Anda di halaman 1dari 41

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Obesitas atau kegemukan mulai menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia, bahkan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Heath Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemik global sehingga obesitas sudah merupakan suatu masalah kesehatan yang harus segera ditangani.1 Di Indonesia, terutama di kota-kota besar, dengan adanya perubahan gaya hidup yang menjurus ke westernisasi dan sedentary berakibat pada perubahan pola makan/ konsumsi masyarakat yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, tinggi lemak dan kolesterol terutama terhadap penawaran makanan siap saji (fast food) yang berdampak meningkatkan risiko obesitas.2 Prevalensi obesitas meningkat dari tahun ke tahun, baik di negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), prevalensi obesitas (>120% median baku WHO/NCHS) pada balita mengalami peningkatan baik di perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan pada tahun 1989 didapatkan 4,6% laki-laki dan 5,9% perempuan, meningkat menjadi 6,3% laki-laki dan 8% perempuan pada tahun 1992 dan di pedesaan pada tahun 1989 didapatkan 2,3% laki-laki dan 3,8% perempuan, meningkat menjadi 3,9% laki-laki dan 4,7% perempuan pada tahun 1992. Obesitas pada masa anak berisiko tinggi menjadi obesitas di masa dewasa dan berpotensi mengalami penyakit metabolik dan penyakit degeneratif dikemudian hari. 1,3,4 Profil lipid darah pada anak obesitas

menyerupai profil lipid pada penyakit kardiovaskuler dan anak yang obesitas mempunyai risiko hipertensi lebih besar.4 Obesitas sering ditemukan pada usia pertengahan, meskipun sebenarnya dapat ditemukan pada semua golongan usia. Pada usia bayi dan anak-anak, kelainan endokrin, susu, makan cemilan yang tinggi kalori dan konsumsi makan manis yang berlebihan merupakan penyebab obesitas pada anak.5 Prenatal fatness merupakan faktor risiko genetik yang berperan besar. Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas, bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%. Penelitian di Negara maju juga melaporkan hubungan aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas.6 Penelitian di Jepang menunjukkan risiko obesitas yang rendah (OR: 0,48) pada kelompok yang mempunyai kebiasaan olah raga, sedang penelitian di Amerika menunjukkan penuruanan berat badan dengan jogging (OR:0,57), aerobik (OR: 0,59).7 Penelitian di Amerika juga menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV sekitar 5 jam perhari mempunyai risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding yang nonton TV seitar 2 jam perhari.6 Penelitian terbaru di London yang dikutip dari ARS info tahun 2010 menunjukkan Para pakar percaya kurang tidur menyebabkan ketidakseimbangan dalam hormon yang mengontrol nafsu makan. Artinya mereka yang kurang tidur lebih mungkin merasa lapar dan mendambakan makanan tinggi kalori sepanjang hari. Selain itu menurut Darmono, dosen Kedokteran UNDIP yang dikutip dari artikel halaman Indonesia raya tahun 2006 menyebutkan obesitas memiliki dampak yang buruk dimana tingkat kecerdasan anak juga akan menurun. Pada Kondisi tersebut, umumnya aktifitas dan kreativitas anak akan menurun, kemudian
2

dengan kelebihan berat badan anak menjadi malas. Selain itu, dampak gangguan psikologis anak juga akan timbul seperti adanya rasa frustasi dengan kegemukan yang dialami baik dari dalam diri maupun dari lingkungan sehingga anak cenderung akan menarik diri dari pergaulan. Kelompok anak usia sekolah dasar merupakan salah satu kelompok riskan akan terjadinya gizi lebih karena faktor ini masih belum berpikir tentang kualitas makanan yang dimakannya di mana mereka akan mengonsumsi makanan apa saja yang tersaji di rumah dan jajanan yang tersedia di pasar.8 Dengan demikian obesitas pada anak memerlukan perhatian yang serius dan pananganan yang sedini mungkin dengan melibatkan peran serta orang tua. Pengukuran obesitas yang paling sederhana dilakukan adalah dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT). Caranya, mengukur berat badan dengan timbangan dan tinggi badan dengan microtoice. Kemudian dimasukkan ke dalam rumus dan apabila IMT lebih dari 25 kg/m2 maka dikategorikan obesitas.
8

