KETERLAMBATAN PUBERTAS
Author: Mark R. Palmert, M.D., Ph.D., and Leo Dunkel, M.D., Ph.D. Based On: Clinical Practice Journal Of NEJM. Translated By: Fitria Ningsih M.D Bentuk jurnal ini dimulai dengan sebuah kasus klinik, kemudian dilanjutkan dengan beragam strategi penanganan yang dilengkapi dengan bukti-bukti, diikuti dengan sebuah pedoman penatalaksanaan yang resmi. Pada akhir jurnal, terdapat rekomendasi klinik mengenai masalah yang dibahas yang merupakan kesimpulan dari penulis. Seorang anak laki-laki berumur 14 tahun dengan riwayat gangguan perkembangan pubertas. Anak tersebut memiliki tubuh relatif pendek dengan kecepatan pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan kawan sebayanya. Tinggi badan anak tersebut adalah 146 cm (57.5 inchi, < 3 persentil umurnya), beratnya adalah 37 kg (82 lb, 3 persentil). Ayahnya yang memiliki tinggi 168 cm (66.1 inchi), pertumbuhannya berlanjut sampai tahun keduanya di universitas; Ibunya memiliki tinggi 153 cm (60.2 inchi) dan mengalami menstruasi pertama pada umur 14 tahun. Target tinggi pasien berdasarkan tinggi kedua orang tuanya adalah 167 cm (65.8 inchi). Dari pemeriksaan fisik memperlihatkan penilaian rambut pubik berada pada stadium tanner 1 dengan ukuran testis prapubertas. Apa yang harus dilakukan dalam diagnosis dan penanganan pasien ini? MASALAH KLINIK Pubertas merupakan tanda dari kematangan seksual dan kemampuan reproduksi. Pubertas memerlukan kerja aksis hipotalamus-hipofisis-gonad (HHG) yang baik yang telah dipersiapkan secara pasif dengan pengeluaran gonadotropin releasing hormon (GnRH) selama masa kanak-kanak. GnRH menstimulasi sekresi luteinizing hormon (LH) dan follicle stimulating hormon (FSH), yang kemudian akan merangsang kematangan gonad dan memproduksi hormon steroid seks. Telah banyak diketahui mengenai komponen aksis HHG, namun faktor yang memicu onset pubertas masih menyisakan pertanyaan. Masih belum dapat dipahami mengapa seorang anak laki-laki memulai pubertas pada umur 10 tahun sedangkan anak laki-laki lainnya pada umur 14 tahun. Definisi keterlambatan pubertas adalah tidak adanya pembesaran testis pada anak laki-laki atau perkembangan payudara pada anak perempuan pada umur 2-2.5 tahun lebih terlambat dari rata-rata populasi yang seharusnya (biasanya pada umur 14 tahun pada anak laki-laki dan 13 tahun pada anak perempuan). Meskipun demikian, oleh karena onset pubertas dipengaruhi oleh keturunan (gen), baik di Amerika Serikat maupun negara lainnya, serta adanya perbedaan waktu pubertas diantara kelompok ras dan etnik, beberapa peneliti telah menetapkan defenisi terbaru mengenai umur onset pubertas yang meliputi seluruh populasi secara umum atau kemungkinan hanya untuk negara atau kelompok entnik dan ras tertentu. Perkembangan rambut pubis tidak selalu dimasukkan dalam definisi pubertas oleh karena perkembangannya dipengaruhi oleh kematangan kelenjar adrenal (adrenarke). Selain itu, onset perkembangan rambut pubik dapat berdiri sendiri tanpa aktivasi aksis HHG. Keterlambatan pubertas dapat berdampak pada perilaku psikososial, dimana pasien, keluarga dan dokter biasanya berfokus pada dampak tinggi badan. Tinggi badan akhir dapat dipengaruhi namun rata-rata biasanya sedikit lebih pendek dari target genetik. Banyak remaja yang mengalami keterlambatan pubertas disertai dengan riwayat tinggi badan keluarga yang Minako Creation | www.experianzadoctor.blogspot.com 1
relatif pendek, gabungan kedua masalah tersebut membutuhkan kerjasama beberapa dokter subspesial dibandingkan dengan jika hanya mengalami satu masalah. Keterlambatan pubertas pada anak lakilaki ditandai dengan adanya perbedaan waktu pubertas dari spektrum waktu pubertas yang seharusnya, sebuah bentuk perkembangan yang merujuk sebagai keterlambatan pubertas dan pertumbuhan konstitusional (constitutional delay of growth and puberty [CDGP]). Pada sebuah penelitian berseri, ditemukan 65% anak lakilaki dan 30% anak perempuan dengan keterlambatan pubertas mengalami CDGP. Meskipun demikian, karena data didapatkan dari pusat tersier, nilai persentase tersebut kemungkinan dibawah perkiraan frekuensi CDGP yang terdapat pada pusat pengobatan primer. Penilaian dan penanganan CDGP pada anak laki-laki merupakan fokus utama pada review ini, namun pertimbangan mengenai penyebab keterlambatan pubertas lainnya tetap diberikan dan hasil dari tulisan ini juga spesifik untuk anak perempuan. Meskipun CDGP merupakan satusatunya penyebab tersering keterlambatan pubertas pada kedua jenis kelamin, penyakit ini dapat didiagnosis hanya setelah penyakit pokok dihilangkan. Diferensial diagnosis CDGP dapat dibagi dalam tiga kategori: hipogonadisme hipergonadotropik (yang ditandai oleh peningkatan kadar LH dan FSH yang terjadi oleh karena tidak adanya mekanisme feedback negatif dari gonad), hipogonadisme hipogonadotropik
