Anda di halaman 1dari 5

PEMBAHASAN

Untuk menjawab rasa penasaran saya tentang bagaimana bisa terjadinya vertigo pada kasus Mba T, saya membaca berbagai literatur tentang vertigo. Saya pelajari tentang penyakit ini mulai dari besarnya kasus di masyarakat, etiologinya, patofisiologinya, diagnosis, hingga terapinya. Memang dikatakan bahwa gangguan seperti ini menjadi salah satu penyebab yang sering membuat orang pergi ke dokter. Bahkan sebagian besar orang dewasa pernah mengalaminya. Nah, hal yang pertama kali kita lakukan sebagai dokter adalah menggali informasi dari pasien ataupun keluarga pasien tentang gejala tersebut (anamnesis gitu lah). Setelah kita mendapatkan informasi yang penting dan bisa menyingkirkan beberapa diagnosis banding, kita lakukan pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan diagnosis banding. Kalau pemeriksaan fisik sudah dilakukan, kita dapat menegakkan diagnosis dari pemeriksaan penunjang. Sehingga kita dapat memberikan terapi yang sesuai untuk pasien kita. Dalam kasus ini, saya ingin sekali mengetahui bagaimana terjadinya vertigo yang dikarenakan perubahan posisi kepala. Mba T tidak mempunyai penyebab-penyebab spesifik yang dapat menyebabkan vertigo, jadi saya berpikir kalau vertigo yang dialami Mba T karena perubahan posisi kepala saat tidur. Saya mulai bahas yah tentang vertigo yang disebabkan oleh perubahan kepala. Kita harus tahu dulu, apa sih artinya vertigo?. Di dalam buku yang saya baca, pengertian dari vertigo adalah Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek; yang sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian. Vertigo berasal dari bahasa Latin yakni vertere yang artinya memutar merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistem keseimbangan.

Patofisiologi Vertigo secara umum yang saya ambil dari presentasi kasus, yakni : Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik, jarasjaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik. Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otototot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya. Setelah kita tau pengertian dan patofisiologi vertigo, saya akan langsung membahas inti dari permasalahannya yah . Jadi, vertigo itu diklasifikasikan dalam beberapa macam, nah salah satunya itu ada vertigo perifer, vertigo perifer itu terdiri dari macam-macam penyebab, salah satunya Benign paroxysmal positional vertigo. Untuk memahami patofisiologi terjadinya BPPV, dibutuhkan pemahaman tentang anatomi dan fisiologi normal dari kanalis semisirkularis. Setiap telinga

bagian dalam mengandungi 3 kanalis semisirkularis. Masing-masing kanal terdiri dari krura yang ujungnya melebar (ampulla) yang terletak berdekatan dengan krista ampullaris (reseptor saraf). Krista ampullaris memiliki cupula, yang mendeteksi aliran cairan dalam kanalis semisirkularis. Jika seseorang tiba-tiba menoleh ke kanan, cairan dalam kanal horizontal kanan akan tertinggal, menyebabkan cupula terdeviasi ke kiri (ke arah ampulla, atau ampullopetal). Deviasi ini berikutnya akan diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang menegaskan bahwa posisi kepala sedang berputar ke kanan. Ketidakcocokan informasi sensorik antara gerakan kepala dan deviasi cupula inilah yang menghasilkan sensasi vertigo. BPPV terjadi akibat dari perubahan posisi kepala yang cepat dan tiba-tiba seperti saat berguling di tempat tidur, membungkuk, atau menengadah ke atas, dan biasanya akan disertai sensasi pusing yang sangat berat, yang berlangsung bervariasi pada masing-masing penderita, vertigo dapat berlangsung hanya beberapa menit hingga berhari-hari dan dapat disertai dengan gejala mual dan muntah. Beberapa dugaan yang dikemukakan oleh para ahli adalah kemungkinan adanya trauma pada alat keseimbangan, infeksi, sisa pembedahan telinga, faktor degeneratif karena usia dan kelainan pembuluh darah. Mekanisme pasti

