Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 1, No.

1, November 2009

Menentukan Titik Optimal Koagulasi Santan dengan Pendekatan Filtrasi


Muhammad Ansori
Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi, Universitas Negeri Semarang mhmmd_ansori@yahoo.com

Abstrak: Dalam pembuatan/ pengolahan makanan berkuah, kondisi koagulasi santan yang tidak stabil harus dihindari karena mengurangi cita rasa makanan. Penentuan titik koagulasi santan terkait dengan lama waktu pemanasan menjadi penting. Pada penelitian ini diteliti titik waktu optimal santan terkoagulasi secara maksimal melalui pengukuran parameter warna, kekentalan, dan endapan. Bahan yang dipergunakan : santan kelapa kemasan (Cocos nucifera). Alat yang dipergunakan: waterbath, viscometer/ alat pengukur viskositas, alat ukur volume/ gelas ukur, vacuum filter atau pressure filter. Pemanasan santan dilakukan pada suhu 100C dengan variasi waktu: 0, 1, 2, dan 3 jam. Metode pengukuran koagulasi santan menggunakan metode filtrasi Charm. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan pemanasan terhadap santan pada suhu 100C dengan waktu pemanasan berbeda memberi dampak berbeda pada aspek warna santan. Nilai lightness (L) santan kontrol (pemanasan 0 jam) berkisar 92,7, sedangkan santan yang mengalami perlakuan pemanasan nilai lightnessnya berkisar 75 - 71. Nilai viskositas santan pada perlakuan pemanasan 100C selama waktu 2 2 jam mencapai titik tertinggi yaitu 0,8 N.s/m . Titik optimal koagulasi santan diperoleh pada waktu perlakuan pemanasan santan 2 jam. Kata kunci : santan, koagulasi, filtrasi

1. Pendahuluan Kelarutan minyak dan air dalam sistem makanan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu sistem oil in water (O/W) dan water in oil (W/O). Santan merupakan sistem oil in water (O/W) yang tidak stabil dimana proporsi air lebih dominan dibandingkan proporsi minyaknya. Sistem emulsi oil in water didalam santan tidak terlalu stabil karena mudah berubah akibat pengaruh pH, panas, dan aktivitas enzim. Santan merupakan bahan untuk membuat minyak dan makanan secara tradisional dengan cara pemanasan. Santan merupakan suatu sistem emulsi minyak dalam air, dan sistem emulsi kedua cairan tersebut tidak saling melarutkan (Sembiring, 1990). Pada dasarnya emulsi santan tidak stabil karena jika dibiarkan beberapa saat maka terjadi pemisahan antara fase dispersi dan medium dispersi. Terutama bila dikenai pemanasan pada suhu diatas 800C maka santan akan terkoagulasi/ tergumpal (Sembiring, 1990).

Dalam pengolahan makanan tradisional sifat emulsi santan sering dimanfaatkan untuk mendapatkan endapan minyak/lemak beserta zat ikutan lain guna pembuatan minyak goreng kelapa dan makanan kethak. Namun dalam pembuatan/pengolahan makanan berkuah (makanan sayur) kondisi koagulasi dari santan sebagai campuran kuah, harus dihindari karena akan mengurangi cita rasa pada makanan tersebut. Titik optimal koagulasi pada pemanasan santan adalah titik waktu pemanasan dimana santan mengalami koagulasi terhadap senyawa protein, lemak dan senyawa lainnya yang terkandung secara maksimal dan jenuh. Penentuan titik optimal koagulasi santan terkait dengan lama waktu pemanasan menjadi penting agar bahan santan tidak over warmed(tidak mengalami panas berlebih) sehingga nilai gizi tidak menurun drastis, citarasa dapat dipertahankan, minyak kelapa dan blondo dapat diperoleh pada jumlah maksimal, serta bahan bakar untuk

Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 1, No. 1, November 2009

10

pemasak-an makanan (bersantan) dapat dihemat semaksimal mungkin. Pengukuran titik optimal koagulasi santan bisa dilakukan dengan pendekatan pengukuran endapan (cake) dan filtrat (cairan) santan yang terbentuk melalui metode separasi mekanis filtrasi. Pemisahan/ separasi mekanis menurut berbagai sumber dapat dikelompokkan menjadi: filtrasi, sedimentasi, sortasi, sentrifugasi, dan expressi. Menurut Tyoso (1988), filtrasi adalah pemisahan partikel padat dari cairan dengan cara mengalirkan campuran melalui pori-pori yang cukup halus sehingga mampu menahan partikel-partikel padat namun dapat meloloskan cairan yang ada. Prinsip filtrasi salah satunya adalah menahan partikel yang tersuspensi dalam cairan oleh celah saringan dan membentuk ampas saringan (filter cake). Salah satu metode filtrasi yang bisa digunakan untuk pendekatan pengukuran fenomena koagulasi santan adalah metode filtrasi Charm. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui waktu optimal yang dibutuhkan oleh santan agar koagulasi secara maksimal pada suhu konstan 1000C, melalui pendekatan pengukuran nilai kekentalan santan, melalui pendekatan metode filtrasi Charm (pengukuran volume cake dan volume filtrat santan selama proses menuju koagulasi).

bersuhu 1000C untuk jangka waktu pemanasan 1 jam, 2 jam, dan 3 jam. Setelah sampel mengalami perlakuan pemanasan, maka semua sampel diukur nilai viskositas dan warnanya menggunakan metode pengukuran warna digital (Papadakis et al., 2000). Untuk mengetahui dampak pemanasan 1000C terhadap koagulasi santan dalam periode waktu pemanasan (0 jam, 1 jam, 2 jam, dan 3 jam) digunakan pengukuran dengan menggunakan metode filtrasi Charm. Menurut Charm (1971), dalam proses filtrasi terjadi fenomena aliran sebagai berikut : Kecepatan filtrasi =

Kekua tan dorong Hamba tan

= (P. A) / R Dari proses filtrasi dengan metode Charm dapat di ukur volume padatan (cake) hasil koagulasi,dan filtrat santan pasca koagulasi.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Warna
Warna santan berdasarkan pengukuran warna melalui metode pengukuran warna standar internasional (model warna L*a*b*), didapatkan hasil yang tersajikan pada Tabel 1.

2. Metode Penelitian Bahan penelitian yang digunakan antara lain: santan kelapa kemasan (Cocos nucifera) merek Sun Kara, digunakannya santan kelapa buatan pabrik untuk penelitian ini adalah karena santan berasal dari pabrik memiliki karakteristik yang standar/stabil pada setiap unit kemasannya sehingga memudahkan dalam pengendalian variabel kontrol Alat yang dipergunakan antara lain: waterbath, viscometer/ alat pengukur viskositas, Alat ukur volume/ gelas ukur, dan pressure filter. Prosedur penelitian antara lain: dibuat empat variasi sampel dengan tiga kali ulangan, yaitu variasi lama waktu pemanasan santan: 0 jam, 1 jam, 2 jam, dan 3 jam. Setiap sampel santan dipanasi dalam pemanas

