Anda di halaman 1dari 20

KONTUSIO PARU

a) Definisi Kontusio paru adalah memar atau peradangan pada paru yang dapat terjadi pada cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat. b) c) Etiologi Trauma toraks Kecelakaan lalu lintas Terjadi terutama setelah trauma tumpul toraks Dapat pula terjadi pada trauma tajam dg mekanisme perdarahan dan edema parenkim Manifestasi Klinis Dapat timbul atau memburuk dalam 24-72 jam setelah trauma Dispnea PO arteri Ronki Infiltrat pada foto thoraks

Pada kondisi berat dapat disertai : sekret trakeobronkial yang banyak, hemoptisis, dan edema paru Primary surveys Primary surveys di TKP (ABCDE) Yang dinilai : A:

Kelancaran jalan napas Jika penderita dapat berbicara mengindikasikan A-nya baik Identifikasi kemungkinan-kenungkinan obstruksi A (eg oleh karena benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea, fraktur servikal)

B:

Melibatkan paru, dinding dada, dan diafragma harus dievaluasi secara cepat Dada penderita harus dibuka untuk melihat ekspansi pernapasan Auskultasi untuk memastikan udara masuk ke paru-paru Perkusi untuk menilai adanya udara atau darah pada rongga pleura Inspeksi dan palpasi dapat menilai kelainan dinding dada

C:

Penilaian volume darah dan CO Tingkat kesadaran :

akibat suplai darah ke otak, kesadaran Warna kulit (dapat membantu diagnosis hipovolemik) :

wajah yang pucat keabuan, kulit ekstrimitas yang pucat menandakan hipovolemik Nadi, periksa pada nadi yang besar eg. Femoralis, karotis untuk kekuatan, kecepatan, dan irama : * tidak cepat, kuat, teratur = normovolemi * cepat, kecil = hipovolemi * tidak teratur = biasanya gg jantung * tidak ditemukan = perlu resusitasi segera

Penilaian perdarahan ada tidak perdarahan luar,,, perdarahan juga bisa terjadi di dalam/internal/tidak terlihat eg. Perdarahan pada rongga thoraks, abdomen, sekitar fraktur dari tulang panjang, retroperitoneal akibat fraktur pelvis, atau sebagai akibat luka tembus dada/perut

Secondary surveys D : (sepintas bisa primary,,, tp selengkapnya bisa secondary)

Tingkat kesadaran, Ukuran dan reaksi pupil, Tanda tanda lateralisasi, Tingkat/level cidera spinal :

Tingkat kesadaran dapat dinilai dengan GCS atau APVU. Penurunan kesadaran dapat disebabkan :

oksigenasi (hipoksia) atau hipoperfusi (hipovolemi) ke otak Trauma langsung pada otak / trauma kapitis Obat-obatan, alkohol

E : (secondary)

Pemeriksann head to toe,,, periksa kemungkinan-kemungkinan trauma lain,,, jaga suhu tubuh pasien / cegah hipotermia (selimuti,dll) Faktor Risiko Trauma toraks Fraktur iga Patofisiologi Tatalaksana

d) e) f)

Resusitasi Awal A:

Usaha untuk membebaskan A harus melindungi vertebra servikal Dapat dengan chin lift atau jaw thrust Dapat pula dengan naso-pharyngeal airway atau oro-pharyngeal airway Selama memeriksa dan memperbaiki A tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi leher Pertimbangkan bantuan A definitif (krikotirotomi, ETT,dll) kl ragu berhasil

B:

Kontrol A pada penderita yang A tgg karena faktor mekanik, gg ventilasi, atau ada gg kesadaran bisa dengan intubasi ETT (oral/nasal) jika ETT tidak bisa (karena KI atau masalah teknis),, bisa surgical A / krikotiroidotomy Setiap penderita trauman,,, beri o,, jika tidak intubasi, bisa pakai sungkup

C:

Jika ada perdarahan arteri luar, harus segera DIHENTIKAN,, bisa dengan balut tekan atau dengan spalk udara. Jangan pakai Torniquet, karena dapat merusak jaringan dan menyababkan iskemia distal,, sehingga torniquet hanya dipakai jika ada amputasi traumatik