terjadinya BPPV masih samar. Tapi penyebabnya sudah diketahui pasti yaitu debris yang terdapat pada kanalis semisirkularis biasanya pada kanalis posterior. Debris berupa kristal kalsium karbonat itu dalam keadaan normal tidak ada. Diduga debris itu menyebabkan perubahan tekanan endolimfe dan defleksi kupula sehingga timbul gejala vertigo. Perubahan posisi kepala - biasanya membelokkan kepala di atas bantal sebelum bangun pagi hari, atau menengadah untuk mencapai rak tinggi sering memicu episode kekacauan ini. BPPV biasanya berkembang ketika partikel kalsium yang biasanya terlekat pada satu bagian telinga dalam (utricle dan saccule) tergusur dan pindah ke bagian telinga dalam lain (kanal semisirkular posterior). Telinga bagian dalam terdiri dari tiga kanal semisirkular, yang membantu keseimbangan. Kanal posterior, tidak seperti kanal anterior dan horisontal, adalah tempat terbaik untuk menerima hampir semua pelepasan partikel lewat gravitasi sepanjang malam. Sewaktu mereka berkumpul, mereka

membentuk kotoran berkapur dan lebih lanjutnya dapat membentuk masa yang melebih-lebihkan gerakan cairan pada kanal ketika kepala berganti posisi. Vertigo jenis ini bisa menakutkan, tetapi biasanya tak berbahaya dan hilang sendiri. Episode vertigo memulai sesudah 5 sampai 10 detik setelah kepala dan bertahan kurang dari semenit. Episode biasanya reda dengan sendirinya dalam beberapa minggu. Kadang-kadang, mereka menetap selama berbulan-bulan dan bisa menyebabkan dehidrasi karena mual dan muntah. Tidak terjadi kehilangan pendengaran atau telinga berdenging (tinnitus).

Nah, menurut jurnal yang saya baca tentang BPPV itu ada 2, yakni: Teori Cupulolithiasis Pada tahun 1962, Harold Schuknecht, MD, mengusulkan teori cupulolithiasis sebagai penjelasan untuk BPPV. Melalui pemeriksaan

photomicrograph, beliau menemukan partikel basofilik atau densitas yang adheren terhadap cupula tersebut. Beliau menduga bahwa kanal semisirkularis posterior akan lebih sensitif terhadap gravitasi dikarenakan partikel padat yang melekat pada cupula tersebut.Teori ini dianalogkan dengan situasi benda berat yang melekat pada puncak tiang,di mana berat ekstra akan membuat tiang tidak stabil dan sulit mempertahankan posisi netral. Bahkan, tiang cenderung terlempar dari satu sisi ke sisi lainnya tergantung pada arah itu dimiringkan. Setelah posisi tersebut tercapai, berat partikel tersebut akan mempertahankan posisi cupula kembali ke netral. Hal ini tercermin dari nystagmus persisten dan menjelaskan sensasi pusing ketika pasien melentur ke belakang.

Teori Canalithiasis Pada tahun 1980, Epley memperkenalkan teori-teorinya tentang

canalithiasis. Beliau berpikir bahwa gejala BPPV jauh lebih konsisten dengan partikel bebas-bergerak (canaliths) di kanalis semisirkularis posterior daripada partikel melekat pada cupula tersebut. Sementara kepala ditegakkan, partikel di kanalis semisirkularis posterior berada pada posisi yang tergantunggravitasi. Ketika kepala melentur ke belakang (supinasi), partikel berputar sampai sekitar 90 sepanjang arkus kanalis semisirkularis posterior. Setelah lagi sesaat (inersia),

gravitasi akan menarik partikel menuruni arkus. Hal ini menyebabkan aliran endolimfe untuk menjauh dari ampula dan menyebabkan cupula terdefleksi. Defleksi cupular menghasilkan nystagmus. Teori canalithiasis dibuktikan lebih lanjut oleh Parnes dan McClure pada tahun1991 dengan penemuan partikel bebasbergerak dalam kanalis semisirkularis posterior setelah dilakukan pembedahan.

Anda mungkin juga menyukai