Anda di halaman 1dari 22

Presentasi Ilmiah

WAWANCARA PSIKIATRIK DAN PEMERIKSAAN PSIKIATRIK

Oleh: FILLIA PRISCILLA SIMARMATA ESPRIDA HOTMA DAME (0508111324) (0608113842)

Pembimbing: dr. MAISARAH ZAS, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RSJ TAMPAN PEKANBARU 2010

Wawancara Psikiatrik dan Pemeriksaan Psikiatrik

Salah satu alat paling penting yang dimiliki oleh dokter adalah kemampuan untuk melakukan wawancara secara efektif. Wawancara yang dilakukan dengan terampil mampu untuk menggali data yang diperlukan untuk mengerti dan mengobati pasien dan dalam proses untuk meningkatkan pengertian dan kepatuhan pasien terhadap saran dokter. Pada umumnya pewawancara harus menunjukkan sikap yang tidak menghakimi, tertarik, keprihatinan, dan keramahan; jika tidak informasi yang kemungkinan penting mungkin tidak dapat diperoleh. Bila penderita datang bersama pengantar, sebaiknya diwawancarai lebih dahulu, setelah itu dilanjutkan dengan mewawancarai pengantarnya. Sebelum bertanya kepada pengantar, sebainya pasien diberitahu bahwa dokter juga akan mewawancarai perihal diri pasien dari pengantarnya. Dengan demikian kita menghargai pasien dan tidak menimbulkan kesan padanya seakan-akan kita bersekongkol dengan pengantarnya, sehingga dapat menimbulkan kesukaran, terlebih dengan penderita yang mempunyai kepribadian cenderung curiga. Anggota keluarga penderita atau pengantar lain biasanya hanya mengeluarkan rasa takut, rasa salah atau anggapan salah tentang penyakit pasien. Dalam percobaanya untuk menolong, umumnya memperkeras gangguan jiwa itu. Atau mungkin juga ia menyembunyikan beberapa gejala. Kadang-kadang mungkin lebih baik bila wawancara pertama diadakan dalam keadaan sedemikian rupa sehingga pasien tidak merasa ia dapat didengar oleh orang lain.

Cara

pemeriksaan

dan

keadaan

lingkungan

waktu

pemeriksaan

mempengaruhi reaksi pasien, umpamanya pemeriksaan dihadapan umum atau dengan banyak orang lain; sering adanya gangguan dari luar; kekurangan waktu dan lain-lain. Dokter harus menunjukkan sikap penuh pengertian dan minat, serta selalu awas jangan sampai mengganggu rasa harga diri pasien. Wawancara harus berjalan secara spontan. Biarkanlah pasien, bila ia mau, mengambil inisiatif sendiri untuk melanjutkan dan menghubungkan ceritanya. Wawancara juga harus fleksibel, tidak kaku atau secara obsesif mengikuti suatu bagan. Kita harus mengetahui apa yang diperiksa sambil dalam pikiran kita mempunyai gambaran bagan pemeriksaan. Wawancara sendiri harus disesuaikan dengan keadaan dan perasaan pasien. Jangan terlalu mengharapkan terlalu banyak dari wawancara pertama, tetapi pupuklah kepercayaan secara perlahan-lahan. Jangan terlalu mendesak, sebab bila satu kali penderita sudah merasa dalam keadaan defensif, maka sukarlah baginya menceritakan sesuatu dengan hati terbuka. Pertanyaan-pertanyaan harus disusun sedemikian rupa sehingga penderita tidak salah paham atau menerimanya sebagai tuduhan. Dengan pertanyaan-pertanyaan yang halus kita dapat membuka hidup rahasia penderita tanpa menimbulkan rasa cemas yang berlebihan. Jangan berdebat dengan pasien. Nancy Andreason dan Donal Black telah menetapkan 11 teknik yang sering digunakan pada sebagian besar wawancara psikiatrik, yaitu: 1. 2. Dapatkan rapport seawal mungkin pada wawancara Tentukan keluhan utama pasien

3. 4.

Gunakan keluhan utama untuk mengembangkan diagnosis banding sementara Singkirkan atau masukkan berbagai kemungkinan diagnostik dengan menggunakan pertanyaan yang terpusat dan terinci

5.