Jika ada gg sirkulasi pasang iv line (sekalian ambil sampel darah u/ diperiksa lab rutin dan tes kehamilan). Infus,,, RL / kristaloid lain 2-3 L ,,, jika tidak respon beri gol darah sesuai,,, kl dak ado ber gol O Rh / gol O Rh + titer rendah hangatkan dulu u/ mencegah hipotermia Jangan beri vasopresor, steroid, bicarbonat natricus

Tambahan : Monitor EKG Pasang kateter urin dan lambung Rontgen , dll.

Tujuan: Mempertahankan oksigenasi Mencegah/mengurangi edema Tindakan : bronchial toilet, batasi pemberian cairan (iso/hipotonik), O2, pain control, diuretika, bila perlu ventilator dengan tekanan positif (PEEP > 5) Intubasi ET untuk dapat melakukan penyedotan dan memasang ventilasi mekanik dengan continuous positive end-expiratory pressure (PEEP) g) Prognosis

Dengan diagnosis yang cepat dan penanganan yang tepat prognosisnya baik h) Komplikasi Sindrom distres pernapasan pada dewasa

Cedera Kepala DEFINISI Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi otak. Tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai jenis cedera. Cedera kepala telah menyebabkan kematian dan cacat pada usia kurang dari 50 tahun, dan luka tembak pada kepala merupakan penyebab kematian nomor 2 pada usisa dibawah 35 tahun. Hampir separuh penderita yang mengalami cedera kepala meninggal. Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus tengkorak. Berbagai cedera bisa disebabkan oleh percepatan mendadak yang memungkinkan terjadinya benturan atau karena perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala membentur objek yang tidak bergerak. Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang berlawanan. Cedera percepatan-perlambatan kadang disebut coup contrecoup (bahasa Perancis untuk hitcounterhit) Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan saraf, pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat. Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah. Otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini disebut herniasi. Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis. Herniasi ini bisa berakibat fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut jantung dan pernafasan). Cedera kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak yang hebat. Usia lanjut dan orang yang mengkonsumsi antikoagulan (obat untuk mencegah pembekuan darah), sangat peka terhadap terjadinya perdarahan disekeliling otak (hematoma subdural). Cedera kepala Kerusakan otak seringkali menyebabkan kelainan fungsi yang menetap, yang bervariasi tergantung kepada kerusakan yang terjadi, apakah terbatas (terlokalisir) atau lebih menyebar (difus). Kelainan fungsi yang terjadi juga tergantung kepada bagian otak mana yang terkena. Gejala yang terlokalisir bisa berupa perubahan dalam gerakan, sensasi, berbicara, penglihatan dan pendengaran. Kelainan fungsi otak yang difus bisa mempengaruhi ingatan dan pola tidur penderita, dan bisa

menyebabkan kebingungan dan koma.

CEDERA KEPALA KHUSUS Patah Tulang Tengkorak Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak. Patah tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di dasar tengkorak bisa merobek meningens (selaput otak). Cairan serebrospinal (cairan yang beredar diantara otak dan meningens) bisa merembes ke Hidung atau telinga. Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut, dan menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak. Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan, kecuali jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser. Fraktur tulang tengkorak Fraktur tulang tengkorak Konkusio Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terajdinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam tulang tengkorak. Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang abnormal; sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari. Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio. Sindroma pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan. Para ahli belum sepakat, apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian obat-obatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya cedera.

Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah parah, sebainya segera mencari pertolongan medis. Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera kepala diberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya tidak semakin parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen. Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari pertama. Konkusi serebri Gegar Otak & Robekan Otak Gegar otak (kontusio serebri) merupakan memar pada otak, yang biasanya disebabkan oleh pukulan langsung dan kuat ke kepala. Robekan otak adalah robekan pada jaringan otak, yang seringkali disertai oleh luka di kepala yang nyata dan patah tulang tengkorak. Gegar otak dan robekan otak lebih serius daripada konkusio. MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan atau bisa menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati dengan kebingungan atau bahkan koma. Jika otak membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak; pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak. Pengobatan akan lebih rumit jika cedera otak disertai oleh cedera lainnya, terutama cedera dada. Perdarahan Intrakranial Perdarahan intrakranial (hematoma intrakranial) adalah penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan tulang tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke. Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejal adalam beberapa menit. Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari. Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut. Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki

tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah dari sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung kepada CT scan darurat. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan. Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural yang bertambah luast secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah. Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah: - sakit kepala yang menetap - rasa mengantuk yang hilang-timbul - linglung - perubahan ingatan - kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan. Hematom subdural

KERUSAKAN PADA BAGIAN OTAK TERTENTU Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan mempengaruhi kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang. Daerah tertentu pada korteks serebri biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu, lokasi yang pasti dan beratnya cedera menentukan jenis kelainan yang terjadi. Lokalisasi fungsi otak Lobus otak Kerusakan Lobus Frontalis Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian motorik (misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu).

Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan. Daerah tertentu pada lobus frontalis bertanggungjawab terhadap aktivitas motor tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengelai satu sisi otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun kadang menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam; penderita mengabaikan akibat yang terjadi akibat perilakunya. Kerusakan Lobus Parietalis Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari daerah ini. Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan (keadaan ini disebut apraksia) dan untuk menentukan arah kiri-kanan. Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya dikenal dengan baik (misalnya bentuk kubus atau jam dinding). Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya. Kerusakan Lobus Temporalis Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur emosional. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam mengekspresikan bahasanya.

Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang non-dominan, akan mengalami perubahan kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.

KELAINAN-KELAINAN AKIBAT CEDERA KEPALA Epilepsi Pasca Trauma Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang merupakan respon terhadap muatan listrik Abnormal di dalam otak. Kejang terjadi padda sekitar 10% penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala. Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera. Obat-obat anti-kejang (misalnya fenitoin, karbamazepin atau valproat) biasanya dapat mengatasi kejang pasca trauma. Obat-obat tersebut sering diberikan kepada seseorang yang mengalami cedera kepala yang serius, untuk mencegah terjadinya kejang. Pengobatan ini seringkali berlanjut selama beberapa tahun atau sampai waktu yang tak terhingga. Afasia Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan bagian lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun dari area tersebut karena stroke, tumor, cedera kepala atau infeksi, akan mempengaruhi beberapa Aspek dari fungsi bahasa. Gangguan bahasa bisa berupa: - Aleksia, hilangnya kemampuan untuk memahami kata-kata yang tertulis - Anomia, hilangnya kemampuan untuk mengingat atau mengucapkan nama-nama benda. Beberapa penderita anomia tidak dapat mengingat kata-kata yang tepat, sedangkan penderita yang lainnya dapat mengingat kata-kata dalam fikirannya, tetapi tidak mampu mengucapkannya. Disartria merupakan ketidakmampuan untuk mengartikulasikan kata-kata dengan tepat. Penyebabnya adalah kerusakan pada bagian otak yang mengendalikan otot-otot yang digunakan untuk menghasilkan suara atau mengatur gerakan dari alat-alat vokal. Afasia Wernicke merupakan suatu keadaan yang terjadi setelah adanya kerusakan pada lobus temporalis. Penderita tampaknya lancar berbicara, tetapi kalimat yang keluar kacau (disebut juga gado-gado kata).

