Anda di halaman 1dari 25

SLOPE MASS RATING UNTUK ANALISIS KESTABILAN LERENG BATUAN DI JALUR BUKIT TUWI DAN JALUR LEMBAH ANAI

KOTA PADANG PANJANG PROVINSI SUMATERA BARAT Abdul Aziz Permana1), Dr. Ir. Subagyo Pramumijoyo, DEA.2), Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D. 3)
ABSTRACT Lembah Anai pathway is the main route linking Padang city and Bukittinggi through Padang Panjang, and also the provincial road that connects the Province of West Sumatra and North Sumatra Province. Bukit Tuwi pathway is an alternative path that connects among villages in Padang Panjang city. The threat of falling rocks was being a major problem for road users in the two-lane highway. Lithological study area consists of limestone, granite intrusion, and volcanic materials eruption of lava flows from Mt. Singgalang and Mt. Tandikat. Geomechanic analysis in Bukit Tuwi pathway shown that rock mass rating values are between 47 to 56, and Anai Valley line between 42 to 53. Slope mass rating class shown range values between class III (medium quality) to class II (good quality). According to Hall (1985), the values of slope mass rating of Bukit Tuwi pathway are between class III (normal quality) to class II (good quality), and on Lembah Anai pathway values are in class III (normal quality). Factors affecting the process of rockfall on the pathways due to the slope angle are much greater than SMR, which rock strength rating, fracture presence, the condition of fracture, and groundwater conditions are not able to maintain stability on the steep slope angle and also by mining activities the local miners. SARI Jalur Lembah Anai merupakan jalur utama yang menghubungkan Kota Padang dan Bukittinggi melalui Kota Padang Panjang, serta juga merupakan jalan provinsi yang menghubungkan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Sumatera Utara. Jalur Bukit Tuwi merupakan jalur alternatif yang menghubungkan antar jorong di Kota Padang Panjang. Ancaman berupa jatuhan batuan menjadi permasalahan utama bagi para pengguna jalan di ke dua jalur jalan raya tersebut. Litologi daerah penelitian terdiri atas batugamping, intrusi granit, dan material erupsi volkanik berupa aliran lava dari Gunung Singgalang dan Gunung Tandikat. Analisis geomekanik pada jalur Bukit Tuwi memberikan nilai bobot massa batuan antara 47 sampai 56, dan jalur Lembah Anai antara 42 sampai 53. Kelas pembobotan massa lereng berada pada kelas III (kualitas sedang) hingga kelas II (kualitas baik). Menurut Hall (1985), nilai bobot massa lereng pada jalur Bukit Tuwi berada pada kelas III (kualitas normal) hingga kelas II (kualitas baik), dan pada jalur Lembah Anai memiliki kelas III (kualitas normal). Faktor yang mempengaruhi terjadinya proses jatuhan batuan pada jalur tersebut disebabkan karena sudut lereng jauh lebih besar dari bobot SMR, dimana tingkat kekuatan batuan, peresensi rekahan, kondisi rekahan, dan kondisi air tanah tidak mampu mempertahankan kestabilan pada sudut lereng yang terjal dan juga oleh aktivitas penambangan masyarakat setempat.

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Zona jalan raya di sepanjang jalur Bukit Tuwi dan jalur Lembah Anai berada pada zona wilayah dengan kelerengan yang curam, hal ini semakin diperparah oleh

adanya aktivitas penduduk lokal yang menambang batugamping pada tebingtebing terjal pada titik-titik yang berbatasan dengan tepi jalan raya tanpa mengindahkan prosedur keselamatan yang berlaku, sehingga dapat mengurangi stabilitas lereng

1)

Mahasiswa peneliti 2)Dosen Pembimbing 2 3)Dosen Pembimbing 1

serta meningkatkan intensitas gerakan massa berupa jatuhan batuan. Karakteristik lahan yang bersifat heterogen, seperti kemiringan lereng, jenis batuan, kondisi batuan, hidrologi, ketebalan tanah, intensitas kendaraan, iklim, intensitas jatuhan batuan, volume longsoran, ukuran blok jatuhan batuan, dan penggunaan lahan akan mempengaruhi perbedaan tingkat bahaya longsor di setiap daerah. Sehingga diperlukan analisis mendalam mengenai kondisi kestabilan lereng berdasarkan faktor-faktor baik yang dipicu oleh manusia maupun alam. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mengevaluasi kualitas massa batuan dan analisis geologi teknik di sepanjang lereng jalur Bukit Tuwi dan jalur Lembah Anai, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu: Memperkirakan potensi gerakan jatuan batuan yang dikontrol oleh kualitas massa batuan pada tebing di jalur Bukit Tuwi dan jalur Lembah Anai, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Mengetahui faktor-faktor geologi yang berperan penting terhadap kestabilan lereng. Memahami kaitan antara hubungan rock mass rating dan slope mass rating dalam mengevaluasi kestabilan lereng batuan. Memberikan rekomendasi yang tepat dalam rangka meminimalisir bencana gerakan jatuhan batuan di sepanjang tebing jalur Lembah Anai dan Bukit Tuwi. METODE PENELITIAN Rock Mass Rating (RMR) adalah

pembobotan massa batuan berdasarkan parameter berupa kuat tekan batuan, rock quality designation, spasi kekar, kondisi kekar, dan kondisi air tanah. Dalam ilmu mekanika batuan, perbandingan antara beban normal dengan luas permukaan disebut dengan kuat tekan batuan. Karyono (2004) menjelaskan bahwa kuat tekan, kuat tarik, kuat geser, kohesi, dan sudut geser dalam merupakan sifat mekanik batuan yang juga mempengaruhi kemantapan lereng. Bobot isi batuan akan mempengaruhi besarnya beban pada permukaan bidang longsor. Sehingga semakin besar bobot isi batuan, maka gaya penggerak yang menyebabkan lereng longsor akan semakin besar. Dengan demikian, kemantapan lereng tersebut semakin berkurang. Analisis terhadap aspek kekuatan batuan, baik berupa mekanika batuan maupun geomekanika batuan, diperlukan sebuah klasifikasi geomekanik, maka dikenal istilah Rock Quality Designation (RQD), yaitu suatu penandaan atau penilaian kualitas batuan berdasarkan kerapatan kekar. Nilai RQD dapat dihitung berdasarkan perkiraan jumlah kekar per meter kubik (m3) pada satu tubuh batuan (J V). Palmstrom (1982, 1985, 1986) merumuskan dengan persamaan: RQD = 115 3,3.J V Rekahan-rekahan pada suatu tubuh batuan memiliki jarak antar satu bidang dengan bidang yang lainnya, hal ini dikenal dengan istilah spasi rekahan. yang meliputi, kekar, shear zones, sesar minor, dan bidang lemah lainnya yang tersingkap di permukaan batuan.