permanen (ditandai dengan kadar LH dan FSH yang rendah oleh karena penyakit hipotalamus atau hipofisis), dan hipogonadisme hipogonadotropik trasient (hipogonadisme hipogonadotropik fungsional) dimana keterlambatan pubertas disebabkan oleh keterlambatan kematangan aksis HHG, yang bersifat sekunder karena penyakit tertentu (tabel 1). Penyebab CDGP belum diketahui, namun memiliki dasar penyakit keturunan yang kuat. Telah diperkirakan bahwa 50-80% keterlambatan pubertas pada manusia disebabkan oleh faktor genetik, dan 50-75% pasien dengan CDGP memiliki riwayat keluarga dengan keterlambatan pubertas. Pewarisan CDGP cukup beragam namun umumnya bersifat konsisten dengan bentuk dominan autosom, dengan atau tanpa penetrasi lengkap. CDGP tidak spesifik terhadap seks tertentu dan ditandai dengan keterlambatan pubertas relatif diantara anggota keluarga (rata-rata umur menarke ibu pasien dengan CDGP adalah 14.3 tahun, dibandingkan dengan nilai mean kontrol sebesar 12.7 tahun) atau bukti CDGP sejati. Pemeriksaan pasien dengan sindrom Kalmann dan hipogonadisme hipogonadotropik tertutup mengarah ke identifikasi gen yang memainkan peran penting pada perkembangan dan regulasi aksis HHG, namun mutasi yang telah diidentifikasi pada beberapa gen tidak menyebabkan CDGP, kecuali pada beberapa kasus, namun jarang terjadi. Meskipun demikian, gen penyebab 60-70% kasus
sindrom Kalmann dan hipogonadisme hipogonadotropik tertutup masih belum diketahui. Lokus yang berhubungan dengan menarke juga telah diidentifikasi, namun lokus utama ini juga tidak berhubungan dengan CDGP. STRATEGI DAN BUKTI Pemeriksaan First-Line Menyingkirkan Penyakit yang mendasari Tujuan utama pemeriksaan first-line adalah untuk menyingkirkan penyakit penyebab yang mendasari keterlambatan pubertas (tabel 2). Keterlambatan pubertas diperiksa secara klinik dan biokimia yang berisi informasi penting untuk konseling dan perkiraan perkembangan pubertas lebih lanjut. Perkembangan normal akhir pubertas meragamkan diagnosis CDGP. Dimana jika setelah onset pubertas, perkembangan melambat atau berhenti bahkan tidak ada konsisten dengan hipogonad permanen. Riwayat Keluarga Informasi riwayat keluarga yang harus didapatkan adalah bentuk pertumbuhan masa kanak-kanak dan onset umur pubertas kedua orang tua. Keterlambatan pubertas pada kedua orang tua atau saudara kandung yang diikuti dengan onset spontan pubertas merujuk pada CDGP. Meskipun demikian, jika perkembangan pubertas pada anggota keluarga diinduksi oleh hormon steroid seks,
diagnosis hipogonadisme hipogonadotropik tertutup juga mungkin dapat ditetapkan, jika hipogonadisme kembali ditemukan setelah penghentian hormon steroid seks, yang terjadi pada sekitar 10% pasien dengan hipogonadisme hipogonadotropik tertutup. Pasien dan kedua orang tuanya harus ditanyakan mengenai riwayat atau gejala penyakit kronik, utamanya penyakit spesifik (misalnya penyakit celiac, penyakit tiroid, dan anoreksia) yang dapat menyebabkan keterlambatan pubertas sementara (hipogonadisme hipogonadotropik fungsional). Selain itu, informasi lainnya yang dapat ditanyakan adalah penggunaan obat, status gizi, dan fungsi psikososial. Perkembangan kognitif terlambat yang berhubungan dengan obesitas atau tandatanda dismorfik kemungkinan merujuk pada sindrom genetik tertentu. Tanda kriptorkidisme bilateral atau penis kecil pada waktu lahir dan hiposmia (anosmia) merujuk pada hipogonadisme hipogonadotropik permanen. Riwayat kemoterapi atau radioterapi kemungkinan mengindikasikan kegagalan gonad primer (gambar 1). Pemeriksaan Fisik Pengukuran berat badan dan tinggi badan harus dilakukan dan direncanakan sehingga perkembangan longitudinal dapat diperkirakan dengan cermat (gambar 2). Keterlambatan pubertas biasanya
Anamnesis : Riwayat Keluarga dengan Keterlambatan Pubertas. Riwayat Penyakit Kronik: Kriptorkidisme, Anosmia, Anoreksia, Radioterapi, atau Kemoterapi.
