Anda di halaman 1dari 11

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA TANGERANG

KERTAS KERJA (WORKING PAPER)

ANALISIS PROSES INTEGRASI MONETER DAN EKONOMI DI UNI EROPA

Disusun oleh: RAHADIWAN NURRUDIN KUMALA KELAS/NO ABSEN: 2-L / 35 NPM: 103060017301

Mahasiswa Program Diploma III Keuangan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Spesialisasi Akuntansi Pemerintahan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ekonomi Makro pada Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

2012

A.

SEJARAH SINGKAT PROSES INTEGRASI MONETER DAN EKONOMI Proses integrasi moneter dan ekonomi di Uni Eropa dibagi dalam empat periode, yaitu: (1)

periode 1957 hingga 1970 (Warners report), (2) periode 1970-1979, (3) periode 1979-1991, (4) periode 1991 hingga 1999, dan (5) periode 1999 hingga 2002. Periode 1957 hingga 1970 diawali dengan pembentukan European Economic Community pada tahun 1957 oleh enam Negara yang sebelumnya tergabung dalam European Coal and Steel Community, yaitu: The Benelux Countries (Belanda, Belgia, dan Luxemburg), Jerman Barat, Perancis, dan Italia. Pembentukkan EEC ini ditandai dengan penandatanganan Treaty of Rome dan menjadi awal mula terbentuknya customs union diantara member states. Pada tahun 1944, Bretton Woods System dipakai sebagai international Monetary System, termasuk oleh negara-negara Eropa, seperti: Inggris, Jerman, Perancis, Italia, dan sebagainya. Pada tahun 1965, Merger Treaty ditandatangani proses merger antara EEC, ECSC, dan Euroatom (berdiri independen) menjadi European Community (customs unions). Periode ini pun berlanjut hingga tahun 1970, ketika disampaikannya Warners Reports yang berisi pembentukan EMU (Economic and Monetary Union) dalam 3 tahap. Periode 1970 hingga 1979 ditandai dengan ketidakstabilan ekonomi dan moneter internasional, terkait dengan break down Bretton Woods System, munculnya freely floating exchange rate vs managed floating exchange rate, melambungnya harga minyak mentah dunia, usaha European Community (EC) untuk menjinakkan snake in the tunnel melalui mekanisme fixed rate jointly floating against dollar, hingga terbentuknya European Moneteray System (EMS)pada tahun 1979-sebagai langkah awal untuk mengonsolidasikan system moneter secara komprehensif diantara member states. Periode 1979 hingga 1991ditandai dengan terbentuknya ESM (European Monetary System) dengan penerapan exchange rate mechanism (ERM) diantara member states, pembentukkan Schengen Area melalui Schengen Rules tahun 1985 sebagai langkah awal menuju Common Market, dan penandatanganan Single European Act tahun 1986, serta munculnya Copenhagen Criteria yang menjadi dasar sebuah negara dapat diterima menjadi member state di European Community. Periode 1991 hingga 1999 adalah periode dimana proses EMU II dimulai dengan diawali dengan penandatanganan Maastricht Treaty pada tahun 1991, sehingga menghasilkan Maastricht criteria. Kriteria ini dipakai sebagai dasar acuan awal untuk mempersiapkan kondisi ekonomi dan moneter member states sebelum melangkah lebih jauh untuk EMU. EMU sendiri terbagi dalam tiga tahap, yaitu sebagai berikut. (1) 1990-1994 adalah merampungkan pasar internal dan menghapus pembatasan/restriksi guna integrasi keuangan lebih jauh (2) 1994-1999 adalah membentuk European Monetary Institute dan persiapan European System of Central Bank, serta evaluasi akhir terkait convergence criteria sebelum melangkah ke tahap akuisisi mata uang bersama, yaitu euro. (3) 1999 onwards adalah proses implementasi mata uang bersama, pembentukkan European Cetral

