Anda di halaman 1dari 13

Tugas

MANAJEMEN PRASARANA TRANSPORTASI


NYIMAS ARNITA APRILIA
11/323492/PTK/07641 MAGISTER SISTEM TEKNIK DAN TRANSPORTASI UNIVERSITAS GADJAH MADA

12

KINERJA PERKERASAN JALAN


A. Pendahuluan Kerusakan jalan disebabkan antara lain karena beban lalulintas berulang yang berlebihan (overloaded), panas/suhu udara, air dan hujan, serta mutu awal produk jalan yang jelek. Oleh sebab itu disamping direncanakan secara tepat jalan harus dipelihara dengan baik agar dapat melayani pertumbuhan lalulintas selama umur rencana. Pemeliharaan jalan rutin maupun berkala perlu dilakukan untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan jalan bagi pengguna dan menjaga daya tahan/keawetan sampai umur rencana. Survei kondisi perkerasan perlu dilakukan secara periodik baik struktural maupun non-struktural untuk mengetahui tingkat pelayanan jalan yang ada. Pemeriksaan non-struktural (fungsional) antara lain bertujuan untuk memeriksa kerataan (roughness), kekasaran (texture), dan kekesatan (skid resistance). Pengukuran sifat kerataan lapis permukaan jalan akan bermanfaat di dalam usaha menentukan program rehabilitasi dan pemeliharaan jalan. Di Indonesia pengukuran dan evaluasi tingkat kerataan jalan belum banyak dilakukan salah satunya dikarenakan keterbatasan peralatan. Karena kerataan jalan berpengaruh pada keamanan dan kenyamanan pengguna jalan maka perlu dilakukan pemeriksaan kerataan secara rutin sehingga dapat diketahui kerusakan yang harus diperbaiki.

B. Perkerasan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang di pakai antara lain adalah batu pecah, batu belah, batu kali dan hasil samping peleburan baja. Sedangkan bahan kat yang dipakai antara lain adalah aspal, semen dan tanah liat. Perkerasan jalan memiliki beberapa fungsi, diantaranya memberikan permukaan yang rata bagi pengendara, mendistribusikan beban kendaraan sehingga tanah terlindungi dari tekanan yang berlebihan dan melindungi tanah dari pengaruh buruk perubahan cuaca (Hardiyatmo, 2007).

Berdasarkan jenis bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : 1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Aspal itu sendiri adalah material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika aspal dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu, aspal dapat menjadi lunak / cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton. Jika temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (sifat termoplastis). Sifat aspal berubah akibat panas dan umur, aspal akan menjadi kaku dan rapuh sehingga daya adhesinya terhadap partikel agregat akan berkurang. Perubahan ini dapat diatasi / dikurangi jika sifat-sifat aspal dikuasai dan dilakukan langkah-langkah yang baik dalam proses pelaksanaan. Konstruksi perkerasan lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan, diantaranya : lapisan permukaan (surface course), lapisan pondasi atas ( base course), lapisan pondasi bawah (sub base course), lapisan tanah dasar (subgrade). Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan yang ada dibawahnya, sehingga beban yang diterima oleh tanah dasar lebih kecil dari beban yang diterima oleh lapisan permukaan dan lebih kecil dari daya dukung tanah dasar.

Gambar 1. Lapis perkerasan lentur

2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement) Perkerasan kaku (Rigid Pavement) merupakan perkerasan yang

menggunakan semen sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis fondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh plat beton. perkerasan menggunakan bahan dari beton semen, misalnya slab beton biasa/ tak bertulang, beton bertulang, paving block, dan sebagainya. Plat beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas

yang tinggi, akan mendistribusikan beban lalu lintas ke tanah dasar yang melingkupi daerah yang cukup luas. Dengan demikian, bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari plat beton itu sendiri. Hal ini berbeda dengan perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari tebal lapis pondasi bawah, lapis pondasi dan lapis permukaan; dimana masing-masing lapisan memberikan kontribusinya. Yang sangat menentukan kekuatan struktur perkerasan dalam memikul beban lalu lintas adalah kekuatan beton itu sendiri. Sedangkan kekuatan dari tanah dasar hanya berpengaruh kecil terhadap kekuatan daya dukung struktural perkerasan kaku. Lapis pondasi bawah, jika digunakan di bawah plat beton, dimaksudkan untuk sebagai lantai kerja, dan untuk drainase dalam menghindari terjadinya "pumping". Pumping adalah peristiwa keluarnya air disertai butiran-butiran tanah dasar melalui sambungan dan retakan atau pada bagian pinggir perkerasan, akibat gerakan lendutan atau gerakan vertikal plat beton karena beban lalu lintas, setelah adanya air bebas yang terakumulasi di bawah plat beton. Pumping dapat mengakibatkan terjadinya rongga di bawah plat beton sehingga menyebabkan rusak/retaknya plat beton.