PEMERIKSAAN FIRST-LINE
Fisis: Fisis Laju Pertumbuhan, Staging Tanner, dan Volume Testis. Laboratorium: Analisa biokimia, radiografi umur tulang, kadar basal serum LH, FSH, IGF-1, tirotropin, tiroksin bebas, testosteron (male), estrogen (female).
Kadar LH dan FSH serum normal atau rendah pada stadium Tanner awal
Peningkatan FSH
DIAGNOSIS KERJA
Defisiensi GnRH atau Keterlambatan Pubertas Konstitusional (CDGP) (65% pada male, 30% pada female)
Hipogonadisme Hipogonadotropik Fungsional (Penyakit Sekunder dari penyakit kronik, anoreksia) (20% pada male, 20% female) Hipogonadisme Hipogonadotropik Permanen atau Hipopituarisme (10% pada male, 20% pada female) Pemeriksaan Lanjutan Untuk Penyakit Kronik: MRI, Prolaktin
Defisiensi GnRH atau Keterlambatan Pubertas Konstitusional (CDGP) (65% pada male, 30% pada female)
PEMERIKSAAN SECOND-LINE
Pemeriksaan GnRh Pemeriksaan Stimulasi hCG Pemeriksaan kadar serum Inhibin B Pemeriksaan Fungsi Olfaktorius Pemeriksaan Genetik Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan Lanjutan Untuk Penyakit Penyebab: kariotipe, kadar inhibin B serum (Male)
IMT RENDAH
IMT NORMAL
IMT TINGGI
DIAGNOSIS SECOND-LINE
FOLLOW UP
PENANGANAN
berhubungan dengan tinggi badan yang pendek dan pertumbuhan yang lambat berdasarkan umur meskipun tinggi dan laju pertumbuhan prepubertasnya masih dalam skala normal. Anak dengan berat badan rendah berdasarkan tinggi memiliki kemungkinan menderita penyakit tertentu yang melambatkan aktivasi aksis HHG. Sebaliknya, pada anak laki-laki, tidak seperti anak perempuan, menjadi overweight dapat berhubungan dengan keterlambatan pubertas dimasa yang akan datang. Pemeriksaan yang sering digunakan dalam mengukur laju pubertas adalah sistem staging tanner (gambar 3). Pada anak laki-laki, penampakan genital stage tanner 2 ditandai dengan pembesaran skrotum dan testis dan perubahan tekstur serta warna kulit skrotum. Volume testis harus diukur, jika ukurannya 3 ml mengindikasikan inisiasi pubertas awal. Pada pasien dengan CDGP, adrenarke dan aktivasi hormonal gonad, keduanya biasa muncul setelah umur rata-rata, namun pada hipogonadisme hipogonadtropik tertutup, adrenarke biasanya muncul pada umur normal. Radiografi Umur Tulang (Bone-Age) Umur tulang harus ditinjau oleh dokter yang berpengalaman melalui interpretasi radiografi. Keterlambatan umur tulang merupakan karakteristik namun bukan diagnostik CDGP dan juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit kronik, hipogonadisme hipogonadotropik atau kegagalan gonad. Perkiraan tinggi dewasa merupakan bagian penting dari konseling, jika tinggi badan pendek yang didapatkan, dokter harus mengetahui bahwa pemeriksaan Minako Creation | www.experianzadoctor.blogspot.com 5
Staging Tanner
Umur Tulang
Analisis Biokimia
LH Serum
FSH Serum
IGF-1 Serum
Prolaktin Serum
MRI Otak
Pemeriksaan genetik
Keterangan: Pemeriksaan-pemeriksaan ini digunakan untuk membedakan CDGP dari hipogonadotropik hipogonad. Meskipun demikian,
pengesahan penelitian luas dan independent dibutuhkan sebelum beberapa pemeriksaan dilakukan yang dapat disahkan secara keseluruhan. Biasanya, follow up klinik dibutuhkan untuk konfirmasi diagnosis; tidak terdapat puberas endogen sampai umur 18 tahun didiagnostik sebagai hipogonadotropik hipogonad.