Ikuti jawaban yang samar-samar atau tak jelas dengan cukup gigih untuk menentukan dengan akurat jawaban pertanyaan

6.

Biarkan pasien berbicara dengan cukup bebas untuk mengamati bagaimana kuatnya pikiran berkaitan

7. 8.

Gunakan campuran pertanyaan terbuka dan tertutup Jangan takut menanyakan tentang topik yang anda atau pasien rasakan sulit atau memalukan

9. 10.

Tanyakan tentang fikiran bunuh diri Berikan kesempatan kepada pasien untuk menanyakan pertanyaan pada akhir wawancara

11. Simpulkan wawancara awal dengan mendapatkan rasa kepercayaan dan jika

mungkin harapan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara psikiatrik, yaitu : a. Penatalaksanaan waktu Konsultasi awal berlangsung selama 30 menit sampai 1 jam, tergantung keadaan. Wawancara dengan pasien psikotik atau dengan penyakit medis adalah singkat karena pasien mungkin merasakan bahwa wawancara adalah menegangkan. Wawancara yang panjang mungkin diperlukan diruang gawat darurat. b. Susunan tempat duduk

Cara kursi disusun ditempat periksa dokter psikiatrik adalah mempengaruhi wawancara. Kedua kursi harus kira-kira sama tingginya, sehingga tidak ada orang yang melihat kebawah untuk melihat yang lainnya. c. Tempat periksa dokter psikiatrik Pasien sering kali mempunyai reaksi terhadap tempat periksa dokternya yang mungkin menyimpang atau tidak, dan mendengarkan dengan cermat atas setiap komentar dapat membantu dokter psikiatrik untuk mengerti pasiennya. Penelitian telah menunjukka bahwa pasien berespon lebih positif pada dokter laki-laki yang menggunakan jas dan dasi dari pada mereka yang tidak. d. Membuat catatan Sebagian besar dokter psikiatrik tidak menganjurkan membuat catatan yang banyak selama suatu sesi, karena menulis dapat menurunkan kemampuan untuk mendengarkan. Tetapi beberapa pasien dapat mengungkapkan kemarahan jika dokter psikiatrik tidak menulis catatan selama suatu wawancara, mereka mungkin merasa takut kalau komentar mereka tidak cukup penting untuk dicatat. e. Wawancara selanjutnya Wawancara yang dilakukan setelah wawancara pertama memungkinkan pasien mengkoreksi tiap kesalahan informasi yang telah diberikan dalam pertemuan pertama.

f.

Melakukan wawancara situasi

Dokter psikiatrik dilatih untuk bersikap fleksibel dalam memodifikasi gaya wawancaranya untuk mengikuti situasi tertentu. Pasien yang mempunyai diagnosis psikiatrik yang berbeda memiliki kemampuan yang berbeda dalam peran sertanya saat wawancara dan berbeda pula dalam hal tantangan yang diberikannya pada dokter psikiatrik yang melakukan wawancara. Misalnya : Pasien depresi dan bunuh diri Pasien depresi sering tidak mampu untuk bercerita secara spontan dan adekuat mengenai penyakitnya karena faktor-faktor tertentu seperti retardasi psikomotor dan keputusasaan. Dokter psikiatrik harus siap bertanya secara spesifik pada seseorang yang mengalami depresi tentang riwayat dan gejala yang berhubungan dengan depresi, termasuk pertanyaan tentang ide bunuh diri. Alasan lain untuk bersikap spesifik dalam bertanya kepada pasien depresi adalah bahwa pasien tidak menyadari bahwa gejala tertentu seperti berjalan saat tidur malam atau meningkatnya keluhan somatik adalah berhubungan dengan gangguan depresi. Bunuh Diri Permasalahan khusus saat mewawancarai pasien yang mengalami depresi adalah kemungkinan untuk bunuh diri.. Jika dokter psikiatri sudah memutuskan bahwa pasien berada dalam ancaman resiko untuk bunuh diri, pasien harus dirawat di rumah sakit atau dilindungi dengan cara lain.