Bank dan ESCB, dan harmonisasi kebijakan fiscal dan moneter tahap awal sebelum penarikan penuh current national currencies paling lambat 1 Januari 2002. B. PERIODE 1957-1970 (PROSES KERJA SAMA DAN INTEGRASI EKONOMI) Sebelum kita menganalisis awal mula integrasi moneter dan ekonomi di Uni Eropa-yaitu kerjasama ekonomi enam negara-kita sebaiknya flash back menuju era prewar untuk lebih mengetahui secara menyeluruh dinamika ekonomi dan moneter di Eropa. Pada intinya, perjalanan Eropa untuk menuju integrasi moneter (single currency and single monetary policy) serta ekonomi (single market) merupakan dynamic movement dari fundamental disequilibrium yang nantinya berkaitan dengan exchange rate system dan perlawanan terhadap hegemoni USA. Periode prewar, yaitu antara tahun 1880 hingga 1914 , dapat disebut juga sebagai masa gold standard. Hal ini dikarenakan karena mulai dipakainya truly fixed exchange rate (Salvatore, 2007:765) dengan par valuenya sama dengan the mint parity serta besaran fluctuation band adalah sebesar gold export/import point. Dilanjutkan dengan interwar period (1914-1945), periode ini ditandai dengan dimulainya flexible exchange rate system oleh negara-negara Eropa, Kanada, USA, dan sebagainya. Pada peiode ini, ditandai dengan besarnya fluktuasi moneter serta destabilizing speculation, sehingga dinggap berakhir menjelang tahun akhir PD II (Kecuali, Kanada pada tahun 1950). Sekitar tahun 1951, ECSC dibentuk oleh enam negara (Benelux, Jerman Barat, Perancis, dan Italia). Hal ini dilakukan sebagai langkah antisipasi munculnya kembali persaingan industry dan militer yang tidak sehat antara Jerman dan Perancis (juga terkait pengelolaan bersama Rhein Area sebagai interational Area dan mengurangi dendam atas direbutnya dua wilayah Jerman oleh Perancis akibat Postdam Treaty). Hal ini bukanlah kerjasama ekonomi dan moneter awal dari negara-negara Eropa, karena sebelumnya telah ada Benelux (economic union), The Latin Monetary Union, The Scandinavian Monetary Union dan The Germany Zollverein. Pada tahun 1957, Rome Treaty ditandatangani sebagai bentuk munculnya Euroatom dan EEC. Hal ini dapat dilihat sebagai langkah untuk lebih mempererat kerjasama serta integrasi ekonomi. Kita tahu, bahwa proses integrasi ekonomi hingga menuju unifikasi ekonomi meliputi: preferential trade, free trade area, customs union, common market, dan single market (economic union), dan mereka harus melalui tahapan itu semua atau melakukan akselerasi dengan persetujuan bersama. Sekitar tahun 1944, Bretton Woods System disepakati sebagai bentuk international monetary system dan berdirinya IMF sebagai international reserve fund institute. USA, UK, dan 42 negara lainnya menyepakati system moneter baru ini. Bretton Woods System lebih mengacu pada Harry D. White Plan (sebagai bentuk hegemoni USA atas UK) dan dikenal sebagai gold-exchange system, dimana US Dolar dan gold dipakai sebagai international reserve dengan US Dollar dipatok pada US$ 35 per ounce gold (as only intervention currency). Namun, ketidakmampuan USA untuk mengendalikan fundamental disequlibrium mereka menyebabkan dollar shortage dan dollar glut

