Anda di halaman 1dari 7

Pemeriksaan penunjang Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik telah selesai dilakukan, maka salnjutnya adalah dilakukannya pemeriksaan

penunjang untuk membantu diagnosa kerja yang lebih tegak. Beberapa pemeriksaan penunjang yang kami sudah dilakukan oleh ibu DL adalah : 1. Urinalisis Ibu DL telah melakukan pemeriksaan urinalisis dan hasilnya didapatkan bahwa terdapat kandungan protein pada urin beliau. Uji urin dilakukan dengan menggunakan dipstick dan didapatkan hasil +2.

2. Hematologis Pemeriksaan ini juga telah dilakukan oleh ibu Dl. Dapat disimpulkan bahwa ibu DL berada pada kondisi anemia. Pemeriksaan di atas merupakan pemeriksaan laboratorium yang telah dilakukan oleh ibu DL ketika beliau masih berada dalam masa kehamilannya (hasil terlampir). Untuk lebih membantu penegakkan diagnosisnya, maka kami mengusulkan untuk dilakukannya pemeriksaan penunjang lainnya seperti : a. Hematologis tambahan, meliputi : kadar hemoglobin, hematokritnya,

da trombosit. Hemoglobin dan hematokrit biasanya akan mengalami peningkatan bahkan pada beberapa kasus berat dapat terjadi anemia. b. c. Pemeriksaan fungsi hepar : untuk menilai kadar transaminase serum Pemeriksaan ginjal : untuk mengevaluasi ada tidaknya albuminuria

Diagnosis banding Setelah dilakukan seluruh alur pemeriksaan, kemudian didapatkan hasil yang mengarah pada beberapa diagnosis banding. Wagner (2004) menjelaskan algoritma mengenai gangguan tekanan darah yang membawa kita untuk membuat suatu diagnosa kerja dengan membandingkan beberapa kemungkinann diagnosa lain terkait hasil pemeriksaan penunjang yang didapatkan

Ibu hamil dengan >140/90 mmHg

< 20 minggu kehamilan

> 20 minggu kehamilan

tidak ada proteinuria

proteinuria, HELLP SYNDROM, TD

proteinuria

tidak ada proteinuria

hipertensi kronik

hipertensi kronik

preeklamsia

hipertensi gestasional

Dari gejala yang dialami pasien berupa tekanan darah tinggi dan proteinuria, maka dapat dicurigai bahwa pasien mengalami preeklamsia. Wiliam (2004) menyebutkan bahwa kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklamsia adalah hipertensi dan proteinuria minimal. Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien mengaami hipertensi 200/100 mmHg dan pada laboratorium yang dikukan oeh puskesmas tempat pasien diperiksa didapatkan hasi +2 proteinuria. Indikator dari preeklamsia adalah adanya hipertensi pada minggu ke 20 kehamilan dan disertai proteinuria yang mengakibatkan pasien terlihat mengalami edema. Dari sinilah dapat ditarik kesimpuan bahwa pasien dapat didiagnosis banding preeklamsia. Masih banyak penyakit lain yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan preeklamsia. Diagnosis banding yang paing mendekati adalah hipertensi gestasional. Tidak dapat dibedakan jika hanya melihat dari gejala dan tanda saja,

namun perlu dilakukan pemeriksaan urinalisis. Dengan pemeriksaan urinalisis bisa dipastikan ada tidaknya proteinuria. Jika tidak terdapat proteinuria maka bisa diindikasikan bahwa pasien hanya mengalami hipertensi gestasional. Namun, jika merunut pada pernyataan William (2004), hipertensi pada masa kehamilan atau disebut juga dengan hipertensi gestasional atau hipertensi transien merupakan suatu kondisi dimana seorang ibu yang hamil mengalami peningkatan tekanan darah namun tidak sampai dengan terjadinya proteinuria dan kondisi tersebut akan hilang pada usia 12 minggu setelah melahirkan, hal ini harus lebih difikirkan untuk memasukan hipertensi gestasional sebagai salah satu dari kemungkinan diagnosa. Masih banyak penyakit lain yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan preeklamsia. Diagnosis banding lain yang mendekati adalah hipertensi kronik. Namun pada hipertensi kronik, hal yang membedakan adalah hipertensi tersebut sudah terjadi sebelum kehamilan. Pada pasien dengan hipertensi kronik biasanya terdapat gejala lain sebagai akibat komplikasinya, salah satunya adalah retinopati. Hal lain yang dapat membantu membedakan hipertensi kronik dengan preeklamsia adalah lebih cenderung terjadi pada lanjut usia, sedangkan pada kasus ini pasien masih berusia 18 tahun namun derajat hipertensinya sudah sangat tinggi. Pada pemeriksaan laboratorium yang dapat membedakan adalah dengan pemeriksaan urinalisis. Pada kasus hipertensi kronik tidak ditemukan onset baru proteinuria yang dapat ditemukan pada pasien preeklamsia. Selain ketiga jenis hipertensi yang telah disebutkan diatas, terdapat beberapa penyakit lain yang berasal dari kelianan organ dalam yang memunculkan menifestasi hipertensi yakni hipertensi kronik pada gangguan ginjal, yang meliputi nefritis interstitial, gomeruonefritis akut dan kronik, lupus eritematosus,

