Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Matematika dan Sains Vol. 8 No.

2, Juni 2003, hal 51 56

Konsumsi Oksigen, Kadar Hb Darah, Dan Pertumbuhan Ikan Mas, Cyprinus carpio, Diberi Pakan Campuran Ampas Kelapa
Darmadi Goenarso1), Suripto, dan K.I. Susanthi 1) Laboratorium Fisiologi - Departemen Biologi FMIPA - Institut Teknologi Bandung Jl.Ganesa 10 Bandung, 40132 darmadi@bi.itb.ac.id Diterima tanggal 5 Meret 2002, disetujui untuk dipublikasikan 29 April 2003 Abstrak Telah dilakukan percobaan di laboratorium terhadap ikan mas (Cyprinus carpio) yang diberi pakan campuran ampas kelapa. Ikan mas yang berumur 4-5 bulan (n=50, berat = 24,46-25,78 g), dipelihara di setiap akuarium (50x30x30 cm) yang berisi satu ekor ikan. Ampas kelapa dicampurkan pada pakan ikan yang diperdagangkan. Campuran pakan yang diberikan sebagai perlakuan dibuat lima konsentrasi (b/b) yaitu: 30% (P30), 40% (P40), 50% (P50), dan 60% (P60). Terhadap ikan kontrol hanya diberi pakan yang diperdagangkan. Percobaan dilakukan selama 10 minggu dengan lima kali ulangan. Pakan diberikan dua kali sehari sebanyak 10% berat badan. Pengukuran konsumsi oksigen dan penimbangan berat badan dilakukan seminggu sekali setelah sebelumnya ikan dipuasakan selama 24 jam. Kadar hemoglobin (Hb) ikan diukur pada saat awal dan akhir percobaan. Uji statistik menggunakan Analisis Variansi (ANAVA). Hasil percobaan menunjukkan laju konsumsi oksigen pada ikan perlakuan tidak berbeda dengan ikan kontrol. Kecepatan pertumbuhan nisbi ikan menurun secara nyata, masingmasing pada P30, P40, P50, dan P60 rata-rata sebesar 0,042%, 0,041%, 0,031%, 0,018%, sedangkan pada ikan kontrol sebesar 0,104%. Kadar Hb ikan sesudah perlakuan (rata-rata = 7,89 mg/dl) tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kadar Hb ikan saat awal (rata-rata 7,91 mg/dl). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa campuran pakan ikan dengan ampas kelapa dapat digunakan sebagai pakan ikan, namun perbaikan pada komposisi nutrisi pakan masih perlu dilakukan untuk meningkatkan laju tumbuh ikan. Kata kunci: ikan mas, ampas kelapa, kadar Hb, konsumsi oksigen. Abstract A laboratory experiment on carp (Cyprinus carpio) given a shredded coconut mixed diet has been conducted. Carp aged 4 5 months (n = 50; weight = 24,46-25,78 g), were kept individually in each aquarium (50x30x30 cm). The waste shredded coconut was mixed with commercial fish feed. Five concentrations (w/w) of mixed diet were given as treatment, i.e.: 30% (P30), 40% (P40), 50% (P50), and 60% (P60). Controlled fish was only given commercial feed. The experiment was done within 10 weeks with five replicates. Fish were fed twice daily as much as 10% of body weight. Measurements on oxygen consumption rate and body weight were done weekly. The fish were kept from food for 24 hours prior to measurements. The hemoglobin concentration was measured at the beginning and at the end of the experiment only. ANOVA was used for statistical tests. Results showed that the oxygen consumption rate of the treated fish was not different from the controlled fish. Relative growth rate decreased significantly. The average growth rate of fish treated with P30, P40, P50, P60, were respectively 0.042%, 0.041%, 0.031% and 0.018%. Growth rate of controlled fish was 0.104%. There was n o difference on the hemoglobin concentration measured at the end of the experiment (7.89 mg/dl) compared to the value at the start (7.91 mg/dl) of the experiment. It can be concluded that waste shredded coconut mixed diet might be used as fish feed. However, some improvements should be done on the composition of nutrition in the diet to increase the fish growth rate. Keywords: carp, waste shredded coconut, Hb concentration, oxygen consumption. 1. Pendahuluan Untuk memenuhi kebutuhan akan protein bagi pemenuhan kebutuhan gizi bagi masyarakat, ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang ideal. Namun, harga pakan masih merupakan hambatan yang cukup berarti dalam keberlangsungan proses budidaya. Untuk menyiasati mahalnya harga pakan, timbul kebutuhan terhadap bahan pakan yang lebih murah tetapi memiliki nilai nutrisi yang 51 diperlukan ikan. Protein merupakan bagian pakan ikan yang termahal dan terpenting. Umumnya pakan yang mengandung nutrisi dasar protein hewani akan mahal1). Karenanya perlu dicari alternatif lain agar ikan secara langsung atau tidak langsung memperoleh nutrisi yang sesuai dan mencukupi kebutuhannya untuk tumbuh dan berbiak. Berbagai usaha telah dilakukan untuk memanfaatkan komponen nabati sebagai pengganti komponen hewani. Ampas kelapa sebagai salah satu sumber

JMS Vol. 8 No. 2, Juni 2003

52

nabati yang berpotensi sebagai pakan ternak, perlu dicoba sebagai campuran pada pakan ikan. Penggunaan ampas kelapa sebagai salah satu komponen dalam pakan ikan diharapkan dapat menurunkan jumlah kandungan pakan yang mahal. Ampas kelapa bukan merupakan sumber nabati dengan kandungan protein yang tinggi. Namun melalui proses metabolisme dapat terjadi pengubahan lemak atau karbohidrat menjadi protein selama kedua komponen tersebut belum habis terpakai untuk aktivitas lain di dalam tubuh 2). Pemanfaatan ampas kelapa juga merupakan usaha untuk memanfaatkan bahan yang tidak terpakai lagi bagi konsumsi manusia. Ampas kelapa biasanya tidak diperjualbelikan, dapat diperoleh cukup banyak dari tempattempat penghasil makanan manusia yang menggunakan bahan dasar kelapa. Hipotesis yang diajukan kemudian adalah bahan terbuang dari industri makanan manusia khususnya ampas kelapa dapat digunakan sebagai komponen pakan ikan. Percobaan ini bertujuan pula untuk mengukur aktivitas faal dan pertumbuhan ikan mas yang diberi pakan campuran ampas kelapa. 2. Cara Kerja Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan mas (Cyprinus carpio Linne.) yang berumur 4 - 5 bulan dengan berat 24,46-25,78 g. Ikan dibeli dari Balai Benih Ikan (BBI) Majalaya, Kec. Ciparay. Ikan mas dipelihara dalam akuarium, berukuran 50x30x30 cm, berisi air 32 liter, melewati masa karantina selama 7 hari dan masa aklimatisasi selama 2 minggu. Pakan yang diberikan selama masa karantina dan masa aklimatisasi ikan adalah pelet yang diperoleh dari penjual pakan ternak dan ikan; diberikan dua kali sehari sebanyak 10% berat badan ikan. Setelah melewati masa aklimatisasi, dilakukan seleksi ikan yaitu proses pemilihan ikan yang hendak dijadikan hewan uji. Pemilihan didasarkan atas berat badan (25 1g) dan pengamatan kondisi fisik ikan yaitu sisik lengkap dan gerakannya lincah. Selanjutnya, ikan ditempatkan sebanyak satu ekor pada setiap akuarium. Pengamatan percobaan dilakukan selama 10 minggu. Perlakuan yang diberikan berupa variasi pakan dengan lima macam komposisi campuran ampas kelapa dalam pakan (Tabel 1). Tabel 1. Perbandingan berat campuran bahan alam pakan
Jenis Pakan P0 P30 P40 P50 P60 Pelet komersial 100 60 50 40 30 Ampas kelapa 0 30 40 50 60 Kanji 0 10 10 10 10

(pelet awal), ampas kelapa dari rumah makan, kanji, dan air. Pelet yang akan digunakan dihaluskan dengan blender. Ampas kelapa sebelum dihaluskan, dikeringkan terlebih dahulu selama 4-5 hari di udara terbuka. Pakan dibuat dengan cara mencampurkan pelet awal (telah halus), dicampur dengan ampas kelapa, dan kanji menurut perbandingan berat tertentu. Selanjutnya air ditambah secukupnya agar mudah membentuk pelet baru. Pengujian kimia pakan dilakukan terhadap kandungan protein, karbohidrat, lemak, kadar air, serat dan abu (Tabel 2). Pemberian pakan selama perlakuan dilakukan dua kali sehari pada pagi dan siang hari, dengan jumlah berat sekitar 10% dari berat badan ikan. Tabel 2. Kandungan di dalam pakan percobaan ikan
Kandungan didalam pakan Protein Karbohidrat Lemak Kadar air Serat Abu P0 26,09 30,27 3,44 11,94 1,67 10,52 P30 17,19 22,39 12,66 11,95 4,5 6,62 Hasil (%) P40 15,04 20,77 15,83 11,93 5,07 5,65 P50 12,97 19,15 19 11,91 5,63 4,67 P60 10,86 17,54 22,17 11,89 6,19 3,7

Parameter yang diukur pada setiap perlakuan meliputi berat badan, laju konsumsi oksigen dan kadar hemoglobin ikan uji. Pengukuran konsumsi oksigen ikan dilakukan dengan cara menempatkan ikan uji dalam air mengalir3). Sehari sebelum dilakukan pengukuran konsumsi oksigen, ikan dipuasakan selama 24 jam. Pengukuran konsentrasi oksigen terlarut dilakukan dengan cara titrasi Winkler. Konsumsi oksigen (mg/j/g) dihitung dengan menggunakan rumus berikut3) : A (mg/j/g) = [d DO (mg/l) x Q (l/j) ] / g (1) Keterangan: A = penggunaan oksigen dalam satuan mg dalam waktu satu jam oleh satu gram ikan (mg/j/g) d DO = selisih kadar oksigen terlarut dalam air sebelum dan sesudah melewati botol berisi ikan Q = debit sirkulasi air, diukur pada kelimpahan air yang masuk pada botol cadangan dalam waktu tertentu g = gram berat badan ikan yang diuji Pengukuran berat badan ikan mas dilakukan sekali setiap minggu menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 g. Pengukuran berat badan dilakukan dengan cara menimbang ikan dalam bejana berisi air yang sebelumnya telah diketahui beratnya. Berat ikan merupakan selisih antara berat bejana setelah ikan dimasukkan dan berat bejana sebelum ikan dimasukkan. Kecepatan pertumbuhan nisbi dirumuskan sebagai persentase pertumbuhan pada tiap interval waktu. Nilai kecepatan pertumbuhan nisbi didapat dari perhitungan dengan menggunakan rumus berikut4)

Bahan yang digunakan untuk pembuatan pakan adalah pelet ikan produksi Charun Pokphand

53

JMS Vol. 8 No. 2, Juni 2003

G = (log e W2 log e W1) 100 / (t2 t1) Keterangan: G = % per satuan waktu W2 = berat ikan pada akhir interval W1 = berat ikan pada awal interval (t2 t1) = interval waktu

(2)

Pengambilan darah dimulai dengan membius ikan dengan cara menusuk bagian anterior kepala ikan dengan jarum jara. Selanjutnya, bagian ekor ikan dipotong dan darah yang mengalir dihisap dengan pipa kapiler yang telah mengandung heparin sebagai senyawa anti-beku. Kadar hemoglobin diukur dengan menggunakan metoda Sahli5) . Data yang didapat dianalisis dengan uji statistik analisis variansi pada tingkat kepercayaan 95% yang dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan nyata, berat badan rata-rata mingguan, kecepatan pertumbuhan nisbi rata-rata dan laju konsumsi oksigen rata-rata mingguan. Pengukuran kadar Hb hanya dilakukan terhadap ikan uji pada awal dan akhir percobaan. 3. Hasil Grafik berat badan ikan terhadap waktu menunjukkan kecenderungan yang meningkat untuk semua perlakuan selama 10 minggu (Gambar 1).
P0 P30
70.00 60.00 Berat badan (g) 50.00 40.00 30.00 20.00 P0 10.00 P40 0.00
T10 T9 T8 T7 T6 T5 T4 T3 T2 T1 To

Pada data kecepatan pertumbuhan nisbi ratarata yang digambarkan dalam bentuk diagram balok (Gambar 2) terlihat bahwa ikan dengan perlakuan P0 (kontrol) memiliki kecepatan pertumbuhan nisbi ratarata tertinggi, kemudian diikuti ikan dengan perlakuan P30, P40, P50, dan P60. Uji statistik kecepatan tumbuh rata-rata ini menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara kontrol (P0) dengan perlakuan pakan yang dicampur ampas kelapa. Ikan yang mendapat perlakuan P0 (kontrol) memiliki kecepatan pertumbuhan nisbi tertinggi.
12 Laju tumbuh nisbi (%) 10 8 6 4 2 0 P0 P30 P40 P50 P60 Perlakuan Pakan 4.2 4.1 3.1 1.8 10.4

Gambar 2. Laju pertumbuhan spesifik ikan selama percobaan Kecepatan pertumbuhan nisbi antara ikan P30, P40, dan P50 tidak berbeda nyata, demikian pula antara P50 dan P60. Perlakuan P60 menunjukkan kecepatan pertumbuhan nisbi yang lebih rendah dan berbeda nyata dengan P0 , P30 dan P40. Meskipun secara statistik kecepatan pertumbuhan nisbi pada P60 tidak berbeda nyata dengan P50, namun dapat dilihat bahwa ikan mas yang diberi pakan P60 memiliki kecepatan pertumbuhan nisbi paling lambat. Pengukuran konsumsi oksigen untuk menentukan laju konsumsi oksigen ikan menunjukkan bahwa aktivitas ini cenderung menurun pada P0 (kontrol), P30, P50, dan P60; sedangkan pada P40 laju konsumsi oksigen cenderung meningkat (Gambar 3).
P0 P30 P40 P50 P60

P40 P50 P60

P30 P50 P60


an ku rla Pe k Pa an

Waktu (Minggu)

Gambar 1. Berat rata-rata ikan mas (g) pada setiap minggu Hal ini menunjukkan bahwa berat badan ikan selalu bertambah baik untuk ikan yang diberi pakan kontrol maupun ikan yang diberi pakan bercampur ampas kelapa. Pada akhir pengamatan, berat badan tertinggi dicapai oleh ikan dengan perlakuan P0 yaitu sebesar 65,942 7,600 g, diikuti oleh P30 (37,904 4,549 g), P40 (37,140 5,902 g), P50 (34,294 4,394 g) dan terendah adalah P60 (29,984 3,376 g). Uji statistik analisis variansi dengan beda nyata terkecil/LSD pada tingkat kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji Duncan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara ikan kontrol (P0) dengan ikan yang diberi pakan bercampur ampas kelapa (P30, P40, P50 dan P60). Ikan mas yang diberi pakan kontrol memiliki berat badan lebih tinggi dan berbeda nyata dengan ikan yang diberi pakan bercampur ampas kelapa.

0.40 To T2
Wa k tu (

0.30 T4
min gg

0.20 T6 0.10 T8 T10 P0 P30 P40 P50 P60


Perlakuan pakan

u)

0.00

Gambar 3. Laju konsumsi oksigen rata-rata ikan mas pada setiap minggu Berdasarkan perhitungan secara statistik secara umum tidak terdapat perbedaan yang nyata pada laju

Konsumsi oksigen (mg/j/g bb

0.50

JMS Vol. 8 No. 2, Juni 2003

54

konsumsi oksigen ikan selama 10 minggu pengamatan. Kadar Hb yang diukur pada ikan pada awal dan akhir percobaan dalam masing-masing perlakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata kecuali untuk perlakuan P30, nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kadar Hb ikan perlakuan lainnya. Kadar Hb ikan terendah, terukur pada P60, namun secara statistik tidak berbeda nyata dengan lainnya, kecuali dengan ikan yang mendapat perlakuan P30 (Tabel 3). Tabel 3. Kadar Hb (g/dl) rata-rata sebelum dan sesudah perlakuan
Perlakuan Pakan P0 P30 P40 P50 P60 Hb sebelum perlakuan 8,04 0,99 7,73 0,89 7,92 0,68 7,50 0,66 8,34 0,55 Hb sesudah perlakuan 7,84 0,47 9,1 0,45 8,15 0,47 7,67 1,19 6,66 1,57 Beda nyata 0,747 0,046 * 0,616 0,807 0,077

Keterangan: * = beda nyata

4. Pembahasan Hasil pengukuran berat badan menunjukkan, bahwa berat badan ikan perlakuan (P30, P40, P50 dan P60) berbeda nyata bila dibandingkan dengan kontrol (P0) sejak minggu ke-1 hingga minggu ke-10. Meskipun berat seluruh ikan masih menunjukkan peningkatan, namun kecepatan pertumbuhan nisbi ikan semakin menurun sejalan dengan bertambahnya ampas kelapa dalam pakan. Enerji yang terkandung pada pakan yang berbeda-beda mengakibatkan laju pertumbuhan yang bervariasi pula6). Dalam percobaan pakan ini, pakan yang diberikan masih memenuhi kebutuhan enerji dasar karena masih menunjukkan peningkatan berat badan. Namun, dengan penambahan kadar ampas kelapa pada pakan, tampaknya enerji yang diperlukan semakin kurang; laju pertumbuhan semakin rendah. Jumlah energi kimia yang terkandung dalam pakan berkaitan dengan komposisi penyusun pakan terutama karbohidrat, lemak, dan protein. Berdasarkan komposisi pakan perlakuan, semakin banyak ampas kelapa yang ditambahkan, semakin berkurang kandungan protein dan semakin bertambah kandungan lemak bila dibandingkan dengan pakan kontrol. Meskipun kadar protein pakan campuran dengan kelapa menjadi rendah tetapi melalui proses metabolisme, lemak yang terserap dapat diubah menjadi karbohidrat atau protein2). Persyaratannya adalah lemak dalam campuran pakan ini harus merupakan lemak yang mudah dicerna dan diserap sistem pencernaan ikan. Komposisi lemak berpengaruh terhadap proses pencernaan; asam lemak tak jenuh akan lebih

cepat dicerna daripada asam lemak jenuh8). Bila kandungan lemak yang berasal dari ampas kelapa memiliki asam lemak jenuh yang tinggi maka dibutuhkan energi pemecahan lemak yang lebih besar, sehingga energi untuk pertumbuhannya berkurang. Pada percobaan ini tidak dilakukan penentuan macam atau jenis dan kadar lemak yang terkandung pada ampas kelapa. Bagaimanapun kandungan lemak total pada pakan akan memperlambat proses pencernaan dan waktu kosong saluran pencernaan ikan. Dengan adanya faktor tersebut, diduga ikan yang diberi pakan campuran dengan ampas kelapa mengkonsumsi pakan lebih sedikit dan lebih lama dibandingkan dengan ikan kontrol. Namun, telah dilaporkan bahwa ikan tetap memerlukan lemak pakan dalam bentuk asam lemak tak jenuh. Umumnya asam lemak tak jenuh dengan n3 dan n-6 merupakan nutrisi yang diperlukan ikan air tawar9). Menurut penelitian yang pernah dilakukan, pakan dengan kadar lemak 7,5% dan kadar protein 38% akan memberikan pertumbuhan optimum untuk ikan mas dengan berat awal 13 gram, sedangkan untuk pakan dengan kadar lemak lebih dari 7,5% (10; 12,5; 15%) dengan kadar protein yang sama menunjukkan pertambahan berat badan ikan yang lebih rendah 7). Komposisi pakan yang diberikan pada penelitian ini menunjukkan bahwa kadar lemak pakan yang dicampur ampas kelapa seluruhnya lebih besar dari 7,5% sehingga sesuai dengan penelitian terdahulu7) yaitu pertambahan berat badan ikan semakin rendah sejalan dengan makin tingginya kadar lemak yang berasal dari ampas kelapa. Kandungan nutrisi pada pakan kontrol yang memiliki kandungan protein paling tinggi (26,09 %) diperkirakan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pertumbuhannya paling cepat dibandingkan dengan perlakuan lain (protein > 20%). Dilaporkan bahwa protein merupakan komponen utama yang diperlukan dalam membentuk sel-sel atau jaringan pada masa pertumbuhan, sehingga bila kebutuhan protein tercukupi maka pertumbuhan yang ditunjukkan dengan kenaikan berat badan akan berjalan lebih cepat10). Berdasarkan penelitian pada ikan nila (Oreochromis niloticus L.), pertumbuhan ikan semakin cepat sejalan dengan meningkatnya kandungan protein pakan yang diberikan yaitu 25%, 30%, 35%, 40%, dan 45% 11). Telah dilaporkan pula bahwa cacing tanah yang dicampurkan pada pakan, sebanyak 10 %, telah dapat meningkatkan berat badan ikan Gurame yang berumur 6 bulan12). Perlakuan pakan dengan ampas kelapa menyebabkan meningkatnya kandungan serat seiring bertambahnya pencampuran ampas kelapa. Makanan yang berserat akan menyebabkan bertambahnya energi yang dibutuhkan dalam proses pencernaan6). Diperkirakan pada ikan dengan perlakuan P30, P40, P50 dan P60, energi yang seharusnya dapat digunakan untuk menambah jaringan tubuh, dikeluarkan untuk proses mencerna pakan yang berserat. Hal ini terlihat

55

JMS Vol. 8 No. 2, Juni 2003

pada ikan yang diberi pakan P60 yang mengandung serat dalam jumlah terbanyak (6,19 %) dibandingkan dengan perlakuan lainnya memiliki berat badan akhir yang terendah. Dilaporkan bahwa serat tidak memiliki nilai nutrisi; kandungan serat yang tinggi pada pakan ikan dapat menurunkan laju tumbuh13). Serat yang terkandung dalam pakan bercampur ampas kelapa secara tidak langsung akan meningkatkan kadar selulosa dalam pakan. Penelitian yang dilakukan pada "catfish" (Heteropneustes fossilis (Bloch)) yang diberi pakan dengan sumber karbohidrat berbeda menunjukkan bahwa "catfish" dapat memanfaatkan disakarida dan monosakarida lebih baik daripada selulosa14). Hal ini dilihat dari rendahnya pertumbuhan dan efisiensi konversi pada "catfish" yang diberi pakan dengan selulosa sebagai sumber karbohidratnya. Selain itu, telah dilaporkan pula bahwa efisiensi daya cerna ikan mas cenderung menurun sejalan dengan meningkatnya campuran ampas kelapa dalam pakan, meskipun hal ini tidak terlihat berbeda nyata menurut uji statistik15). Menurunnya efisiensi daya cerna menunjukkan bahwa jumlah pakan yang dapat diabsorbsi oleh ikan semakin berkurang sejalan dengan meningkatnya kandungan ampas kelapa dalam pakan. Laju metabolisme dapat diekspresikan dalam bentuk konsumsi oksigen per gram berat badan per jam, atau biasa disebut sebagai laju metabolisme spesifik-massa16). Pengukuran konsumsi oksigen merupakan cara yang disarankan untuk mengukur laju metabolisme pada ikan13). Aktivitas metabolisme hewan tidak dapat dipisahkan dari makanan yang dikonsumsi yang berperan sebagai sumber energi. Pada percobaan ini ikan diberi pakan dengan variasi berdasarkan perbandingan campuran antara ampas kelapa dengan pelet ikan komersial; antar perlakuan pakan terdapat perbedaan kandungan nutrisi sebagai penyusun utama pakan tersebut yaitu karbohidrat, protein, dan lemak. Dengan demikian setiap campuran pakan memiliki kandungan energi yang berbeda. Bila dibandingkan antara perlakuan dengan kontrol, campuran ampas kelapa dalam pakan tidak menyebabkan perbedaan yang nyata pada laju konsumsi oksigen. Berdasarkan hal tersebut berarti ampas kelapa yang dicampurkan ke dalam pakan tidak mempengaruhi laju metabolisme ikan. Sedangkan laju metabolisme hewan akan menurun atau lebih rendah bila pakan yang diberikan tidak memenuhi kebutuhan dasar atau dikatakan hewan dalam partial starvation 2). Pada percobaan ini, laju konsumsi oksigen tidak berbeda antara ikan yang diberi pakan yang dicampur ampas kelapa dengan ikan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pakan yang dicampur ampas kelapa tidak menyebabkan keadaan "partial starvation" pada ikan uji. Sebaliknya, laju konsumsi oksigen yang meningkat dapat diakibatkan oleh peningkatan aktivitas fisik. Peningkatan aktivitas dapat timbul diantaranya karena suhu air yang meningkat3). Pengukuran laju konsumsi oksigen pada percobaan ini dilakukan pada suhu tetap.

Meskipun pada P40 terlihat kecenderungan peningkatan laju konsumsi oksigen namun hal ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya termasuk kontrol sehingga dapat dikatakan pada P40 tidak terjadi keluaran energi berlebih untuk memenuhi kebutuhan energi dalam kondisi standar. Kadar Hb pada waktu sebelum dan sesudah perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata secara statistik untuk semua perlakuan kecuali pada P30. Pada P30 terukur kadar Hb yang nyata lebih tinggi; kadar Hb yang tinggi pada ikan yang mendapat perlakuan P30 belum dapat diketahui penyebabnya. Pada percobaan ini pengukuran kadar Hb hanya dilakukan pada awal dan akhir percobaan, sehingga jumlah data tampaknya masih belum mencukupi untuk pengolahan secara stastistik. 5. Kesimpulan dan Saran 1. Ampas kelapa dapat digunakan sebagai campuran pakan, namun karena kandungan proteinnya sangat rendah, tidak dapat dikompensasi dengan tingginya kandungan lemak pada pakan hingga laju pertumbuhan pada ikan menurun. Campuran ampas kelapa pada pakan ikan tidak mengubah laju konsumsi oksigen ikan tetapi menurunkan kecepatan pertumbuhan nisbi secara nyata. Jenis asam lemak yang terkandung pada ampas kelapa perlu diteliti lebih rinci, karena daya cerna ikan terhadap lemak berbeda-beda bergantung pada jenis lemaknya. Kadar Hb darah tidak berubah namun ikan yang mendapat perlakuan P30 terukur memiliki kadar Hb lebih tinggi; penyebabnya belum diketahui. Agar dapat meningkatkan laju tumbuh ikan, pakan dengan campuran ampas kelapa harus ditentukan lagi keseimbangan kandungan nutrisinya (Protein-Lemak-Karbohidrat dan nilai kalori).

2.

3.

4.

5.

Daftar Pustaka 1. Watanabe, T., Improved feed formulation and feeding techniques. Improving Management of Aquaculture in Asia. Asian Productivity Oganization, Tokyo. 40 58, (1998). Withers, P.C., Comparative Animal Physiology. Saunders College Publishing. Tokyo, Ch. 18 (1992). Goenarso, D., The Effect of Water Temperature on the Respiration Rate of Cyprtinus carpio L. Proc. ITB, 17, 1, (1984). Wootton, R.J. Ecology of Teleost Fishes. Chapman & Hall, New Delhi, India. 115158, (1990). Wintrobe, M.M., Lee,G.R., Goggs, D.R., Bithell, T.C., Athens, J.W., and Foerster, J. Clinical Hematology. 7th ed. Lea & Febiger. Tokyo. 114 116, (1974).

2.

3.

4.

5.

JMS Vol. 8 No. 2, Juni 2003

56

6.

Ranjhan, S.K., Animal Nutrition and Feeding Practices. Vikas Publishing House PVT LTD. India (1993). 7. Suhenda, N., dan Djajadiredja, R., Pengaruh Makanan Buatan Dengan Kadar Lemak Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn), Bull. Pen. Perikanan I : 3. 437, (1981). 8. Lagler, K.F., Bardach, J.E., Miller, R.R., & May Passino, D.R. Ichthyology 2nded. John Wiley & Sons. USA, 129 170, (1977). 9. Meinelt, T., Schulz, C., Wirth, M., Kurzinger, H., and Steinberg, C., Dietary fatty acid composition influences the fertilization rate of zebrafish (Danio rerio Hamilton-Buchanan), J. Appl. Ichthyol. 15, 19 23, (1999). 10. Burou, D.P., and Cho, C.Y. An Introduction to Nutrition and Feeding of Fish, Fish Nutrition Research Laboratory, University of Guelph, Canada, 1 31, (2001). 11. Al Hafedh, Y.S. Effects of Dietary Protein on Growth and Body Composition of Nile Tilapia, Oreochromis niloticus L. Aquaculture Research 30 : 5, 385-393, (1999).

12. Goenarso, D., Siswanthi and Madusari, S., Dried Earthworm Diet as Growth Enhancer of Osphronemus gouramy, Abstract # 388, Conference of World Aquaculture 2002. Beijing, China. (2002). 13. Lovell, T. Nutrition and Feeding of Fish. Van Nostrand Reinhold. USA. Ch. 3 & 4, (1989). 14. Erfanullah & A.K. Jafri. Growth, Feed Conversion, Body Composition and Nutrient Retention Efficiencies in Fingerling Catfish, Heteropneustes fossilis (Bloch), Fed Different Sources of Dietary Carbohydrate. Aquaculture Research, 30: 1, 43-49, (1999). http://www.blackwell.synergy.com/journals 15. Goenarso, D. dan Gunawan, G.G., Pengaruh Pencampuran Ampas Kelapa Pada Pakan Terhadap Laju Pertumbuhan ikan mas, Cyprinus carpio L., Seminar PBIXVII, Univ. Andalas. Padang,(2002). 16. Randall, D., Burggren, W., French, K., Fernald, R,. Eckert Animal Physiology Mechanisms and Adaptations, W.H. Freeman and Company. New York. 4th Ed. 665 675, (1997).

Anda mungkin juga menyukai