Pembobotan nilai pada kondisi suatu rekahan didasarkan kenampakan di lapangan yang mencakup estimasi panjang rekahan atau kemenerusan rekahan yang tersingkap pada permukaan batuan, lebar renggangan atau apertur, tingkat kekasaran, pengisian rekahan, dan tingkat pelapukan batuan. Pengamatan terhadap kondisi air tanah dilakukan berdasarkan keadaan umum, yaitu ada tidaknya rembesan air yang tampak pada permukaan singkapan batuan pada lereng tersebut. Slope Mass Rating (SMR) adalah penerapan nilai RMR untuk memperkirakan sudut kemiringan lereng pengelupasan. Dalam memperhitungkan nilai stabilitas suatu lereng, maka diperlukan penilaian terhadap parameter orientasi rekahan. Orientasi rekahan dimaksudkan pada kondisi bidang jurus dan perlapisan pada batuan tersebut. Pada kondisi batuan yang tidak memiliki arah jurus dan perlapisan, dapat dimasukkan kedalam penilaian irrespective of strike. Maka, sebelum menentukan penilaian stabilitas lereng terhadap infrastruktur yang telah akan dibangun, penting untuk dipahami bagaimana orientasi dari jurus dan bidang perlapisan batuan. Pengaruh dari orientasi rekahan akan menjadi pertimbangan terhadap sumbu jalan raya ataupun arah dari terowongan yang akan dibangun. Hall (1985, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996) memberikan persamaan SMR sebagai berikut: SMR = 0,65RMR + 25 Orr, (1992, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996) memberikan persamaan

SMR sebagai berikut: SMR = 35 ln RMR 71 Laubscher (1975, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996) membahas hubungan RMR dan SMR sebagai berikut: Tabel 2.8. Nilai Sudut Lereng berdasarkan Bobot Massa Batuan (Laubscher, 1975) Sudut Lereng Nilai RMR yang Disarankan (SMR) 81 100 75o 61 80 65o 41 60 55o 21 40 45o 0 20 35o Pengamatan yang dilakukan selama penelitian mencakup kegiatan pengamatan singkapan secara langsung di lapangan, dan juga melakukan uji sampel batuan di laboratorium. Secara garis besar, alur penelitian dilakukan sebagai berikut: Tahap perumusan masalah: merumuskan permasalahan, menentukan tema penelitian. Tahap persiapan: melakukan studi pustaka, melakukan survei awal di daerah penelitian baik langsung maupun tidak langsung, mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan, membuat rencana kerja lapangan, merumuskan hipotesis. Tahap pengumpulan data: pengumpulan data sekunder berupa data geologi regional daerah penelitian (fisiografi regional, stratigrafi regional, dan struktur geologi regional), data citra satelit yang berupa citra landsat. Pengumpulan data primer berupa pemetaan morfo-tektonik,

yaitu pengambilan data kondisi geomorfologi, geologi, dan geologi lingkungan, pengambilan data struktur geologi berupa perlapisan, sesar, pengukuran kekar. Tahap analisa data: melakukan analisa geologi regional & menghubungkannya dengan struktur geologi daerah penelitian, melakukan analisa lineament (kelurusan) dengan menggunakan citra satelit dan peta digital elevation model (dem), membuat peta rock mass rating dan peta slope mass rating. Tahap penyelesaian: melakukan interpretasi dan menguji hipotesis, menarik kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian, membuat laporan hasil penelitian.

menerus akibat adanya pengaruh struktur geologi berupa bidang perlapisan, kekar, dan sesar. Semakin tinggi intensitas bidang-bidang diskontinuitas (kekar dan bidang perlapisan batuan), diperkirakan mengakibatkan nilai RMR dan SMR semakin rendah, sehingga makin buruk kualitas batuan makan semakin rendah tingkat kestabilan lereng batuan. Akibatnya kereng batuan tersebut berpotensi mengalami gerakan massa. KONDISI GEOLOGI REGIONAL Geomorfologi Panjang pulau Sumatera sekitar 1700 km dengan lebar sekitar 200 km di utara dan 350 km di selatan. Proses mengangkat dari pulau Sumatera ditunjukkan oleh pegunungan Bukit Barisan dengan barat laut-tenggara menempati sepanjang sisi barat pulau. Bemmelen (1949) telah membagi fisiografi Sumatera Utara menjadi 3 (tiga) unit fisiografi, yang memiliki pola distribusi yang hampir seragam dan sejajar dengan arah memanjang dari Pulau Sumatera. Ketiga satuan fisiografi adalah sebagai berikut: Fisiografi dataran rendah kawasan dataran rendah terletak di sisi timur Sumatera Utara dan sebagian kecil yang terletak berdekatan di sebelah barat, daerah ini umumnya terbentuk oleh sedimen Tersier dan Kuarter. Fisiografi Graben, area yang mencakup seperti Kotanopan, Sidikalang, Tarutung, Padang Sidempuan, Panyabungan, dll daerah ini membentuk jalan sempit dan memanjang dari Utara ke Selatan. daerah Graben dibatasi oleh 2 (dua) sesar dan

Dari kajian di atas, maka dapat dihasilkan beberapa hipotesa, yaitu: 1. Berdasarkan tinjauan pustaka dan kondisi geologi regional Padang, Provinsi Sumatera Barat, dapat diperkirakan kualitas massa batuan di lokasi penelitian terutama pada jalur sesar adalah kurang stabil. Hal ini diperkuat dengan sejarah kejadian longsor, terutama pada zona patahan tersebut. 2. Faktor geologi yang diduga penting dalam mengontrol kondisi kestabilan lereng adalah topografi lereng, struktur geologi yang berupa sesar dan kekar yang tersingkap pada permukaan batuan, serta bidang perlapisan batuan yang mengarah ke luar lereng. 3. Nilai RMR dan SMR di wilayah Lembah Anai dan Bukit Tuwi sangat dikontrol oleh intensitas bidang-bidang tidak

batuan yang merupakan hasil dari aktivitas gunung berapi, yang sebagian besar terdiri dari tuf. Bukit Barisan, wilayah fisiografi dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu timur Bukit Barisan yang membentang dari Aceh, Kabanjahe, Parapat, dan Sumatera Selatan, sedangkan Bukit Barisan barat melalui daerah sekitar Tapaktuan, Barus, Sibolga, ke Lampung. Bukit Barisan daerah dipisahkan berdasarkan wilayah graben, kadang-kadang menghentikan. Bukit Barisan terdiri dari batuan metamorfik, volkanik dan sedimen yang di umur.relatif tua.

Stratigrafi Stratigrafi regional daerah penelitian termasuk dalam lembar Padang dan yang berada dalam jalur pegunungan Bukit Barisan. Di daerah ini telah ada beberapa kali tahap berasosiasi dengan proses dan pengendapan sedimen berulang kali, berikut dengan urutan stratigrafi paling tua adalah sebagai berikut: a. Batugamping Perem Batugamping pejal berongga berwarna putih, kelabu, dan kemerahan, mengdandung sispan sisipan tipis batusabak, filit, serpih terkersikkan, dan kuarsit. Pada umumnya membentuk topografi kasar berpunggung tajam. Batugamping Danau Singkarak mengandung Neoschwagerina aff, N. Straticulifera (Schwager), Verbeekina sp., yang menunjukkan umur Perem Tengah bagian atas (Donald A. Myers, 1971). Dapat dikorelasikan dengan Anggota Batugamping Formasi Kuantan di Lembar Solok.