Pasien yang kasar

Pasien yang mungkin mengalami kekerasan harus didekati dengan sikap dan teknik yang sama dengan yang digunakan pada pasien bunuh diri. Pertanyaan spesifik yang perlu dijawab oleh pasien yang kasar adalah termasuk tentang tindakan kekerasan pasien sebelumnya dan kekerasaan yang dialami semasa kanak-kanak. Pasien dengan waham Waham dari seorang pasien tidak boleh ditantang secara lansung. Waham mungkin merupakan pikiran sebagai suatu strategi pertahanan dan perlindungan diri pasien, untuk melawan ancaman kecemasan, penurunan harga diri dan kebingungan. Menantang suatu waham dengan menegaskan bahwa hal tersebut tidak benar atau tidak mungkin, hanya akan meningkatkan kecemasan pasien dan seringkali menyebakan pasien yang terancam mempertahankan keyakinannya bahkan secara lebih mati-matian. Tetapi tidak dianjurkan untuk berpura-pura mempercayai waham pasien. Suatu

pendekatan yang sangat membantu adalah menyatakan bahwa dokter mengerti keyakinan pasien akan waham, tetapi dokter tidak mempunyai keyakinan yang sama. g. Mewawancarai sanak saudara Wawancara dengan anggota keluarga dapat bermanfaat dan mungkin penuh kesulitan. Wawancara dengan anggota keluarga dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Jika tujuan dokter adalah untuk mendiagnosis suatu gangguan, maka semakin banyak fakta yang diberikan kepada dokter, semakin mudah untuk menyusun diagnosis, prognosis dan pengobatan. Tetapi dari pandangan, dinamika dan analitik, jika dokter melihat masalah pasien

sangat dipengaruhi interaksi dengan tokoh penting di dalam kehidupannya, maka kenyataan eksternal kurang penting dari pada persepsi pasien sendiri. Pada umumnya, semakin serius keadaan pasien saat datang (sebagai contohnya gangguan depresi berat, ide bunuh diri atau psikosis), semakin mungkin dan kemungkinan lebih tepat bagi dokter psikiatrik berhadapan dengan anggota keluarga. Untuk memeriksa penderita mental perlu diikuti suatu bagan pemeriksaan agar lebih sistematis, sehingga paling sedikit hal-hal yang penting tidak terlupakan. Hasil pemeriksaan dibuat dalam bentuk laporan. Laporan pemeriksaan keadaan jiwa atau status mental yang dipakai dalam psikiatrik klinik merupakan hasil pemeriksaan jiwa pasien. Adapun laporan pemeriksaan keadaan jiwa itu merupakan suatu bentuk cerita yang mengandung banyak hal, seperti: afek, emosi, cara bicara (ucapan), proses berpikir (bentuk, isi dan jalan pikiran), kesadaran, psikomotor, persepsi dan fungsi kognitif, termasuk orientasi. Mengingat pendekatan holistik terhadap pasien, maka laporan pemeriksaan keadaan jiwa itu seharusnya merupakan bagian daripada pemeriksaan umum semua pasien, meskipun ringkas, apabila tidak terdapat tanda-tanda gangguan jiwa. Suatu formulir laporan pemeriksaan keadaan jiwa yang lebih lengkap biasanya terdiri dari bagian-bagian : 1. Identifikasi pasien Data identifikasi memberikan ringkasan demografik tentang nama pasien, usia, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, latar belakang etnis dan agama. Dokter harus menyatakan apakah pasien datang atas keinginan sendiri, dirujuk atau dibawa oleh orang lain.

Data identifikasi adalah alat untuk memberikan sketsa ringkas tentang karakteristik pasien yang kemungkinan penting dan dapat mempengaruhi diagnosis, prognosis, pengobatan dan kepatuhan. 2. Keluhan utama atau sebab utama apakah yang menyebabkan ia datang berobat (menurut pasien dan /atau keluarganya) 3. Riwayat penyakit sekarang Bagian ini memberikan gambaran yang lengkap dan kronologis tentang peristiwa yang menyebabkan timbulnya keluhan. Hal ini akan membantu

menjawab pertanyaan tentang mengapa pasien datang ke dokter, bagaimana keadaan hidup pasien saat onset gejala atau perubahan perilaku muncul dan bagaimana keluarga serta lingkungan memperlakukan pasien. Perkembangan gejala pasien harus digambarkan dan diringkaskan secara sistematis. Gejala yang tidak tampak juga harus digambarkna. Jika terdapat hubungan antara gejala fisik dan psikologis, maka harus dicatat. 4. Riwayat penyakit sebelumnya Bagian ini merupakan suatu peralihan dari riwayat penyakit sekarang dan riwayat pribadi pasien. Episode penyakit psikiatrik maupun medis yang terdahulu harus dijelaskan. 5. Riwayat penyakit dahulu Melalui informasi riwayat medik yang dahulu, dokter dapat mengetahui tinjauan medis tentang gejala dan mencatat setiap penyakit medis atau bedah yang berat dan trauma berat, khususnya yang memerlukan perawatan di rumah sakit, yang dialami pasien, seperti trauma kraniosereberal, penyakit neurologis, tumor dan gangguan kejang.