Hasil penelitian Wa Ode A. tahun 1998 di SDN Mangkura, Makasar menunjukaan siswa yang kegemukan dengan kelompok umur 9 12 tahun sebanyak 58% yang mengalami obesitas ringan, 42% mengalami obesitas dari 50 sampel. Sedangkan hasil penelitian Mardwita B, tahun 1999 di SLTP Nusantara Kota Makassar menunjukkan 28,6% siswa yang overweight dan 72,3% yang obesitas dari 49 responden.9 Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka perlu diketahui angka kejadian dan faktor-faktor risiko obesitas pada murid Sekolah Dasar di kota Makassar. Wilayah penelitian ini dilaksanakan di 2 Sekolah Dasar di Kota Makassar yaitu SD Nusantara dan SD Perguruan Islam Athirah. Dua sekolah tersebut dijadikan lokasi penelitian karena tingginya paparan faktor-faktor risiko obesitas.
3

1.2 Rumusan Masalah Meningkatnya prevalensi gizi lebih pada anak sekolah merupakan masalah kesehatan masyarakat, meskipun ada anggapan umum yang menyatakan bahwa kegemukan tersebut akan membantu pertumbuhan anak selanjutnya bahkan dengan sendirinya dapat menjadi gizi normal di masa mendatang. Anak-anak obesitas cenderung kurang percaya diri, keagresifan geraknya berkurang, konsentrasi akan berkurang, sering dihinggapi rasa mengantuk, dan mengakibatkan prestasi belajar di sekolah akan menurun. Sehubungan dengan hal tersebut maka dikemukakan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah kejadian obesitas pada murid-murid SD Nusantara dan SD Perguruan Islam Athirah Makassar tahun 2010?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui angka kejadian dan faktor-faktor risiko obesitas di SD Nusantara dan SD Perguruan Islam Athirah Makassar tahun 2010. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui angka kejadian obesitas berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT).
b. Untuk mengetahui distribusi obesitas berdasarkan faktor-faktor

risiko obesitas

yaitu jenis kelamin, riwayat keluarga, olah raga, jajan, fast food dan uang jajan.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi instansi kesehatan dalam menentukan kebijakan di bidang kesehatan khususnya dalam penangan obesitas pada anak usia sekolah. 2. Sebagai bahan bacaan atau sumber informasi yang diharapkan dapat memberi sumbangan pada penelitian selanjutnya. 3. Menambah wawasan ilmiah bagi penulis serta memperoleh pengalaman berharga dalam penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Kriteria Obesitas Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.1 Untuk menentukan obesitas diperlukan kriteria yang berdasarkan pengukuran antropometri dan atau pemeriksaan laboratorium, pada umumnya digunakan:
a. Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan disebut

obesitas bila BB > 120% BB standar.4


b. Pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB). Dikatakan

obesitas bila BB/TB> persentile ke 95 atau > 120% 6 atau Z-score = + 2 SD.1
c. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan

kulit/TLK). Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps > persentil ke 85.7
d. Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri dsb.

yang tidak digunakan pada anak karena sulit dan tidak praktis. DXA adalah metode yang paling akurat, tetapi tidak praktis untuk dilapangan.4
e. Indeks Massa Tubuh (IMT), > 25 kg/m2 dikategorikan obesitas.7 f. Lingkar lengan atas (LILA).8

2.2 Epidemiologi Obesitas Organisasi Kesehatan Dunia atau World Heath Organization (WHO) menyatakan obesitas sudah merupakan suatu epidemik global. Pada tahun 2005, diperkiran tidak kurang dari 400 juta manusia mengalami obesitas, dan lebih banyak ditemukan pada wanita. Obesitas
6

banyak ditemukan pada negara dengan pendapatan perkapita yang tinggi dan sangat sedikit ditemukan pada daerah Afrika Sub-Sahara.1 Amerika Serikat merupakan salah satu negara maju yang memiliki angka kejadian obesitas yang tinggi. Dari tahun 1980 sampai 2000, angka kejadian obesitas meningkat 2 kali lipat menjadi 32% dari total populasi. Tahun 2001, dilaporkan 35% perempuan dan 33% pria mengalami obesitas dan 50% diantaranya etnik Afro-Amerika. Pada januari 2010, sebuah penelitian yang dipublikasi oleh Journal of the American Medical Association menemukan peningkatan angka kejadian obesitas cenderung konstan pada dekade terkahir ini, dengan sedikit peningkatan pada penduduk laki-laki dan anak-anak.6 Antara tahun 1970 sampai 2000, angka kejadian obesitas di Negara-negara Eropa meningkat, tercatat 27 negara yang melaporkan angka kerjadian obesitas yaitu 10-27% pada laki-laki dan 10-38% pada perempuan. Sementara di Negara Asia Seperti China, angka kejadian Obesitas meningkat dari 12,9% pada tahun 1991 menjadi 27,3% pada tahun 2004 dan di Jepang angka kejadian obesitas mencapai 20,6% pada perempuan dan 28,6% pada laki-laki. 7 Tabel 2.1. Perkiraan Prevalensi Overweight dan Obesitas di Indonesia

Sumber: Direktorat BGM Departemen Kesehatan, 1997.