gomeruloskerosis diabetikus, skleroderma, poliarteritis nodosa, ginjal polikistik, dan stenosis renovaskuar. Hal lain yang juga bermanifestasi adanya hipertensi pada kehamilan adalah gagal ginjal kronis dengan pengobatan diailisis, contohnya pada kasus transplantasi ginjal, hipertensi kronik karena gangguan pada hormon, sindrom chussing, hiperaldosteronisme, tirotoksikosis, peokromositoma, dan akromegali. Hal lain yang dapat menyebabkan hipertensi kronik adalah gangguan pada aorta.

Memang untuk menyingkirkan diagnosa apakah seorang ibu hamil mengalami preeklamsia ataukah hanya sekedar hipertensi gestasional atau bahkan hanya imbas dari hipertensi kronik yang diderita sebelumnya yang ketiganya adalah sama-sama memunculkan manifestasi klinis tekanan darah yang tinggi. Dipersulit kemudian untuk penegakkan diagnosanya bahwa ternyata tekanan darah pada ibu hamil pada trimester kedua dan awal trimester ketiga akan mengalami penurunan secara fisiologis, baik untuk ibu dengan normotensif maupun yang sudah hipertensi kronik sebelumnya (William, 2004).

Diagnosis
Setelah kami melakukan observasi terhadap ibu DL, diagonsa yang berusaha kami tegakkan adalah bahwa ibu DL mengalami preeklamsia. Menurut Wagner (2004), preeklamsia merupakan suatu kondisi yang terjadi pada ibu hamil yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan adanya proteinuria setelah usia kehamilan mencapai 20 minggu. Preeklamsia merupakan keadaan yang harus ditegakkan diagnosanya secepat mungkin karena dapat menimbulkan beberapa komplikasi yang mengancam ibu dan janinnya. Pada ibu DL kami mendapati beberapa manifestasi klinis yang mengarahkan kami kepada diagnosa tersebut.

1.

Hipertensi

Hipertensi pada masa kehamilan bersifat fisiologis sebenarnya namun hal ini tidak akan bertahan lama setelah ibu hamil tersebut mengalami persalinan. Pada awal kehamilannya, tekanan darah ibu DL ketika diperiksa adalah berada pada posisi yang disebut prehipertensi, yakni tekanan darah berada pada angka 130/80 mmHg. Namun seiring dengan perkembangan kehamilannya tersebut, tekanan darah ibu DL semakin meningkat. Awalnya tidak tampak keluhan yang berarti yang menandakan progresivitas dari tekanan darahnya tersebut, namun ketika menginjak usia kehamilan tujuh bulan, ibu DL mengaku mulai merasakan kepalanya sering terasa sakit terutama kepala bagian belakang. Hal ini diperkuat oleh rekam medis ibu DL

pada usia akhir kehamilannya yang sampai mencapai 180 untuk tekanan sistoliknya. Ketika melahirkan, tekanan darah ibu DL mencapai 200/100 mmHg dan akhirnya diindikasikan untuk dilakukan operasi sesar. Umumnya terdapat empat jenis hipertensi yang biasa terjadi pada masa kehamilan, yang disebutkan oleh Suhardjono (2009), sebagai: a. Preeklampsia eklampsia (hipertensi karena kehamilan) b. Hipertensi gestasional c. Hipertensi kronik d. Preeklampsia pada hipertensi kronik

Hladunewich (2007) menjelaskan kondisi dimana preeklamsia terjadi akibat meningkatnya agen vasokonstriktor dibandingkan dengan vasodilatornya.