yang berujung pada lahirnya Smithsonian Agreement pada tahun 1971 (keengganan Jepang dan Jerman untuk melakukan adjustment peg system juga terkait factor politik dan strategis ekonomi mereka). Persetujuan ini menandakan berakhirnya Bretton Woods System, dan terdevaluasinya US Dollar beberapa kali, serta dimulainya freely floating exchange rate system oleh US Dollar (termasuk UK Pound Sterling, Japan Yen, Canadian Dollar, dan Italian Lira) dan perlawanan untuk bertahan dan menjinakkan snake in the tunnel oleh EC dengan menerapkan fluctuation band 2,25% (akhir Desember 1971, dirubah menjadi 4,5%) baik dengan metode independently floating ataupun jointly with other foreign currencies. C. PERIODE 1970-1979 (SISTEM MONETER EROPA) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada periode ini hingga awal 90-an terjadi fluktuasi nilai tukar mata uang negara-negara Eropa terhadap US Dollar. Hal ini bisa dilihat sejak dimulainya freely floating dari US Dollar yang menyebabkan fluctuation band yang cukup besar. Hal ini bias dimengerti karena floating exchange rates mengandalkan automatic correction atas fundamental disequilibrium dan tingkat harga dengan apresiasi/depresiasi nilai tukar mata uang. Tentunya berbeda dengan fixed exchange rates yang lebih mengandalkan cadangan devisa serta aliran modal dari apital account pada BOP untuk mengoreksi fundamental disequilibriumnya. Akan tetapi, seperti yang dikatakan Salvatore (2007:537) bahwa penggunaan floating exchange rates akan menyebabkan speculation dan fluctuation yang lebih besar daripada fixed exchange rate. Ketika US Dollar menerapkan freely floating exchange rates (US Dollar masih mengalami pelemahan akibat inkonsistensi penerapan Bretton Woods System dan Defisit BOP USA sebesar 9 billion dollar pada 1972), negara-negara Eropa berusaha menjaga fluctuation band mereka (snake) pada kisaran 2,25% (tapi, pada Desember 1971 dinaikkan menjadi 4,5%) dari limit terdekat terhadap pergerakan US Dollar (in the tunnel). Kejadian ini sering disebut snake in the tunnel. Negara-negara Eropa yang tergolong negara industry memiliki dua opsi, yaitu: mata uang mereka dalam kondisi independently floating-seperti US Dollar, UK Pound Sterling, Swiss Franc, Canadian Dollar, Japan Yen atau Italian Lira, atau jointly-German Mark, French Franc, northern Europe currencies, atau six others central Europe. Perancis abandoned fluctuation band mereka pada tahun 1974, disusul dengan Norway tahun 1977, dan Sweden tahun 1978. Selain itu, pada tahun 1973 mulai diterapkannya managed floating exchange rates system, terutama di negara-negara anggota ECyang merupakan mix exchange rates system yang telah ada sebelumnya (termasuk menghadapi oil crisis), dan diakui penggunaannya dalam Jamaica Accord tahun 1976 (dengan batasan selama tidak mengganggu trade partners dan world economic). Perlu diketahui juga bahwa awal 1970 sebelumnya sudah adanya Warners Report terkait EMU I yang dapat dicapai paling lambat 1980 (dalam tiga tahap), yaitu: convertible currencies, free movement of capital-common market, and the permanent locking of exchange rates-

single market. Akan tetapi, baru tahap pertama yang disetujui oleh EC terkait dengan narrowing fluctuation of each exchange rate. Pada tahun 1979, disepakati pembentukkan European Monetary System guna memperkuat konsolidasi moneter diantara member states, terkait: mengurangi ketidakstabilan nilai tukar mata uang dan stabilisasi harga, dengan penerapan ERM (exchange rate mechanism), yaitu: fluctuation band per nilai tukar mata uang member states 2,25% (with jointly floating against US Dollar and other currencies), keculi untuk Lira sebesar 6%. Selain itu disepakati pendirian European Monetary Cooperation Fund (EMCF) untuk membantu penyelesaian fundamental disequilibrium baik short-term maupun medium-term. D. PERIODE 1979-1991 (LANGKAH MENUJU COMMON MARKET) Pada periode ini, analisis lebih memfokuskan pada EMS dan establishment of EMCF. Hal ini terjadi karena periode 1979-1991 adalah periode krusial untuk menuju common market sesuai dengan Maastricht Criteria (to meet essential requiment before adopted the euro) dan Schengen Area (freely for people movement, supply of goods and services, and capital flow). Seperti yang telah disebutkan diatas, EMS dan EMCF merupakan suatu bentuk paket persiapan monetary union seperti yang telah diusahakan sebelumnya. Ada 3 main features dari EMS ini, yaitu: menetapkan rata-rata tertimbang dari each nations currency atau disebut European Currency Unit (ECU), fluctuation band untuk tiap-tiap mata uang member states hanya diizinkan pada 2,25% (ERM), dan masing-masing mata uang member states harus floating jointly against dollar. Selain itu, EMCF memiliki peran yang hampir sama dengan IMF dan masing-masing member states harus menyetor sebesar quota yang telah disepakati sebelumnya, dengan komposisi: 20% dalam bentuk emas (market value)-karena US Dollar inconvertible to gold, dan 80% dalam bentuk US Dollar (remains the intervention currency). Kuota ini merupakan nilai tukar dai ECU itu sendiri. Akan tetapi, EMS mengalami permasalahan secara internal dan eksternal. Permasalahan internal diakibatkan oleh seringnya France Franc dan Italian Lira untuk mendepresiasi mata uang mereka terhadap Germany Mark karena perbedaan inflation rate yang cukup tinggi diantara Perancis dan Italia terhadap German. Frantini dan Van Hagen dalam Salvatore (2007:735) mengatakan bahwa permasalahan inflation rata dalam EMS itu sendiri (1972-1987) karena keberadaan German dengan tingkat inflasi yang selalu rendah (price yg tinggi=depresiasi currency), sehingga membuat Franc dan Lira harus seringkali mendepresiasi nilai tukarnya terhadap Mark yang menyebabkan unemployment yang tinggi dan purchasing-power parity tidak berimbang (R= ). Hal ini sesuai dengan konsep monetary approach dalam menentukan exchange rates antara