Dari perkiraan 210 juta penduduk Indonesia tahun 2000, jumlah penduduk yang overweight diperkirakan mencapai 76.7 juta (17.5%) dan pasien obesitas berjumlah lebih dari
7

9.8 juta (4.7%). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa overweight dan obesitas di Indonesia telah menjadi masalah besar yang memerlukan penangan secara serius. Hasil penelitian Wa Ode A. tahun 1998 di SDN Mangkura, Makasar menunjukaan siswa yang kegemukan dengan kelompok umur 9 12 tahun sebanyak 58% yang mengalami obesitas ringan, 42% mengalami obesitas dari 50 sampel. Sedangkan hasil penelitian Mardwita B, tahun 1999 di SLTP Nusantara Kota Makassar menunjukkan 28,6% siswa yang overweight dan 72,3% yang obesitas dari 49 responden.9

2.3 Perjalanan Perkembangan Obesitas Menurut Dietz dalam Textbook of Pediatric Nutrition edisi ke-2 menyebutkan terdapat 3 periode kritis dalam masa tumbuh kembang anak dalam kaitannya dengan terjadinya obesitas, yaitu: periode pranatal, terutama trimester 3 kehamilan, periode adiposity rebound pada usia 6 7 tahun dan periode adolescence.7 Pada bayi dan anak yang obesitas, sekitar 26,5% akan tetap obesitas untuk 2 dekade berikutnya dan 80% remaja yang obesitas akan menjadi dewasa yang obesitas.10 Pada bayi dan anak yang obesitas, sekitar 26,5% akan tetap obesitas untuk 2 dekade berikutnya dan 80% remaja yang obesitas akan menjadi dewasa yang obesitas.11 Menurut Taitz, 50% remaja yang obesitas sudah mengalami obesitas sejak bayi.4 Sedang penelitian di Jepang menunjukkan 1/3 dari anak obesitas tumbuh menjadi obesitas di masa dewasa 1 dan risiko obesitas ini diperkirakan sangat tinggi, dengan OR 2,0 6,7.12 Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa obesitas pada usia 1-2 tahun dengan orang tua normal, sekitar 8% menjadi obesitas dewasa, sedang obesitas pada usia 10-14 tahun dengan salah satu orang tuanya obesitas, 79% akan menjadi obesitas dewasa.6
8

2.4 Faktor-Faktor Risiko Obesitas Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar memiliki faktor-faktor risiko seperti umur, jenis kelamin, riyawat keluarga, aktifitas fisik, faktor nutrisi dan sosial ekonomi. a. Jenis kelamin Obesitas biasa lebih banyak pada wanita, biasanya terjadi sesudah hamil dan pada menopause. Pada masa kehamilan terjadi kenaikan berat badan 7,5 12,5 kg dimana sebagian dari kenaikan ini adalah peningkatan jaringan lemak sebagai cadangan untuk laktasi.10 b. Riwayat keluarga Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%.6 Hipotesis Barker menyatakan bahwa perubahan lingkungan nutrisi intrauterin menyebabkan gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutama kerentanan terhadap pemrograman janin yang dikemudian hari bersama-sama dengan pengaruh diet dan stress lingkungan merupakan predisposisi timbulnya berbagai penyakit dikemudian hari. Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas melalui efek pada resting metabolic rate,thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang jelek.12,13 Dengan demikian kerentanan terhadap obesitas ditentukan secara genetik sedang lingkungan menentukan ekspresi fenotip.13

c. Faktor lingkungan.
1. Aktifitas Fisik.

Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu sekitar 20-50% dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar = 5 kg.13 Penelitian di Jepang menunjukkan risiko obesitas yang rendah (OR:0,48) pada kelompok yang mempunyai kebiasaan olah raga, sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan berat badan dengan jogging (OR: 0,57), aerobik (OR: 0,59), tetapi untuk olah raga tim dan tenis tidak menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan.11 Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV = 5 jam perhari mempunyai risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nonton TV = 2 jam setiap harinya.14
2. Faktor Nutrisi.

Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh: waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak5 serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi.3,5 Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih besar dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak dengan OR 1.7. Penelitian lain menunjukkan peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas sebesar
10

1,46 kali.10 Keadaan ini disebabkan karena makanan berlemak mempunyai energy density lebih besar dan lebih idak mengenyangkan serta mempunyai efek termogenesis yang lebih kecil dibandingkan makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat. Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan.13 Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai protein tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino di regulasi dengan ketat, sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan di oksidasi; sedang karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya dalam jumlah kecil. Asupan dan oksidasi karbohidrat di regulasi sangat ketat dan cepat, sehingga perubahan oksidasi karbohidrat mengakibatkan perubahan asupan karbohidrat. 1 Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak.1

d. Faktor Sosial Ekonomi. Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi.8 Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya
11

perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak bermain di luar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer / games, nonton TV atau video dibanding melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas.15

2.5

Penilaian Fisis (Anthropometri) a. Dengan menggunakan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB)

Interpretasi: Overweight: berat badan di atas maksimum yang tercantum sampai berat badan

untuk indeks massa tubuh 23,0-24,9. 25. b. Indeks masa tubuh (IMT) Obesitas: bila berat badan lebih besar dari pada berat badan pada indeks assa tubuh

IMT:
Interpretasi:
-

Overweight: bila IMT 23,0-24,9 Obesitas: IMT 25 Normal 18,5-22,9 Obes I 25,0-29,9 Obes II 30

c. Indeks Broca
12

Berat badan noral: TB (cm) 100 = kg BB ideal: berat badan normal 10% = kg Interpretasi: Obesitas BB di atas 15% d. Lingkaran lengan atas (LLA) Alat yang digunakan pita shakir Prinsip : 1. Memilih lengan anak yang tidak aktif 2. Lemaskan lengan anak yang akan diukur 3. Tentukan batas acromin dan olecranon dan dibagi dua untuk menentukan atas tengah 4. Tentukan status gizi anak Interpretasi: - 85% baik -70,1 85 % kurang - 70 % buruk Rumus: SG = LLA yang diukur/LLA standar x 100% Macam-macam pita shakir: Merah: 7,5 12,5 cm buruk Kuning 12,6 13,5 cm kurang Hijau 13,6 17,5 cm baik Putih 17,5 cm overweight

13

2.6 Dampak Obesitas pada Anak 1. Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler Faktor Risiko ini meliputi peningkatan: kadar insulin, trigliserida, LDL-kolesterol dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDL- kolesterol. Risiko penyakit Kardiovaskuler di usia dewasa pada anak obesitas sebesar 1,7 - 2,6. IMT mempunyai hubungan yang kuat (r = 0,5) dengan kadar insulin. Anak dengan IMT > persentile ke 99, 40% diantaranya mempunyai kadar insulin tinggi, 15% mempunyai kadar HDL-kolesterol yang rendah dan 33% dengan kadar trigliserida tinggi.15 Anak obesitas cenderung mengalami peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, sekitar 20-30% menderita hipertensi.8
2. Diabetes Melitus tipe-2

Diabetes mellitus tipe-2 jarang ditemukan pada anak obesitas.5,15 Prevalensi penurunan glukosa toleran test pada anak obesitas adalah 25% sedang diabetes mellitus tipe-2 hanya 4%. Hampir semua anak obesitas dengan diabetes mellitus tipe-2 mempunyai IMT> + 3SD atau > persentile ke 99. 16
3. Obstruktive sleep apnea

Sering dijumpai pada anak obesitas dengan kejadian 1/100 dengan gejala mengorok.6 Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak di daerah dinding dada dan perut yang mengganggu pergerakan dinding dada dan diafragma, sehingga terjadi penurunan volume dan perubahan pola ventilasi paru serta meningkatkan beban kerja otot pernafasan. Pada saat tidur terjadi penurunan tonus otot dinding dada yang disertai penurunan saturasi oksigen dan peningkatan kadar CO2, serta penurunan tonus otot yang mengatur pergerakan lidah yang menyebabkan lidah jatuh kearah dinding belakang faring
14

