Anda di halaman 1dari 5

PENGARUH TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP KEKERASAN PADA PENGECORAN HPDC ADC 12 UNTUK BAHAN KOMPONEN OTOMOTIF

Joko Tri Wardoyo


Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof. H. Sudarto S.H., Tembalang, Semarang 50275 Telp. 024-7473417, 7466420 (hunting), Fax. 024-7472396 E-mail: jk3wardoyo@yahoo.co.id Abstrak Penggunaan bahan paduan yang berbasis Al-Si pada industri komponen otomotif khususnya dalam pembuatan komponen sepeda motor sangat luas, sebab paduan Al-Si mempunyai sifat mampu cor yang baik, sifat mekanik yang memadai, tahan korosi, tahan retak panas, ringan, pemuaian kecil, dan penghantar panas yang baik. Proses High Pressure Die Casting (HPDC) banyak digunakan dalam pembuatan komponen otomotif, seperti: blok silinder, piston, velg,kampas rem, dll. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui temperatur cetakan yang dapat menghasilkan produk yang optimal. Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah temperatur cetakan yaitu 110 oC, 130 oC, dan 150 oC, dimana tiap variabel diambil sebanyak tiga kali. Proses penuangan diamati pada temperatur tuang yang dibuat tetap, yaitu 700 oC dan tekanan injeksi juga dibuat tetap yaitu 7 MPa. Dari hasil pengujian diketahui bahwa kekerasan tertinggi diperoleh dari pengecoran yang dilakukan pada temperatur cetakan 110 oC, yaitu sebesar 81,2 HRB. Kata kunci : Temperatur cetakan, HPDC, kekerasan. industri komponen otomotif

1. Pendahuluan Pengunaan paduan aluminium terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari urutan pengunaan logam paduan aluminium yang menempati urutan kedua setelah pengunaan logam besi atau baja, dan diurutan pertama untuk logam nonferro (Smith,1995). Sekarang ini kebutuhan aluminium diIndonesia pertahun mencapai 200.000 hingga 300.000 ton dengan harga US$3.305 perton (Noorsy, 2007). Pemakaian aluminium pada industri otomotif terus meningkat sejak tahun 1980 (Budinski,2001). Komponen otomotif yang terbuat dari paduan aluminium, antara lain adalah piston, blok mesin, kepala silinder, manifol, kampas rem, dan sebagainya. Ini berkaitan dengan jumlah produksi dan perkembangan industri otomotif, khususnya sepeda motor di Indonesia yang sangat pesat, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia 77

(AISI) produksi sepeda motor pada tahun 2007 sebanyak 4,7 juta, tahun 2008 sebanyak 6,28 juta, dan untuk tahun 2010 diprediksi sebanyak 7,2 juta unit, dan dan tahun 2011 ini diperkirakan sebanyak 8,4 juta unit. (kompas.com, perkembangan sepeda motor di Indonesia, 2010). Hal ini disebabkan karena meningkatnya daya beli masyarakat serta beberapa kemudahan untuk memiliki sepeda motor, dampak keberadaan sepeda motor tersebut menarik beberapa industri pengecoran, baik industri yang besar maupun industri dalam skala kecil menengah untuk memproduksi komponen otomotif seperti manifol, piston, velg, kampas rem, dll. Peranan industri komponen otomotif tidak hanya sekadar untuk mendukung industri perakitan kendaraan bermotor yang membutuhkan sumber suplai komponen yang mencapai ratusan item untuk setiap kendaraan bermotor, tetapi juga untuk mengisi kebutuhan spare parts pengganti di masyarakat

konsumen/pemakai kendaraan bermotor yang sering disebut dengan istilah pasar layanan purna jual (after sales service).

Gambar 1. Contoh komponen otomotif yang terbuat dari paduan alumunium 2. Tinjauan Pustaka Penggunaan bahan paduan yang berbasis Al-Si pada industri otomotif khususnya dalam pembuatan komponen sepeda motor sangat luas, sebab paduan Al-Si mempunyai sifat mampu cor yang baik, sifat mekanik yang memadai, tahan korosi, tahan retak panas, ringan, pemuaian kecil, dan penghantar panas yang baik. (Surdia dan Saito, 1992). Penelitian tentang pengecoran dengan tekanan yang berbasis paduan Al-Si telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, beberapa material yang telah diteliti antara lain Al12,6% Si (Duskiardi dan Tjitro, 2002), Al8,0% Si (Raji dan Khan, 2006), Al-13% Si (Maleki, Nirouman, dan Shafyei, 2006), Al12% Si (Budi Harjanto dan Suyitno, 2008), serta Al-10,57% Si (Dedy Masnur, 2008). Pada tekanan yang sama peningkatan temperatur cetakan akan menurunkan kekerasan (Maleki, Nirouman, dan Shafyei, 2006), Aspiyansyah (2009) menyatakan bahwa kekerasan menurun dengan semakin tingginya temperatur cetakan, Budi Harjanto dan Suyitno (2008), mengemukakan bahwa kekerasan terlihat menurun seiring meningkatnya temperatur catakan. Pengaruh temperatur cetakan terhadap struktur mikro dan sifat mekanik bahan seperti kekerasan dan kekuatan tarik menunjukkan tren yang berlawanan, peningkatan temperatur cetakan akan