Tabel 1. Data hasil pengukuran warna santan melalui model L*a*b*

Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 1, No. 1, November 2009

11

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa santan tanpa perlakuan pemanasan (kontrol = 0 jam) memiliki kualitas kecerahan warna (lightness) yang mendekati putih dengan skor 92,7. Sedangkan secara umum santan yang mengalami perlakuan pemanasan (1 jam, 2 jam, dan 3 jam) memiliki tingkat kecerahan (lightness) yang lebih rendah berkisar pada skor 71-76. Hal tersebut menunjukkan proses pemanasan merusak warna dari komponen didalam santan yang diyakini sebagai warna protein, dimana panas akan mendenaturasi secara sebagian atau keseluruhan protein yang ditandai dengan perubahan warna protein menjadi lebih gelap. Santan sebenarnya merupakan emulsi Oil in Water (O/W) dimana ikatan pengemulsi sangat ditentukan oleh rantai peptida protein pada sistem emulsi tersebut, menurut Yulianto dkk. (2007) jika ikatan peptida protein pecah maka sistem emulsi oil in water juga akan pecah. Diyakini warna santan juga sangat dipengaruhi oleh keberadaan protein sebagai zat pengemulsi pada santan. Hal tersebut diperkuat Baswardojo (2005) yang menyatakan jika santan dipanasi secara terus menerus maka akan dihasilkan blondo yang merupakan gumpalan protein berwarna hitam yang mengandung minyak kelapa. Sedangkan menurut Tambun (2006) warna coklat/gelap pada santan atau minyak kelapa adalah reaksi browning. Warna ini merupakan hasil reaksi dari senyawa karbonil (berasal dari pemecahan peroksida) dengan asam amino dari protein, dan terjadi terutama pada suhu tinggi. Semakin lama proses pemanasan santan, maka semakin gelap warna dari santan tersebut (Tabel 1) yang ditunjukkan dengan nilai L* yang semakin rendah pada santan yang dipanasi selama waktu 3 jam (L* = 71,3). Penurunan nilai L* yang lebih drastis pada santan yang dipanasi 1000C selama 3 jam (L*=71,3) dibanding santan yang dipanasi 1 jam dan 2 jam (L*=74 dan 75,7) diduga dikarenakan sistem emulsi santan telah pecah secara hampir keseluruhan sehingga tidak ada lagi sistem emulsi yang melindungi protein dari kontak langsung dengan panas. Dari Tabel 1 secara tersirat dapat digunakan sebagai indikator untuk pemasakan sayur, bahwa pemasakan sayur yang mengandung santan dianjurkan untuk

tidak lebih dari 2 jam karena warna akan menjadi sangat rusak yang berarti emulsi dan protein yang terkandung juga diyakini sudah rusak. Warna santan yang mengalami pemanasan diketahui lebih condong ke arah merah jika dilihat dari indikator elemen warna a*, dimana nilai a* santan kontrol memiliki skor -7 sedangkan santan yang mengalami pemanasan nilai a*nya berkisar skor -5 sampai -2. Berdasarkan identifikasi nilai b* pada pengukuran warna (Tabel 1.) diketahui santan yang mengalami perlakuan pemanasan (1 jam, 2 jam, dan 3 jam) memiliki kecondongan warna ke arah warna kuning secara lebih kuat dibandingkan warna santan kontrol. Dari hasil pengukuran warna santan, tampak sekali bahwa pemanasan sangat mempengaruhi perubahan karakteristik protein yang terkandung dalam santan. Santan sebagaimana minyak kelapa memiliki zat warna alamiah yaitu karoten yang merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi. Karoten memberikan efek warna kuning pada santan atau minyak (Tambun, 2006).

3.2. Viskositas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa santan yang mengalami perlakuan pemanasan 1000C dengan variasi lama waktu pemanasan yang berbeda beda menghasilkan nilai kekentalan santan yang berbeda pula (data lengkap pada lampiran). Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 1) diketahui santan yang tidak mengalami perlakuan pemanasan (santan kontrol = 0 jam) memiliki nilai kekentalan/viskositas sebesar 0,25 N.s/m2, sedangkan santan yang mengalami perlakukan pemanasan selama 1 jam memiliki nilai kekentalan sebesar 0,79 N.s/m2, sedangkan santan pemanasan 2 jam nilai kekentalannya 0,8 N.s/m2 serta santan pemanasan 3 jam nilai kekentalannya 0,56 N.s/m2. Dari Gambar 1. dapat diketahui bahwa santan yang dikenai perlakuan pemanasan 1000C selama 1 jam dan 2 jam memiliki nilai viskositas/kekentalan yang lebih tinggi dibandingkan santan yang tanpa

Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 1, No. 1, November 2009

12

pemanasan (kontrol=0 jam) serta santan yang dikenai pemanasan 1000C selama 3 jam. Kondisi tersebut diduga terjadi sebagai efek koagulasi padatan santan yang telah mencapai kondisi puncak. Selama proses pemanasan berlangsung diduga sistem emulsi santan mulai rusak, dimana setelah 1 jam pemanasan, koagulasi padatan santan mulai meningkat tajam dan mencapai puncaknya pada waktu 2 jam pemanasan. Kondisi tersebut ditandai dengan tingginya tingkat kekentalan atau nilai viskositas santan 90,8 N.s/m2).
0,90 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 0 1 2 3

(kontrol), 1 jam, 2 jam, 3 jam dilakukan proses filtrasi dengan menggunakan metode teknik filtrasi yang dikembangkan oleh Charm (1971). Salah satu parameter teknik filtrasi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik santan pasca perlakuan pemanasan adalah Volume filtrat total (Vout). Vout yaitu volume total filtrat (cairan yang lolos saring) yang dihasilkan selama proses filtrasi santan. Data penelitian dari Vout untuk setiap santan dengan perlakuan lama waktu pemanasan yang berbeda disajikan pada Gambar 2.

Kekentalan (N.s/m2)

Kekentalan Santan

Lama pemanasan santan pada suhu 100'C (jam)

Gambar 1. Grafik nilai kekentalan santan pasca pemanasan 1000C. Pasca pemanasan selama 2 jam, santan apabila terus dipanasi maka nilai viskositasnya menjadi menurun sebagai akibat koagulasi telah mencapai titik jenuh, fase cair dan fase padatan menjadi nyata terpisah, serta timbulnya reaksi degradasi senyawa-senyawa penyusun padatan akibat panas berlebih. Reaksi degradasi tersebut antara lain seperti: terjadinya reaksi browning (pencoklatan) yaitu reaksi antara senyawa karbonil (berasal dari pemecahan peroksida) dengan asam amino dari protein, reaksi degradasi lemak rantai menengah (MCT = medium chain triglycerides) menjadi senyawa asam lemak bebas, serta reaksi degradasi protein menjadi senyawa peptida sederhana (Tambun, 2006; DeMan, 1999). Oleh karena itu santan yang dipanasi 1000C selama 3 jam tingkat kekentalannya menjadi menurun (0,56 N.s/m2). Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa Vout yang dihasilkan dari santan dengan lama perlakuan pemanasan pendek (0 jam dan 1 jam) jumlah filtratnya tidak terlalu banyak. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin lama santan dikenai perlakuan pemanasan (1000C) maka volume filtrat yang dihasilkan dari proses filtrasi santan akan semakin besar pula. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa perlakuan pemanasan memang menyebabkan sistem emulsi santan menjadi rusak dimana fase cair dan fase padatan santan secara berkesinambungan akan terbentuk/terpisah. Dapat diidentifikasi bahwa filtrat yang dihasilkan dari proses filtrasi santan sebenarnya adalah sebagian fase cair santan yang mampu lolos membran saring. Pengaruh lama perlakuan waktu pemanasan santan yaitu 0 jam, 1 jam, 2 jam, dan 3 jam, terhadap volume cake (volume padatan) santan yang terbentuk disajikan pada Tabel 2.

3.3. Filtrasi Santan Pasca Pemanasan 1000C (koagulasi)


Untuk mengetahui karakteristik koagulasi santan akibat pengaruh perlakuan lama pemanasan 1000C untuk waktu 0 jam

Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 1, No. 1, November 2009

13

Setelah dilakukan analisa ANOVA untuk mengetahui kebenaran pengaruh perlakuan lama waktu pemanasan yang berbeda terhadap jumlah volume cake yang terbentuk didalam santan. Disimpulkan bahwa secara statistik bahwa dugaan tersebut benar dengan nilai signifikansinya sebesar 0,0000007 (Tabel tidak ditampilkan).