kedua mata uang, yaitu: i=i*=EA (expected to foreign currency). Kita tahu, Jerman adalah salah satu negara yang memiliki interest rate yang rendah (sebelum unifikasi Jerman tahun 1991),

sedangkan Perancis, Italia, dan Inggris adalah negara yang tingkat interest rate cukup tinggi. Jika interest rate di Perancis atau Italia sebesar 6%; interest rate di Jerman sebesar 4%, maka dapat dipastikan Franc atau Lira akan terdepresiasi terhadap Mark Jerman (Kasus ini sama antara US Dollar dengan Mark-Jerman). Selain itu pula, unifikasi Jerman tahun 1991 membuat Jerman untuk menaikkan interest rate-nya ditengah trend menurunnya interest rate di EC guna membangun kembali East Germany. Untuk factor eksternal, permasalahannya berfokus pada high appreciation US Dollar antara tahun 1980-1985 yang dipengaruhi oleh budget deficit policy yang begitu besar, interest rate yang tinggi (average above 4%), dan current account deficit. Tetapi, Mark-Jerman selalu postif terhadap US Dollar, begitu pula Japan-Yen, dan Swiss-Franc. Hal ini kemudian memunculkan Plaza agreement tahun 1985 antara US, Jerman, Jepang, dan UK. Melemahnya US Dollar antara Februari 1985 hingga akhir 1987, menyebabkan munculnya Louvre Agreement untuk menetapkan soft range Dollar-Yen dan Dollar-Mark (dan mulai fokusnya perhatian pada international repercussion) Ketidakpercayaan terhadap US Dollar sebagai intervention currency dan keberhasilan EC menghadapi itu semua selama satu decade menyebabkan kepercayaan diri ECs member states untuk kembali menuju EMU sebagai langkah menuju economic union (single market). Langkah awal ini dimulai dengan adanya Delors Report pada tahun 1988 dengan menerima EMU process dalam tiga tahap, yaitu 1990-1994, 1994-1999, dan 1999 onwards. E. PERIODE 1991-1999 (LANGKAH MENUJU SINGLE MARKET) Periode ini lebih menekankan pada persiapan EMU (atau Salvatore menyebutnya sebagai economic union seperti yang tercantum dalam Delors Report tahun 1988 dan terbagi dalam tiga tahap, yaitu sebagai berikut. Tahap I, yaitu antara tahun 1990-1994 dimulai dengan penandatanganan Maastricht Treaty. Perjanjian ini lahir sebagai bentuk langkah maju EC menuju integrasi ekonomi pada level tertinggi, yaitu economic union. Selain itu, dalam perjanjian ini juga dimasukkan Schengen Rules sebagai bagian yang tidak terpisahkan sebagai bentuk penghapusan segala jenis restriksi dan tarif, without borders countries guna meningkatkan mbilitas supply barang dan jasa, aliran dana modal, dan tenaga kerja antar ECs member states. Dalam European Commission Publication (2006:10) mengatakan, The first stage of EMU involved completing the internal market, starting with the coordination of economic policies and removing obstacles to financial integration. Berdasarkan Article B (Tittle I) pada Maastricht Treaty jelas tercantum bahwa pembentukan economic dan monetary union, termasuk establishing single currency.Sedangkan, pada article A (Tittle II) dinyatakan bahwa pembentukan European Union (called the Union) yang berasal dari EC, ditambah dengan penetapan kebijakan serta kerangka kerja secara bersama-sama. Dan, satu hal penting adalah penetapan convergence criteria sebagai bentuk kewajiban member states guna memenuhi persyaratan untuk masuk dalam EMU process