Penyebab, komplikasi dan pengobatan setiap penyakit dan efek penyakit pada pasien harus dicatat. Pertanyaan spesifik tentang gangguan psikosomatik, penggunaan alkohol dan zat lain harus dinyatakan dan dicatat. 6. Riwayat pribadi, ditanyakan antara lain mengenai perkembangan fisik dan mental, hubungan antar manusia, emosi, sifat, minat, kemampuan dan prestasi, keterampilan, pengalaman penting, kepercayaan, gangguan jiwa yang pernah dialaminya yang dapat dibagi pada masa kanak-kanak, pubertas, dan dewasa tua/senja. 7. Riwayat keluarga: orang tua, saudara, susunan keluarga, susunan anggota rumah tangga dalam keluarga yang ditempatinya, anggota keluarga yang pernah atau sedang menderita gangguan jiwa serta jenis gangguan jiwa tersebut. 8. Pemeriksaan fisik 9. Pemeriksaan psikiatrik, meliputi a. Kejujuran dan kelengkapan informasi b. Sikap pasien terhadap pemeriksa c. Rupa pasien d. Psikomotor e. Sikap dan tingkah laku umum f. Afek dan emosi g. Kualitas bicara dan pikiran h. Isi bicara dan pikiran i. Fungsi somatis dan kekhawatiran somatik j. Persepsi k. Kesadaran

10

l. Fungsi Kognitif m. Pertimbangan n. Potensi bunuh diri atau melakukan kekerasan o. Pengertian tentang sikap terhadap gangguannya. 10. Evaluasi psikologik 11. Evaluasi sosiologik 12. Diagnosa/klasifikasi 13. Program pengobatan dan hasilnya 14. Data pengakhiran pengobatan atau pengeluaran pasien dari rumah sakit 15. Tindak lanjut Pemeriksaan status mental adalah bagian dari pemeriksaan klinis yang menggambarkan jumlah total observasi pemeriksa dan kesan tentang pasien psikiatrik saat wawancara. Pemeriksaan satus mental dalah suatu gambaran tentang penampilan pasien, bicara, tindakan dan pikiran selama wawancara. Bahkan jika pasien membisu atau inkoheren atau menolak menjawab pertanyaan, dokter dapat memperoleh informasi yang banyak melalui observasi yang cermat.

Garis Besar Pemeriksaan Status Mental 1. Gambaran Umum a. Penampilan b. Perilaku dan aktivitas psikomotor c. Sikap terhadap pemeriksa 2. Mood dan Afek a. Mood

11

b. Afek c. Kesesuaian 3. 4. 5. Bicara Gangguan persepsi Pikiran a. Proses atau bentuk pikiran b. Isi pikiran 6. Sensorium dan kognitif a. Kesiagaan dan tingkat kesadaran b. Orientasi c. Daya ingat d. Konsentrasi dan perhatian e. Kapasitas untuk membaca dan menulis f. Kemampuan visuospasial g. Pikiran abstrak h. Sumber informasi dan kecerdasan 7. 8. 9. Pengendalian impuls Pertimbangan dan Tilikan Reliabilitas

\ z 1. Gambaran Umum

12

a.

Penampilan Hal ini adalah suatu gambaran tentang penampilan pasien dan kesan fisik secara keseluruhan yang disampaikan kepada dokter psikiatrik, seperti yang dicerminkan dari postur ketenangan, pakaian, dan dandanan. Contoh hal-hal di dalam kategori penampilan dalah jenis tubuh, postur, ketenangan, pakaian, dandanan, rambut, dan kuku. Istilah umum yang digunakan untuk mengggambarkan penampilan adalah tampak sehat, sakit, agak sakit, seimbang, kelihatan tua, kelihatan muda, kusut, seperti anak-anak, dan kacau. Tanda kecemasan dicatat: tangan yang lembab, keringat pada dahi, postur tegang, mata lebar.

b.

