneruskan udara ke laring. Faring merupakan persimpangan antara rongga mulut ke kerongkongan dengan rongga hidung ke tenggorokan. Bagian dalam dinding laring digerakkan oleh otot untuk menutup serta membuka glotis. Glotis adalah lubang mirip celah yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada laring juga terdapat selaput suara yang akan bergetar jika ada udara yang
melaluinya, misalnya pada saat kita berbicara. Laring dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorokan yang disebut epiglotis (anak tekak). Peristiwa tersedak erat kaitannya dengan kerja epiglotis. kerongkongan akan memipih selama bernapas dan akan membuka ketika ada makanan yang masuk. Selama menelan, epiglotis menutup bagian atas tenggorokan agar tidak kemasukan makanan.. Jika kita menelan makanan pada saat epiglotis belum menutup, maka makanan akan masuk ke tenggorokan dan kita akan tersedak. hal ini dikarenakan aktifitas menelan makanan sambil berbicara atau bercanda,sehingga kerja dari katub epiglotis tidak sempurna. Tanggapan refleks berupa tersedak tersebut merupakan upaya untuk memaksa makanan keluar dari tenggorokan.
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dalam proses pengecapan maupun penelanan, merupakan suatu mekanisme kesatuan terhadap masuknya makanan dalam mulut yang dimana proses penelanan yang normal meliputi beberapa tahap yang terdiri dari 3 tahap. Tahap pertama penumpukan makanan yang sudah dikunyah menjadi masa partikel makanan yang koheren ( bolus ) pada dorsum lingua dan mengalirnya bolus secara sadar dari mulut ke pharynx. Tahap kedua meliputi aliran reflek atau tak sadar dari makanan melalui pharynx ke bagian muka oesophagus, tahap penelanan kedua ini berhubungan dengan suspensi sementara dari pernapasan, penutupan nesopharynx, kontraksi m. constrictor pharynx dan terangkatnya larynx ( sehingga tahap ini apabila tidak berjalan dengan normal dapat mengakibatkan tersedak ). Tahap ketiga meliputi pengaliran makanan dari oesophagus ke gaster. 5.2 Saran Dalam proses pengunyahan sebaiknya kita tidak melakukan aktivitas yang dapat mengganggu dalam proses penelanan yang mengakibatkan makanan tidak sempurna masuk ke dalam gaster . Beberapa contoh dari aktivitas tersebut antara lain tertawa dan berbicara pada saat kita mengunyah .