yang pencapaiannya ditinjau tiap tahunnya oleh The Commission dan EMI yang dilaporkan kepada The Council (sesuai dengan Chapter 4 Transitional Provision Article 109j). Adapun convergence criteria tersebut dapat dilihat pada table berikut ini:

Tahap II (1994-1999) ditandai dengan pembentukkan EMI sebagai institusi awal sebelum ECB dengan ESCB terbentuk (Chapter 4 Transitional Provision Article 109f). Adapun tugas dari EMI, yaitu: memperkuat kerjasama dan koordinasi antar NCBs, memperkuat koordinasi kebijakan moneter (terutama dalam price stability), memberikan konsultasi terkait kompetensi ekbijakan NCBs dan implikasinya terhadap stabilitas institusi dan pasar keuangan, mengambil alih peran ECMF, dan memfasilitasi penggunaan ECU beserta pengembangannya. Pada tahap ini pula dihasilkan Madrid Scenario untuk proses adopsi euro (bagi existing atau new member statesproses ekstensifikasi Eurozone), perancangan dan pemilihan euro banknotes dan coins (terdiri atas common dan national design), penetapan Stability and Growth Pact, adalah sebuah pakta yang disepakati pada tahun 1997 yang berisi pengukuhan disiplin anggaran didalam EMU process dan ensure sound government finances dengan aturan bahwa rasio utang dan deficit anggaran terhadap PDB masing-masing kurang dari 60% dan 3%, serta tahap konvergensi dan evaluasi akhir dari sebelum adopsi ke mata uang euro. Pada tahap evaluasi akhir ini didapatkan hasil bahwa dai 15 member states within EMU, yaitu. Sebelas negara dinyatakan memenuhi syarat untuk adopsi euro. Dua negara-Denmark dan UK-mengambil opsi opt-out walaupun memenuhi syarat mengadopsi euro. dan Yunani dan Swedia dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk adopsi euro (Swedia mendapat predikat derogation). F. PERIODE 1999 onwards (SINGLE MARKET DAN PEMBENTUKAN UNI EROPA) Tahap III dari EMU II yang telah disepakati mencapai titik finalnya, yaitu: pembentukkan ESCB (euro/non-eurosystem) dan Eurosystem (Jaringan ECB dengan NCBs) dan ECB (pengganti EMI), dan adopsi mata uang secara menyeluruh untuk kesebelas member states (dan Yunani diterima pada tanggal 1 januari 2001) yang telah fulfilled untuk single currency adoption (paling

lambat 2002). ESCB dibentuk pada December 1998 dan Eurosystem beroperasi secara resmi pada 1 Januari 1999. Selain itu, dilakukan proses fix rate untuk masing-masing national currencies terhadap euro, yang dapat dilihat pada table berikut:
Negara Austria Belgia Finlandia Perancis Jerman Irlandia Italia Luxemburg Belanda Portugal Spanyol Mata Uang Schilling Belgian Franc Markka French Franc Deutsche Mark Punt Italian Lira Luxemburg Franc Guilder Escudo Peseta Nilai tukar terhadap Euro 13.7603 40.3399 5.94573 6.55957 1.95583 0.78756 1936.27 40.3399 2.20371 200.482 166.386