Normalnya, pada kondisi kehamilan, akan diproduksinya hormone Human Chorionic Gonadotrophin (HCG) yang lebih lanjut akan meningkatkan produksi Relaxin yang akan meregulasi nitrit oksida melalui reseptor endothelial endotelin oleh nitrit oksida sintetase. Hal ini yang terganggu yang akhirnya mengakibatkan hipertensi pada preeklamsia.

2.

Edema

Pengumpulan cairan tubuh, biasanya disebut dengan edema adalah kondisi yang terjadi sebagai respon kompensasi terhadap peningkatan aliran darah tubuh yang biasanya ditambah ddengan peningkatan tekanan darah. Menurut Scallan et al. (2010) peristiwa edema terjadi karena adanya volume cairan yang berlebih yang terakumulasi ke dalam jaringan, baik dalam sel maupun di dalam matriks kolagen mukopolisakarida yang kemudian didistribusikan ke dalam ruang interstitial.

3.

Proteinuria

Proteinuria merupakan hasil dari pemeriksaan kadar protein dalam urin 24 jam. Pasien kami juga telah melakukan pemeriksaan laboratorium terkait dengan proteinuria ini dan didapatkan hasil bahwa pasien mengalami

proteinuri dengan nilai +2 (terlampir). Menurut William (2004), proteinuria terjadi karena adanya peningkatan permeabilitas pada glomerulus ginjal sehingga protein dengan kadar yang besar seperti albumin dapat melewati proses filtrasi dan akhirnya kemudian diekskresi oleh ginjal. Untuk memastikan diagnosa preeklampsi-eklampsi dibutuhkan hasil pemeriksaan proteinuria seperti ini.

Terapi
Setiap ibu hamil harus diberikan pelayanan yang rutin untuk mengetahui setiap kali perkembangan baik maupun buruk yang mungkin terjadi pada ibu dan janinnya. Perawatan saat kehamilan (antenatal care) dilakukan setiap waktu dan selalu ada program tiap kali perawatan. Berikut jadwal yang harus dilakukan tiap kali perawatan selama kehamilan: 1. 2. Satu bulan sekali sampai minggu ke-28 kehamilan, dilanjutkan Dua kali dalam satu bulan sampai minggu 36 gestasi, kemudian 3. Setiap satu minggu sampai dengan persalinan

Ketika perawatan pada masa kehamilan, saat sudah terdiagnosa bahwa ibu yang hamil tersebut mengalami peningkatan tekanan darah akibat kehamilannya maka terapi anti-hipertensi dapat diberikan. Terlebih jika diagnosa dibentuk dengan penegakkan preeklamsia. Menurut Duley (2006) mengatakan bahwa sebaiknya antihipertensi diberikan kepada seorang ibu yang hamil yang memiliki tekanan darah sistolik 170 mmHg dan tekanan diastolic mencapai 110 mmHg sehingga tekanan darah bisa mencapai tujuan akhir yakni sekitar 140/90 mmHg. Terapi antihipertensi yang bisa diberikan adalah dari golongan -blocker seperti Labetolol dengan bolus intravena sebanyak 200 mg. Menurut Park & Brewster (2006), pemberian -blocker bisa meningkatkan kehamilan bayi secara premature dan resiko fetal bradikardia. Sehingga pemberian obat jenis ini diminimalkan sekali. Menurut Podymow & August (2008), terapi selain diberika golongan -blocker dapat digantikan dengan linea kedua yakni dari golongan penghambat kanal kalsium seperti nifedipine.

Menurut Williams (2004), selain dilakukan terapi dengan obat, penyembuhan pasien dengan preeklamsia bisa dilakukan dengan pelahiran janin dengan segera. Pelahiran bayi dengan segera juga dengan kondisi ibu yang mengalami tekanan darah yang tinggi bisa dilakukan dengan jalan operasi secara sectio caesarea.

DAFTAR PUSTAKA Hladunewich, M., Karumanchi, S. A., Lafayette, R., Pathophysiology of the Clinical Manifestations of Preeklamsia, Clinical Journal of the American Society of Nephrology, 2007;2:543-549 Park, M., Breswter, U., Management of Preeklamsia. Hospital Physician. www.turner-white.com. Diunduh pada tanggal 21 Maret 2012 pukul 20:53 Scallan J, Huxley VH, Korthuis RJ. 2010. Capillary Fluid Exchange: Regulation, Functions, and Pathology. Morgan & Claypool Life Sciences Podymow, T., August, P., Update on the Use of Antihypertensive Drugs in Pregnancy. Journal of American Heart Association. 2008, 51:960-969 William

Anda mungkin juga menyukai