Gambar 2. Lapis perkerasan kaku

3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement) Perkerasan komposit merupakan gabungan konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement) dan lapisan perkerasan lentur (flexible pavement) di atasnya, dimana kedua jenis perkerasan ini bekerja sama dalam memilkul beban lalu lintas. Untuk ini maka perlu ada persyaratan ketebalan perkerasan aspal agar mempunyai kekakuan yang cukup serta dapat mencegah retak refleksi dari perkerasan beton di bawahnya. Konstruksi ini umumnya mempunyai tingkat kenyamanan yang lebih baik bagi pengendara dibandingkan dengan konstruksi perkerasan beton semen sebagai lapis permukaan tanpa aspal. Perbedaan utama antara perkerasan kaku dan lentur diberikan pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku Perkerasan kaku 1. Desain bagian sederhana namun Perkerasan lentur pada Perancangan sederhana dan dapat perlu digunakan untuk semua tingkat

sambungan

perhitungan lebih teliti. Kebanyakan volume lalu lintas dan semua jenis digunakan hanya pada jalan-jalan jalan berdasarkan klasifikasi fungsi dengan volume lalu lintas tinggi, jalan raya. serta pada perkerasan lapangan

terbang 2. Rancangan job mix lebih mudah Kendali kualitas untuk job mix agak untuk dikendalikan elastisitas dan kualitasnya. rumit karena harus diteliti baik di antara lapis laboratorium sebelum di hampar, sangat maupun lapangan. setelah di hampar di

Modulus permukaan berbeda 3.

pondasi

Rongga udara di dalam beton tidak Rongga udara dapat mengurangi dapat mengurangi tegangan yang tegangan yang timbul akibat

timbul akibat perubahan volume perubahan volume campuran aspal. beton. Pada umumnya diperlukan Oleh karena itu, tidak diperlukan sambungan untuk mengurangi sambungan. Sulit untuk bertahan

tegangan

akibat

perubahan terhadap

kondisi

drainase

yang

temperatur. Dapat lebih bertahan buruk. terhadap kondisi yang lebih buruk. 4. Umur rencana dapat mencapai 15-40 Umur rencana relatif pendek 5-10 tahun. Jika terjadi kerusakan maka tahun. Kerusakan tidak merambat ke kerusakan tersebut cepat dan dalam bagian konstruksi yang lain. Kecuali waktu singkat dapat meluas. 5. jika perkerasan terendam air.

Indeks pelayanan tetap baik hamper Indeks pelayanan yang terbaik hanya selama umur rencana, terutama jika pada saat selesai pelaksanaan

sambungan melintang (transversal konstruksi, setelah itu berkurang joints) dikerjakan dan dipelihara. seiring dengan waktu dan frekuensi beban lalu lintasnya. 6. Pada umumnya biaya awal Pada umumnya biaya awal

konstruksi tinggi.

konstrukdi rendah, terutama untuk jalan lokal dengan volume lalu lintas rendah. Tetapi biaya awal hamper sama untuk jenis konstruksi jalan berkualitas tinggi yaitu jalan dengan tingkat volume lalu lintas tinggi.

7.

Pelaksanaan

relatif

sederhana Pelaksanaan cukup rumit disebabkan

kecuali pada sambungan-sambungan kendali kualitas harus diperhatikan pada sejumlah parameter termasuk kendali terhadap temperatur. 8. Sangat penting untuk melaksanakan Biaya pemeliharaan yang

pemeliharaan terhadap sambungan- dikeluarkan, mencapai lebih kurang sambungan secara rutin dua kali lebih besar dari pada perkerasan kaku. 9. Agak sulit untuk menetapkan saat Pelapisan ulang dapat dilaksanakan yang tepat untuk melakukan pada semua tingkat ketebalan

pelapisan ulang. Apabila lapisan perkerasan yang diperlukan lebih permukaan akan dilapis ulang maka mudah menentukan perkiraan saat

untuk mencegah terjadinya retak pelapisan ulang harus dilakukan. refleksi biasanya di buat tebal perkerasan > 10 cm 10. Kekuatan kaku konstruksi oleh perkerasan Kekuatan konstruksi perkerasan

ditentukan

kekuatan lentur ditentukan oleh kemampuan

lapisan beton sendiri (tanah dasar penyebaran tegangan setiap lapisan tidak begitu menentukan) dan ditentukan oleh tebal setiap lapisan dan kekuatan tanah dasar yang dipadatkan. 11. Yang dimaksud dengan tebal Yang dimaksud dengan tebal

konstruksi perkerasan kaku adalah konstruksi perkerasan lentur adalah tebal lapisan beton tidak termasuk tebal seluruh lapisan yang ada di atas pondasi tanah dasar dipadatkan termasuk pondasi.