Perilaku dan aktivitas psikomotor Kategori ini dimaksudkan pada aspek kuantitatif maupun kualitatif dari perilaku pasien. Yang termasuk di dalamnya adalah manerisme, tiks, gerakan isyarat, kedutan, perilaku stereotipik, echopraxia, hiperaktivitas, agitasi, melawan, fleksibilitas, rigiditas, cara berjalan, dan ketangkasan. Kegelisahan, meremas-remas tangan, melangkah, dan manifestasi fisik lainnya harus digambarkan. Retardasi psikomotor atau perlambatan pergerakan tubuh secara umum harus dicatat.

c.

Sikap terhadap pemeriksa Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat digambarkan sebagai bekerjasama, bersahabat, merendahkan, penuh perhatian, tertarik, apatis, datar, menggoda, bertahan,

kebingungan,

bermusuhan,

bermain-main,

menyenangkan, mengelak, atau berlindung. Tiap kata sifat lainnya dapat digunakan.

13

2. a.

Mood dan Afek Mood Mood didefinisikan sebagai emosi yang meresap dan terus menerus yang mewarnai persepsi seseorang akan dunia. Kata sifat yang sering digunakan untuk menggambarkan mood adalah depresi, kecewa, mudah marah, cemas, marah, meluap-luap, euforik, kosong, bersalah, terpesona, sia-sia,

merendahkan diri sendiri, ketakutan, dan membingungkan. Mood mungkin labil, berarti bahwa mood berfluktuasi atau berubah dengan cepat antara halhal yang ekstrim. b. Afek Afek dapat didefinisikan sebagai respon emosional pasien yang tampak. Afek adalah apa yang disimpulkan oleh pemeriksa dari ekspresi wajah pasien, termasuk jumlah dan macam perilaku ekspresif. Afek mungkin sejalan dengan mood atau tidak sejalan. Afek digambarkan sebagai dalam rentang normal, terbatas, tumpul, atau datar. Di dalam rentang afek yang normal, terdapat variasi dalam ekspresi wajah, irama suara, penggunaan tangan dan pergerakan tubuh. Jika afek terbatas, terdapat penurunan jelas di dalam rentang dan intensitas ekspresi. Demikian juga pada afek tumpul, ekspresi emosional menurun lebih jauh. Untuk mendiagnosis afek datar, dokter harus tidak menemukan tanda ekspresi afektif, suara pasien harus monoton, wajah harus imobil. c. Kesesuaian

14

Kesesuaian respon emosional pasien dapat dipertimbangkan di dalam konteks masalah subjektif yang didiskusikan pasien.

3.

Bicara Bagian laporan ini menggambarkan karakteristik fisik dari berbicara. Bicara dapat digambarkan di dalam kuantitasnya, kecepatan produksi bicara, dan kualitasnya. Pasien mungkin digambarkan sebagai senang berbicara, suka mengomel, fasih, pendiam, tidak spontan, atau berespon normal terhadap petunjuk dari pewancara. Bicara mungkin cepat atau lambat, tertekan, raguragu, emosional, dramatik, monoton, keras, berbisik, bersambungan, terputusputus, atau mengomel.

4.

Gangguan Persepsi Gangguan persepsi, seperti halusinasi dan ilusi mungkin berkenaan dengan diri sendiri atau lingkungan. Sistem sensoris yang terlibat auditorius, visual, olfaktorius, atau taktil) dan isi pengalaman ilusi atau halusinasi harus digambarkan. Keadaan terjadinya tiap pengalaman halusinasi adalah penting, karena halusinasi hipnagogik dan halusinasi hipnopompik adalah mempunyai kepentingan yang jauh lebih kecil dibandingkan jenis halusinasi lainnya.

5. a.

Pikiran Proses berfikir (bentuk fikiran)

15

Pasien mungkin memiliki ide yang terlalu melimpah atau kemiskinan ide. Gangguan dari proses fikiran antara lain pengenduran asosiasi, flight of ideas, pikiran berpacu, sirkumstansialitas, gado-gado kata, asosiasi bunyi, penghambatan pikiran, pikiran samar-samar. b. Isi pikiran Gangguan isi pikiran adalah waham, preokupasi, obsesi, fobia, gagasan bunuh diri, kemiskinan isi.