dimulai, biasanya mengurangi kesulitan psikososial yang kemungkinan diperoleh dari interaksi negatif dengan teman sebaya, penurunan penghargaan diri, dan kecemasan mengenai laju pertumbuhan atau kebiasaan tubuh. Beberapa penelitian mengenai penanganan CDGP pada anak laki-laki telah dilaporkan. Penelitian dilakukan secara random, terkontrol pada sejumlah kecil subjek yang telah diobservasi secara luas dengan menggunakan androgen dosis rendah. Data memperlihatkan bahwa penanganan dengan androgen dosis rendah dapat meningkatkan kelajuan pertumbuhan dan kematangan seksual serta secara positif berdampak pada perilaku psikososial. Selain itu, terapi tersebut tidak memiliki efek
samping signifikan, umur tulang cepat berkembang namun menurunkan tinggi dewasa. Data yang sama tidak tersedia untuk anak perempuan, namun hasil yang sama bisa didapatkan selama terapi dilakukan dengan dosis estrogen yang rendah dan sesuai. Untuk pasien yang dicurigai dengan CDGP, tinggi badan yang pendek lebih dikhawatirkan dibanding dengan keterlambatan pubertas. CDGP dipertimbangkan oleh beberapa observer sebagai penyakit yang masuk dalam subgroup penyakit tinggi badan pendek idiopatik (idiopathic short Stature). Meskipun, FDA (Food and Drug Administration) telah menyetujui penggunaan hormon pertumbuhan pada
Undecanoate Transdermal preparations Inhibitor Aromatase Letrozole Oral Anastozole Oral Anak Perempuan Estrogen Ethinyl estradiol (pil) 17-Estradiol Oral
Tidak direkomendasikan sebelum berumur 14 tahun; Dosis awal: 50-100 mg setiap 4 minggu untuk 3-6 bulan; pengobatan ulang dengan peningkatan dosis menjadi 25-50 mg (tidak melebihi 100 mg). Tidak ada data yang tersedia untuk injeksi intramuskuler. Tidak tersedia data.
2.5 mg per-hari 1.0 mg per-hari Dosis awal, 2 g per-hari; meningkat menjadi 5 g per-hari setelah 612 bulan; pil dengan dosis rendah terdapat di Eropa. Dosis awal, 5 g/kgBB/hari; meningkat menjadi 10 g/kgBB/hari setelah 612 bulan. Ditempel semalaman: Dosis awal, 3.16.2 g per-24 jam (1-8 ke 1-4 dosis 25-g 24 jam); meningkat menjadi 3.16.2 g per 24 jam setiap 6 bulan. Dosis awal: 0.1625 mg perhari untuk 6-12 bulan dengan dosis penyesuaian 0.325 mg per-hari; dosis bergantung pada formula Biasanya dibutuhkan hanya jika penanganan estrogen berlanjut sampai 12 bulan.
Toksisitas hati, peningkatan kadar plasma-binding protein, memiliki resiko potensial yang lebih besar untuk mendapatkan tromboemboli dan hipertensi arteri dibandingkan dengan estrogen alami. Estrogen alami, lebih baik daripada estrogen sintetis; rute transdermal memiliki manfaat yang lebih dibandingkan penggunaan secara oral. Tidak terdapat data dengan dosis ekuivalen antara tempelan estradiol dan gel yang tersedia pada pasien yang lebih muda. Tidak terdapat prekursor estradiol; penggunaan dipertanyakan secara fisiologi dan karena laporan meningkat pada resiko kardiovaskluer pada wanita postmenopause.