Untuk proses adopsi euro, maka dilakukan secara bertahap/proses transisi. Hal ini sesuai dengan The Commission Publication (2006:12), yaitu: the world of business and finance that began to use the euro in their everyday cashless operations (for the financial markets the ground was well prepared and trading in financial markets was exclusively in euro), for administrations and business there was a longer transition period as they gradually switched their systems for accounting, pricing, and payments over to the euro, and for citizens the most visible part of the transition was the appearance of dual pricing on labels in shops and petrol stations, etc. Deadline untuk penarikan masing-masing national currencies yaitu sebelum 1 Januari 2002, dimana pada saat yang sama dijadwalkan sebanyak 144 billion euro cash diedarkan ke masyarakat Eropa dalam Eurozone G. ANALISIS STRUKTUR MONETER DAN FISKAL SERTA PERMASALAHANNYA European System Central Bank (ESCB) adalah suatu bentuk integrasi antara ECB sebagai central bank of EU dengan semua NCBs dari seluruh member states. Didalam ESCB itu sendiri juga melingkupi Eurosystem yang khusus digunakan untuk member states yang mengadopsi euro. Namun, kita akan membatasi pembahasan ini pada Eurosystem. ESCB dipimpin oleh ECB dimana The Governing Council yang terdiri atas The Excutive Board dan The Governors dari masingmasing NCB. The Governing Council memiliki fungsi sebagai pusat pengambilan kebijakan moneter. Adapun focus utama dari ESCB ini adalah terkait price stability. Jika kita berbicara stabilitas harga maka akan erat kaitannya dengan inflation rate. Sedangkan kebijakan terkait exchange rate berada paling besar pada The Council. Eurosystem memiliki beberapa monetary tools, seperti: short term interest rate (sama dengan FedFund Rate), open market operation (sama

dengan penjualan sekuritas oleh US Treasury), standing facilities (The Fed doesnt comparable for this facilities), dan reserve requiment dengan besaran 2% dari total deposit. Selain itu Eurosystem memiliki TARGET2 System (untuk transaksi cash) dan SEPA system (untuk transaksi non-cash baik dalam eurozone atau diluar eurozone. ESCB secara structural memiliki kemiripan dengan Federal Reserve System di USA, dimana Board of Governors sebagai pusat komando dari jaringan 12 Regional Reserve Bank dan FOMC yang memiliki tugas memanajemen money supply nasional. Akan tetapi, ada beberapa kelemahan dalam ESCB ini (konteks Eurosystem), yaitu: lemahnya kekuasaan Excutive Board dalam The Governing Council, belum sentralistiknya kendali yang oleh Friedman dan Schwatrz menyebabkan kelemahan Federal Reserve System dalam menangani Great Depression (dalam Governing Council di ESCB, terdiri atas The Executive board, dan the governors NCBs-dimana strukturnya mirip dengan Federal Reserve System tahun 1920-an), masih masih terdesentralisasinya antara fungsi price stability dan exchange rate management, dan adanya kontradiksi antara independensi dengan kemampuan dalam low-inflation rate (the situasional awareness berbeda antara Euro scope dengan Germany scope). Setelah kita menganalisis struktur dari kebijakan moneter (Especially in the Eurosystem), maka kita beranjak pada struktur dari kebijakan fiscal. Didalam EU, focus Eurozone, mekanisme harmonisasi kebijakan fiscal menjadi kunci dalam mix policy agar tercipta internal dan external balances, yang akhirnya disepakati bersama untuk menetapkan Stability and Growth Pact. Pakta ini meminta member states of eurozone untuk mengontrol debt ratio dan budget deficit to GDP mereka kurang dari 60% dan 3%. Penetapan pakta ini mendapat dukungan yang kuat dari Jerman untuk mencegah member states melakukan kebijakan cutting tax and budget (especially Italia and Greece). Akan tetapi, aturan harmonisasi fiscal ini mendapat tekanan keras ketika Eropa dilanda krisis pertengahan 2008 hingga sekarang dan menyebabkan akhirnya banyak negara yang memilih spending cut policy daripada melanggar pakta ini. Akan tetapi, terjadi double standar ketika The Browns Report merekomendasikan break down atas pakta ini untuk France dan Germany sebagai the larget economy entities di EU. Apalagi hal ini ditambah dengan meningkatnya interest rate euro dengan tujuan mengapresiasi Euro terhadap US Dollar, tetapi dalam weak economic condition seperti saat ini malah akan memicu pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dan lambat, daripada memperbesar deficit budget mereka. Untuk permasalahan krisis Yunani, merupakan suatu permasalahan mendasar sejak keikutsertaan mereka dalam euro currency. Kemampuan tax collcted yang rendah, adanya fiscal discipline, credit rating yangrendah dibanding dengan northern europeans countries, terlalu lemahnya mata uang Greece terhadap euro sebelum adopsi euro, serta pembiayaan dari penerbitan debts instrument guna menutupi kelemahan tax collected (26% lebih tinggi pada tax avoided) dan kebutuhan anggaran yang besar, serta belum adanya fiscal policy unions di Eurozone, menyebabkan Yunani mengalami krisis yang sangat berat dan diperkirakan