C. Kinerja perkerasan Kinerja perkerasan jalan merupakan kondisi perkerasan yang dapat memberikan pelayanan kepada pemakai jalan selama kurun waktu perencanaan tertentu (sukirman, 1992). Lebih lanjut, Sukirman (1992) mendefinisikan kinerja perkerasan menjadi tiga bagian, yaitu : a. Keamanan, yang ditentukan oleh besarnya gesekan akibat adanya kontak antara ban dan permukaan jalan. b. Struktur pelayanan, yang berhubungan dengan kondisi fisik dari jalan yang dipengaruhi oleh beban lalulintas dan lingkungan. c. Fungsi pelayanan, yang berhubungan dengan bagaimana perkerasan tersebut memberikan pelayanan kepada pengguna jalan.

Pada awalnya kemampuan relatif perkerasan tersebut ditentukan hanya berdasarkan pengamatan secara visual dan pengalaman. Namun, kemudian berkembang, disamping menggunakan pengamatan visual juga digunakan

peralatan survai (alat Naasra-meter, Laser Profilometer, Benkelman Beam, Falling Weight Deflectometer, Mu-meter, dan British Pendulum) agar pengukuran kondisi/ kinerja perkerasan tersebut lebih obyektif dan tidak dipengaruhi oleh subyektifitas surveyor. Kinerja perkerasan jalan ditentukan berdasarkan persyaratan kondisi fungsional dan kondisi struktural. Persyaratan kondisi fungsional menyangkut kerataan, kekesatan permukaan perkerasan, sedangkan persyaratan kondisi struktural menyangkut kekuatan atau daya dukung perkerasan dalam melayani beban dan volume lalu lintas rencana. Secara umum kinerja perkerasan dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu cara objektif dan cara subjektif. Salah satu parameter kinerja perkerasan yang dapat ditentukan dengan cara objektif adalah International Roughness Index (IRI) atau ketidak rataan permukaan jalan yang dikembangkan oleh Bank Dunia pada tahun 1980-an (Suwardo dan Sugiharto, 2004). Parameter IRI diperoleh dari suatu pengukuran menggunakan alat roughometer NAASRA, yaitu adalah alat

pengukur ketidakrataan permukaan jalan yang dibuat oleh NAASRA (SNI 033426-1994). Sedangkan cara subjektif didasarkan pada hasil pengamatan beberapa orang ahli. Parameter Road Condition Index (RCI) atau indeks kondisi jalan yang dikembangkan oleh American Association of State Highway Officials (AASHO) pada tahun 1960an, biasanya digunakan sebagai acuan dalam penentuan parameter kinerja perkerasan secara subjektif. Kedua parmeter kinerja perkerasan tersebut dikelompokkan ke dalam kinerja fungsional (Sukirman,1992) Kinerja perkerasan yang meliputi keamanan/kekuatan perkerasan

(structural pavement) atau daya dukung perkerasan dalam melayani beban dan volume lalu lintas rencana dinyatakan dengan Indeks Permukaan (IP) atau Present Serviceability Index (PSI). 1. Indeks Permukaaan (IP) atau Present Seviceability Index (PSI) Kekasaran permukaan ditandai oleh Indeks Permukaan yang didasarkan pada profil permukaan yang diukur. Indeks Permukaan (IP) atau Present Serviceability Index (PSI) dikenalkan oleh AASHTO berdasarkan pengamatan kondisi jalan meliputi kerusakan-kerusakan seperti retak-retak, alur, lubang,

lendutan pada lajur roda, kekasaran permukaan dan sebagainya yang terjadi selama umur pelayanan. Nilai Indeks Permukaan (IP) bervariasi dari 0-5 seperti dikutip oleh Silvia Sukirman (1995) disajikan pada Tabel 1. Jalan dengan lapis beton aspal yang baru dibuka untuk umum merupakan contoh jalan dengan nilai IP = 4,2. Indeks Permukaan mempunyai hubungan dengan International Roughness Index (IRI, dalam m/km) seperti ditampilkan pada Gambar 1. Model ini dikembangkan oleh Dujisin dan Arroyo tahun 1995 (NCHRP, 2001). PSR adalah Present Serviceability Rating, modelnya dikembangkan oleh Paterson (1987), AlOmari dan Darter (1994), dan Gulen dkk (1994), namun PSR tidak diuraikan lebih rinci dalam tulisan ini. IP dinyatakan sebagai fungsi dari IRI dengan rumus :