menyebabkan viskositas santan mencapai titik tertinggi yaitu 0,8 N.s/m2. Perlakuan pemanasan santan selama waktu mencapai 2 jam juga menghasilkan volume filtrat total (Vout) yang maksimal pada kondisi waktu paling cepat dicapai (192,7 mL). Dari data-data diatas disimpulkan bahwa titik waktu optimal koagulasi santan diperoleh pada waktu perlakuan pemanasan santan 2 jam. Untuk pemasakan makanan berkuah diyakini harus menghindari pemanasan santan lebih dari 1 jam pada suhu 1000C, karena walaupun belum terkoagulasi secara maksimal tetapi pemanasan 1 jam telah menyebabkan koagulasi santan yang tinggi dengan ditandai viskositas yang tinggi (0,78 N.s/m2). 5. Ucapan Terimakasih Diucapkan terimakasih kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional atas dukungan dana penelitian melalui : DIPA PNBP FT Universitas Negeri Semarang No: 01610/023-04.0/XIII/2008, tanggal 31 Desember 2007, sesuai dengan Surat Tugas Dekan FT Universitas Negeri Semarang Nomor: 975/H37.1.5/PP/2008.

4. Kesimpulan Titik optimal koagulasi santan (selama pemasakan) dapat ditinjau dari dua dimensi parameter, yaitu titik suhu optimal agar santan terkoagulasi maksimal dan titik waktu optimal pemasakan agar santan terkoagulasi secara maksimal. Pada penelitian ini hanya diteliti dan dicari titik waktu optimal pemasakan dimana santan terkoagulasi secara maksimal, karena biasanya pemasakan makanan dilakukan pada suhu pemasakan konstan Berdasarkan hasil penelitian dan analisa, perlakuan pemanasan terhadap santan pada suhu 1000C dengan lama waktu pemanasan berbeda (kontrol = 0 jam, 1 jam, 2 jam, dan 3 jam) akan menyebabkan terjadinya perubahan karakteristik santan. perlakuan pemanasan terhadap santan pada suhu 1000C dengan lama waktu pemanasan berbeda (kontrol = 0 jam, 1 jam, 2 jam, dan 3 jam) akan menyebabkan terjadinya perubahan karakteristik santan. Pada aspek warna, warna santan akan menjadi lebih gelap seiring perlakuan pemanasan santan pada suhu 1000C berjalan lebih lama. Nilai lightness (L) santan kontrol (pemanasan 0 jam) berkisar 92,7 sedangkan santan yang mengalami perlakuan pemanasan nilai lightnessnya berkisar 75 sampai 71. Kondisi nilai viskositas santan selama perlakuan pemanasan 1000C dari jam ke-0 sampai jam ke-3 membentuk kurva parabola, dimana diketahui pemanasan selama waktu 2 jam

6. Daftar Pustaka Baswardojo D. 2005. Seluk Beluk Pembuatan Minyak Kelapa & VICO. INDO COCO. Jakarta. Charm S.E. 1971. Fundamental of Food Engineering. 2nd Edition. AVI Publ. Co. Westport. Conecticut. USA.

Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 1, No. 1, November 2009

14

DeMan J.M. 1999. Priciples of Food Chemistry. Aspen Publ. Maryland. USA. Papadakis S.E., Abdul-Malek S., Kamdem R.E., and Kit L.Y. 2000. A Versatile and Inexpensive Technique for Measuring Color of Foods. FoodTech Vol. 54. No.12 : 48-51. Sembiring D. 1990. Pengaruh Penambahan Kuning Telur Terhadap Stabilitas Emulsi Santan. Jurusan TPHP. Fakultas Tek. Pertanian. UGM. Yogyakarta.Tambun R. 2006. Buku Ajar Teknologi Oleokimia. Departemen Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Sumatra Utara. Medan. Tyoso B.W. 1988. Satuan Operasi II (Bahan Pengajaran). PAU-UGM. Yogyakarta. Yulianto A., Gomulya W., Liherlinah M., Ginanjar. 2007. Pengukuran Berat Molekul VCO (Virgin Coconut Oil) Dengan Metode Light Scattering. 102 FM. Fisikawan Muda ITB. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai