Artinya : Dan riba jahiliyyah dihapuskan, dan riba pertama yang aku hapuskan
ialah riba kami (kabilah kami), yaitu riba Abbas bin Abdul Muthalib,
sesungguhnya ribanya dihapuskan semua (HR. Muslim)
15
2. Riba Fadhl ) ( (riba penambahan)
Mahmud Syaltut berpendapat bahwa Riba Fadhl ) ( adalah : kelebihan
dari hasil pertukarang barang tertentu yang sejenis.
16
Bentuk riba fadhl adalah
seseorang menjual sesuatu dengan sesuatu yang sejenis dengan suatu tambahan,
seperti menjual emas dengan emas, dirham dengan dirham, gandum dengan gandum,
dan syair, jelai, padi-padian dengan syair.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW.
) (
Artinya : Emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum
dijual dengan gandum, syair (salah satu jenis gandum) dijual dengan syair,
kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, (tukaran /
timbangannya) sama dengan sama dan (dibayar dengan) kontan. Barang
14
Maktabah Syamilah Ishdar ats tsani (Shahih Muslim, Bab hujjah an nabiy saw., juz 6, h. 245)
15
Muhammad Arifin, Op. Cit., h. 23
16
Mahmud Syaltut, Op. Cit. h. 276
17
Maktabah Syamilah Ishdar ats tsani (Shahih Muslim, Bab Ash Sharf wa bay adz dzahab bi al
waraq naqd, juz 8, h. 258)
18
siapa yang menambah atau meminta tahmbahan maka ia telah berbuat riba
(HR. Muslim)
Para ulama telah menyepakati bahwa keenam komoditi tersebut dalam hadits
di atas adalah komoditi riba atau berlaku padanya hukum riba perniagaan (riba
fadhl).
18
Contoh riba fadhl :
Seseorang memiliki 10 gram perhiasan emas yang telah lama atau ia pakai
emas 24 karat, dan ia menginginkan untuk menukarnya dengan perhiasan emas yang
baru atau emas 21 karat. Bila akad dilakukan dengan cara barter (tukar menukar),
maka ia harus menukarnya dengan perhiasan emas seberat 10 gram pula, tanpa harus
membayar tambahan. Bila ia membayar tambahan, atau menukarnya dengan
perhiasan seberat 9 gram, maka ia telah terjatuh dalam riba fadhl (riba perniagaan)
dan itu haram hukumnya.
C. Dasar Hukum Riba
Riba diharamkan tentunya mempunyai dasar hukum yang kuat, baik itu
dilarang dalam al-Qur'an maupun dalam hadits Rasulullah saw. Dasar hukum riba
menurut al-Qur'an adalah sebagai berikut :
a. QS al-Baqarah ayat 275-279 :
_ _l!, ,l _`.1, | !. `1, _ L,>., _.L,:l _.
_.l ,l: .!, l! !..| _,,l `_.. ,l _> < _,,l > ,l _.
18
Ibid,
19
.:,l> Ls. _. ., _..! .` !. l. .:`. _|| < _. :!s ,.l`!
.>. !.l > !, _.> ___ _>., < ,l _,`, ...l <
>`, _ ! ,. ___ _| _ `.., l.s .>l..l `.! :l.l
'., :l `l >`> ..s , .> ,l. > _.`>, ___
!,!., _ `.., 1. < ': !. _., _. ,l _| .. _,... ___ _|
l l-. .:! ,>, _. < .. _| `.,. l '_',' l.
_.lL. _.lL. ___
Artinya :
Orang-orang yang makan (mengambil) riba
19
tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila
20
. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata
(berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah
Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang
Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu
21
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang
yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya.
19
Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. riba nasiah ialah pembayaran lebih yang
disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang
yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian,
seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam
ayat Ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah
20
Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan
syaitan
21
riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan
20
276. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah
22
. dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa
23
.
277. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi
Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati.
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman.
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka
Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
24
(QS. Al Baqarah : 275-280)
b. QS. Ali Imran : 130
!,!., _ `.., l!. ,l !.-. -... 1. < >l-l
_>l. _
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda
25
dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan.
26
(QS. Ali Imran : 130)
22
yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan
berkahnya. dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang
Telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya
23
maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya
24
Departemen Agama RI, Op. Cit. h. 69-70
25
yang dimaksud riba di sini ialah riba nasi'ah. menurut sebagian besar ulama bahwa riba
nasi'ah itu selamanya Haram, walaupun tidak berlipat ganda. Riba itu ada dua macam: nasiah dan
fadhl. riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. riba fadhl
ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang
yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi,
dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam ayat Ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi
dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah
26
Departemen Agama R.I, Op.Cit. h. 97
21
c. QS. An-Nisa : 161
`>.> ,l . . .s l _. _!.l _L.,l!, !...s _.>ll ..
!,.s !.,l _
Artinya : Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya
mereka Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta
benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-
orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
27
(QS. An Nisa :
161)
d. QS. Ar-Ruum : 39
!. .., _. !, ,,l _ _. _!.l ,, ..s < !. .., _. :
_.,. > < ,.l`! `> _-..l __
Artinya : Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi
Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-
orang yang melipat gandakan (pahalanya).
28
(QS. Ar-Ruum : 39)
Adapun hadits-hadits Rasulullah saw yang berkenaan dengan pelarangan riba yaitu :
a. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah :
27
Ibid, h. 150
28
Ibid. h. 647
22
)
(
Artinya : Sesungguhnya (harta) riba, walaupun banyak jumlahnya, pada
akhirnya akan menjadi sedikit. (H.R. Imam Ahmad, Ath Thabrani, Al-Hakim
dan dihasankan oleh Ibnu Hajar dan Al-Albani)
39
Khalifah Umar bin Khaththab r.a. telah berpesan kepada kaum muslimin
secara umum :
) .
) : (
Artinya : Hendaknya tidaklah berdagang di pasar kita selain orang yang
telah paham (berilmu), bila tidak, niscaya ia akan memakan riba. (ucapan
beliau dengan teks demikian ini dinukilkan oleh Ibnu Abdil Barr al-Maliki).
Dan ucapan beliau ini diriwayatkan oleh Imam Malik dan juga Imam at
Tirmidzi dengan teks yang sedikit berbeda : Hendaknya tidaklah berdagang
37
Tafsir ibnu Katsir, 1/328 dalam Muhammad Arifin bin Badri, Ibid., h.7
38
Maktabah Syamilah Ishdar ats tsani (al Mujam al kabir li ath thabrani, juz 9, h. 75)
39
Muhammad Arifin bin Badri, Op. Cit., h.8
28
di pasar kita selain orang yang telah memiliki bekal ilmu agama Riwayat ini
dihasankan oleh Al-Albani.
40
Riba adalah salah satu kejahatan yang meruntuhkan hakikat dan tujuan Islam
dan iman. Riba menghancurkan ukhuwah yang telah ditanamkan sesame manusia
hidup. Diperbolehkannya riba akan menjadi kerusakan terbesar dalam akhlak selain
merusak kemaslahatan masyarakat, memicu rusaknya sebagian orang bahkan
mengubah mereka menjadi kaum materialis. Hasrat mereka hanya menumpuk harta,
sementara masyarakat tidak bisa mengambil keuntungan dari mereka. Dari sini dpaat
disimpulkan bahwa Allah SWT melarang riba tidak lain adalah untuk kemaslahatan
atau kebaikan umat manusia.
40
Ibid, h. 20
29
BAB III
RIBA DALAM TAFSIR ATH-THABARI
DAN TAFSIR FI ZHILAL AL-QURAN
A. Sekilas Tentang Imam Ath-Thabari
1. Riwayat Hidup Dan Latar Belakang Pendidikan
Nama Imam ath-Thabari adalah Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin
Ghalib. Nama kunyah atau panggilannya adalah Abu Jafar. Kelahirannya
berdasarkan pendapat yang kuat adalah pada tahun 224 Hijriyah. Tempat
kelahirannya di Amal, yaitu daerah yang subur di daerah Thabaristan.
1
Abu Jafar mengisahkan tentang dirinya, Aku telah hafal Al-Quran pada
saat usiaku tujuh tahun, aku telah shalat bersama manusia diusia delapan tahun dan
menulis hadits diusia sembilan tahun. Dahulu ayahku dalam tidurnya melihat
Rasulullah saw. dan diriku membawa sekeranjang batu sedang bersama beliau.
Dalam tidurnya, ayahku seolah melihat diriku sedang melempar batu dihadapan
Rasulullah saw. Lalu ahli tafsir mimpi berkata kepada ayahku, Sesungguhnya anak
ini (Abu Jafar ath Tahabari), kelak jika dewasa akan memelihara syariatnya. Dari
mimpi itulah, akhirnya ayahku membiayai diriku mencari ilmu. Padahal pada waktu
itu aku baru kanak-kanak yang masih kecil.
Doktor Muhammad Az-Zuhaili berkata, Berdasar berita yang dapat
dipercaya, sesungguhnya semua waktu Abu Jafar Ath-Thabari telah dikhususkan
untuk ilmu dan mencarinya. Dia bersusah payah menempuh perjalanan jauh untuk
mencari ilmu sampai masa mudanya dihabisakan untuk berpindah dari satu tempat ke
tempat lainnya. Dia tidak tidak tinggal menetap kecuali setelah usianya mencapai
antara 35-40 tahun. Dalam masa ini, Abu Jafar Ath-Thabari hanya memiliki sedikit
harta karena semua hartanya dihabiskan untuk menempuh perjalanan jauh dalam
1
Syaikh Ahmad Farid, Biografi 60 Ulama Salaf, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, t.th. h. 35
29
30
musafir menimba ilmu, menyalin, dan membeli kitab. Untuk bekal semua
perjalanannya, pada awalnya Abu Jafar Ath-Thabari bertumpu pada harta milik
ayahnya dan harta warisan milik ayahnya. Tatkala Abu Jafar sudah kenyang
menjalani hidup dalam dunia perjalanan mencari ilmu, akhirnya dia pun tinggal
menetap.
Tatkala hidupnya terputus dari dari kegiatan musafir untuk menimba ilmu,
maka sisa usianya difokuskan untuk menulis, berkarya dan mengajar ilmu yang
dimiliki kepada orang lain. Ilmu telah menyibukkannya dan memberikan kenikmatan
dan kelezatan tersendiri yang tidak akan pernah dirasakan kecuali bagi yang telah
menjalaninya. Ketika seseorang telah tenggelam dalam lautan ilmu dimasa mudanya,
maka menikah sering terabaikan. Ketika usia telah mencapai antara 35-40 tahun dan
tersibukkan dalam majelis ilmu, maka keinginan menikah menjadi semakin hilang.
Dilahapnya kitab-kitab yang berjilid-jilid dan berlembar-lembar serta waktu belajar
dan berkarya juga lebih optimal.
Apabila Abu Jafar Ath-Thabari diberi hadiah, maka jika dia dapat membalas
hadiah itu dengan yang lebih baik, hadiah itu akan diterima. Namun apabila dia tidak
mampu, maka hadiah itu akan ditolak dengan ramah disertai permintaan maaf kepada
pemberi hadiah. Abu Haija Ibnu Hamdan pernah memberikan hadiah kepada Abu
Jafar Ath-Thabari tiga ribu dinar. Setelah melihat hadiah tersebut, Abu Jafar Ath-
Thabari terkagum-kagum dan berkata, Aku tidak bisa menerima hadiah yang aku
tidak bisa membalasnya dengan yang lebih baik lagi. Dari mana aku mendapatkan
uang untuk membalas hadiah sebanyak ini?
2
Abu Jafar Ath-Thabari selalu menjauhi sikap dan perbuatan yang tidak
pantas dilakukan oleh ulama. Langkah demikian itu berlangsung sampai dia
menghembuskan nafas terakhirnya. Pernah suatu ketika Abu Jafar Ath-Thabari
berdebat dengan Dawud bin Ali Azh-Zhahiri mengenai suatu permasalahan. Ditengah
perdebatan, Abu Jafar Ath-Thabari berhenti dan tidak meneruskan perkataannya,
2
Ibid, h. 37
31
sehingga para temannya menjadi bertanya-tanya. Dalam keadaan demikian itu, tiba-
tiba salah seorang yang hadir berdiri, dengan spontan dia berkata-kata pedas dan
menyakitkan yang ditujukan pada Abu Jafar Ath-Thabari.
Mendengar perkataan yang demikian itu, Abu Jafar Ath-Thabari tidak
membalasnya sedikit pun dan tidak pula terpancing memberikan jawabannya. Dengan
segera ia bergegas meninggalkan tempat itu dan menulis masalah perdebatannya itu
dalam sebuah kitab.
Diantara hal yang dapat menunjukkan kepandaian dan kecerdasan Imam ath-
Thabari adalah kisah Imam Ath-Thabari tentang dirinya sendiri tatkala dia mampu
menguasai ilmu Arudh (ilmu tentang syair atau sajak) dalam tempo satu malam.
Kisahnya adalah sebagai berikut: Imam ath-Thabari berkata, Tatkala aku tiba di
Mesir, tidak tersisa seorang ahli ilmu pun kecuali mereka menemuiku untuk
mengujikan apa yang telah dikuasainya. Pada suatu hari, datang kepadaku seorang
laki-laki bertanya tentang sebagian tertentu dari Arudh yang aku sendiri belum
mengetahui tentang Arudh. Akhirnya aku katakan kepadanya, Aku tidak bisa bicara,
karena hari ini aku tidak akan membicarakan masalah Arudh sedikit pun. Tetapi
datanglah besok dan temui aku. Lalu aku pun meminjam Kitab Arudh karya Khalil
Ahmad dari temanku. Malam itu aku pelajari Kitab Arudh tersebut dan pagi harinya
aku telah menjadi seorang ahli Arudh.
Al-Farghani berkata, Muhammad bin Jarir Ath-Thabari tidak takut celaan
dan cercaan manusia, biarpun itu terasa menyakitkan. Cercaan itu muncul dari orang-
orang bodoh, hasad, dan yang mengingkarinya.
3
Adapun manusia berilmu dan ahli
menjalankan agama, maka mereka tidak akan mengingkari kapasitas dan kredibilitas
Muhammad bin Jarir.
Mereka juga mengakui kezuhudannya dari dunia dan qanaah dengan merasa
cukup menerima sepetak tanah kecil peninggalan ayahnya di Thabaristan. Perdana
menteri al-Kharqani bertaklid kepadanya, lalu ia mengirimkan uang dalam jumlah
3
Imam ath Thabari, http://www.mediamuslim.net, diakses pada : 01-09-2010
32
yang besar kepadanya. Akan tetapi, dia tetap menolak pemberian tersebut. Ketika
Ibnu Jarir ath-Thabari ditawarkan kedudukan qadhi (hakim) dengan jabatan Wilayah
al-Mazhalim, dia pun menolaknya.
4
Akibat penolakan ini, teman-teman Ibnu Jarir mencelanya. Mereka berkata,
Ketika kamu terima jabatan ini, maka kamu akan mendapatkan gaji tinggi dan akan
dapat menghidupkan pengajian sunnah yang kamu laksanakan.
Pada dasarnya, mereka ingin sekali memperoleh jabatan tersebut. Namun
dengan perkataan mereka itu, akhirnya Ibnu Jarir membentak mereka seraya berkata,
Sungguh, aku mengira kalian akan mencegahku ketika aku senang jabatan
tersebut.
Para guru Ibnu Jarir Ath-Thabari sebagaimana disebutkan Adz-Dzahabi yaitu:
Muhammad bin Abdul Malik bin Abi Asy-Syawarib, Ismail bin Musa As-
Sanadi, Ishaq bin Abi Israel, Muhammad bin Abi Masyar, Muhammad bin Hamid
Ar-Razi, Ahmad bin Mani, Abu Kuraib Muhammad bin Abd al-Ala Ash-Shanani,
Muhammad bin al-Mutsanna, Sufyan bin Waqi, Fadhl bin Ash-Shabbah, Abdah bin
Abdullah Ash-Shaffar, dll.
5
Sedangkan muridnya yaitu:
Abu Syuaib bin al-Hasan al-Harrani, Abul Qasim Ath-Thabarani, Ahmad bin
Kamil Al-Qadhi, Abu Bakar asy-Syafii, Abu Ahmad Ibnu Adi, Mukhallad bin Jafar
Al-Baqrahi, Abu Muhammad Ibnu Zaid Al-Qadhi, Ahmad bin Al-Qasim al-
Khasysyab, Abu Amr Muhammad bin Ahmad bin Hamdan, Abu Jafar bin Ahmad
bin Ali al-Katib, Abdul Ghaffar bin Ubaidillah al-Hudhaibi, Abu Al-Mufadhadhal
Muhammad bin Abdillah Asy-Syaibani, Mualla bin Said, dll.
6
4
Ibid,
5
Ibid
6
Ibid
33
Adapun meninggalnya Imam ath-Thabari, Ahmad bin Kamil berkata, Ibnu
Jarir ath-Thabari meninggal pada waktu sore, dua hari sisa bulan Syawal tahun 310
Hijriyah. Beliau dimakamkan di rumahnya, di mihrab Yaqub, Baghdad.
7
Karya-Karya Ath-Thabari
Di antara karya-karyanya adalah sebagai berikut :
a. JamiAl-Bayan fi Tawil ai Al-Quran yang lebih dikenal dengan sebutan At-
tafsir Ath-Thabari
b. Tarikh Umam wa Al-Muluk yang lebih dikenal dengan Tarikh Ath-Thabari
c. Dzail Al-Mudzil
d. Ikhtilaf Ulama Al-Amshar fi Ahkam SyaraI Al-Islam yang lebih dikenal
dengan Ikhtilaf Al-Fuqaha
e. Lathif Al-Qaul fi Ahkam SyaraI Al-Islam, yaitu fiqih Al-Jariri
f. Adab Al-Qudhah
g. Al-Musnad Al-Mujarrad
h. Al-Qiraat wa Tanzil Al-Quran
i. Mukhtashar Manasik Al-Hajj
j. Al-Mujiz fi Al-Ushul
k. Musnad Ibnu Abbas, dan masih banyak lainnya.
8
2. Pandangan Imam Ath Thabari tentang riba dalam tafsir at Thabari
Di dalam tafsirnya, Imam Ath-Thabari menjelaskan ayat tentang riba, yaitu
surat al-Baqarah 275 :
_ _l!, ,l _`.1, | !. `1, _ L,>., _.L,:l _.
_.l ,l: .!, l! !..| _,,l `_.. ,l _> < _,,l > ,l _.
7
Ibid,
8
Ibid,
34
.:,l> Ls. _. ., _..! .` !. l. .:`. _|| < _. :!s ,.l`!
.>. !.l > !, _.> ___
Artinya : Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,
lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
9
(QS. Al Baqarah :
275)
Penafsirannnya adalah sebagai berikut :
" " ": " "
" " " " " "
." ] [ ) (
": ." ": " ) (
" " ": "
] [ ) . ( ": "
. ):
] .( : .[
9
Departemen Agama R.I, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Toha Putra, Semarang, 1989, h. 69
10
Abi jafar Muhammad Bin Jarir Ath Thabari, Tafsir ath-Thabari, jilid 3, Dar al Kutub al
ilmiah, Beirut, 1999, h. 101-102
35
Maksudnya al irbaa merupakan tambahan dari sesuatu, dikatakan darinya
fulan menambahkan kepada fulan, jika ditambahkan kepadanya, tambahan itu
bertambah. Tambahan tersebut adalah riba. Dalam contohnya, seorang memberikan
hutang dengan jatuh tempo kepada fulan, namun fulan belum bisa membayarnya pada
waktu tempo yang telah ditentukan, maka si pemberi hutang memberikan tenggang
waktu dengan memberikan tambahan pengembalian kepada fulan. Maka Allah SWT
melarangnya pada surat ali Imran : 130
!,!., _ `.., l!. ,l !.-. -...
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda
11
(QS. Ali Imran : 130)
: :
! .
Beliau mengutip banyak riwayat yang menjelaskan tentang hal tersebut, salah
satunya :
:"
" :
Beliau menafsirkan ayat ini dengan mengambil penjelasan dari abu Jafar :
(,l< _>.,), berarti Allah SWT memusnahkan riba, seperti :
:" " :
Hal ini senada seperti yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Masud dari Nabi
saw bahwasanya beliau bersabda :
" ".
Dalam uraian tersebut diuraikan bahwa Allah swt. memberikan berita bahwa
orang-orang yang beriman (yaitu orang-orang yang membenarkan Allah swt. dan
rasulNya, dan terhadap apa yang datang dari sisi Allah swt., dan mengharamkan riba
dan tidak memakan riba, serta semua apa yang telah disyariatkan agamanya), serta
orang-orang yang beramal shalih, dan mengerjakan shalat baik yang difardhukan
maupun yang disunnahkan, dan menunaikan zakat (yang telah difardhukan terhadap
harta mereka), maka pahala bagi mereka karena amalan, keimanan serta sedekah
mereka, maka di sisi Allah swt., mereka tidak merasa takut (terhadap apa yang telah
25
Abi jafar Muhammad Bin Jarir Ath Thabari, Op. Cit., h. 106
42
mereka lakukan pada masa jahiliyah, dan mereka meninggalkannya karena takut
kepada Allah swt. setelah datang pelajaran dari tuhannya dan mereka membenarkan
terhadap janji dan ancaman Allah swt.), dan mereka tidak merasa bersedih (karena
meninggalkan hal-hal duniawi karena untuk mencari keridhaan Allah swt. di hari
akhirat.
Surat al-Baqarah ayat 278 :
!,!., _ `.., 1. < ': !. _., _. ,l _| .. _,...
.
Maksud dari keterangan tersebut adalah : wahai orang-orang yang beriman
(yang membenarkan terhadap Allah swt. dan rasulNya), bertakwalah kepada Allah
swt. (dikatakan : takutlah kepada Allah swt. dengan diri kalian sendiri, maka
bertakwalah kepada Allah swt. dengan mentaati terhadap apa yang telah
26
Departemen Agama RI, al-Quran dan terjemahnya, Op. Cit., h.69
27
Abi jafar Muhammad Bin Jarir Ath Thabari, Op. Cit., h. 106-107
43
diperintahkan Allah swt. kepadamu, dan mencegah apa yang telah dilarang Allah swt.
kepadamu, dan tinggalkanlah yang tersisa dari riba, (dikatakan : tinggalkanlah
meminta apa yang tersisa dari kelebihan atas modal kalian yang telah ada sejak
sebelum dilarang dan menjadi riba), jika kalian beriman (dikatakan : jika kalian
benar-benar mempercayai secara perkataan, membenarkan dengan lisan, dan
perbuatan kalian).
Surat Ali Imran : 130
!,!., _ `.., l!. ,l !.-. -... 1. < >l-l
_>l.
Beliau menjelaskan :
:" "
" " .
" " : .
.
Dari keterangan tersebut di atas bahwa dari sesuatu tambahan atau riba yang
kamu berikan agar bertambah pada harta manusia, (seperti dicontohkan dalam
riwayat di atas, bahwa : sesuatu yang diberikan oleh manusia yang satu kepada
33
Departemen Agama RI, al-Quran dan terjemahnya, Op. Cit., h. 647
34
Abi jafar Muhammad Bin Jarir Ath Thabari, Op.Cit., h. 177
46
manusia yang lain untuk mengharapkan yang lebih darinya maka riba itu tidak
meambah pada sisi Allah swt. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah swt, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang yang melipatgandakan (pahalanya).
B. Sekilas tentang Sayid Quthb
1. Riwayat hidup dan latar belakang pendidikannya
Nama lengkapnya adalah Sayyid Quthb Ibrahim Husain Syadzili. Dia
dilahirkan pada tanggal 9 Oktober 1906 M. di kota Asyut, salah satu daerah di Mesir.
Dia merupakan anak tertua dari lima bersaudara, dua laki-laki dan tiga perempuan.
35
Ayahnya bernama al-Hajj Qutb Ibrahim, ia termasuk anggota Partai
Nasionalis Musthafa Kamil sekaligus pengelola majalah al-Liw`, salah satu majalah
yang berkembang pada saat itu. Quthb muda adalah seorang yang sangat pandai.
Konon, pada usianya yang relatif muda, dia telah berhasil menghafal al-Qur`an diluar
kepala pada umurnya yang ke-10 tahun. Pendidikan dasarnya dia peroleh dari sekolah
pemerintah selain yang dia dapatkan dari sekolah Kuttab (TPA).
Pada tahun 1918 M, dia berhasil menamatkan pendidikan dasarnya. Pada
tahun 1921 Sayyid Quthb berangkat ke Kairo untuk melanjutkan pendidikannya di
Madrasah Tsanawiyah. Pada masa mudanya, ia pindah ke Helwan untuk tinggal
bersama pamannya, Ahmad Husain Ustman yang merupakan seorang jurnalis. Pada
tahun 1925 M, ia masuk ke institusi diklat keguruan, dan lulus tiga tahun kemudian.
35
Syaikh Ahmad Farid, Biografi 60 Ulama Salaf, Op. Cit. h. 120
47
Lalu ia melanjutkan jenjang perguruannya di Universitas Dar al-Ulum hingga
memporelah gelar sarjana (Lc) dalam bidang sastra sekaligus diploma pendidikan.
Dalam kesehariannya, ia bekerja sebagai tenaga pengajar di Universitas
tersebut. Selain itu, ia juga diangkat sebagai penilik pada Kementerian Pendidikan
dan Pengajaran Mesir, hingga akhirnya ia menjabat sebagai inspektur. Sayyid Quthb
bekerja dalam Kementerian tersebut hanya beberapa tahun saja. Beliau kemudian
mengundurkan diri setelah melihat adanya ketidak cocokan terhadap kebijakan yang
diambil oleh pemerintah dalam bidang pendidikan karena terlalu tunduk oleh
pemerintah Inggris.
36
Pada waktu bekerja dalam pendidikan tersebut, beliau mendapatkan
kesempatan belajar ke U.S.A untuk kuliah di Wilsons Teacher College dan Stanford
University dan berhasil memperoleh gelar M.A. di bidang pendidikan. Beliau tinggal
di Amerika selama dua setengah tahun, dan hilir mudik antara Washington dan
California. Melalui pengamatan langsung terhadap peradaban dan kebudayaan yang
berkembang di Amerika, Sayyid Quthb melihat bahwa sekalipun Barat telah berhasil
meraih kemajuan pesat dalam bidang sains dan teknologi, namun sesungguhnya ia
merupakan peradaban yang rapuh karena kosong dari nilai-nilai spiritual.
Dari pengalaman yang diperoleh selama belajar di Barat inilah yang kemudian
memunculkan paradigma baru dalam pemikiran Sayyid Quthb. Atau, bisa juga
dikatakan sebagai titik tolak kerangka berfikir sang pembaharu masa depan.
Sepulangnya dari belajar di negeri Barat, Sayyid Quthb langsung bergabung dalam
36
Ibid,
48
keangotaan gerakan Ikhwan al-Muslimin yang dipelopori oleh Hasan al-Banna. Dan
dia juga banyak menulis secara terang-terangan tentang masalah keislaman.
Dari organisasi inilah beliau lantas banyak menyerap pemikiran-pemikiran
Hasan al-Banna dan Abu al-Ala al-Maududi. Sayyid Quthb memandang Metode
Penafsiran Sayyid Quthb
Ikhwan al-Muslimin sebagai satu gerakan yang bertujuan untuk mewujudkan
kembali syariat politik Islam dan juga merupakan medan yang luas untuk
menjalankan Syariat Islam yang menyeluruh. Selain itu, dia juga meyakini bahwa
gerakan ini adalah gerakan yang tidak tertandingi dalam hal kesanggupannya
menghadang zionisme, salibisme dan kolonialisme.
37
Sepanjang hayatnya, Sayyid Quthb telah menghasilkan lebih dari dua puluh
buah karya dalam berbagai bidang. Penulisan buku-bukunya juga sangat berhubungan
erat dengan perjalanan hidupnya. Sebagai contoh, pada era sebelum tahun 1940-an,
beliau banyak menulis buku-buku sastra yang hampa akan unsur-unsur agama. Hal
ini terlihat pada karyanya yang berjudul Muhimmat al-Syir fi al-Hayah pada tahun
1933 dan Naqd Mustaqbal al-Tsaqafah fi Misr pada tahun 1939.
Pada tahun 1940-an, Sayyid Quthb mulai menerapkan unsur-unsur agama di
dalam karyanya. Hal itu terlihat pada karya beliau selanjutnya yang berjudul al-
Tashwir al-Fanni fi al-Qur`an (1945) dan Masyahid al-Qiyamah fi al-Qur`an.
Pada tahun 1950-an, Sayyid Quthb mulai membicarakan soal keadilan,
kemasyarakatan dan fikrah Islam yang suci menerusi al-Adalah al-Ijtimaiyyah fi al-
37
Sumber: Sayyid Quthb, http://www.mediamuslim.net, diakses pada : 01-09-2010
49
Islam dan Marakah al-Islam wa ar-Ras al-Maliyyah. Selain itu, beliau turut
menghasilkan F Zhill al-Qur`n dan Dirsat Islmiyyah. Semasa dalam
penjara, yaitu mulai dari tahun 1954 hingga 1966, Sayyid Qutb masih terus
menghasilkan karya-karyanya. Di antara buku-buku yang berhasil ia tulis dalam
penjara adalah Hadza al-Din, al-Mustaqbal li Hadza al-Din, Khasha`is al-
Tashawwur al-Islami wa Muqawwimatihi al-Islam wa Musykilah al-Hadharah dan
Fi Zhilal al-Qur`an (lanjutannya).
Pada tahun 1965, Sayyid Quthb divonis hukuman mati atas tuduhan
perencanaan menggulingkan pemerintahan Gamal Abdul Nasher. Menurut sebuah
sumber, sebelum dilakukan eksekusi, Gamal Abdul Nasher pernah meminta Sayyid
Qutb untuk meminta maaf atas tindakan yang hendak dilakukannya, namun
permintaan tersebut ditolak oleh Sayyid Quthb.
Kerangka Pemikiran Sayyid Quthb
Dalam kitabnya yang berjudul Sayyid Quthb: Khulashatuhu wa Manhaju
Harakatihi", Muhammad Taufiq Barakat membagi fase pemikiran Sayyid Quthb
menjadi tiga tahap:
a. Tahap pemikiran sebelum mempunyai orientasi Islam;
b. Tahap mempunyai orientasi Islam secara umum;
c. Tahap pemikiran berorientasi Islam militan.
38
38
Ibid,
50
Pada fase ketiga inilah, Sayyid Quthb sudah mulai merasakan adanya
keengganan dan rasa muak terhadap westernisasi, kolonialisme dan juga terhadap
penguasa Mesir. Masa-masa inilah yang kemudian menjadikan beliau aktif dalam
memperjuangnkan Islam dan menolak segala bentuk westernisasi yang kala itu sering
digembor-gemborkan oleh para pemikir Islam lainnya yang silau akan kegemilingan
budaya-budaya Barat.
Dalam pandangannya, Islam adalah way of life yang komprehansif. Islam
adalah ruh kehidupan yang mengatur sekaligus memberikan solusi atas problem
sosial-kemasyarakatan. Al-Qur`an dalam tataran umat Islam dianggap sebagai acuan
pertama dalam pengambilan hukum maupun mengatur pola hidup masyarakat karena
telah dianggap sebagai prinsip utama dalam agama Islam, maka sudah menjadi
sebuah keharusan jika al-Qur`an dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang
ada. Berdasar atas asumsi itulah, Sayyid Quthb mencoba melakukan pendekatan baru
dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an agar dapat menjawab segala macam bentuk
permasalahan. Adapun pemikiran beliau yang sangat mendasar adalah keharusan
kembali kepada Allah dan kepada tatanan kehidupan yang telah digambarkan-Nya
dalam al-Quran, jika manusia menginginkan sebuah kebahagiaan, kesejahteraan,
keharmonisan dan keadilan dalam mengarungi kehidupan dunia ini.
Meski tidak dipungkiri bahwa al-Qur`an telah diturunkan sejak berabad-abad
lamanya di zaman Rasulullah dan menggambarkan tentang kejadian masa itu dan
sebelumnya sebagaimana yang terkandung dalam Qashash al-Qur`an, namun ajaran-
ajaran yang dikandung dalam al-Qur`an adalah ajaran yang relevan yang dapat
51
diterapkan di segala tempat dan zaman. Maka, tak salah jika kejadian-kejadian masa
turunnya al-Qur`an adalah dianggap sebagai cetak biru perjalanan sejarah umat
manusia pada fase berikutnya. Dan tidak heran jika penafsiran-penafsiran yang telah
diusahakan oleh ulama klasik perlu disesuaikan kembali dalam masa sekarang.
Berangkat dari itu, Sayyid Quthb mencoba membuat terobosan terbaru dalam
menafsirkan al-Qur`an yang berangkat dari realita masyarakat dan kemudian
meluruskan apa yang dianggap tidak benar yang tejadi dalam realita tersebut.
Karya-Karya Sayid Quthb
a. al-Tashwr al-Fanni fi al-Qur`an (1945)
b. Masyhid al-Qiymah fi al-Qur`an. (1945)
c. al-Adalah al-Ijtimaiyyah fi al-Islam (1950)
d. Marakah al-Islam wa ar-Ras al-Maliyyah. (1950)
e. F Zhill al-Qur`n (1950-1960)
f. Dirsat Islmiyyah. (1950)
g. Hdza al-Dn, (1954-1960)
h. al-Mustaqbal li Hdza al-Dn, (1954-1960)
i. Khash`is al-Tashawwur al-Islmi wa Muqawwimtihi al-Islm wa
Musykilah al-Hadhrah (1954-1960)
39
2. Pandangan Sayyid Quthb tentang riba dalam tafsir Fi Zilal al-Quran
Didalam tafsirnya, Sayyid Quthb menjelaskan tentang riba dalam surat al
baqarah ayat 275 280 :
_ _l!, ,l _`.1, | !. `1, _ L,>., _.L,:l _.
_.l ,l: .!, l! !..| _,,l `_.. ,l _> < _,,l > ,l _.
39
Sayydi Quthb, http://www.mujahidin.net/index., diakses : 01-09-2010
52
.:,l> Ls. _. ., _..! .` !. l. .:`. _|| < _. :!s ,.l`!
.>. !.l > !, _.> ___ _>., < ,l _,`, ...l <
>`, _ ! ,. ___ _| _ `.., l.s .>l..l `.! :l.l
'., :l `l >`> ..s , .> ,l. > _.`>, ___
!,!., _ `.., 1. < ': !. _., _. ,l _| .. _,... ___ _| l
l-. .:! ,>, _. < .. _| `.,. l '_',' l.
_.lL. _.lL. ___ _| _l : :.`s :L. _|| :.. _ ...
,> `l _| `.. _.l-. __
Artinya :
275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba
40
tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila
41
. keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,
lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah
diambilnya dahulu
42
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
40
Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. riba nasiah ialah pembayaran lebih yang
disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang
yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian,
seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam
ayat Ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah
41
Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan
syaitan
42
Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan
53
276. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah
43
. dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa
44
.
277. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi
Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati.
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman.
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka
Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
280. Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau
semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.
45
(QS. Al
Baqarah : 275-280)
Bahwa ada beberapa hakikat tentang riba :
Hakikat pertama, Islam tidak berdiri bersama sistem riba di tempat mana
pun.
46
Kalau ada pendapat selain ini yang dikatakan oleh ahli fatwa atau tokoh
agama, maka pendapat itu adalah bohong dan penipuan. Karena prinsip tashawwur
islami berbenturan secara langsung dengan sistem riba akibat-akibat praktisnya dalam
kehidupan manusia.
43
Yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan
berkahnya. dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang
Telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya
44
Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya
45
Departemen Agama RI, al-Quran dan terjemahnya, Op. Cit., h. 69-70
46
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Quran(di bawah naungan al-Qur'an), jilid 2, Gema Insani
Press, Jakarta, cet. Keempat, 2008, h. 274
54
Hakikat kedua, sistem riba merupakan malapetaka terhadap kemanusiaan
yang bukan hanya dalam bidang keimanan, akhlak dan pandangannya terhadap
kehidupan saja. Tetapi, juga di dalam dasar kehidupan ekonomi dan kerjanya.
47
Sistem riba merupakan sistem terburuk yang menghapuskan kebahagiaan manusia
dan menghambat pertumbuhannya sebagai manusia yang seimbang.
Hakikat ketiga, sistem akhlak dan sistem kerja dalam Islam sangat berkaitan
dan manusia dalam semua tindakannya selalu terikat dengan janji kekhalifahan dan
syaratnya.
48
Manusia akan dicoba dan diuji dalam setiap kegiatan yang dilakukan di
dalam kehidupannya dan akan dihisab atas perbuatannya kelak di akhirat. Karena itu,
tidak ada sistem akhlak yang terpisah dari sistem kerja. Keduanya secara bersama-
sama menyusun aktivitas manusia. Keduanya merupakan ibadah yang diberi pahala
bagi pelakunya bila dilakukan dengan baik, dan terkena dosa apabila dia berbuat
buruk. Sessungguhnya, perekonomian Islam yang berhasil tidak bisa berdiri tanpa
akhlak. Dan, akhlak bukanlah amal yang boleh diabaikan bila kehidupan amaliah
manusia ingin berhasil.
Hakikat keempat, muamalah (bisnis) dengan sistem riba hanya akan merusak
hati nurani manusia dan budi pekertinya serta perasaannya terhadap saudaranya di
dalam kelompok, juga akan merusak kehidupan kelompok manusia dan kerja
samanya dengan sesuatu yang disebarkannya baik berupa kerakusan, ketamakan,
47
Ibid,
48
Ibid,
55
kepentingan pribadi, penipuan, maupun pertaruhan secara umum.
49
Uang yang
dipinjam dengan riba tidak dimaksudkan untuk mendirikan proyek-proyek yang
paling bermanfaat bagi manusia. Tetapi, dimaksudkan untuk mendatangkan
keuntungan sebanyak-banyaknya, walaupun keuntungan itu diperoleh dari
mengumbar nafsu dan keinginan yang paling kotor dan menjijikkan.
Hakikat kelima, Islam adalah sistem yang saling melengkapi.
50
Ketika ia
mengharamkan bisnis dengan sistem riba, ia menegakkan semua peraturannya pada
prinsip yang sama sekali tidak memerlukan riba. Lalu, diaturnya suatu sisi-sisi
kehidupan social yang sama sekali tidak memerlukan riba ini, tanpa mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, social, dan kemanusiaan yang bersifat umum.
Hakikat keenam, Islam ketika diberi kesempatan mengatur kehidupan
manusia sesuai dengan pandangannya dan manhajnya yang khusus pada waktu
membuang sistem riba, tidak perlu membatalkan badan-badan usaha dan sarana-
sarana yang lazim bagi kehidupan ekonomi modern dengan pertumbuhannya yang
alami (wajar) dan benar. Akan tetapi, ia hanya hendak membersihkannya dari kotoran
riba dan nodanya.
51
Kemudian, membiarkannya bekerja sesuai dengan kaidah-kaidah
lain yang sehat. Yang pertama di antara badan-badan usaha dan sarana-sarana ini
adlaah bank-bank, serikat-serikat dagang, dan badan-badan ekonomi modern lainnya.
49
Ibid,
50
Ibid, h. 275
51
Ibid,
56
Hakikat ketujuh, yang terpenting adalah keharusan iktikad orang yang ingin
menjadi muslim sejati.
52
Yaitu mengiktikadkan kemustahilan Allah swt.
mengharamkan sesuatu yang kehidupan manusia tidak dapat berlangsung dan tidak
dapat maju tanpanya. Juga harus mengiktikadkan kemustahilan bahwa terdapat
sesuatu yang buruk, tetapi pada waktu yang sama ia merupakan unsur yang
memastikan keberlangsungan dan kemajuan hidup. Allah swt. adalah yang
menciptakan kehidupan ini. Dia yang menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi,
yang memerintahkan dikembangkan dan ditingkatkannya kehidupan ini, yang
menghendaki ini semua, dan yang memberi taufik kepada mereka. Karena itu,
mustahillah dalam persepsi seorang muslim bahwa pada apa yang diharamkan Allah
swt. itu terdapat sesuatu yang kehidupan manusia tidak dapat berlangsung dan tidak
dapat maju tanpanya. Mustahil terdapat sesuatu yang amat buruk tapi ia menjadi
factor penentu keberlangsungan dan peningkatan kehidupan. Pemikiran semacam ini
merupakan pemikiran yang buruk. Pemahaman rancu, beracun, dan amat buruk serta
melampaui batas yang terus berusaha ditebarkan kedalam benak generasi anak
manusia adalah persepsi bahwa riba itu merupakan suatu kebutuhan pokok bagi
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Juga persepsi bahwa sistem riba juga
merupakan sistem yang alami dan wajar. Pikiran yang penuh tipu daya ini telah
menyebar di sumber-sumber kebudayaan umum dan pengetahuan manusia di dunia
timur dan barat. Berlangsungnya kehidupan modern di atas dasar ini praktis dengan
mengusahakan bank-bank dan rentenir-rentenir, dan sulit membayangkan
52
Ibid,
57
keberlangsungannya di atas dasar lain. Sebenarnya, kesulitanini hanya muncul;
pertama, karena tidak adanya iman, kedua, karena lemahnya pikiran dan
ketidakmampuan melepaskan diri dari pikiran keliru yang diusahakannya dngan
sungguh-sungguh oleh para rentenir untuk menyebarkannya. Karena, mereka
menguasai media pengarahan dan punya kekuasaan untuk memasukkan pengaruhnya
ke dalam berbagai pemerintahan dunia, juga memiliki sarana-sarana promosi umum
dan khusus.
Hakikat kedelapan, menganggap mustahil keberlangsungan perekonomian
dunia hari ini dan yang akan datang tanpa didasarkan atas sistem riba, hanyalah
anggapan bersifat khurafat belaka, atau kebohongan besar yang terus dilestarikan
53
.
Karena sarana-sarana yang dipergunakan oleh orang-orang yang berkepentingan
untuk melestarikannya praktis sarana-sarana yang besar juga. Apabila niatnya benar,
dan terdapat tekat yang kuat dari manusia atau umat Islam memiliki kemauan yang
kuat untuk merebut kembali kemerdekaannya dari cengkeraman sistem riba dunia,
serta menginginkan kebaikan, kebahagiaan dan berkah di samping akhlak yang suci
dan masyarakat yang bersih, maka lapangannya senantiasa terbuka untuk
menegakkan sistem lain yang benar dan lurus. Sistem yang dikehendaki Allah swt.
bagi manusia, yang diberlakukan secara praktis, yang secara factual kehidupan
manusia berjalan dengan sempurna di bawah naungannya, dan yang senantiasa dapat
menerima perkembangan di bawah pancaran cahayanya dan di bawah naungannya.
53
Ibid, h. 276
58
Tidak ada tempat untuk memisah-misahkan teori tentang tata cara
pelaksanaaannya di satu sisi, dan sarana-sarana di sisi lain. Sudah sangat jelas bahwa
keburukan bisnis ribawi bukalah kebutuhan kehidupan ekonomi. Dan, manusia yang
menyeleweng dari jalan yang lurus pada zaman dahulu hingga dikembalikan lagi oleh
Islam adalah manusia yang menyeleweng pada masa sekarang ini juga tidak mau
kembali kepada jalan yang lurus, penuh kasih sayang, dan sehat.
Dalam ayat 130 surat Ali Imran, Sayyid Quthb menafsirkan bahwa adhafan
mudhaafa itu adalah untuk menyifati peristiwa, bukan sebagai syarat yang
berhubungan dengan suatu hukum. Sedangkan, nash-nash yang terdapat dalam surat
al Baqarah ayat 178 secara qathi pasti mengharamkan riba secara mendasar dengan
tanpa menentukan pembatasan dan persyaratan tertentu, tinggalkanlah sisa riba
(yang belum dipungut), bagaimanapun modelnya.
54
Apabila telah kita tetapkan prinsip ini, selesailah sudah pembicaraan tentang
sifat riba. Selanjutnya, kita katakana bahwa sebenarnya yang demikian itu bukan sifat
yang ada dalam sejarah saja mengenai praktik ribawi yang terjadi di jazirah arab dan
menjadi sasaran larangan itu sendiri di sini. Akan tetapi, ia merupakan sifat lazim
bagi sistem ribawi yang terkutuk itu, berapapun besar bunganya.
Sistem riba berarti memutar uang menurut kaidah ini. Artinya, praktik riba itu
bukanlah tindakan yang satu kali saja dan sepele, tetapi ia merupakan tindakan yang
berulang-ulang dilihat dari satu segi, dan bertumpuk-tumpuk dilihat dari segi
mengalami pertambahan yang berlipat ganda, tanpa dapat dibantah lagi. Sistem riba
54
Sayyid Quthb, jilid 2, Ibid, h. 241
59
akan senantiasa terwujud dengan wataknya. Jadi, ia tidak terbatas pada praktik yang
berlaku di jazirah arab saja, tetapi ia merupakan sifat yang lazim bagi sistem ini pada
setiap waktu.
Islam yang membangun kaum muslimin ini ingin membersihkan kehidupan
spiritual dan moral mereka, sebagaimana ia menginginkan kesejahteraan kehidupan
ekonomi dan politik. Dampak semua ini terhadap hasil peperangan yang dilakukan
umat itu sudah popular. Oleh karena itu, dilarangnya melakukan sistem riba dalam
konteks perang merupakan suatu hal yang dapat dimengerti dalam manhaj yang
lengkap dan jeli ini.
Adapun diakhirinya larangan ini dengan perintah bertakwa kepada Allah swt.
karena mengharapkan kebahagiaan dan keberuntungan, serta dengan menjaga diri
dari neraka yang disediakan bagi orang kafir; dan diakhirinya masalah ini dengan
kedua sentuhan di atas (takwa dan menjaga diri dari mereka) dalam konteks ini juga
dapat dimengerti. Hal ini merupakan kata penutup yang sangat tepat. Karena, orang
yang bertakwa kepada Allah swt. tidak akan memakan riba karena takut siksa neraka
yang disediakan bagi orang-orang kafir. Orang yang beriman kepada Allah swt. tidak
ada yang memakan riba dan mereka membersihkan dirinya dari sifat-sifat orang
kafir.
55
Dalam ayat 161 surat an nisa :
55
Ibid,
60
`>.> ,l . . .s l _. _!.l _L.,l!, !...s _.>ll ..
!,.s !.,l _
Artinya : Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya
mereka Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta
benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-
orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
56
(QS. An-Nisa :
161)
Sayyid Quthb menjelaskan salah satu karakter kaum yahudi, yaitu mereka
berbuat kezhaliman, menghalang-halangi manusia dari jalan Allah swt., yang mereka
lakukan terus menerus. Juga tindakan mereka memakan riba yang mereka telah
dilarang untuk memakannya dan tindakan mereka memakan harta orang lain secara
batil, baik denga jalan riba maupun dengan cara-cara lain.
57
Karena kemungkaran-kemungkaran mereka itu disamping kemungkaran-
kemungkarannya yang telah disebutkan sebelumnya, maka diharamkanlah atas
mereka memakan makanan yang baik-baik yang dahulunya dihalalkan bagi mereka.
Allah swt. menyediakan bagi orang-orang yang kafir di antara mereka adzab yang
pedih.
Dalam ayat 38-39 surat Ar Ruum :
56
Departemen Agama RI, al-Quran dan terjemahnya, Op. Cit., h.150
57
Sayid Quthb, Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Quran(di bawah naungan al-Qur'an), jilid 2,
Gema Insani Press, Jakarta, cet. Kedua, 2004, h. 129
61
,!: : _1l .1> _,>`..l _ _,,.l ,l: ,> _l _.,`, >
< ,.l` `> _>l.l __ !. .., _. !, ,,l _ _. _!.l
,, ..s < !. .., _. : _.,. > < ,.l`! `> _-..l
Artinya :
38. Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian
(pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan
58
. Itulah
yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka
Itulah orang-orang beruntung.
39. Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa
yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang
melipat gandakan (pahalanya).
59
(QS. Ar-Ruum : 38 - 39)
Sayyid Quthb menjelaskan tentang dasar teori Islam dalam masalah harta.
Kepada dasar ini, seluruh perincian dalam teori ekonomi Islam kembali. Setelah harta
itu adalah harta Allah swt., maka ia dengan demikian tunduk kepada apa saja yang
ditetapkan oleh Allah swt. baginya, sebagai pemilik harta yang pertama, baik dalam
masalah cara memilikinya maupun dalam cara mengembangkannya, atau juga dalam
58
Yang berhak menerima zakat ialah: 1. orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak
mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2. orang miskin: orang yang tidak
cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas
untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam
dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 5. memerdekakan budak: mencakup
juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. orang berhutang: orang yang
berhutang Karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. adapun
orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat,
walaupun ia mampu membayarnya. 7. pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan
Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup
juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. orang
yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
59
Departemen Agama RI, al-Quran dan terjemahnya, Op. Cit., h. 647
62
cara menggunakannya. Sehingga, orang-orang yang memegang harta tak dapat bebas
memperlakukan harta itu semaunya.
Di sini Al-Qur'an mengarahkan para pemilik harta yang Allah swt. pilih untuk
menjadi pemegang amanah harta itu, kepada jalan yang paling baik dalam
mengembangkan harta itu. Yaitu, dengan berinfak kepada para kerabat, orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan, serta menginfakkan secara umum di jalan Allah.
Sebagian orang ada yang berusaha mengembangkan harta dengan
memberikan hadiah kepada orang-orang yang kaya, agar hadiah tersebut dibalas
berlipat-lipat! Maka, Allah swt. menjelaskan kepada mereka bahwa ini bukan jalan
yang benar dalam mengembangkan harta secara hakiki.
60
Sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah SWT
61
(QS. Ar
Ruum : 39)
Inilah yang disebut oleh beberapa riwayat tentang maksud ayat tersebut,
meskipun nashnya dengan dimutlakkan akan mencakup seluruh wasilah yang ingin
digunakan oleh pemilik harta guna mengembangkan hartanya dengan cara riba dalam
bentuknya yang bagaimanapun. Juga menjelaskan kepada mereka pada waktu yang
sama tentang cara yang hakiki untuk mengembangkan harta.
62
60
Sayyid Quthb, jilid 9, h. 149
61
Departemen Agama RI, al-Quran dan terjemahnya, Op. Cit., h. 647
62
Sayyid Quthb, Jilid 9, Loc. Cit,
63
. Dan, apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah SWT, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-
orang yang melipatgandakan (pahalanya)
63
(QS. Ar-Ruum : 39)
Ini adalah wasilah yang terjamin untuk melipatgandakan harta. Yaitu,
memberikannya dengan tanpa balasan dan tanpa menunggu ganti dari manusia. Ia
melakukannya semata untuk mendapatkan keridhaan Allah swt. Bukanlah Dia yang
membukakan rezeki dan menetapkannya? Bukanlah Dia yang memberikan rezeki
kepada manusia atau tak memberikannya?
Maka, Dia lah yang dapat melipatgandakan harta itu bagi orang-orang yang
menginfakkannya dengan tujuan mendapatkan keridhaanNya. Dia pula yang
mengurangi harta orang-orang yang menjalankan riba yang bertujuan mendapatkan
perhatian manusia. Itu adalah perhitungan dunia, sementara berinfak adalah
perhitungan akhirat, dan padanya terdapat berlipat-lipat ganda keuntungan, dan, ia
adalah perdagangan yang menguntungkan di sini dan di sana.
63
Departemen Agama RI, al-Quran dan terjemahnya, Loc. Cit.,
64
BAB IV
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN TAFSIR ATH THABARI
DAN TAFSIR FI ZHILALIL QURAN TENTANG AYAT RIBA
Pada bab keempat ini, penulis akan membahas tentang apa yang diinginkan
dari judul skripsi ini yaitu Riba dalam al-Qur'an (Studi Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir
Fi Zhilal al-Qur'an), sedangkan rumusan permasalahannya adalah mengenai
bagaimana penafsiran yang dilakukan oleh kedua mufassir dalam karya tafsirnya, ada
tidaknya persamaan dan perbedaan penafsiran, serta bagaimana kedudukan riba
dalam hukum Islam menurut keduanya dalam karya tafsir mereka. Dalam
pembahasan sebelumnya (Bab III) telah dipaparkan mengenai penafsiran yang
dilakukan kedua Mufassir terhadap ayat-ayat riba dalam karya tafsir mereka.
Islam merupakan agama sosial yang memperhatikan kebutuhan manusia dan
kemaslahatan vitalnya, dalam batasan kebenaran, keutamaan dan kemuliaan. Dengan
ajarannya yang luas, Islam mampu menciptakan masyarakat di atas nilai-nilai yang
tinggi. Dia mencukupi kebutuhan manusia, baik ruhaniah maupun badaniah secara
seimbang.
1
Ajaran Islam senantiasa layak bagi setiap ruang dan waktu. Dalam setiap
hukumnya, baik yang kulliyah (global) maupun juziyyah (parsial), terdapat jaminan
bagi terbentuknya masyarakat manusia yang dipenuhi oleh semangat kebenaran, cinta
kasih, dan solidaritas.
2
Al-Qur'an merupakan sumber utama dalam ajaran Islam, baik untuk istinbath
hukum, yang bersifat universal, sehingga menimbulkan berbagai pendapat yang
berbeda-beda dalam memahami kandungannya. Hal tersebut sudah diterangkan di
dalam Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 7 :
1
Ahmad Abdul Raheem al Sayih, Keutamaan Islam, (al fadhilah wa al fadhail fi al Islam),
Pustaka Azzam, Jakarta, 2001, h. 19
2
Ibid, h. 20
64
65
> _ _. ,,ls ..>l .. .,, ..>>: _> ..>l `> .,.:.`.
!.! _ _ `,l _, _`-,., !. ,.:. .. ,!-., ..l ,!-., .,!. !.
`l-, .`,!. | < _`>.l _ l-l _l1, !.., ., _ _. ..s !., !.
`., | l` .,l _
Artinya : Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. di
antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat
3
, Itulah pokok-pokok isi Al
qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat
4
. adapun orang-orang yang
dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti
sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan
fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui
ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya
berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya
itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.
5
(QS. Ali Imran : 7)
Keuniversalan Islam yang mencakup aqidah, syariah, moral, etika pergaulan,
undang-undnag, peradaban dan seterusnya, bukan berarti Islam datang membawa
perincian yang mendetail atas setiap unsurnya dan memerinci dengan sangat jelas dan
pasti. Islam datang hanya memperhatikan hal-hal yang global dan prinsipal. Ia lebih
menekankan pada kaidah-kaidah pokok dan meletakkan hukum-hukum yang sifatnya
3
Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas Maksudnya, dapat dipahami
dengan mudah
4
Termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang mengandung beberapa
pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara
mendalam; atau ayat-ayat yang pengertiannya Hanya Allah yang mengetahui seperti ayat-ayat yang
berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai hari kiamat, surga, neraka
dan lain-lain
5
Departemen Agama R.I, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Toha Putra, Semarang, 1989, h. 76
66
permanen dan baku, yang tidak terpengaruh oleh perbedaan waktu, situasi dan
keadaan masyarakat.
6
Selain itu, Islam juga mengambil jalan tengah. Pertama, membiarkan masalah
itu untuk manusia, tidak menetapkan hukum yang pasti, sebagai rahmat dan
kelapangan bagi manusia. Tidak karena kealpaan atau kelalaian.
7
Kedua, adakalanya
denga mengemukakan dalil secara ijmaly (global), dalam arti bahwa dalil-dalil global
ini datang dengan bagian dan perincian yang mendetail, dimungkinkan adanya
perubahan situasi, kondisi, daerah dan istiadat.
8
Karena itu, dengan penelitian hukum-
hukum syari dan nash-nashnya dapat diketahui bahwa dalil tersebut merinci hal-hal
yang bersifat baku atau menjelaskan hal yang global, yang dimungkinkan mengalami
perubahan.
Oleh karena itu, tafsir yang ditulis oleh ulama salaf satu sama lain berbeda
dalam orientasinya serta pemahamannya. Adapun yang menjadi penyebab dalam
perbedaan ini, adalah adanya unsur asal-usul kebudayaan yang mempengaruhi para
ulama tersebut, serta khazanah keilmuan yang dimiliki atau menjadi background
sehingga menjadikannya sebagai mufassir. Dalam hal ini ada ulama yang cenderung
kepada ilmu tasawuf dan ilmu kalam, ada bahasannya yang cenderung kepada ilmu
tasawuf dan kalam
9
, maka bahasannya cenderung kepada bahasannya cenderung
kepada disiplin ilmu masing-masing. Ada juga yang terpengaruh dengan fiqh atau
hukum Islam, maka ia berpaling pada pendeduksian hukum-hukum dan aturan-aturan
keagamaan dalam bidang muamalah seperti masalah riba dan sebagainya.
6
Yusuf Qardhawi, Gerakan Pengamalan Islam secara Kaffah (Tafsir Otentik Pemikiran
Ikhwanul Muslimin tentang Islam), terj. Oleh : Asrorun Niam Sholeh, Penebar Salam, Jakarta Timur,
2001, h. 173
7
Ibid, h. 174
8
Ibid,
9
Contoh dari tafsir yang mempunyai corak kalam adalah Mafatih al ghaib yang ditulis oleh
Abu Bakar ar Razi, Anwar at Tanzil wa asrar at tawil, karya al-Baidhawi, al-Kasyaf, karya az-
Zamakhsyari, al-Mizan, karya al Alamah Sayyid Muhammad Husaen Ath-Thabathabai. lihat, Badri
Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur'an, CV. Pustaka Setia, 2004, h. 134
67
Masalah riba memang sudah ada sejak zaman jahiliyah sampai sekarang dan
masih hangat dibicarakan oleh para ilmuwan muslim mengingat riba timbul
bersamaan dengan adanya transaksi ekonomi, sedangkan dunia perekonomian
semakin lama semakin berkembang, sehingga banyak pendapat yang pro dan kontra
dalam menentukan hal yang berkaitan dengan pengambilan hukum.
Kedua mufassir yang sedang dibahas dalam skripsi ini yaitu Imam ath Thabari
dan Sayyid Quthb masing-masing mempunyai pandangan yang berbeda, namun
perbedaan tersebut bukanlah perbedaan yang mendasar, selain terdapat perbedaan,
penafsiran keduanya terhadap ayat-ayat riba ada persamaannya.
A. Persamaan Penafsiran Dalam Tafsir Ath-Thabari Dan Tafsir Fi Zhilal al-
Quran Tentang Riba
Penafsiran kedua mufassir dalam karyanya terhadap ayat-ayat tentang riba,
masing-masing mufassir mempunyai beberapa kesamaan, yaitu :
Pertama, dalam menafsirkan ayat 39 dari surat ar-Ruum, keduanya sama-
sama menafsirkan tentang solusi untuk melipatgandakan harta. Yaitu memberikan
zakat dengan tanpa balasan dan tanpa menunggu ganti dari manusia. Ia
melakukannya untuk mendapatkan keridhaan dari Allah swt. Dapat penulis pahami,
bahwa keduanya sama-sama menafsirkan tentang solusi dengan zakat adalah sesuai
dengan lanjutan dari firman Allah swt tersebut, maka dalam memahami suatu ayat
tidak diperkenankan hanya mengambil sepotong-sepotong saja.
Kedua, Persamaan yang dapat diambil yaitu kedua mufassir sama-sama
berpendapat bahwa riba pada zaman jahiliyyah yang dikenal dengan riba nasiah
10
adalah riba yang jelas diharamkan oleh Allah swt., karena mengandung unsur
adhafan mudhaafan. Riba semacam ini secara tegas dilarang oleh Allah swt. karena
10
Yaitu riba (tambahan) yang terjadi akibat pembayaran yang tertunda pada akad tukar
menukar dua barang yang tergolong ke dalam komoditi riba, baik satu jenis atau berlainan jenis
dengan menunda penyerahan salah satu barang yang dipertukarkan atau kedua-duanya. Lihat,
Muhammad Arifin bin Badri, MA. Riba & Tinjauan Kritis Perbankan Syariah, Pustaka Darul Ilmi,
Bogor, 2009, h.2
68
menjadi sumber kesengsaraan bagi umat manusia. Selain menjadi sumber
kesengsaraan manusia, kedua mufassir mengambil pandangan tersebut berdasarkan
riwayat-riwayat yang telah penulis uraikan pada bab sebelumnya.
B. Perbedaan Penafsiran Dalam Tafsir At Thabari Dan Tafsir Fi Zilalil Quran
Tentang Riba.
Masing-masing mufassir mempunyai pandangan yang berbeda tentang
penafsiran ayat-ayat riba,
Dalam Penafsiran ayat-ayat tentang riba imam Ath-Thabari masih lebih
banyak menggunakan cara penjelasan secara analisis, yaitu menjelaskan kata per kata
yang ada di dalam ayat bersangkutan, baik menggunakan penjelasan harfiyah maupun
penjelasan dari sumber-sumber riwayat. Salah satu contohnya :
=" " ="
" : (1)
(2) =" " : .
.
:
:"
" .
19
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Quran(di bawah naungan al-Qur'an), jilid 2, Gema Insani
Press, Jakarta, cet. Keempat, 2008, h. 274,
20
Abi jafar Muhammad Bin Jarir Ath Thabari, Op. Cit., h. 104-105
72
Dari keterangan di atas, Bahwa riba dibolehkan sebelum datangnya mauizhah
dan pengharaman dari tuhan. Jadi, setelah datang hal tersebut, maka segala hal yang
berkenaan dengan riba adalah diharamkan.
Sedangkan menurut Sayyid Quthb, praktik riba itu bukanlah tindakan yang
satu kali saja dan sepele, tetapi ia merupakan tindakan yang berulang-ulang dilihat
dari satu segi, dan bertumpuk-tumpuk dilihat dari segi mengalami pertambahan yang
berlipat ganda, tanpa dapat dibantah lagi. Sistem riba akan senantiasa terwujud
dengan wataknya. Jadi, ia tidak terbatas pada praktik yang berlaku di jazirah arab
saja, tetapi ia merupakan sifat yang lazim bagi sistem ini pada setiap waktu.
21
Serta
dalam keterangan yang lain beliau menjelaskan, Orang yang beriman kepada Allah
SWT tidak ada yang memakan riba dan mereka membersihkan dirinya dari sifat-sifat
orang kafir.
22
Jadi, dapat diambil pemahaman bahwa Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi
Zhilal al-Qur'an mengharamkan riba, karena praktek riba tidak hanya terjadi sekali,
tetapi berulang-ulang dilihat dari satu segi, dan bertumpuk-tumpuk dilihat dari segi
mengalami pertambahan yang berlipat ganda.
21
Sayyid Quthb, jilid 2, Ibid, h. 242
22
Ibid, h. 241
73
Tabel Persamaan Dan Perbedaan Penafsiran Tentang Riba
No Hal tentang riba Penafsiran Imam Ath-
Thabari dalam tafsir
Ath-Thabari
Penafsiran Sayyid
Quthb dalam Tafsir Fi
Zhilal al-Quran
Persamaan
1. Ar-Ruum : 39
Solusi pengganti riba
Zakat sebagai solusi
pengganti riba
Memberikan zakat tanpa
menunggu balasan dari
manusia, tapi hanya
mengharap ridha dari
Allah swt.
2. Riba Nasiah Merupakan riba jahiliyyah
yang diharamkan oleh
Allah swt. secara jelas.
Merupakan riba
jahiliyyah yang
menimbulkan
kesengsaraan bagi umat
manusia, sehingga
diharamkan oleh Allah
swt.
Perbedaan
1. Metode Penafsiran Lebih banyak
menggunakan cara
penjelasan secara analisis,
kata per kata.
Lebih banyak melihat
aspek sosial
kemasyarakatan dan
aspek kenegaraan.
2. Efek atas
meninggalkan riba
Belum memberikan solusi
atas kegiatan
meninggalkan riba.
Sudah memberikan
solusi, yaitu tidak perlu
menghancurkan badan-
badan usahanya, tetapi
lebih kepada bekerja
sesuai dengan kaidah-
kaidah yang sehat.
74
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan hal-hal yang berkenaan dengan permasalahan
yang dibahas dalam penulisan skripsi ini, berdasar uraian dari bab-bab yang telah
dipaparkan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Imam Ath Thabari dan Sayyid Quthb sama-sama berpendapat bahwa riba
pada zaman jahiliyyah yang dikenal dengan riba nasiah adalah riba yang
jelas diharamkan oleh Allah swt., karena mengandung unsur adhafan
mudhaafa. Riba semacam ini secara tegas dilarang oleh Allah swt. karena
menjadi sumber kesengsaraan bagi umat manusia. Sedangkan riba dalam
bentuk yang lain, kedua mufassir mengharamkannya juga.
2. Perbebedaan pandangan antara keduanya terletak pada perbedaan memahami
kandungan surat Ali Imran ayat 130 adalah : Ath-Thabari berpendapat bahwa
yang dimaksud dengan ayat itu adalah riba jahiliyyah yang jelas-jelas
diharamkan. Sedangkan Sayyid Quthb berpendapat bahwa yang dimaksud
ayat tersebut untuk menyifati peristiwa, namun dengan catatan pengharaman
riba dengan tanpa menentukan pembatasan dan persyaratan tertentu,
bagaimanapun modelnya.
74
75
B. Penutup
Dengan kerendahan hati, penulis panjatkan syukur Syukur Alhamdulillah
khadirat ilahi Robbi, selalu terpatri di dalam hati, penyelesaian penyusunan skripsi
ini. Tergapainya kesuksesan adalah impian dan harapan, berbekal dengan
kemampuan seadanya saya berjalan, tersusunnya skripsi ini adalah suatu kepasrahan
untuk dikoreksi dan diteliti segala kekurangan,karena penulis sadar segala apa yang
ada dibawah langit, dan di atas bumi tak ada yang sempurna juga tidak ada gading
yang tak retak, kami datang karena bangga kami ada karena rasa cinta, ampun dan
maaf senantiasa kami damba, Laa haula Walaa Quwwata Illa Billahil Aliyyil
Adzim.
Akhirnya hanya kepada Allah swt. penulis memohon semoga skripsi ini dapat
bermanfaat yang sebesar-besarnya bagi siapa saja yang memerlukannya dan
khususnya bagi penulis, Amin Yaa Robbal Alamin.
76
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an al karim
Abdul jalal, Urgensi Tafsir Maudhui Pada Masa Kini, Kalam Mulia, Jakarta, 1990
Abi Jafar Muhammad bin jarir ath Thabari, Tafsir Ath Thabari (al musamma jami al
bayan fi tawil al-Qur'an), : Beirut. 1999. Dar al Kitab al Alamiah.
Ade Rohayana, Ilmu Qawaid Fiqhiyah : kaidah-kaidah hukum Islam, : Jakarta, 2008.
Gaya Media Pratama
Al-Qur'an dan terjemahnya, Mujamma Malik Fahd Li Thibaat al Mushaf asy syarif,
: Madinah, 1990. Yayasan Penyelenggara Penterjemah Pentafsir al-Qur'an.
Anton Baker Dan Zubair Ahmad Charis, Metodelogi Penelitian Filsafat, :
Yogyakarta 1990. Kanisius
A.A. Dahlan, M. Zaka Al Farisi (Tim Editor), Asbabun Nuzul (Latar belakang
turunnya ayat-ayat al quran), : Bandung. 2000. CV. Diponegoro, edisi kedua,
Chalid Narbuko, Abu Dawud, Metodelogi Penelitian, : Jakarta. 1991.Bumi Aksara.
Departemen Agama R.I, Al-Qur'an dan Terjemahannya, : Semarang. 1989,Toha
Putra.
Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung, Panduan Proses dan Prosedur
Penyusunan Skripsi, : Bandar Lampung. 2005. Fakultas Ushuluddin IAIN
Raden Intan Lampung.
http://www.mediamuslim.net, diakses pada : 01-09-2010
Hermawan Warsirto, Pengantar Metodelogi Penelitian, : Jakarta. 1992.Gramedia
Utama.
Kartini Kartono, Metodelogi Penelitian, : Bandung. 1996. Mandar Maju.
Mahmud Syaltut, Tafsir al quranul Karim (Pendekatan Syaltut dalam menggali
esensi al quran), jilid 1. Terj. Hossein Bahreisj, Drs. Herry Noer Ali, :
Bandung. 1989. CV. Diponegoro, cet. 1
Maktabah Syamilah Ishdar ats-Tsani
77
M. Quraish Shihab, Lentera al-Qur'an, Kisah dan Hikmah Kehidupan, : Bandung.
2008. Mizan Media Utama
______________, Membumikan al-Qur'an, fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan
masyarakat, : Bandung. 2004. Mizan.
______________, Wawasan Al-Qur'an, : Bandung. 2000. Mizan.
M. Sidi Ritauddin, Posisi Pemikiran Politik Sayyid Quthb dalam Pembaharuan
Pemikiran Islam, : Bandar Lampung. 2009.Pusikamla Fakultas Ushuluddin
IAIN Raden Intan Lampung.
Muammal Hamidy, Drs. Imron A. Manan, Terjemahan Tafsir Ayah Ahkam Ash
Shabuni, : Surabaya. 2003. PT. Bina Ilmu, cet. 4
Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan dalam Islam. Terj. Drs. Aswin
Simamora, : Jakarta. 1990. Rineka Cipta.
Pedoman Tajwid Transliterasi al quran (PTTQ) Lajnah Pentashihan Mushaf al
quran, Badan Litbangda Diklat Depag RI, : Jakarta. 2007.
Said Agil Husin Al Munawwar, Hukum Islam Dan Pluralitas Sosial, : Jakarta. 2005.
Penamadani.
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Quran (Di bawah naungan al quran), terj. Asad
Yasin, Abd. Aziz Salim Basyarahil, Muchotob Hamzah, : Jakarta. 2000.Gema
Insani Press.
Sayid Sabid, Fiqh Sunnah jilid 12, :Bandung. 1987,PT Al Maarif, cet. Pertama,
Soleh Muhammad Basalamah, Pengantar Ilmu al-Qur'an, : Semarang. 1997. Dina
Utama.
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, : Bandung. 2006. Sinar Baru algesindo, cet. Ke-39
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam, Permasalahan dan Fleksibilitasnya, :
Jakarta. 2004.Sinar Grafika,
Supiana dan M. Karman, Ulumul Quran, Pustaka Islamika, Bandung, 2002
78
TM. Hasby Ash Shiddieqy, , Pengantar Fiqh Muamalah : Semarang. 2009. Pustaka
Rizki Putra,
Thameem Ushama, Metodelogis Of The Exegesis, Terj. Hasan Basri Dan Amroeni,
Metodelogis Tafsr Al-Qur'an, : Jakarta. 2002. Riora Cipta,
Yusuf Qardhawi, Halal Haram dalam Islam, : Solo. 2007. Era Intermedia, cet.
Keempat
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
FAKULTAS USHULUDDIN
Alamat : Jl. Letkol H. Endro Suratmin Sukarame I Bandar Lampung 35131
KARTU KONSULTASI SKRIPSI
Nama : MUHAMMAD JAYUS
NPM : 0631030029
Pembimbing I : Dr. Arsyad Sobby Kesuma, M.Ag.
Pembimbing II : Mahmudin Bunyamin, MA.
Judul Skripsi : RIBA DALAM AL-QURAN (Studi Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir
Fi Zhilal al-Quran)
No Tgl. Konsultasi Hal Konsultasi
Paraf
Pemb. I Pemb. II
1. 25-02-2010 Pengajuan Judul
.................
2. 18-06-2010 Proposal
.................
3. 16-07-2010 Acc Proposal
................
4. 19-07-2010 Acc Proposal
.................
5. 30-07-2010 Seminar
.................
6. 06-08-2010 Perbaikan Proposal
................
7. 20-08-2010 Bab II
................
8. 24-08-2010 Acc Bab II
................ ................
9. 15-09-2010 BAB III, IV, V
................
10. 30-09-2010 Acc BAB III, IV, V
................
11. 01-10-2010 BAB III, IV, V
................
12. 04-10-2010 Acc III, IV, V
................
Bandar Lampung, 04 Oktober 2010
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Arsyad Sobby K., M.Ag. Mahmudin Bunyamin, MA.
NIP. 195808231993031001 NIP. 19680312000031002
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
FAKULTAS USHULUDDIN
Alamat : Jl. Letkol H. Endro Suratmin Sukarame I Bandar Lampung 35131
KARTU KONSULTASI SKRIPSI
Nama : MUHAMMAD JAYUS
NPM : 0631030029
Pembimbing I : Dr. Arsyad Sobby Kesuma, M.Ag.
Pembimbing II : Mahmudin Bunyamin, MA.
Judul Skripsi : RIBA DALAM AL-QURAN (Studi Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir
Fi Zhilal al-Quran)
No Tgl. Konsultasi Hal Konsultasi
Paraf
Pemb. I Pemb. II
1. 25-02-2010 Pengajuan Judul
.................
2. 18-06-2010 Proposal
.................
3. 16-07-2010 Acc Proposal
................
4. 19-07-2010 Acc Proposal
.................
5. 30-07-2010 Seminar
.................
6. 06-08-2010 Perbaikan Proposal
................
7. 20-08-2010 Bab II
................
8. 24-08-2010 Acc Bab II
................ ................
9. 15-09-2010 BAB III, IV, V
................
10. 30-09-2010 Acc BAB III, IV, V
................
11. 01-10-2010 BAB III, IV, V
................
12. 04-10-2010 Acc III, IV, V
................
Bandar Lampung, 04 Oktober 2010
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Arsyad Sobby K., M.Ag. Mahmudin Bunyamin, MA.
NIP. 195808231993031001 NIP. 19680312000031002
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
FAKULTAS USHULUDDIN
Alamat : Jl. Letkol H. Endro Suratmin Sukarame I Bandar Lampung 35131
KARTU KONSULTASI SKRIPSI
Nama : MUHAMMAD JAYUS
NPM : 0631030029
Pembimbing I : Dr. Arsyad Sobby Kesuma, M.Ag.
Pembimbing II : Mahmudin Bunyamin, MA.
Judul Skripsi : RIBA DALAM AL-QURAN (Studi Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir
Fi Zhilal al-Quran)
No Tgl. Konsultasi Hal Konsultasi
Paraf
Pemb. I Pemb. II
1. 25-02-2010 Pengajuan Judul
.................
2. 18-06-2010 Proposal
.................
3. 16-07-2010 Acc Proposal
................
4. 19-07-2010 Acc Proposal
.................
5. 30-07-2010 Seminar
.................
6. 06-08-2010 Perbaikan Proposal
................
7. 20-08-2010 Bab II
................
8. 24-08-2010 Acc Bab II
................ ................
9. 15-09-2010 BAB III, IV, V
................
10. 30-09-2010 Acc BAB III, IV, V
................
11. 01-10-2010 BAB III, IV, V
................
12. 04-10-2010 Acc III, IV, V
................
Bandar Lampung, 04 Oktober 2010
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Arsyad Sobby K., M.Ag. Mahmudin Bunyamin, MA.
NIP. 195808231993031001 NIP. 19680312000031002