Transdermal patch
Penambahannya akan menginduksi siklus endometrium setelah 12-18 bulan terapi estrogen (kemudian jika dosis estrogen meningkat secara pelan maka lebih cepat perdarahan akan terjadi).
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kasus pasien di atas merupakan kasus keterlambatan pubertas. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien berjenis kelamin laki-laki dan memiliki riwayat keluarga dengan perkembangan pubertas terlambat, CDGP merupakan diagnosis yang paling mungkin. Sebelum membuat diagnosis ini, dibutuhkan penilaian cermat untuk menghilangkan penyakit lainnya; khususnya buat anak perempuan, yang sering disertai dengan penyakit tertentu. Pada CDGP dengan keterlambatan pubertas transient, keputusan mengenai pengobatan harus dibuat oleh pasien; tujuan terapi, waktu pengobatan, kesemuanya adalah untuk menginduksi percepatan pertumbuhan karakteristik seksual sekunder dan untuk mengurangi kesulitan psikososial. Anak lakilaki yang dipersiapkan untuk terapi, kami obati dengan injeksi awal testosteron ester 50 mg secara intramuskuler selama 3-6 bulan; regimen ini dapat diulang untuk 3-6 bulan berikutnya dengan dosis yang meningkat (tabel 3). Jika pubertas spontan tidak didapatkan setelah 1 tahun, diagnosis lainnya seperti hipogonadisme hipogonadotropik permanen, harus dipertimbangkan dan diindikasikan untuk pemeriksaan MRI otak. Kami meyakini bahwa ketika CDGP diterapi, terapi harus dilakukan dengan testosteron saja. Bahkan jika tinggi badan menarik perhatian (terlalu pendek), kami tidak menggunakan hormon pertumbuhan atau steroid anabolik untuk keterlambatan pubertas, dan kami tidak merekomendasikan inhibitor aromatase untuk indikasi ini. Semuanya masih menunggu beberapa data dari percobaan random.
National estimates of the timing of sexual maturation and racial differences among US children. Pediatrics 2002;110:911-9. 2. Wu T, Mendola P, Buck GM. Ethnic differences in the presence of secondary sex characteristics and menarche among US girls: the Third National Health and Nutrition Examination Survey, 1988-1994. Pediatrics 2002;110:752-7.
Longitudinal development of secondary sexual characteristics in girls and boys between ages 9 and 15 years. Arch Pediatr Adolesc Med 2010;164:166-73. 4. Aksglaede L, Srensen K, Petersen JH, Skakkebaek NE, Juul A. Recent decline in age at breast development: the Copenhagen Puberty Study. Pediatrics 2009;123(5): e932-e939.
A. Recent changes in pubertal timing in healthy Danish boys: associations with body mass index. J Clin Endocrinol Metab 2010;95:263-70. 6. Albanese A, Stanhope R. Predictive factors in the determination of final height in boys with constitutional delay of growth and puberty. J Pediatr 1995;126:545-50. 7. Sedlmeyer IL, Palmert MR. Delayed puberty: analysis of a large case series from
BP, Pereira GA, Borges MF. Assessment of basal and gonadotropin-releasing hormonestimulated gonadotropins by immunochemiluminometric and immunofluorometric assays in normal children. J Clin Endocrinol Metab 007;92:1424-9. 25. Grinspon RP, Ropelato MG, Gottlieb S, et al. Basal follicle-stimulating hormone and peak gonadotropin levels after gonadotropin-releasing hormone infusion show high diagnostic accuracy in boys with suspicion of hypogonadotropic hypogonadism. J Clin Endocrinol Metab 2010;95:2811-8. 26. Wu FC, Brown DC, Butler GE, Stirling HF, Kelnar CJ. Early morning plasma testosterone is an accurate predictor of imminent pubertal development in prepubertal boys. J Clin Endocrinol Metab 993;76:26-31. 27. Segal TY, Mehta A, Anazodo A, Hindmarsh PC, Dattani MT. Role of gonadotropin-releasing hormone and human chorionic gonadotropin stimulation tests in differentiating patients with hypogonadotropic hypogonadism from those with constitutional delay of growth and puberty. J Clin Endocrinol Metab 2009; 94:780-5. 28. Coutant R, Biette-Demeneix E, Bouvattier C, et al. Baseline inhibin B and antiMullerian hormone easurements for diagnosis of hypogonadotropic hypogonadism (HH) in boys wth delayed puberty. J Clin Endocrinol Metab 2010;95: 5225-32. 