Penderita menjawab pertanyaan dengan ragu-ragu tetapi masuk akal. Pertanyaan : Ini gambar apa? (anjing mengonggong) Jawaban : A-a-an-j-j-, eh bukan, a-a..aduh..b-b-bin, ya binatang, binatang..b-b..berisik Pada afasia Broca (afasi ekspresif), penderita memahami arti kata-kata dan mengetahui bagaimana mereka ingin memberikan jawaban, tetapi mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata-kata. Kata-kata keluar dengan perlahan dan diucapkan sekuat tenaga, seringkali diselingi oleh ungkapan yang tidak memiliki arti. Penderita menjawab pertanyaan dengan lancar, tetapi tidak masuk akal. Pertanyaan : Bagaimana kabarmu hari ini? Jawaban : Kapan? Mudah sekali untuk melakukannya tapi semua tidak terjadi ketika matahari terbenam. Afasia Apraksia Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis atau lobus frontalis. Ingatan akan serangkaian gerakan yang diperlukan untuk melakukan tugas yang rumit hilang; lengan atau tungkai tidak memiliki kelainan fisik yang bisa menjelaskan mengapa tugas tersebut tidak dapat dilakukan. Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, yang telah menyebabkan kelainan fungsi otak. Agnosia Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal dari benda tersebut. Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalnya dengan baik atau benda-benda umum (misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat melihat dan menggambarkan bendabenda tersebut. Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus parietalis dan temporalis, dimana ingatan akan bendabenda penting dan fungsinya disimpan. Agnosia seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala atau stroke. Tidak ada pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami perbaikan secara spontan. Amnesia Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu.

Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti. Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesi retrograd) atau peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia pasca trauma). Amnesia hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan akan menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesi bisa bersifat menetap. Jenis ingatan yang bisa terkena amnesia: - Ingatan segera : ingatan akan peristiwa yang terjadi beberapa detik sebelumnya - Ingatan menengah : ingatan akan peristiwa yang terjadi beberapa detik sampai beberapa hari sebelumnya - Ingatan jangka panjang : ingatan akan peristiwa di masa lalu. Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya kembali dari memori terutama terletak di dalam lobus oksipitalis, lobus parietalis dan lobus temporalis. Amnesia menyeluruh sekejap merupakan serangan lupa akan waktu, tempat dan orang, yang terjadi secara mendadak dan berat. Serangan bisa hanya terjadi satu kali seumur hidup, atau bisa juga berulang. Serangan berlangsung selama 30 menit sampai 12 jam atau lebih. Arteri kecil di otak mungkin mengalami penyumbatan sementara sebagai akibat dari aterosklerosis. Pada penderita muda, sakit kepala migren (yang untuk sementara waktu menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak) bisa menyebabkan anemia menyeluruh sekejap. Peminum Alkohol atau pemakai obat penenang dalam jumlah yang berlebihan (misalnya barbiturat dan benzodiazepin), juga bisa mengalami serangan ini. Penderita bisa mengalami kehilangan Orientasi ruang dan waktu secara total serta ingatan akan peristiwa yang terjadi beberapa tahun sebelumnya. Setelah suatu serangan, kebingungan biasanya akan segera menghilang dan penderita sembuh total. Alkoholik dan penderita kekurangan gizi lainnya bisa mengalami amnesia yang disebut sindroma Wernicke-Korsakoff. Sindroma ini terdiri dari kebingungan Akut (sejenis ensefalopati) dan amnesia yang berlangsung lama. Kedua hal tersebut terjadi karena kelainan fungsi otak akibat kekurang vitamin B1 (tiamin). Mengkonsumsi sejumlah besar alkohol tanpa memakan makanan yang mengandung tiamin menyebabkan berkurangnya pasokan vitamin ini ke otak. Penderita kekurangan gizi yang mengkonsumsi sejumlah besar cairan lainnya atau sejumlah besar cairan infus setelah pembedahan, juga bisa mengalami ensefalopati Wernicke. Penderita ensefalopai Wernicke akut mengalami kelainan mata (misalnya kelumpuhan pergerakan mata, penglihatan ganda atau nistagmus), tatapan matanya kosong, linglung dan mengantuk. Untuk mengatasi masalah ini biasanya diberikan infus tiamin. Jika tidak diobati bisa berakibat fatal. Amnesia Korsakoff terjadi bersamaan dengan ensefalopati Wernicke. Jika serangan ensefalopati terjadi berulang dan berat atau jika terjadi gejala putus alkohol, maka amnesia Korsakoff bisa bersifat menetap. Hilangnya ingatan yang berat disertai dengan Agitasi dan delirium.