b. Batuan Granitik Miosen Stok, berkomposisi antara granit dan diorite kuarsa. Contoh dari stok yang besar disebelah timur Kayutanam dan sebelah selatan Padang Panjang adalah granit (kuarsa +mikropertit mikrolin + Plagioklas An530 + sedikit biotit), sdangkan contoh dari bagian utara stok adalah diorite kuarsa (Plagioklas An 2835 + kuarsa + mikrolin klorit skunder dan epidot). Kaolinisasi dan serisitisasi pada plagioklas, adanya epidot serta klorit dan singkapan yang terkersikkan dan terpiritkan, menunjukkan adanya ubahan hidrotermal yang berarti pada stok tersebut. Berbeda dengan stok yang menduduki Bukit Karang, disini didapatkan diorite kuarsa yang tidak terubah dengan komposisi plagioklas An2058, kuarsa, hornblende, dan biotit. Stok-stok granit ini sementara ditentukan berumur Tersier. c. Andesit Gunung Singgalang dan Gunung Tandikat Hasil-hasil dari Singgalang dan Tandikat dianggap pertengahan dalam umur Andesit Gunung Marapi dan Andesit dari Kaldera Gunung Maninjau, karena Tandikat tercatat erupsinya pada masa sejarah, tai sekarang tidak menunjukkan kegiatan fumarola, bukti lapangan tidak didapat. d. Andesit Gunung Marapi Hasil-hasil dari Gunung Marapi dianggap yang termuda, karena Gunung Marapi mempunyai kegiatan pada masa sejarah dan mempunyai fumarolafumarola yang giat, juga tuf lapili Marapi menutupi tuf (Qpt) sebelah utara Baso, ini menunjukkan setidaknya

beberapa hasil gunungapi Marapi lebih muda daripada tuf batuapung. Struktur Geologi Proses tektonik pada wilayah Sumatera berasosiasi dengan gaya endogen yang turut menghasilkan struktur-struktur geologi pada batuar kuarter dengan skala regional. Pola struktur geologi ini juga merupakan jalur sesar di sepanjang pegunungan Bukit Barisan. Patahan di Bukit Barisan masih aktif hingga saat ini. Kondisi kestabilan lereng pada formasiformasi batuan di atas sangat dikontrol oleh kehadiran struktur geologi yang intensif. Struktur geologi tersebut dapat berupa bidang-bidang diskontinuitas yang mengakibatkan pengurangan kekuatan geser batuan, sehingga pada akhirnya dapat mengakibatkan gerakan massa berupa jatuhan batuan. KONDISI GEOLOGI PENELITIAN DAERAH

bentang alam perbukitan struktural berlereng curam hingga sangat curam, dengan kemiringan lereng antara 40o80o. Stratigrafi Daerah Penelitian Pembagian satuan unit stratigrafi di jalur penelitian mengacu pada data-data geologi regional dan dijabarkan dalam skala yang lebih detil. Sehingga, strata litologi yang tesingkap di sepanjang jalur penelitian dapat dibagi menjadi sembilan satuan, yaitu satuan batugamping, satuan intrusi granit, satuan aliran lava Singgalang 1, satuan aliran lava Singgalang 2, satuan aliran lava Tandikat 1, satuan aliran lava Tandikat 2, satuan intrusi andesit, satuan aliran lahar Tandikat, dan yang paling muda terusun oleh satuan aliran lahar Marapi. Geologi Teknik Daerah Penelitian Pada sepanjang jalur penelitian dapat dijumpai material-material lapukan yang tersingkap baik di kaki lereng maupun di lembah sungai. Pada umumnya endapan material lapukan tersebut merupakan hasil dari proses erosi pada lereng batuan, sehingga mengurangi kekuatan batuannya, dan menghasilkan endapan koluvium di kaki lereng jalur penelitian. Berdasarkan aspek geologi teknik, maka zona pelapukan pada jalur penelitian di bagi menjadi tujuh satuan endapan koluvium, yaitu satuan endapan koluvial (pelapukan batugamping), satuan endapan koluvial (pelapukan granit), satuan endapan koluvial Tandikat 2, satuan endapan koluvial Tandikat 1, satuan endapan koluvial Singgalang 2, satuan endapan koluvial Singgalang 1, satuan endapan koluvial (pelapukan andesit).

Geomorfologi Daerah Penelitian Bentang alam yang membentuk topografi di sepanjang jalur penelitian terjadi akibat adanya pengaruh oleh prosesproses geologi pada masa lampau, baik proses eksogenik maupun endogenik. Proses tersebut dapat terjadi melalui beberapa fase kejadian akibat adanya pergerakan tektonik lempeng. Aktivitas vulkanisme dari Gunung Singgalang dan Tandikat pada massa lampau memberikan manifestasi bentukan morfologi berupa bentang alam vulkanik. Lereng di sepanjang Jalur Lembah Anai merpakan bagian dari bentang alam vulkanik dengan kemiringan 35o80o. Jalur Bukit Tuwi dapat diklasifikasikan sebagai

Struktur Geologi Daerah Penelitian Wilayah penelitian merupakan bagian dari zona sesar Sumatera dan membentuk deretan pegunungan bukit barisan yang memanjang dari Nangroe Aceh Darussalam, di Sumatera bagian utara, hingga Bandar Lampung, di Sumatera bagian Selatan. Pada wilayah Sumatera Barat, sesar besar Sumatera ini lebih dikenal oleh penduduk setempat dengan sebutan Sesar Semangko, yang membujur dari dari Bukittinggi hingga Danau Singkarak. Struktur Sesar Pada Jalur Lembah Anai diidentifikasi adanya dua sesar, yaitu sesar turun dan sesar geser sinistral, sedangkan pada Jalur Bukit Tuwi diidentifikasi adanya sesar geser dextral yang merupakan bagian dari Sesar Semangko dengan orientasi barat laut tenggara. Struktur Kekar Kekar-kekar terlihat cukup baik pada beberapa singkapan batuan di lapangan, baik batu andesit, batu granit, namun pada permukaan singkapan batuan yang tertutup oleh endapan koluvial, tidak dapat dijumpai adanya struktur kekar. Kekar pada batugamping berlapis dijumpai dengan spasi rekahan sedang (20 60 cm), dengan apertur bervariasi, mulai 15 mm hingga > 5 mm. Kondisi batuan yang tersingkap pada lokasi penambangan umumnya masih segar, namun banyak juga dijumpai singkapan batuan yang telah lapuk, dengan permukaan yang kasar. Rekahan pada batugamping ini dapat dijumpai gouge berupa material kalsit. Kekar tiang yang intensif dijumpai pada intrusi andesit menunjukkan bahwa batuan

tersebut telah mengalami fase tektonik yang sangat kuat. Kekar-kekar tersebut tersingkap dengan spasi rekahan sedang (2060cm), dengan apertur atau regangan sebesar < 1 mm hingga 15 mm. Kondisi batuan agak lapuk, permukaan yang cukup kasar. Kekar tarik pada batuan andesit dan granit sebagian dapat tersingkap cukup jelas, dengan spasi rekahan yang relatif sempit, 6 20 cm, dengan apertur < 1 mm. kondisi batuan pada umumnya agak lapuk, jarang dijumpai batuan yang segar. Beberapa singkapan rekahan berupa struktur kekar gerus dan kekar tarik cukup sulit untuk dilakukan pengukuran pada bidang rekahan akibat posisi singkapan batuan yang tidak dapat dijangkau oleh peneliti. Struktur Perlapisan Jalur Bukit Tuwi secara keseluruhan tersusun oleh litologi berupa batugamping berlapis, pengamatan secara langsung di lapangan menunjukkan adanya batugamping telah mengalami metamorfisme pada sebagian singkapan di permukaan batuan. Diperkirakan metamorfisme tersebut terjadi akibat adanya kontak dengan batuan terobosan berupa intrusi granit. Proses gaya endogen yang terjadi berupa pergerakan lempeng tektonik ikut mempengaruhi proses pengangkatan pada singkapan batuan tersebut mempengaruhi tingkat kemiringan batuan yang sangat curam, dengan orientasi relatif menghadap ke arah utara dan timur laut. Bidang perlapisan tersingkap dengan baik pada batugamping yang masih segar maupun yang agak lapuk dengan ketebalan perlapisan sekitar 2030 cm.