yang mengakibatkan obstruksi saluran nafas intermiten dan menyebabkan tidur gelisah, sehingga keesokan harinya anak cenderung mengantuk dan hipoventilasi. Gejala ini berkurang seiring dengan penurunan berat badan.6,14 4. Gangguan ortopedik Pada anak obesitas cenderung berisiko mengalami gangguan ortopedik yang disebabkan kelebihan berat badan, yaitu tergelincirnya epifisis kaput femoris yang menimbulkan gejala nyeri panggul atau lutut dan terbatasnya gerakan panggul.6 5. Pseudotumor serebri Pseudotumor serebri akibat peningkatan ringan tekanan intrakranial pada obesitas disebabkan oleh gangguan jantung dan paru-paru yang menyebabkan peningkatan kadar CO2 dan memberikan gejala sakit kepala, papil edema, diplopia, kehilangan lapangan pandang perifer dan iritabilitas.6 6. Penuruanan Tingkat Kecerdasan Menurut Darmono, dosen Kedokteran UNDIP yang dikutip dari artikel halaman Indonesia raya tahun 2006 menyebutkan obesitas memiliki dampak yang buruk dimana tingkat kecerdasan anak juga akan menurun. Pada anak yang obesitas, umumnya aktivitas dan kreativitas anak akan menurun, kemudian dengan kelebihan berat badan anak menjadi malas.

2.7

Penatalaksanaan dan Obesitas pada Anak Mengingat penyebab obesitas bersifat multifaktor, maka penatalaksanaan obesitas

seharusnya dilaksanakan secara multidisiplin dengan mengikut sertakan keluarga dalam proses terapi obesitas. Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah mengurangi asupan energi serta
15

meningkatkan keluaran energi, dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah / modifikasi pola hidup. 8,15 1. Menetapkan target penurunan berat badan Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan: umur anak, yaitu usia 2 - 7 tahun dan di atas 7 tahun, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta/komplikasi. Pada anak obesitas tanpa komplikasi dengan usia dibawah 7 tahun, dianjurkan cukup dengan mempertahankan berat badan, sedang pada obesitas dengan komplikasi pada anak usia di bawah 7 tahun dan obesitas pada usia diatas 7 tahun dianjurkan untuk menurunkan berat badan. Target penurunan berat badan sebesar 2,5 - 5 kg atau dengan kecepatan 0,5 - 2 kg per bulan.8 2. Pengaturan diet Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan RDA, hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan.8 Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas sedang dan tanpa penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Sedang pada obesitas berat (IMT > 97 persentile) dan yang disertai penyakit penyerta, diberikan diet dengan kalori sangat rendah (very low calorie diet ).16

Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang: 8 a. Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan normal. b. Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30% dengan lemak jenuh < 10% dan protein 15-20% energi total serta kolesterol < 300 mg per hari.
16

c. Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan penghitungan dosis menggunakan rumus: (umur dalam tahun + 5) gram per hari. 3. Pengaturan aktifitas fisik Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju metabolisme. Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan ketrampilan otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.8 4. Mengubah pola hidup/perilaku Untuk perubahan perilaku ini diperlukan peran serta orang tua sebagai komponen intervensi,dengan cara: a. Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan aktifitas fisik serta mencatat perkembangannya. b. Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat menyingkirkan rangsangan disekitar anak yang dapat memicu keinginan untuk makan. Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan. Memberikan penghargaan dan hukuman.
c. Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang pada

umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah.8

5.

Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru.

17

Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai petunjuk ahli gizi. Anggota keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi dalam program diet, mengubah perilaku makan dan aktifitas yang mendukung program diet.15
6.

Terapi intensif 8,15 Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang disertai komplikasi yang tidak memberikan respon pada terapi konvensional, terdiri dari diet berkalori sangat rendah (very low calorie diet), farmakoterapi dan terapi bedah. a. Indikasi terapi diet dengan kalori sangat rendah bila berat badan > 140% BB Ideal atau IMT > 97 persentile, dengan asupan kalori hanya 600-800 kkal per hari dan protein hewani 1,5 - 2,5 gram/kg BB Ideal, dengan suplementasi vitamin dan mineral serta minum > 1,5 L per hari. Terapi ini hanya diberikan selama 12 hari dengan pengawasan dokter. b. Farmakoterapi dikelompokkan menjadi 3, yaitu: mempengaruhi asupan energy dengan menekan nafsu makan, contohnya sibutramin; mempengaruhi penyimpanan energi dengan menghambat absorbsi zat-zat gizi contohnya orlistat, leptin, octreotide dan metformin; meningkatkan penggunaan energi. Farmakoterapi belum

direkomendasikan untuk terapi obesitas pada anak, karena efek jangka panjang yang masih belum jelas.
c.

Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB Ideal. Prinsip terapi ini

adalah untuk mengurangi asupan makanan atau memperlambat pengosongan lambung dengan cara gastric banding, dan mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai saat ini belum banyak penelitian tentang manfaat dan bahaya terapi ini pada anak.
18

2.8 Pencegahan Obesitas a. Pengaturan diet Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan RDA, hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan.8 Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas sedang dan tanpa penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Sedang pada obesitas berat (IMT > 97 persentile) dan yang disertai penyakit penyerta, diberikan diet dengan kalori sangat rendah (very low calorie diet ).16 Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang: 8 Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan normal. Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30% dengan lemak jenuh < 10% dan protein 15-20% energi total serta kolesterol < 300 mg pker hari. Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan penghitungan dosis menggunakan rumus: (umur dalam tahun + 5) gram per hari. b. Pengaturan aktifitas fisik Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju metabolisme. Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan ketrampilan otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.8 c. Mengubah pola hidup/perilaku
19

Untuk perubahan perilaku ini diperlukan peran serta orang tua sebagai komponen intervensi,dengan cara: Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan aktifitas fisik serta

mencatat perkembangannya.

Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat menyingkirkan

rangsangan di sekitar anak yang dapat memicu keinginan untuk makan. Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan. Memberikan penghargaan dan hukuman.

Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang pada

umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah.8

BAB III KERANGKA KONSEP

20

3.1 Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti

Obesitas atau kegemukan didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak di tubuh secara berlebihan. Obesitas kini menjadi epidemik global. Prevalensinya meningkat tidak saja di Negara-negara maju tetapi juga di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Berdasarkan tinjauan pustaka, variabel yang akan diteliti adalah variabel tergantung yaitu Obesitas berdasarkan Indeks Massa Tubuh dan variable bebas yaitu faktor-faktor risiko jenis kelamin, riwayat keluarga, olah raga, jajan, fast food dan uang jajan. 3.2 Kerangka Konsep

Je is k la in n e m R aa iw y t k lu r a e ag O hRg la a a Ja n ja Fs Fo at o d U n ja n a g ja

O e it s bsa

Grafik 3.1. Variabel


Keterangan: : Variabel yang diteliti

3.3 Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif a. Obesitas


21

Definisi

:Obesitas atau kegemukan didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak di tubuh secara berlebihan.

Alat ukur Cara Ukur

:timbangan bathroom scale tahun 2007 dan microtoice. :subjek mengukur berat badan dan tinggi badan kemudian dimasukkan ke rumus Indeks Massa Tubuh (IMT)

IMT:
Hasil :
0. Tidak obesitas (bila IMT< 25 kg/m2) 1. Obesitas (bila IMT>25kg/m2)

b. Jenis kelamin Definisi Alat ukur Cara Ukur :menyatakan perbedaan seksual berdasarkan organ reproduksi. :kuisioner :subjek mengisi jawaban pada pertanyaan tentang jenis kelamin di kuisioner Hasil : 1. Laki-laki 2. Perempuan

c. Riwayat keluarga Definisi :faktor-faktor yang diturunkan oleh orang tua kepada anaknya yang merupakan cirri khas dari suatu garis keturunan. Alat ukur :kuisioner
22

Cara Ukur

:subjek mengisi jawaban pada pertanyaan riwayat obesitas dalam keluarga di kuisioner

Hasil

0. Tidak ada 1. Ada d. Olah raga Definisi :bentuk kegiatan jasmani yang terdapat dalam perlombaan dan bersifat rutin yang membakar banyak kalori di luar pelajaran olah raga. Alat ukur Cara Ukur Hasil :kuisioner :subjek mengisi jawaban pada pertanyaan tentang berolah raga di kuisioner :

0. Tidak Berolah raga 1. Berolah raga e. Jajan Definisi Alat ukur Cara Ukur Hasil :membeli makanan tinggi kalori di sekolah :kuisioner :subjek mengisi jawaban pada pertanyaan tentang jajan di kuisioner :

0. Tidak Jajan 1. Jajan f. Fast Food Definisi :kebiasaan makan makanan berkalori tinggi yang proses pengolahan dan penyajiannya cepat yang dijual di restoran cepat saji
23