Penderita mampu mengadakan interaksi sosial dan mengadakan perbincangan yang masuk akal meskipun tidak mampu mengingat peristiwa yang terjadi beberapa hari, bulan atau tahun, bahkan beberapa menit sebelumnya. Amnesia Korsakoff juga bisa terjadi setelah cedera kepala yang hebat, cardiac arrest atau ensefalitis akut. Pemberian tiamin kepada alkoholik kadang bisa memperbaiki ensefalopati Wernicke, tetapi tidak selalu dapat memperbaiki amnesi Korsakoff. Jika pemakaian alkohol dihentikan atau penyakit yang mendasarinya diobati, kadang kelainan ini menghilang dengan sendirinya.

PROGNOSIS Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehinnga area yang tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa. Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan yang menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai) dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini biasanya menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan menjalani terapi rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran. Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan pulih kembali. Penderita bisa mengalami sindroma pasca konkusio, dimana sakit kepala terus menerus dirasakan dan terjadi gangguan ingatan. Status vegetatif kronis merupakan keadaan tak sadarkan diri dalam waktu yang lama, yang disertai dengan siklus Bangun dan tidur yang mendekati normal. Keadaan ini merupakan akibat yang paling serius dari cedera kepala yang non-fatal. Penyebabnya adalah kerusakan pada bagian atas dari otak (yang mengendalikan fungsi mental), sedangkan talamus dan batang otak (yang mengatur siklus tidur, suhu tubuh, pernafasan dan denyut jantung) tetap ututh. Jika status vegetatif terus berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, maka kemungkinan untuk sadar kembali sangat kecil.

Kontusio Serebri
23 Okt

4 Votes Pendahuluan (1,2) Lesi kontusio bisa terjadi tanpa adanya dampak yang berat, yang penting untuk terjadinya lesi kontusio ialah adanya akselerasi kepala, yang seketika itu juga menimbulkan penggeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Karena itu otak membentang batang otak terlampau kuat, sehingga menimbulkan blokade reversibel terhadap lintasan asendens retikularis difus. Pada kontusio atau memar otak terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Pada trauma yang membentur dahi kontusio terjadi di daerah otak yang mengalami benturan. Pada benturan di daerah parietal, temporalis dan oksipital selain di tempat benturan dapat pula terjadi kontusio pada sisi yang bertentangan pada jalan garis benturan. Lesi kedua ini disebut lesi kontra benturan (lesi kontusio contrecoup). Perdarahan mungkin pula terjadi disepanjang garis gaya benturan ini, dan pada permukaan bagian otak yang menggeser karena gerakan akibat benturan itu. Definisi (1) Lesi kontusio adalah suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa adanya kerusakan duramater. Anatomi Serebri (3) Hemispherum serebri dapat dibagi menjadi lobus frontalis, parietalis, ocipitalis serta lobus temporalis, insula dan rhinencephalon. 1. A. Lobus frontalis Lobus frontalis meluas dari ujung frontal yang berakhir pada sulkus sentralis dan di sisi samping pada fisura lateralis. Sulkus presentralis berjalan ke anterior dan sejajar dengan sulkus sentralis.