Curah Hujan Sebagaimana dengan wilayah di Indonesia pada umumnya, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis dengan tingkat curah hujan yang tinggi. Mengacu pada peta curah hujan di Pulau Sumatera, bila dikomparasikan dengan wilayah pesisir Sumatera bagian timur, maka curah hujan pada wilayah pesisir Sumatera bagian barat, mulai dari wilayah Aceh hingga Bengkulu, cenderung memiliki tingkat frekuensi yang lebih tinggi, yaitu sekitar 30004000 mm/tahun. Bahkan di beberapa titik, dapat dijumpai wilayah dengan curah hujan yang sangat tinggi, yaitu > 5000 mm/tahun. Implikasi dari frekuensi curah hujan yang tinggi akan mempercepat tingkat pelapukan batuan baik secara fisik maupun kimiawi. Tata Guna Lahan Jalur Bukit Tuwi yang terletak pada Kota Padang Panjang juga merupakan jalan raya yang dibangun sebagai fasilitas infrastruktur yang menghubungkan antar jorong di wilayah Padang Panjang. Pada tebing-tebing ini juga terdapat penambangan batugamping tradisional yang dilakukan oleh masyarakat setempat, untuk kemudian diolah menjadi kapur tulis, dan juga material bahan bangunan. Proses penambangan ini juga sangat mempengaruhi aspek kestabilan lereng tersebut, karena masyarakat lokal melakukan penambangan batugamping pada kaki bukit terlebih dahulu, kemudian membiarkan batuan bagian atas runtuh dengan sendirinya, hal ini menunjukkan

bahwa kurangnya prioritas terhadap aspek keselamatan kerja dan juga lingkungan. Keunikan morfologi dan panorama di Lembah Anai tidak hanya digunakan sebagai sarana infrastruktur utama yang menghubungkan Kota PadangBukittinggi, Dinas Pariwisata Sumatera Barat menjelaskan bahwa Lembah Anai merupakan daerah pariwisata yang sangat menarik Litologi berupa batuan andesit yang telah mengalami rombakan dan terendapkan pada kaki-kaki lereng dimanfaatkan oleh penduduk lokal sebagai penambangan bahan galian non-logam berupa pasir uruk dan batu andesit. PENGUTARAAN DATA DAN ANALISIS Analisis terhadap nilai kestabilan suatu lereng, atau slope mass rating pada pada jalur Bukit Tuwi dan Lembah Anai, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, dilakukan dengan acuan pada metode klasifikasi geomekanika batuan (Bieniawski, 1989), yang dikenal dengan istilah pembobotan massa batuan, atau rock mass rating dan pembobotan massa lereng (slope mass rating). Pengukuran parameter RMR dan SMR di lapangan dilakukan pada 11 titik, yaitu STA 15 berada di jalur Bukit Tuwi, dan STA 611 berada di jalur Lembah Anai. Perhitungan Rock Mass Rating Dalam penilaian kelas RMR, bobot massa batuan dibagi menjadi 5 kelas, yaitu kelas I (RMR = 81100), kelas II (RMR = 6180), kelas III (RMR = 4160), kelas IV (RMR = 2140), dan kelas IV (RMR < 20).

Tabel 1. Titik koordinat stasiun titik amat


STA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Koordinat 10024'16.65"E - 028'50.26"S 10024'18.87"E - 028'46.72"S 10024'13.67"E - 028'35.23"S 10024'6.62"E - 028'22.58"S 100 24' 2.09" E - 0 28'19.98"S 10021'34.34"E - 028'37.45"S 100 21'22.19" E - 028'39.26"S 10021' 7.43" E - 0 28' 29.78"S 10020'51.17"E - 028'41.76"S 10020' 40.9" E - 0 28' 49.33"S 10020'19.78"E - 029'1.67"S

Spasi Rekahan Spasi rekahan merupakan perbandingan antara jumlah kekar dengan panjang scanline (kekar/meter), spasi rekahan juga dapat ditentukan dengan yang estimasi perhitungan jarak antara satu kekar yang paralel terhadap kekar lainnya secara tegak lurus dalam satu meter suatu unit batuan. Tabel 4. Spasi rekahan dan pembobotan pada jalur Bukit Tuwi
Spasi Rekahan STA Litologi Set 1 1 Batugamping Batugamping Batugamping Batugamping Batugamping 620 2060 2060 2060 2060 (cm) Set 2 2060 2060 2060 2060 2060 Nilai Bobot 15 20 20 20 20

Pembobotan RMR pada suatu batuan merupakan jumlah dari lima parameter yang tersingkap di permukaan batuan selama melakukan pengamatan di lapangan serta hasil uji geomekanika batuan di laboratorium. Kuat Tekan Uniaxial Tabel 2. Pembobotan nilai kuat tekan batuan pada jalur Bukit Tuwi
Kuat Tekan Jenis Batuan Batuan (Psi) Batugamping 3202,25 (MPa) 224,16 Nilai Bobot 12

2 3 4 5

Keterangan: Set 1: Struktur kekar pada permukaan batuan. Set 2: Struktur bidang perlapisan batuan.

Tabel 5. Spasi rekahan dan pembobotan pada jalur Lembah Anai


STA 6 7 Litologi Andesit Andesit Granit Granit Andesit Andesit Spasi Rekahan (cm) 620 620 620 <6 620 620 Nilai Bobot 10 10 10 0 10 10

Tabel 3. Pembobotan nilai kuat tekan batuan pada jalur Lembah Anai.
Kuat Tekan Jenis Batuan Batuan (Psi) Andesit Intrusi Granit Intrusi Granit Intrusi Andesit 1675, 38 2836,58 2766,08 3645,06 (MPa) 117,28 198,56 193,63 255,15 Nilai Bobot 12 12 12 15

8 9 10 11

Kondisi Rekahan Kekar-kekar intensif banyak dijumpai pada berbagai singkapan batuan di sepanjang lereng baik di Lembah Anai maupun jalur Bukit Tuwi. Saat mengamati

kondisi rekahan yang tersingkap pada permukaan batuan, ada tiga aspek yang menjadi dasar penilaian terhadap kondisi rekahan tersebut, yaitu kemenerusan rekahan, regangan atau apertur rekahan, tingkat kekasaran (roughness), pengisian rekahan, dan tingkat pelapukan. Tabel 6. Perhitungan RQD pada jalur Bukit Tuwi
Jumlah STA Litologi Rekahan/m Jv % RQD Set 1 Set 2 1 2 3 4 5 Batugamping Batugamping Batugamping Batugamping Batugamping 12 8 12 10 7 4 3 7 4 5 16 11 19 14 12 53,88 72,98 42,42 61,52 69,16 Nilai Bobot 13 13 8 13 13

Keterangan: Set 1: Struktur kekar pada permukaan batuan. Set 2: Struktur bidang perlapisan batuan.

Tabel 7. Perhitungan RQD pada jalur Lembah Anai


STA Litologi Jumlah Rekahan/m 6 7 8 9 10 11 Andesit Andesit Granit Granit Andesit Andesit 15 17 20 12 22 14 % RQD 57,7 50,06 38,6 69,16 30,96 61,52 Nilai Bobot 13 13 8 13 8 13

berupa bidang perlapisan maupun bidang kekar yang tampak pada permukaan batuan. Pengamatan pada tebing penambangan batugamping di Jorong Raorao, dimana terdapat jalur yang tegak lurus terhadap orientasi kemiringan batuan, menunjukkan bahwa kemenerusan bidang perlapisan pada batuan dapat lebih dari 2030 meter. Namun kemenerusan bidang kekar yang dijumpai rata-rata memiliki panjang < 10 meter. Jalur Lembah Anai memiliki kemenerusan rekahan yang bervariasi pada beberapa titik batuan yang tersingkap di lapangan. Pada batuan intrusi andesit dan intrusi granit, dapat dijumpai panjang kekar tiang pada kisaran 1020 meter, namun beberapa singkapan permukaan intrusi granit juga memperlihatkan kemenerusan gerus yang relatif pendek, 1 3 meter, sama halnya seperti yang dijumpai pada litologi yang tersusun oleh batuan andesit. Hal ini dapat disebabkan karena banyak batuan yang telah tertutup oleh soil dan vegetasi sehingga mengurangi akurasi estimasi perhitungan panjang rekahan pada singkapan batuan di jalur Lembah Anai. Apertur Celah yang terdapat pada bukaan kekar dikenal juga dengan istilah apertur. Apertur dapat didefinisikan sebagai jarak yang berada pada celah suatu bidang kekar yang tersingkap di permukaan batuan. Semakin rapat celah yang terdapat pada batuan, maka resistensi batuan akan semakin baik. Pengamatan pada kondisi regangan di beberapa singkapan kekar, menunjukkan adanya variasi. Regangan yang lebar (15 mm), banyak terdapat pada singkapan yang berada pada batugamping di jalur Bukit Tuwi, bahkan