Untuk perkerasan jalan beraspal : PSI = 5 0,2937 X + 1,1771 X 1,4045 X 1,5803 X Untuk perkerasan jalan dengan beton/semen : PSI = 5 + 0,6046 X 2,2217 X 0,0434 X
3 2 4 3 2

pers. (1)

pers. (2)

dengan : X = Log (1 + SV) SV = 2,2704 IRI


6 2

SV = Slope variance (10 x population of variance of slopes at 1-ft intervals) PSI = Present Serviceability Index IRI = International Roughness Index, m/km

IRI adalah parameter kekasaran yang dihitung dari jumlah kumulatif naikturunnya permukaan arah profil memanjang dibagi dengan jarak/panjang permukaan yang diukur.

Tabel 1. Hubungan Fungsi Pelayanan dan Indeks Permukaan (IP) No. Indeks Permukaan (IP) Fungsi pelayanan

1 2 3 4 5

45 34 23 12 01

Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat kurang

Gambar 1. Hubungan Indeks Permukaan (IP) dan IRI (m/km) Sumber : NCHRP, 2001

2. Indeks Kondisi Jalan (Road Condition Index = RCI) Indeks Kondisi Jalan (Road Condition Index = RCI) adalah skala tingkat kenyamanan atau kinerja jalan yang dapat diperoleh dari pengukuran dengan alat Roughometer maupun secara visual. Jika penelitian dilakukan dengan

menggunakan alat Roughometer sehingga diperoleh International Roughness Index (IRI), maka untuk Indonesia dipergunakan korelasi antara Indeks Kondisi Jalan (Road Condition Index = RCI) dan IRI (Gambar 2). Korelasi RCI dan IRI untuk Indonesia adalah IRI = 10*Exp (-0,0501*RCI1,220920) pers. (3)

Gambar 2. Korelasi antara Nilai IRI dan Nilai RCI. Sumber : Silvia Sukirman (1992)

Tabel 2. Kondisi Permukaan secara Visual dan Nilai RCI RCI 8 10 78 67 56 45 34 23 [2 Kondisi Permukaan Jalan secara Visual Sangat rata dan teratur Sangat baik, umumnya rata Baik Cukup, sedikit sekali atau tidak ada lubang, tetapi permukaan jalan tidak rata Jelek, kadang-kadang ada lubang, permukaan jalan tidak rata Rusak, bergelombang, banyak lubang Rusak berat, banyak lubang dan seluruh daerah perkerasan hancur Tidak dapat dilalui, kecuali dengan 4 WD Jeep

Evaluasi kondisi yang dilakukan untuk mengukur kinerja perkerasan jalan digunakan untuk membantu dalam penentuan penanganan dalam kegiatan penyelenggaraan jalan (Hicks and Mahoney, 1981)
1.

Menentukan prioritas pemeliharaan Data kondisi jalan seperti ketidakrataan (roughness), kerusakan

permukaan (surface distress), dan lendutan (deflection) digunakan untuk penentuan ruas-ruas yang harus diprioritaskan untuk pemeliharaan atau rehabilitasi. Data-data kondisi jalan yang diperoleh tersebut digunakan

menggolongkan jalan-jalan yang ada dalam suatu jaringan jalan menjadi kondisi baik, sedang, rusak, dan rusak berat. Kemudian jalan dengan kondisi baik dan sedang tersebut diprioritaskan untuk pekerjaan pemeliharaan rutin, sedangkan untuk jalan dengan kondisi usak dan rusak berat nantinya akan dievaluasi lebih lanjut guna penentuan strategi penanganan pemeliharaan/ perbaikan lainnya.

2.

Menentukan strategi perbaikan Data kondisi yang diperoleh dari survai kondisi kerusakan permukaan

(pavement condition surface) digunakan untuk membuat rencana kegiatan

tahunan yang sesuai dengan kondisi perkerasan yang ada. Strategi yang dilaksanakan tersebut dapat berupa antara lain penambalan, pelaburan permukaan, pelapisan ulang, dan recycling. Strategi penanganan yang direncanakan tersebut disesuaikan dengan jenis-jenis kerusakan yang terjadi.

3.

Memprediksi kinerja perkerasan Data kondisi jalan seperti ketidakrataan (roughness), kelicinan permukaan

(skid resistance), dan kerusakan permukaan perkerasan (surface distress) atau yang telah diratifikasi dalam suatu kombinasi penilaian kondisi kemudian diproyeksikan ke masa yang akan datang guna membantu dalam mempersiapkan biaya penyelenggaraan jalan secara jangka panjang ataupun untuk

memperkirakan kondisi perkerasan dari jaringan jalan berdasarkan dana pembinaan jalan yang tertentu.

Anda mungkin juga menyukai