29. Raivio T, Falardeau J, Dwyer A, et al. Reversal of idiopathic hypogonadotropic hypogonadism. N Engl J Med 2007;357: 863-73. 30. Gia netti E, Tusset C, Noel SD, et al. TAC3/TACR3 mutations reveal preferential activation of gonadotropin-releasing hormone release by neurokinin B in neonatal life followed by reversal in adulthood. J Clin Endocrinol Metab 2010;95:2857-67. 31. Marshall WA, Tanner JM. Variations in pattern of pubertal changes in girls. Arch Dis Child 1969;44:291-303.32. Idem. Variations in the pattern of pubertal changes in boys. Arch Dis Child 1970;45:13-23. 33. Counts DR, Pescovitz OH, Barnes KM, et al. Dissociation of adrenarche and gonadarche in precocious puberty and in isolated hypogonadotropic ypogonadism. J Clin Endocrinol Metab 1987;64:1174-8. 34. Richman RA, Kirsch LR. Estosterone treatment in adolescent boys with cnstitutional delay in growth and development. N Engl J Med 1988;319:1563-7. 35. Rosenfeld RG, Northcraft GB, Hintz RL. A prospective, randomized study of testosterone treatment of constitutional delay of growth and development in male adolescents. Pediatrics 1982;69:681-7. 36. Soliman AT, Khadir MM, Asfour M. Testosterone treatment in adolescent boys with constitutional delay of growth and development. Metabolism 1995;44:1013-.
Inhibition of estrogen biosynthesis with a potent aromatase inhibitor increases predicted adult height in boys with idiopathic short stature: a randomized controlled trial. J Clin Endocrinol Metab 2005;90:6396-402. 38. Wickman S, Sipil I, Ankarberg-lindgren C, Norjavaara E, Dunkel L. A specific aromatase inhibitor and potential increase in adult height in boys with delayed puberty: a randomised controlled trial. Lancet 2001;357:1743-8. 39. Shulman DI, Francis GL, Palmert MR,Eugs er EA. Use of aromatase inhibitors in children and adolescents with disorders of growth and adolescent development. Pediatrics 2008;121(4):e975e983. 40. Hero M, Toiviainen-Salo S, Wickman S, Mkitie O, Dunkel L. Vertebral morphology in aromatase inhibitor-treated males with idiopathic short stature or constitutional delay of puberty. J Bone Miner Res 2010;25:1536-43. 41. Wickman S, Dunkel L. Inhibition of P450 aromatase enhances gonadotropin secretion in early and midpubertal boys: evidence for a pituitary site of action of endogenous E. J Clin Endocrinol Metab 2001;86:4887-94. 42. Pitteloud N, Hayes FJ, Boepple PA, et al. The role of prior pubertal development, biochemical markers of testicular maturation, and genetics in elucidating the phenotypic heterogeneity of idiopathic hypogonadotropic hypogonadism. J Clin Endocrinol Metab 2002;87:152-60. 43. Pitteloud N, Hayes FJ, Dwyer A, Boepple PA, Lee H, Crowley WF Jr. Predictors of outcome of long-term GnRH therapy in men with idiopathic hypogonadotropic hypogonadism. J Clin Endocrinol Metab 2002;87:4128-36. 44. Warne DW, Decosterd G, Okada H, Yano Y, Koide N, Howles CM. A combined analysis of data to identify predictive factors for spermatogenesis in men with hypogonadotropic hypogonadism treated with recombinant human folliclestimulating hormone and human chorionic gonadotropin. Fertil Steril 2009;92:594-604. 45. Liu PY, Baker HW, Jayadev V, Zacharin M, Conway AJ, Handelsman DJ. Induction of spermatogenesis and fertility during gonadotropin treatment of gonadotropindeficient infertile men: predictors of fertility outcome. J Clin Endocrinol Metab 2009;94:801-8. 46. Han JC, Balagopal P, Sweeten S, Darmaun D, Mauras N. Evidence for hypermetabolism in boys with constitutional delay of growth and maturation. J Clin Endocrinol Metab 2006;91:2081-6. 47. Wilson DA, Hofman PL, Miles HL, et al. Enhanced insulin sensitivity in prepubertal children with constitutional delay of growth and development. J Pediatr 2010;156:30812. 48. Gilsanz V, Chalfant J, Kalkwarf H, et al. Age at onset of puberty predicts bone mass in young adulthood. J Pediatr 2011; 158:100-5.
LETS EXPLORE OUR MEDICAL WORLD IN EXPERIANZA DOCTOR Minako Creation | www.experianzadoctor.blogspot.com 12