Kemenerusan Rekahan Panjang rekahan yang dijumpai pada beberapa titik singkapan di jalur penelitian Bukit Tuwi menunjukkan bahwa terdapat kemenerusan pada rekahan-rekahan baik

dapat dijumpai regangan kekar dengan lebar > 5 mm dan bersifat menerus, sedangkan pada jalur Lembah Anai dijumpai kekar dengan celah yang relatif sempit, bahkan tanpa regangan sama sekali. Kekasaran Pengamatan terhadap kondisi permukaan kekar merupakan definisi dari tingkat kekasaran yang dapat teramati melalui celah-celah permukaan kekar.pada suatu singkapan batuan. Pada singkapan batuan di sepanjang lereng memperlihatkan tingkat kekasaran yang bervariasi, pada kondisi lereng yang basah, permukaan rekahan cenderung lebih halus. Rekahan pada batugamping yang tersingkap pada jalur Bukit Tuwi dapat meliputi bidang kekar dan juga bidang perlapisan batuan. Perbandingan tingkat kekasaran pada beberapa rekahan di permukaan batuan, maka terlihat adanya variasi antara satu titik pengamatan dengan titik yang lainnya. Kekasaran pada bidang perlapisan batuan dan bidang kekar umumnya cenderung halus hingga sedang, dan pada beberapa titik dijumpai permukaan rekahan yang kasar, namun tidak dominan. Tingkat kekasaran rekahan pada permukaan batuan akan menentukan tingkat friksi batuan, semakin kasar suatu bidang rekahan, maka akan semakin besar friksi yang ditimbulkan. Pada jalur Lembah Anai terusun oleh variasi litologi dengan kekar-kekar yang cukup intensif. Kekar yang dijumpai pada batuan intrusif dapat berupa kekar tiang dan kekar gerus, seperti pada granit dan intrusi andesit. Pada lereng yang tersusun oleh andesit, dapat dijumpai kekar gerus dan kekar tarik.

Pengisian Rekahan Bidang perlapisan dan kekar yang tersingkap pada permukaan batuan dapat terisi oleh material berupa mineral yang disebabkan oleh air hujan yang menimbulkan proses pelarutan batuan. Pada rekahan-rekahan batugamping yang berada di sepanjang jalur penelitian Bukit Tuwi pada umumnya dapat diidentifikasi bahwa terjadi pengisian kekar berupa mineralmineral kalsit. Sedangkan, pada singkapan batuan di jalur Lembah Anai tidak dijumpai adanya pengisian rekahan. Tingkat Pelapukan Pengamatan pada beberapa singkapan batuan di lereng Bukit Tuwi dijumpai singkapan batugamping dengan tingkat pelapukan yang bervariasi. Beberapa singkapan batugamping yang masih segar juga dapat dijumpai terkait aktivitas kegiatan penambangan batugamping pada beberapa titik di sepanjang lereng. Singkapan batuan pada jalur Lembah Anai umumnya memiliki tingkat pelapukan bervariasi, mulai ringan, sedang, hingga tinggi, pelapukan yang dijumpai dapat berupa pelapukan kimiawi dan juga pelapukan fisik. Kondisi udara yang lembab memicu tumbuhnya vegetasi berupa lumut-lumut yang berpotensi mempercepat proses pelapukan pada permukaan batuan. Semakin tinggi pelapukan pada batuan, maka kualitas massa batuan akan semakin kecil, dan mengurangi kestabilan lereng. Kondisi Air Tanah Pengamatan terhadap kondisi air tanah dinilai berdasarkan ada tidaknya rembesan air yang tampak pada permukaan lereng

Tabel 8. Kondisi rekahan dan pembobotan pada jalur Bukit Tuwi


STA 1 2 3 4 5 Litologi Batugamping Batugamping Batugamping Batugamping Batugamping Kemenerusan Rekahan Set 1 Set 2 13 13 13 13 13 310 310 310 310 310 Apertur (mm) Set 1 Set 2 >5 15 1-5 15 >5 1-5 >5 1-5 15 15 Kekasaran Set 1 Sedang Kasar Set 2 Halus Sedang Pengisian Rekahan Set 1 Hard filling > 5 Hard filling > 5 Hard filling < 5 Hard filling > 5 Set 2 Pelapukan Set 1 Nilai Nilai Bobot Bobot Set 2 Set 1 Set 2 11 14 11 12 15 13 11 11 13 15 14 12

Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi

Sedang Sedang Kasar Sedang Sedang Halus

Sedang Sedang 15

Hard Tinggi Tinggi 15 filling < 5 Hard Sedang Sedang 13 filling < 5

Keterangan:

Set 1: Struktur kekar pada permukaan batuan Set 2: Struktur bidang perlapisan batuan

Tabel 9. Kondisi rekahan batuan dan pembobotan pada jalur Lembah Anai
STA 6 7 8 9 10 11 Litologi Andesit Andesit Granit Granit Andesit Andesit Kemenerusan 13 13 13 13 3 10 3 10 Apertur Kekasaran Sedang Halus Sedang Sedang Kasar Halus Pengisian Pelapukan Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Ringan Bobot 15 16 17 15 18 15

15 mm
0.11 mm

15 mm 15 mm
0.11 mm

15 mm

batuan. Pada beberapa singkapan batuan memperlihatkan adanya tetesan air yang muncul melalui rekahan batuan, baik pada kekar maupun perlapisan batuan. Tabel 10. Kondisi air tanah dan pembobotan pada jalur Bukit Tuwi
Kondisi STA Litologi Air Tanah 1 2 3 4 5 Batugamping Batugamping Batugamping Batugamping Batugamping Menetes Menetes Menetes Basah Basah Nilai Bobot 4 4 4 7 7

beberapa singkapan batuan. Maka, rekahanrekahan tersebut akan menjadi celah bagi air tanah untuk masuk akibat pengaruh dari efek gravitasi. Kondisi Massa Batuan pada RMR Sebagaimana seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya mengenai lima parameter yang menjadi dasar penilaian suatu bobot massa batuan, maka perhitungan bobot massa batuan dirumuskan dengan mengkalkulasikan hasil pembobotan pada parameter-parameter sebelumnya, yaitu kuat tekan batuan, RQD, spasi rekahan, kondisi rekahan, dan kondisi air tanah. Tabel 12. Nilai RMR dan Kelas RMR pada jalur Bukit Tuwi
Pemerian Kelas RMR Sedang Sedang Sedang Baik Baik Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Pemerian Kelas RMR Kondisi Air Tanah Nilai RMR 52 59 59 68 66 Nilai RMR 54 58 51 47 55 57 Spasi Rekahan Kondisi Rekahan Kelas RMR III III III II II Kelas RMR III III III III III III RQD 10 10 8 15 15 UCS 12 12 12 12 12 STA 1 2 3 4 5