memperbesar ukuran butiran dan menaikkan SDAS, dimana nilai kekerasan dan kekuatan tarik bahan akan menurun (Purwanto H, 2007). Berdasarkan standar dari North American Die Casting Association (NADCA) nomor A-3-206, bahan ADC12 mempunyai komposisi kimia sebagai berikut : 1,5-3,5% Cu;9,6 12,0% Si ;mak. 0,3% Mg ;mak. 0,1% Zn ;mak. 0,3% Fe ;mak. 0,5% Mn ;mak. 0,5% Ni ;mak. 0,2% Sn ;mak. 0,2% Pb ;mak. 0,3% Ti, dan sisanya Alumunium. Adapun sifat fisik dan mekaniknya adalah sebagai berikut :densitas 2,82gr / cm3, titik lebur 516 582oC, kekuatan tarik maksimum 330 MPa, kekuatan yield 165 MPa, dan kekerasan 85 BHN. Dimana bahan tersebut setara dengan seri A 384.0 dari standar American National Standards Institute (ANSI/AA), dan setara juga dengan seri AC46100 pada German Industrial Standard (DIN). 2.1 Pengecoran HPDC HPDC adalah suatu proses pengecoran dengan cara menginjeksikan logam cair kedalam cetakan, kemudian mempertahankan pemberian tekanan selama pembekuan berlangsung dalam ruang tertutup, dimana HPDC dibagi menjadi dua kategori yaitu HPDC Cold Chamber dan HPDC Hot Chamber.

Gambar 2. Proses HPDC (Kalpakjian) Perbedaan dari keduanya adalah bila HPDC Hot Chamber proses pencairan logam dilakukan langsung pada Chamber nya, dan biasanya digunakan untuk logam dengan temperatur cair yang rendah seperti timah dan zinc, sedang pada HPDC Cold Chamber 78

proses pencairan logam dilakukan pada alat tersendiri dan umumnya digunakan untuk logam dengan temperatur cair tinggi seperti aluminium, tembaga dan paduannya, Proses HPDC banyak digunakan dalam pembuatan komponen otomotif, seperti: blok silinder, piston, velg, dll. (Vinarcik, 2003). 2.2 Pembekuan Logam Banyak faktor yang menentukan sifat akhir produk selama proses pembekuan, dimana cacat coran seperti porositas dan penyusutan yang merupakan fenomena pembekuan dapat dikurangi atau dihilangkan dengan pengendalian proses pembekuan. Pembekuan terjadi dalam dua tahap, yaitu pengintian (nucleation) dan pertumbuhan (growth). Struktur yang diperoleh pada saat logam cair dituangkan kedalam cetakan kemudian dibiarkan membeku dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : (1) daerah cil berbentuk pita kecil yang mempunyai kristal-kristal yang berorientasi acak, yang terbentuk pada daerah permukaan coran. Pada daerah cil ini terjadi proses pengintian yang cepat karena adanya dinding cetakan, serta pendinginan permukaan cetakan yang relatif cepat. (2) Daerah berikutnya struktur tumbuh dengan arah pertumbuhan tegak lurus dengan permukaan coran, dan menutup butir-butir yang berdekatan. Kristal dengan orientasi tertentu tumbuh sampai cairan membeku, yang akhirnya dihasilkan butir yang panjang tetapi tipis dan berbentuk kolumnar, sehingga daerah ini disebut dengan daerah kolumnar. Dan terakhir (3) adalah daerah berbutir acak (equiaxed zone) 3. Metode Penelitian 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ADC12, dengan komposisi kimia sebagai berikut : 10,56% Si ; 0,85% Fe ; 1,78% Cu ; 0,169% Mn ; 0,248% Mg; 0,85% Zn ; 79