6. a.

Sensorium dan Kognitif Kesiagaan dan tingkat kesadaran Gangguan kesadaran biasanya menyatakan adanya gangguan otak organik. Pengaburan kesadaran adalah penurunan kewaspadaan terhadap lingkungan secara menyeluruh. Seorang pasien mungkin tidak mampu mempertahankan perhatiannya terhadap stimulus lingkungan untuk mempertahankan pikiran atau perilaku yang diarahkan oleh tujuan. Pasien yang mengalami perubahan tingkat kesadaran seringkali menunjukkan juga suatu gangguan tingkat orientasi.

b.

Orientasi Gangguan orientasi biasanya dibedakan menurut waktu, tempat dan orang. Tiap gangguan biasanya tampak dalam urutan tersebut (yaitu perasaan tentang waktu terganggu sebelum perasaan tentang tempat), demikian juga saat pasien membaik gangguan hilang dalam urutan terbalik.

c.

Daya Ingat

16

Daya ingat atau memori biasanya dibagi menjadi empat bidang: daya ingat jauh, daya ingat masa lalu yang belum lama, daya ingat yang baru saja, dan daya ingat segera. Reaksi terhadap kehilangan daya ingat dapat memberikan petunjuk penting tentang gangguan dasar dan mekanisme mengatasinya. d. Konsentrasi dan perhatian Konsentrasi pasien dapat terganggu karena berbagai alasan. Sebagai contoh, suatu gangguan kognitif, kecemasan depresi, dan stimuli internal seperti halusinasi dengar, semuanya dapat berperan dalam gangguan konsentrasi. e. Kemampuan membaca dan menulis Pasien harus diminta untuk bereaksi terhadap suatu kalimat. Sebagai contoh tutuplah mata anda dan selanjutnya melakukan apa yang diperintahkan. Pasien juga diminta untuk menulis kalimat yang sederhana tetapi lengkap. f. Kemampuan visuospasial Pasien harus diminta untuk mencontoh suatu gambar, seperti jam atau segilima yang berpotongan. g. Berpikir abstrak Berpikir abstrak adalah kemampuan pasien untuk berhadapan dengan konsep. Pasien datang dengan gangguan cara dimana mereka mengkonseptualisasikan atau menangani gagasan. Disini pasien dapatkah menjelaskan kemiripankemiripan seperti antara buah apel dan buah peer atau antara kebenaran dan kecantikan?

h.

Sumber informasi dan inteligensi

17

Jika dicurigai suatu kemungkinan gangguan kognitif. Apakah pasien mempunyai kesulitan dengan tugas mental, seperti menghitung uang kembalian dari seribu rupiah setelah dibelanjakan lima ratus rupiah.

7. Pengendalian Impuls Apakah pasien mampu untuk mengendalikan impuls seksual, agresif, dan impuls lainnya. Suatu pemeriksaan pengendalian impuls adalah penting dalam memastikan kesadaran pasien tentang perilaku yang sesuai secara sosial dan suatu pengukuran tentang kemungkinan bahaya pasien bagi dirinya sendiri atau orang lain. Pengendalian impuls dapat diperkirakan dari informasi dari riwayat pasien sekarang dan dari perilaku yang diobservasi selama wawancara.

8. Pertimbangan dan Tilikan a. Pertimbangan Selama perjalanan menggali riwayat penyakit, dokter psikiatrik harus mampu menilai banyak aspek kemampuan pasien dalam pertimbangan sosial. Apakah pasien mengerti kemungkinan akibat dari perilakunya, dan apakah pasien dipengaruhi oleh pengertian tersebut. Dapatkah pasien memperkirakan apa yang dilakukannya di dalam situasi khayalan. b. Tilikan Tilikan adalah derajat kesadaran dan pengertian pasien bahwa mereka sakit. Pasien mungkin menunjukkan penyangkalan penyakitnya atau menunjukkan suatu kesadaran bahwa mereka sakit tetapi melemparkan kesalahan kepada orang lain, faktor eksternal atau bahkan faktor organik. Mereka mungkin

18

mengetahui bahwa mereka menderita penyakit tetapi menggambarkannya sebagai suatu yang tidak diketahui atau misterius di dalam dirinya.