Volume air tanah sendiri sangat terkait dengan tingkat kerapatan vegetasi pada permukaan batuan. Tabel 11. Kondisi air tanah dan pembobotan pada jalur Lembah Anai
Kondisi STA Litologi Air Tanah 6 7 8 9 10 11 Andesit Andesit Granit Granit Andesit Andesit Menetes Kering Menetes Basah Basah Menetes Nilai Bobot 4 15 4 7 7

15 20 20 20 20

11 13 15 14 12

4 4 4 7 7

Tabel 13. Nilai RMR dan Kelas RMR pada jalur Lembah Anai
Kondisi Air Tanah 4 7 4 7 7 4 Spasi Rekahan Kondisi Rekahan 15 16 17 15 18 15 RQD 13 13 8 13 8 13 UCS 12 12 12 12 12 15 STA 6 7 8 9 10 11

Semakin rapat vegetasi suatu wilayah, maka air yang disimpan akan semakin banyak. Akan tetapi batuan penyusun pada jalur Bukit Tuwi maupun Lembah Anai, secara dominan telah mengalami deformasi yang kuat, hal ini tercermin dari rekahanrekahan yang terbentuk secara intensif pada

10 10 10 0 10 10

Analisa Slope Mass Rating Penentuan tingkat stabilitas lereng di sepanjang jalur penelitian dihitung dengan menggunakan nilai RMR yang dihasilkan dari kalkulasi pada parameter-parameter perhitungan pembobotan massa batuan yang tersingkap pada beberapa titik sepanjang lereng jalur penelitian Bukit Tuwi dan Lembah Anai. Orientasi rekahan, yaitu berupa bidang perlapisan yang tersingkap pada sepanjang jalur penelitian akan digunakan dalam melakukan analisis pembobotan massa lereng. Penilaian Orientasi Rekahan Parameter orientasi rekahan memiliki peranan penting dalam mengetahui tingkat keamanan suatu jalan raya yang dibangun di sepanjang lereng. Pada batuan sedimen, perlapisan juga merupakan bidang rekahan, Bieniawski (1989) menerangkan bahwa arah jurus perlapisan tersebut akan lebih aman jika arah tegak lurus terhadap orientasi galian terowongan atau jalan raya, bila dibandingkan dengan kondisi perlapisan batuan yang paralel terhadap jalan raya.

Jalur Bukit Tuwi tersusun oleh litologi berupa batugamping berlapis. Pengukuran pada bidang perlapisan batuan di lapangan menunjukkan bahwa bidang perlapisan batuan cenderung ke arah utara-timur laut dengan kemiringan antara 50o55o. Posisi jalan yang berada di jalur ini melintang di bagian sebelah utara lereng, sehingga orientasi sumbu jalan cenderung paralel terhadap jurus batuan. Maka, menurut klasifikasi geomekanika (Bieniawski, 1979), kondisi lereng ini berada dalam kondisi yang sangat tidak menguntungkan. Jalur Lembah Anai berada di sepanjang lereng bagian selatan yang masih merupakan bagian dari tubuh Gunung Tandikat. Sepanjang lereng ini tersusun oleh litologi berupa hasil hasil vulkanisme Gunung Tandikat pada massa lampau, dan juga batuan terobosan berupa intrusi andesit dan intrusi granit. Sehingga pada singkapan batuan di sepanjang jalur tersebut tidak dijumpai adanya bidang rekahan berupa perlapisan batuan, kecuali bidang kekar. Kondisi lereng pada jalur Lembah Anai dengan kemiringan lereng antara 55o87o berada dalam kondisi sedang.

Tabel 14. Penilaian dampak orientasi rekahan pada terowongan (Bieniawski, 1989)
Jurus tegak lurus terhadap sumbu jalan Searah perlapisan Dip 45o-90o Sangat Menguntungkan Dip 20o-45o Tidak searah perlapisan Dip 45o-90o Dip 20o-45o Tidak Menguntungkan Dip 20o-45o Jurus paralel terhadap sumbu jalan Dip 45o-90o Sangat Biasa (sedang) tidak menguntungkan Biasa (sedang) Irrespective of strike Dip 45o-90o

Menguntungkan

Biasa (sedang)

: kondisi lereng pada jalur Bukit Tuwi (STA 1, 2, dan 3) : kondisi lereng pada jalur Bukit Tuwi (STA 4 dan 5) : kondisi lereng pada jalur Lembah Anai Tabel 15. Penyesuaian terhadap orientasi rekahan (Bieniawski, 1979)
Penilaian orientasi rekahan untuk Terowongan Pondasi Lereng Sangat menguntungkan 0 0 0 Menguntungkan -2 -2 -5 Tidak Sedang menguntung -kan -5 -7 -25 -10 -15 -50 Sangat tidak menguntungkan -12 -25 -60

: penyesuaian terhadap lereng pada jalur Bukit Tuwi (STA 1, 2, dan 3) : penyesuaian terhadap lereng pada jalur Bukit Tuwi (STA 4 dan 5) : penyesuaian terhadap lereng pada jalur Lembah Anai

Setelah dilakukan analisa kondisi orientasi rekahan terhadap infrastruktur yang ada, maka selanjutnya dapat dilakukan perhitungan penyesuaian dari nilai RMR yang telah diperoleh. Adapun angka yang digunakan untuk penyesuaian dapat ditentukan berdasarkan tabel penyesuaian terhadap orientasi rekahan (Bieniawski, 1979). Analisis parameter-parameter RMR pada batuan intrusi granit (STA 8 & 9) diperoleh nilai 4246, menunjukkan bahwa batuan tersebut memiliki kualitas sedang (Bieniawski, 1989). Deskrispsi kelas RMR menunjukkan bahwa intrusi andesit (STA 11) memiliki nilai massa batuan 52, menunjukkan bahwa batuan tersebut memiliki kualitas sedang (Bieniawski, 1989). Pembobotan Massa Lereng Penentuan bobot massa lereng atau slope mass rating dapat diketahui setelah melakukan analisis terhadap bobot massa batuan dengan mencakup perhitungan terhadap parameter-parameter dalam klasifikasi geomekanika batuan. Hasil pembobotan massa lereng akan ditindaklanjuti sebagai dasar terhadap rekomendasi yang diajukan dalam upaya meminimalisir potensi terjadinya gerakan massa berupa jatuhan batuan. Berdasarkan metode perhitungan bobot massa lereng, maka perhitungan nilai SMR menghasilkan nilai kelas SMR yang bervariasi. Komparasi terhadap nilai SMR yang dihitung melalui metode Laubscher (1975), Hall (1985) dan Orr (1992), menunjukkan bahwa kelas kestabilan lereng menurut Laubscher menunjukkan nilai yang paling rendah, sedangkan Orr (1992) menunjukkan

bahwa kelas kestabilan lereng memiliki toleransi nilai paling tinggi. Pembobotan terhadap massa batugamping di jalur Bukit Tuwi menunjukkan adanya perbedaan kelas RMR. Pada STA 1, batugamping memiliki bobot massa batuan yang jelek, sedangkan batugamping yang dijumpai pada STA 4 dan 5, memiliki nilai RMR yang paling baik. Hasil perhitungan nilai slope mass rating pada sepanjang lereng di jalur Bukit Tuwi mengacu pada hasil pembobotan massa batugamping di tiap titik pengamatan. Maka, secara umum, kelas SMR di jalur Bukit Tuwi termasuk kedalam kelas normal, dimana kondisi sebagian lereng masih memiliki kestabilan yang cukup baik, dengan resiko adanya bidang rekahan yang dapat memicu terjadinya jatuhan batuan dari tebing-tebing lereng. Komparasi terhadap nilai SMR dari tiap lokasi pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa adanya perbedaan tingkat stabilitas yang tidak terlalu signifikan antara satu titik dengan titik lainnya. Meskipun jalur Bukit Tuwi secara keseluruhan tersusun oleh batugamping, terlihat adanya perbedaan nilai kestabilan pada STA 4, hal ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan posisi sumbu jalan terhadap orientasi jurus dan kemiringan batugamping. Komparasi terhadap hasil pengukuran kemiringan perlapisan batuan di lapangan, menunjukkan kisaran nilai sekitar 52o55o. Hasil perhitungan analisa SMR menunjukkan kisaran bobot 5561 (Hall, 1985), hal ini menunjukkan bahwa sebagian lereng berada dalam kondisi stabil, dan memungkinkan terjadinya gerakan longsor. Akan tetapi, beberapa tebing lereng pada

Tabel 16. Penyesuaian pembobotan dan kelas massa batuan jalur Bukit Tuwi
STA 1 2 3 4 5 RMR 52 59 59 68 66 Penyesuaian untuk jalan raya -5 -5 -5 -12 -12 Nilai RMR setelah penyesuaian 47 54 54 56 54 III III III III III Kelas RMR dan pemerian Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang

Tabel 17. Penyesuaian pembobotan dan kelas massa batuan jalur Lembah Anai
STA 6 7 8 9 10 11 RMR 54 58 51 47 55 57 Penyesuaian untuk jalan raya -5 -5 -5 -5 -5 -5 Nilai RMR setelah penyesuaian 49 53 46 42 50 52 III III III III III III Kelas RMR dan pemerian Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang

Tabel 18. Nilai pembobotan massa lereng pada jalur Bukit Tuwi
Pembobotan Massa Lereng STA Nilai RMR (Slope Mass Rating) Hall (1985) 1 2 3 4 5 47 54 54 56 54 55,6 60,1 60,1 61,4 60,1 Orr (1992) 63,8 68,6 68,6 69,9 68,6 Sudut Lereng yang Disarankan (Laubscher, 1975) 55o 55o 55o 55o 55o

Tabel 19. Nilai pembobotan massa lereng pada jalur Lembah Anai
Pembobotan Massa Lereng STA Nilai RMR (Slope Mass Rating) Hall (1985) 6 7 8 9 10 11 49 53 46 42 50 52 56,9 59,5 54,9 52,3 57,5 58,8 Orr (1992) 65,2 68 63 59,8 65,9 67,3 Sudut Lereng yang disarankan (Laubscher, 1975) 55o 55o 55o 55o 55o 55o

jalur ini telah berada pada titik kritis terhadap jatuhan batuan akibat dipicu oleh berbagai macam faktor, seperti aktivitas kegiatan manusia yang berupa penambangan batugamping yang tidak memperhatikan aspek keselamatan dan kestabilan lereng. Nilai slope mass rating pada jalur penelitian di sepanjang lereng Lembah Anai juga tidak memperlihatkan adanya nilai stabilitas lereng yang terlalu signifikan. Lereng di Lembah Anai tersusun oleh litologi berupa satuan intrusi granit, satuan aliran lava Singgalang 1, satuan aliran lava Singgalang 2, satuan aliran lava Tandikat 1, satuan aliran lava Tandikat 2, satuan intrusi andesit, satuan aliran lahar Tandikat, dan yang paling muda terusun oleh satuan aliran lahar Marapi. Perhitungan terhadap nilai kestabilan pada lereng batuan yang tersusun oleh litologi lava andesit (STA 6, 7, &10), menunjukkan bahwa stabilitas lereng berada pada kisaran skor 56,959,5 (Hall, 1985), dengan kualitas normal (Bieniawski, 1989), Maka, mengacu pada bobot skor RMR dan SMR, rekomendasi slope yang disarankan adalah pada kisaran 55o (Laubscher, 1975). Perhitungan terhadap lereng batuan yang tersusun oleh intrusi granit menunjukkan bahwa batuan tersebut memiliki nilai bobot massa lereng pada kisaran 52,354,9 (Hall, 1985), dan masih termasuk kedalam kelas sedang atau menengah (Bieniawski, 1989). Perhitungan SMR pada lereng yang tersusun oleh intrusi andesit menunjukkan bahwa nilai bobot kestabilan lereng berada pada kelas 58,8 (Hall, 1985) dengan kualitas normal (Bieniawski, 1989), Maka, mengacu pada skor RMR dan SMR, rekomendasi

slope slope yang disarankan adalah pada kisaran 55o (Laubscher, 1975). Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya lereng pada jalur Lembah Anai berada dalam kondisi tidak stabil, mengingat derajat kemiringan di sepanjang lereng batuan pada jalur Lembah Anai berada pada kisaran 70o85o, maka potensi terulangnya bencana gerakan longsor berupa jatuhan batuan dapat diperkirakan masih tetap tinggi. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan analisa data-data yang menjadi parameter penelitian, maka dapat disimpulkan beberapa berupa: 1. Kualitas massa batuan berdasarkan perhitungan parameter RMR dan SMR a. Berdasarkan klasifikasi RMR yang menggunakan pengukuran data permukaan yang tersingkap pada tubuh batuan di sepanjang lereng jalur penelitian, maka: Batugamping pada jalur Bukit Tuwi terbagi atas kelas bobot massa batuan III (kualitas sedang) hingga II (kualitas baik), dan jalur Lembah Anai termasuk kelas bobot massa batuan III (kualitas sedang). Penyesuaian bobot RMR terhadap pembangunan infrastruktur jalan raya pada litologi batugamping di Bukit Tuwi, maka bobot RMR batugamping terbagi kedalam kelas III (kualitas sedang), dan sama halnya dengan bobot RMR batuan pada litologi penyusun lereng di Lembah Anai, juga

masih termasuk kedalam kelas III (kualitas sedang). b. Parameter-parameter dalam analisis pembobotan massa tubuh batuan akan mempengaruhi nilai kestabilan lereng pada sepanjang jalur penelitian, maka Nilai SMR (Hall, 1985) pada sepanjang lereng jalur Bukit Tuwi memiliki skor kestabilan SMR pada kelas III (kualitas normal: 4160) hingga kelas II (kualitas baik: 6180). Nilai SMR (Hall, 1985) pada sepanjang lereng jalur Lembah Anai memiliki kisaran kestabilan pada kelas III (kualitas normal: 4160). Hal ini berarti, sebagian besar lereng pada ke dua jalur tersebut berada pada titik kritis Kestabilan lereng. Jadi, lereng tersebut berpotensi mengalami gerakan jatuhan batuan apabila terjadi proses pemicu yang dapat berupa getaran (gempa bumi dan juga aktivitas penambangan). 2. Faktor yang mempengaruhi terjadinya proses jatuhan batuan pada jalur Lembah Anai disebabkan karena sudut lereng jauh lebih besar dari bobot SMR, dimana tingkat kekuatan batuan, peresensi rekahan, kondisi rekahan, dan kondisi air tanah tidak mampu mempertahankan kestabilan pada sudut lereng yang terjal. Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya proses longsor pada jalur Bukit Tuwi lebih disebabkan karena adanya proses penambangan batugamping oleh