bahwa bailout tidak akan berpengaruh banyak (tapi, tetap membutuhkan bailout dengan borrowing cost at 2 years noted with interest rate rose over 10%). Jadi, penulis merekomendasikan untuk permasalahan krisis Yunani adalah adanya unifikasi kebijakan moneter melalui single currency, penetapan fiscal federation (terkait taxation and goods) dan juga termasuk skema yang jelas terkait pemberian loan dan bailout, dan penetapan jedah waktu bagi new member states sebelum mengadopsi euro guna mendapatakan penilaian yang lebih komprehensif serta perkiraan masa depannya jika ikut bergabung dengan euro currency. H. KESIMPULAN Integrasi ekonomi dan moeneter yang dimulai sejak Rome Treaty merupakan perjalanan panjang bagi EU untuk mencapai economic union dengan penerapan single currency and monetary policy, dan fiscal confederation dengan limited nations member responsibility. Akan tetapi, masih EU, terutama Euro currencys Area harus bekerja lebih keras lagi untuk memperbaiki kelemahan dalam struktur kebijakan moneternya, terutama masalah masih terdesentralisasinya power dalam hal price stability dan exchange rate systems management dan struktur kebijakan fiscal yang masih confederation. Hal ini menjadi lubang bagi integrasi ekonomi menyeluruh bagi EU serta bias dilihat dengan munculnya European Crisis yang dimulai karena Greek Crisis. Untuk struktur kebijakan moneter yang terlalu independent membuat ESCB akan lebih sulit dari pada Federal Reserve System dalam hal low price stability dan tidak sentralis-nya pembuatan kebijakan moneter dibandingkan Federal Reserve Boards dengan political support dari US President dan Congress. Sedangkan, struktur kebijakan fiscal harus bersifat federation, terutama dalam hal taxation dan goods, dan lebih bersifat fleksibel terkait fiscal discipline dalam kondisi ekonomi yang cenderung weakness pada saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Rattso, Jorn,(2003), Fiscal federation or confederation in the European Union: The challenge of the common pool problem, Trondheim: Department of Economics, Norwegian University of Science and Technology.

______________, (1991), Maastricht Treaty on Consolidated Version, Brussel:European Commission.

______________, (2007), One Currency for One Europe: Brussel:European Commission.

The Road to The Euro,

A.Wynne, Mark, ________, The European System Central Bank, Dallas:Research and Advisory Commission on Federal Reserve Bank of Dallas.

______________, (2008), European Central Bank, Frankfurt am Main:European Central Bank.

Salvatore, Dominick, (2007), International Economics, Ninth Edition, New York:John Wiley&Sons Inc.

http://www.economywatch.com/home/In the news/Two Reasons Why Greece Crisis is Punishing the Euro/

http://www.thepryer.com/news/Greece:The Cause of Crisis/

http://www.theguardian.co.uk/Business/What is The Stability and Growth Pact/

http://www.federalreserveeducation.org/about-the-fed/structure-and-functions/monetarypolicy/

http://useconomy.about.com/od/glossary/g/Fed_Funds.htm

http://useconomy.about.com/od/glossary/g/Fed_Funds_rate.htm

Anda mungkin juga menyukai