Sulkus presentralis ini dibagi lagi menjadi sulkus presentralis superior dan inferior. Sulkus frontalis superior dan inferior berasal dari sulkus presentralis menuju ke arah depan dan bawah, serta membagi permukaan lateral lobus frontalis menjadi tiga buah gyrus yang sejajar; gyrus frontalis superior, medius dan inferior. Gyrus frontalis inferior dibagi menjadi tiga bagian oleh ramus asendens dan horizontalis anterior dari fisura lateralis serebri; pars orbitalis yang terletak di depan ramus horizontalis anterior; pars triangularis merupakan bagian yang berbentuk pasak segitiga berada di antara ramus horizontalis anterior dan ramus asendens anterior; pars opercularis berada diantara ramus asendens dan sulkus presentralis. 1.B. Lobus parietalis Lobus parietalis meluas dari sulkus sentralis sampai fisura parieto-oksipitalis dan ke lateral sampai setinggi fisura serebri lateralis. Sulkus postsentralis melanjut ke bawah dan sejajar dengan fisura lateralis (rolandi) serta terdiri atas bagian superior dan inferior. Sulcus intraparietalis merupakan alur horizontal yang kadang-kadang bersatu dengan sulkus postsentralis. Lobulus parietalis superior berada di atas bagian horizontal sulkus intraparietalis, dan dibawahnya terdapat lobulus parietalis inferior. Gyrus supramarginalis merupakan bagian lobulus parietalis inferior yang melengkung diatas ujung asendens dari ramus posterior fisura lateralis serebri. Gyrus angularis yaitu bagian yang melengkung di atas ujung sulkus temporalis superior dan bersatu dengan gyrus temporalis medius. Gyrus sentralis posterior terletak di antara sulkus sentralis dan postsentralis. 1. C. Lobus occipitalis Lobus oksipitalis merupakan lobus posterior yang berbentuk piramid dan terletak di belakang fisura parieto-oksipitalis. Sulkus oksipitalis lateralis berjalan transversal sepanjang permukaan lateral serta membagi lobus oksipitalis menjadi gyrus superior dan inferior. Fisura calcarina membagi bagian medial lobus oksipitalis menjadi cuneus dan gyrus lingualis. Cuneus yang berbentuk pasak segitiga terletak di antara fisura calcarina dan parieto-oksipital. Gyrus lingualis berada di antara fisura calcarina dan bagian posterior fisura kolateralis. Bagian posterior gyrus fusiformis terdapat dibagian sentral atau basal dari lobus oksipitalis. 1. D. Lobus temporalis Bagian lobus temporalis dari hemispherum serebri terletak dibawah fisura lateralis serebri (sylvii) dan berjalan kebelakang sampai fisura parieto-oksipitalis. Sulkus temporalis superior berjalan sepanjang lobus temporalis sejajar dengan fisura lateralis serebri. Sulkus temporalis medialis terletak di bawah sejajar dengan sulkus temporalis superior, sedikit dibawahnya. Gyrus temporalis medius terdapat diantara sulkus temporalis superior dan medius. Gyrus temporalis inferior berada di bawah sulkus temporalis medius dan berjalan menuju ke posterior untuk berhubungan dengan gyrus oksipitalis inferior. Gyrus temporalis transversalis (Gyrus Heschi) menempati bagian posterior dari bagian temporalis superior (batas inferior fisura lateralis serebri). Sulkus temporalis inferior berjalan sepanjang permukaan inferior lobus temporalis, dari polus temporalis di sebelah depan sampai pada polus oksipitalis di belakang.

1. E. Insula Insula terbenam di dalam fisura lateralis serebri dan dapat diperlihatkan dengan memisahkan tepi fisura sebelah atas dan bawah. Sulkus sirkularis yang dalam mengelilingi insula. Beberapa gyrus brevis, yang dibentuk oleh sulkus-sulkus yang dangkal, menempati bagian anterior insula; sebuah gyrus longus menempati bagian posterior. Operculum insula merupakan bagian tepi fisura lateralis serebri. Operculum orbitalis berada di sebelah anterior dan inferior terhadap ramus horizontalis anterior. Operculum parietalis terletak di antara operculum frontalis dan ujung ramus posterior. Operculum temporalis terletak di bawah ramus posterior. 1. F. Rhinencephalon Rhinencephalon yang secara phylogenetika merupakan bagian tua dari hemispherium serebri, mencakup bagian-bagian yang berhubungan dengan persepsi sensasi olfaktorius. Patofisiologi (1,2) Kontusio dapat terjadi akibat adanya gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada trauma kapitis, sehingga terdapat vasoparalisis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif ikut terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernapasan bisa terjadi. Kontusio serebri yang tidak terlampau berat dapat terjadi dengan adanya gangguan-gangguan di susunan kardiopulmonal pada trauma kapitis, dengan mekanisme melalui sistem vaskular yang ikut terkena secara langsung karena perdarahan ataupun trauma langsung pada jantung. Sebagai reaksi tubuh, volume sirkulasi ditambah dengan cairan yang berasal dari lingkungan ekstraselular. Keadaan ini bisa ke hemodilusi jika penderita diberi cairan melalui infus tanpa plasma atau darah. Gangguan yang akan menyusulnya adalah tekanan osmotik dan O2 (PO2) menurun.