penduduk setempat tanpa mempertimbangkan aspek keamanan bagi lingkungan sekitar. Material longsoran pada beberapa beberapa titik di jalur Lembah Anai tidak hanya bersumber pada hasil jatuhan lereng, akan tetapi juga material di puncak lereng yang berada pada punggungan Gunung Api Tandikat. 3. Hubungan nilai antara RMR dan SMR dapat dijelaskan dengan persamaan dimana semakin tinggi nilai RMR maka semakin tinggi nilai SMR, maka semakin baik kualitas suatu massa tubuh batuan akan semakin baik tingkat kestabilan suatu lereng yang tersusun oleh batuan tersebut. Akan tetapi, kelemahan pada sistem pembobotan SMR yaitu hanya mencakup penyesuaian nilai terhadap infrastruktur terowongan, pondasi, dan lereng, sedangkan jalan raya juga merupakan infrastruktur yang dapat mempengaruhi tingkat kestabilan suatu lereng. Struktur geologi berupa bidang-bidang rekahan yang terdapat pada permukaan batuan dan jalur infrastruktur sangat berpengaruh terhadap kestabilan suatu lereng batuan. Seperti pada jalur Bukit Tuwi, kedudukan orientasi jalur jalan timurbarat yang tegak lurus terhadap bidang perlapisan batuan, akan memiliki nilai kestabilan lereng yang bebeda jika dibandingkan dengan kedudukan orientasi jalur jalan raya utara-selatan yang paralel terhadap bidang perlapisan batuan. Sehingga, orientasi jalur infrastruktur berupa jalan raya dan kedudukan struktur geologi

berupa bidang perlapisan atau kekar, merupakan pertimbangan penting untuk menentukan jalur infrastruktur yang sesuai dalam upaya meminimalisir potensi jatuhan batuan. REKOMENDASI 1. Dalam upaya meminimalisir terjadinya bencana jatuhan batuan pada jalur Bukit Tuwi, diperlukan adanya edukasi kepada masyarakat bagaimana teknik penambangan batugamping yang benar, salah satunya dengan cara tidak mengambil batugamping dari puncak bukit, bukan dari kaki bukit. 2. Beberapa metode geoteknik dan rekayasa teknik sipil dapat menjadi solusi dalam mengurangi potensi terjadinya jatuhan batuan pada jalur Lembah Anai, seperti pembuatan tanggul (ditch) untuk mencegah material jatuhan batuan masuk ke badan jalan. Selain itu dapat dibangun sistem drainase pada sepanjang kaki lereng agar air yang terserap pada tubuh batuan dapat segera mengalir ke salur pembuangan, serta adanya ekskavasi, atau pemotongan tebing pada lerenglereng yang sangat terjal dan menjorok ke badan jalan. 3. Pembangunan pondasi semen , bronjong, dan juga anchor pada beberapa titik di jalur Lembah Anai merupakan upaya yang relevan dalam meningkatkan kestabilan lereng, khususnya titik-titik yang selama ini telah terjadi longsoran jatuhan batuan secara periodik. DAFTAR PUSTAKA Bieniawski, Z.T., 1984, in Singh, B & Goel, R. K. (2006), Tunneling in Weak Rocks,

Geo-Engineering Book Series Editor, John, A. Hudson FREng, Imperial College of Science, Technology and Medicine, University of London, United Kingdom. Bieniawski, Z. T., 1989, Engineering Rock Mass Classifications, Wiley, New York, 251 pp. Balkema, A. A., 1985, Rock Engineering, Hoek, E., P. K. Kaiser & W. F. Bawden. Support of underground excavation in hard rock. P: 42-43 to 48-50. Budetta, P., 2004, Assessment of Rockfall Risk along Roads, Natural Hazards and Earth System Sciences, European Geosciences Union, 71-81. Cruden D.M., Varnes D.J., 1996, Landslide Types and Processes. In: Turner A.K.; Shuster R.L. (eds) Landslides: Investigation and Mitigation. Transportation Research Board, Spec Rep 247, pp 3675. Djakamihardja, A.S. and Soebowo, E, 1994, The Application Of Rock Mass Rating On Rock Cutting At Road, Widening Project, Citatah Km 27, West Java, Proceeding IAGI, December, Jakarta. Goodman, R. E., 1989, Introduction to Rock Mechanics, Wiley, New York. Hoek, E., Bray, J. W. (1981): Rock Slope Engineering, IMM London. Hudson, J. A. and Preist, S. D., 1979, Discontinuities and Rock Mass Geometry, International Journal of Rock

Mechanics and Mineral Science, vol. 16, pp. 339362. Kabul Basah Suryolelono, 2002, Bencana Alam Tanah Longsor Perspektif Ilmu Geoteknik, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Yogyakarta: Fakultas Teknik , Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Karnawati, Dwikorita, 2002, Pengenalan Daerah Rentan Gerakan Tanah dan Upaya Mitigasinya, Makalah Seminar Nasional Mitigasi Bencana Alam Tanah Longsor, Pusat Studi Kebumian Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro, Semarang. Karnawati, Dwikorita, 2005, Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya Penganggulangannya, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Karyono, 2004, Kemantapan Lereng Batuan, Diklat Perencanaan Tambang Terbuka, Unisba, Bandung Raharjo, Paulus, 2007, Diktat Kuliah Bencana Alam Geologi, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Rock, N. M. S., et al, 1983, The Geology of the Lubuksikaping Quadrangle, Sumatra, report, 60 pp. and map, Geol. Res. and Dev. Cent., Bandung, Indonesia.

Romana M., 1995, The Geomechanics Classification SMR For Slope Correction, Proc. 8th Int. ISRM Congress (Fujii ed.). Romana, M., Seron, J.B., Montalar, E., 2003, SMR Geomechanics Classification: Application, Experience, and Validation, South African Institute of Mining and Metallurgy. Selby, M.J., 1985, Earths Changing Surface, an Introduction to Geomorphology, Clarendon Press, Oxford. Thonbury, 1964, Principles of Geomorphology, John Willey and Sons, New York. Van Bammelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, vol 1A, General Geology Martius Nijhof, The Haque. Varnes D.J., 1978, Slope Movement Types and Processes. In: Schuster R. L. & Krizek R. J. Ed., Landslides, analysis and control. Transportation Research Board Spec. Rep. No. 176, Nat. Acad. of Sciences, pp. 1133. Verstappen, H. Theodoor, 1973, a Geomorphological Reconnaissance of Sumatra and Adjacent Islands (Indonesia), Wolters-Noordhoff (Groningen).

Tabel 20. Parameter Klasifikasi Geomekanik dan Pembobotannya (Romano, 1990 dengan modifikasi)
Parameter Kekuatan 1. batuan utuh (MPA) Indeks Kekuatan Point Load Uni-axial > 10 > 250 15 90 100 20 > 200 30 Permukaan sangat kasar, 4. Kondisi Rekahan tidak menerus, tidak lapuk (hard wall) Pembobotan 5. Air Tanah Pembobotan Orientasi jurus dan kemiringan Pembobotan Total Pembobotan Nomor Kelas Pemerian 30 Kering 15 Sangat menguntung kan 0 100 81 I Sangat baik 4 10 100 250 12 75 90 17 50 200 25 Permukaan kasar, renggangan < 1 mm, agak lapuk (hard wall) 25 Lembab 10 Menguntung kan -2 80 61 II Baik 24 50 100 7 50 75 13 20 60 20 Permukaan agak kasar, renggangan < 1 mm, sangat lapuk (soft wall) 20 Basah 7 12 25 50 4 25 50 8 6 20 10 Slicken side Gouge < 5 mm, renggangan 1 5 mm, menerus 10 Menetes 4 Tidak Biasa menguntung kan -25 60 41 III Sedang -50 40 21 IV Jelek 0 Mengalir 0 Sangat tidak menguntungkan -60 < 21 V Sangat jelek Gouge lemah, tebal > 5 mm, atau renggangan > 5 mm, menerus. 10-25 2 Selang Nilai Untuk nilai yang kecil dipakai hasil UCS 3-10 1 < 25 3 <6 0 <3 0

Pembobotan 2. RQD (%) Pembobotan 3. Spasi Rekahan (cm) Pembobotan

6.

Anda mungkin juga menyukai