0,058% Ni ; 0,029% Cr 0,065% Pb ; 0,023% Sn ; 0,041% Ti ; 0,001% Be ; 0,001% Ca ; 0,001% Na ; 85,318% Al (PT. Pin Jaya Logam, 2011). Sedang peralatan utama yang digunakan dalam penelitian adalah : Mesin cor HPDC, dapur pemanas listrik, termokopel, kowi, tang panjang, gergaji, kikir, unit peralatan uji kekerasan, unit peralatan uji komposisi, dan peralatan keselamatan kerja. 3.2 Variabel Penelitian Variabel yang digunakan pada penelitian adalah temperatur cetakan, yang diseting pada temperatur 110 oC, 130 oC, dan 150 oC. Sedang temperatur tuang yang digunakan adalah 700oC, dan tekanan injeksi dibuat tetap yaitu7 MPa, dimana tiap variabel diambil sebanyak tiga kali. 3.3 Urutan langkah Pengujian Pengujian dilakukan dengan urutan langkah sebagai berikut : a. Memotong bahan uji (ADC12) yang masih berupa ingot menjadi potongan-potongan kecil (sekitar 5 x 5 x 5 Cm) b. Menempatkan potongan bahan uji dalam kowi, selanjutnya memasukkan kedalam tungku pemanas. c. Memanaskan tungku pemanas, hingga temperatur 700 oC d. Cetakan dirapatkan, kemudian dipanaskan sesuai dengan seting temperatur yang diinginkan (110 oC, 130oC, dan 150 oC) e. Menuangkan logam cair kedalam Chamber,selanjutnya melakukan injeksi dengan tekanan 7 MPa f. Mengeluarkan benda uji dari cetakan, kemudian membersihkan cetakan untuk pembuatan benda uji selanjutnya. g. Pengukuran kekerasan menggunakan Rockwell B h. Menganalisa hasil pengujian, selanjutnya membuat kesimpulan.

4. Hasil dan Pembahasan Data dari hasil pengujian yang didapat selanjutnya disajikan dalam bentuk grafik seperti terlihat pada Gambar 3.1. Data yang tersaji pada Gambar 3.1 menunjukkan naiknya temperatur cetakan menyebabkan turunnya kekerasan benda uji. Kekerasan terendah didapat dari temperatur cetakan 150 oC (72,8 HRB), sedang kekerasan tertinggi didapat dari temperatur cetakan 110 o C (81,2 HRB). Penurunan kekerasan diduga disebabkan karena makin tinggi temperatur cetakan, maka gradien temperatur logam cair dan cetakan makin rendah, sehingga laju pembekuan makin lambat.

Gambar 3. Hubungan temperatur cetakan dan kekerasan Bertambahnya temperatur cetakan, akan menghasilkan secondary dendrite arm spacing (SDAS) yang semakin besar, sehingga jarak struktur makin besar, yang membentuk ukuran butir makin kasar, sehingga kekerasan logam menjadi rendah. 5. Kesimpulan Hasil dari pengumpulan data dan analisa dapat disimpulkan bahwa : 1. Kekerasan benda uji sangat dipengaruhi oleh kondisi temperatur cetakan. 2. Kekerasan tertinggi didapat dari temperatur cetakan 110 oC, yaitu sebesar 81,2 HRB.\ 6. Daftar Pustaka Brown, J.R., 2000, Foseco Non-ferrous Foundrymans Handbook, Butterworth- Heinemann

Budinski.,2001,Engineering Materials PropertiesandSelection,PHINewD elhi,pp. 517536. Callister, W.D., Jr., 2001, Fundamental of Materials Science and Engineering, Departement of Metallurgical Engineering, John Wiley & Sons, inc, New York. Dedy Masnur, 2008, Pengaruh parameter proses terhadap fluiditas dan kualitascoran ADC 12 dengan high pressure die casting, Naskah publikasi, Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. http://csiro.au/science/ps1f1.html. kompas.com, 2010, Perkembangan sepeda motor di Indonesia, 20 September. Kalpakjian Serope,2006, Manufacturing, Engineering & Technology, Fifth Edition, Pearson Education, Inc. Maleki, A., Shafyei, A., danNiroumand, B., 2008, Effects of squeeze casting parameters on the mikro structure of LM13 alloy, Journal of Material Proccessing Technology, Article in Press. Noorsy.2007,impor Aluminium akan melonjak, Sinar Harapan, 5542. Raji A., and Khan R. H., 2006, Effects of Pouring Temperature and Squeeze Pressure on Al-8%Si Alloy Squeeze Cast Parts, AU J.T, pp 229 237. Surdia, T. dan Saito, S., 1992, Pengetahuan Bahan Teknik, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Smith,F.William.1995.Material Science and engineering. (second edition). New York: McGraw-Hill inc. Vinarcik, E., and Mobley, C., 1992, Decomposition and Gasification Characteristics of Die Casting Plungger Lubricants. Report No.ERC/NSM-T-91-04-C, The Ohio State University Engineering Research Center for Net Shape Manufactuting. 80

81

Anda mungkin juga menyukai