Gejala Klinik (1,2)


Timbulnya lesi kontusio di daerah-daerah dampak (coup) countrecoup dan intermediated, menimbulkan gejala defisit neurologik, yang bisa berupa refleks Babinski yang positif dan kelumpuhan U.M.N. Setelah penderita pulih kembali, si penderita biasanya menunjukkan gambaran organic brain syndrom. Pada pemeriksaan neurologik pada kontusio ringan mungkin tidak dijumpai kelainan neurologik yang jelas kecuali kesadaran yang menurun. Pada kontusio serebri dengan penurunan kesadaran berlangsung berjam-jam pada pemeriksaan dapat atau tidak dijumpai defisit neurologik. Pada kontusio serebri yang berlangsung lebih dari enam jam penurunan kesadarannya biasanya selalu dijumpai defisit neurologis yang jelas. Gejalagejalanya bergantung pada lokasi dan luasnya daerah lesi. Keadaan klinis yang berat terjadi pada perdarahan besar atau tersebar di dalam jaringan otak, sering pula disertai perdarahan

subaraknoid atau kontusio pada batang otak. Edema otak yang menyertainya tidak jarang berat dan dapat menyebabkan meningkatnya tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meninggi menimbulkan gangguan mikrosirkulasi otak dengan akibat menghebatnya edema. Dengan demikian timbullah lingkaran setan yang akan berakhir dengan kematian bila tidak dapat diputus. Pada perdarahan dan edema di daerah diensefalon pernapasan biasa atau bersifat Cheyne Stokes, pupil mengecil, reaksi cahaya baik. Mungkin terjadi rigiditas dekortikasi yaitu kedua tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam sikap fleksi pada sendi siku. Pada gangguan di daerah mesensefalon dan pons bagian atas, kesadaran menurun hingga koma, pupil melebar, refleks cahaya tidak ada, gerakan mata diskonjugat, tidak teratur, pernapasan hiperventilasi, motorik menunjukkan rigiditas deserebrasi dengan keempat ekstremitas kaku dalam sikap ekstensi. Pada lesi pons bagian bawah bila nuklei vestibularis terganggu bilateral, gerakan kompensasi bola mata pada gerakan kepala menghilang. Pernapasan tidak teratur. Bila oblongata terganggu, pernapasan melambat tak teratur, tersengal-sengal menjelang kematian. Pemeriksaan Penunjang (2) Pemeriksaan tambahan yang perlu dilakukan ialah foto rontgen polos, bila perlu scan tomografik,EEG, pungsi lumbal. Penatalaksanaan (2) Tindakan yang diambil pada kontusio berat ditujukan untuk mencegah meningginya tekanan intrakranial. 1. Usahakan jalan napas yang lapang dengan :

Membersihkan hidung dan mulut dari darah dan muntahan Melonggarkan pakaian yang ketat Menghisap lendir dari mulut, tenggorok dan hidung Untuk amannya gigi palsu perlu dikeluarkan Bila perlu pasang pipa endotrakea atau lakukan trakeotomi O2 diberikan bila tidak ada hiperventilasi

1. Hentikan perdarahan 2. Bila ada fraktur pasang bidai untuk fiksasi 3. Letakkan pasien dalam posisi miring hingga bila muntah dapat bebas keluar dan tidak mengganggu jalan napas. 4. Berikan profilaksis antibiotika bila ada luka-luka yang berat. 5. Bila ada syok, infus dipasang untuk memberikan cairan yang sesuai. Bila tidak ada syok, pemasangan infus tidak perlu dilakukan dengan segera dan dapat menunggu hingga