9.

Reliabilitas Bagian status mental dari laporan menyimpulkan kesan dokter psikiatrik terhadap reliabilitas pasien dan kemampuan untuk melaporkan situasinya dengan akurat. Bagian ini memasukkan suatu perkiraan kesan dokter psikiatrik pada kebenaran atau kejujuran pasien.

Pemeriksaan penderita yang tidak koperatif Skema pemeriksaan menurut Mayer-Gross, Slater dan Roth untuk penderita yang tidak koperatif, sebagai berikut: a. Reaksi umum dan sikap badan Perhatikan sikap badan yang diambil secara bebas atau pasif Sikap badan biasa, kaku atau aneh Bila kita mengubah sikap badannya sehingga menjadi aneh dan sukar dipertahankan lama, maka penderita berbuat apa?
Perilaku terhadap dokter dan perawat: melawan, menjauhkan diri, marah-

marah, menurut, acuh tak acuh. Perbuatan spontan: kelihatan suka bermain, nakal atau merusak barangbarang. Membela diri bila hendak ditusuk dengan jarum? Bagaimana makannya dan berpakaiannya, buang air kecil dan besar? Gerakangerakannya lambat hanya pada permulaan atau tetap

19

Sikapnya berubah-berubah? Perilakunya tetap atau berganti-ganti tiap hari?

Dapatkah suatu kejadian istimewa mengubah keadaanya? b. Ekspresi muka Penuh pengertian, waspada, kosong, tenang, suram, seperti sedang berpikir, perplex, seperti merasa sakit, benci dan sebagainya. Perubahan ekspresi muka atau tanda-tanda emosi : air muka, senyum, keringat, merah mukanya; hal yang menimbulkannya. c. Mata Terbuka atau tertutup. Bila tertutup, melawan bila dibuka? Gerakan mata: tidak ada gerakan atau ada bila disuruh: mengikuti orang-orang atau barangbarang yang bergerak; pandangan mata yang tak kunjung berubah; melirik atau melihat bila orang tidak melihat kepadanya atau menghindari pandangan mata orang lain. Bola mata terputar keatas, berkedip-kedip atau tremor kelopak mata. Reaksi bila matanya diancam, reaksi pupil. d. Reaksi terhadap apa yang dikatakan atau diperbuat Menyuruh supaya lidahnya dikeluarkan, tungkai dan lengannya digerakkan, berjabat tangan, dan sebagainya. Gerakannya pelan-pelan atau cepat dan mendadak. Reaksi terhadap tusukan dengan jarum. Menuruti perintah secara automatis, ekhopraxia, ekholalia. e. Reaksi otot Kaku atau lembek bial ekstremitas digerakkan. Katalepsi, negativisme, ada perlawanan pada kuduk bila kepala digerakkan. Bila perhatian dibelokkan atau diperintah, adakah perubahan pada reaksinya? Mulut tertutup, bibir mencucu, ludah terkumpul di dalam mulutnya; ludah meleleh keluar mulut.

20

f.

Reaksi emosi yang kelihatan Terlihat perasaan bila ditanya tentang keluarganya atau bila hal-hal istimewa dibicarakan atau bila ada pengunjung? Perhatikan perubahan pernafasan, nadi, atau timbulnya keringat, keluarnya air mata, dan sebagainya. Apakah reaksi terhadap lelucon? Bagaimanakah rteaksi terhadap rangsangan mendadak dan tak terduga; tepuk tangan, sinar lampu, dan sebagainya.

g.

Bicara Ada usaha untuk bicara, gerakan bibir, bisikan: gerakan dengan kepala. Perhatikan ucapan-ucapannya dan reaksi emosi yang mengikutinya (mungkin ada halusinasi).

h.

Tulisan Beri kertas dan pensil. Mungkin tidak ada reaksi atau mungkin penderita yang dalam stupor ringan akan menulis bila tak dapat berbicara.

Daftar Pustaka

21

1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock: Sinopsis Psikiatri. Ed 7 jilid 1. Jakarta: Bina Rupa Aksara, 1997.
2. Sadock BJ, Sadock VA. Pocket Handbook of Clinical Psichiatry. 4th Edition.

USA: Lippincott Williams & Wilkins, 2005.


3. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga

University Press, 2005.

22

Anda mungkin juga menyukai