keesokan harinya. Pada hari pertama pemberian infus berikan 1,5 liter cairan perhari, dimana 0,5 liternya adalah NaCl 0,9%. Bila digunakan glukosa pakailah yang 10% untuk mencegah edema otak dan kemungkinan timbulnya edema pulmonum. Setelah hari keempat jumlah cairan perlu ditambah hingga 2,5 liter per 24 jam. Bila bising usus sudah terdengar, baik diberi makanan cair per sonde. Mula-mula dimasukkan glukosa 10% 100 cm3 tiap 2 jam untuk menambah kekurangan cairan yang telah masuk dengan infus. Pada hari berikutnya diberi susu dan pada hari berikutnya lagi, makanan cair lengkap 2-3 kali perhari, 2000 kalori, kemudian infus dicabut. 6. Pada keadaan edema otak yang hebat diberikan manitol 20% dalam infus sebanyak 250 cm3 dalam waktu 30 menit yang dapat diulang tiap 12-24 jam. 7. Furosemid intramuskuler 20 mg/24 jam, selain meningkatkan diuresis berkhasiat mengurangi pembentukan cairan otak. 8. Untuk menghambat pembentukan edema serebri diberikan deksametason dalam rangkaian pengobatan sebagai berikut : Hari I Hari II Hari III : 10 mg intravena diikuti 5 mg tiap 4 jam : 5 mg intravena tiap 6 jam : 5 mg intravena tiap 8 jam

Hari IV-V : 5 mg intramuskular tiap 12 jam Hari IV : 5 mg intramuskular

Trauma Ginjal RENAL TRAUMA by Mohd Syis Bin Zulkipli Definisi Trauma ginjal adalah kecederaan yang paling sering pada sistem urinari. Walaupun ginjal mendapat proteksi dari otot lumbar, thoraks, badan vertebra dan viscera, ginjal mempunyai mobiliti yang besar yang bisa mengakibatkan kerusakan parenchymal dan kecederaan vaskular dengan mudah. Trauma sering kali disebabkan kerana jatuh, kecelakaan lalu lintas, luka tusuk, dan luka tembak. Rupture spontan ginjal adalah jarang. Trauma ginjal bias diklasifikasikan kepada trauma tumpul dan tajam maupun dengan tahap kecederaan iaitu kecederaan major ataupun minor. Pathofisiologi Trauma ginjal tumpul bias diklasifikasikan mengikut tahap keparahan luka dan yang paling sering ditemukan ialah kontusio ginjal. Trauma tumpul pada region costa ke 12 menekan ginjal ke lumbar spine dan akan mengakibatkan cedera pada pinggang atau bahagian bawah ginjal. Ditempat costa 12 memberi impak. Ginjal juga boleh rusak akibat dari tekanan dari bahagian anterior abdomen sering kali dalam kecederaan dalam kecelakaan lalu lintas.Trauma penetrasi yang sering kali disebabkan oleh luka tusuk atau luka tembak sering ditemukan juga. Walaupun sering ditemukan hematoma peri-renal, pasien mungkin tidak menunjukkan hematuria kecuali luka mencapai calyx atau pelvis. Klasifikasi Cedera Ginjal Klasifikasi menurut Smiths General Urology, 13th ed., 1992 adalah seperti berikut; Gred I Kontusio atau subkapsular hematom tanpa lacerasi parenkim. Gred II Tidak membesar, confined perirenal hematoma atau lacerasi kortikal kurang dari 1 cm dalam tanpa ekstravasasi urinary. Gred III Lacerasi parenkim kurang dari 1 cm kedalam korteks tanpa ekstravasasi urinary. Gred IV Lacerasi parenkim meliputi corticomedullary junction dan kedalam sistem penampungan. Bias didapatkan thrombosis ateri segmental ginjal tanpa lacerasi parenkim. Gred V Tiga situasi yang memungkinkan iaitu thrombosis arteri Utama renal, laserasi multiple dan avulse ateri utama renal atau vena. Gejala Klinis a) Hematuria (massif atau mikroskopis) b) Nyeri abdominal dan lumbar c) Mual dan muntah d) Shok hypovolemik Foto yang diminta a) BNO-IVP b) Foto Abdomen AP c) CT-SCAN d) USG (kontroversi)

Gambaran radiologis a) Foto BNO-IVP : Terdapat filling defect pada renal kiri. b) Foto Abdomen AP : Tidak ditemukan renal shadow pada renal kiri.

Anda mungkin juga menyukai