Alat Ukur Cara Ukur

:kuisioner :subjek mengisi jawaban pada pertanyaan tentang makanan cepat saji di kuisioner

Hasil

0. Tidak Ada 1. Ada g. Uang jajan Definisi :uang yang diberikan untuk membeli jajan di sekolah dan restoran cepat saji Alat ukur Cara ukur Hasil :kuisioner :subjek mengisi jawaban pada pertanyaan tentang uang jajan di kuisioner :

1. Tidak ada 2. < Rp. 5000,00 3. Rp. 5000,00 Rp. 10.000,00


4. >Rp. 10.000,00

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu melakukan deskripsi mengenai angka kejadian obesitas dan faktor-faktor risiko obesitas.
24

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada dua lokasi yaitu SD Nusantara yang terletak di jalan Ahmad Yani No. 19 A dan SD Perguruan Islam Athirah yang terletak di jalan Kajolalido No. 22 Makassar. Waktu penelitian ini adalah 17-28 Januari 2011.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Murid SD Nusantara dan SD Perguruan Islam Athirah Makassar. 4.3.2 Sampel Murid SD Nusantara dan SD Perguruan Islam Athirah Makassar. 4.3.3 Teknik Sampling Dengan menggunakan stratified random sampling yaitu mengambil sampel kelas IV V dan VI dengan pertimbangan ketiga kelas tersbut lebih kooperatif. Kemudian, dipilih 1 kelas di tiap tingkatan secara acak. Bila rata-rata jumlah murid pada tiap kelas ada 35 40 orang maka jumlah sampel setiap sekolah adalah 240 murid untuk ketiga kelas. Sehingga total populasi di 2 sekolah adalah 480 murid. 4.3.4 Besar sampel Pada penelitian ini besar sampel dihitung berdasarkan rumus untuk penelitian deskriptif untuk populasi terbatas yaitu:

n= n=
25

= 218 orang

Keterangan n = besar sampel N = besar populasi d = penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan sebesar 0,05 Dimana jumlah populasi murid SD Nusantara dan SD Perguruan Islam Athirah kelas IV, V dan VI adalah 480 orang. Dan dipilih dengan ketepatan 0,05 sehingga besar sampel yang digunakan adalah 218 orang.

4.4 Kriteria Seleksi


a. Kriteria inklusi

Aktif mengikuti kegiatan proses belajar saat penelitian. b. Kriteria eksklusi Menderita sakit yang dapat menyebabkan penurunan berat badan (dehidrasi, infeksi, keganasan) Mengenakan gips pada kaki. Variabel utama tidak lengkap.

4.5 Instrumen Penelitian Instrument penelitian yang digunakan adalah:

26

a. Kuisioner, yang digunakan sebagai alat ukur variabel yang diteliti dalam penelitian ini.

Variabel yang dikumpulkan dalam alat ukur yaitu responden dengan obesitas dengan IMT, jenis kelamin, riwayat keluarga, olah raga, jajan, fast food dan uang jajan.
b. Metode microtoice, yang digunakan untuk mengukur variabel yang mau diambil yaitu

tinggi badan untuk menentukan sstatus gizi. c. Timbangan bathroom scale tahun 2007, yang digunakan untuk mengukur variabel yang mau diambil yaitu berat badan untuk menentkan status gizi.

4.6 Pengumpulan Data

Jenis data yang diabil adalah data primer dan data sekunder. 1. Data primer
a. Pengukuran antropometrik pada sampel yang meliputi berat badan dan tinggi badan.

Cara pengukuran berat badan: Subyek menggunakan pakaian biasa, tidak menggunakan sepatu dan kaos kaki, isi kantong yang berat dikeluarkan. Subyek berdiri di atas timbangan dengan beratnya tersebar merata pada kedua kaki dengan posisi kepala tegak. Garis pandang adalah horizontal. Kedua lengan tergantung bebas di samping badan telapak tangan menghadap ke arah paha. Pengukur berdiri di belakang subyek dan mencatat hasil timbangan peserta dengan waktu pencatatan. Cara mengukur tingi badan: Subyek menggunakan pakaian biasa, tidak menggunakan kaos kaki dan sepatu.
27

Subyek berdiri pada tempat yang rata dan tepat di bawah microtoice. Berat badan tersebar merata pada kedua kaki dan posisi kepala tegak. Tangan tergantung bebas pada kedua sisi badan dengan arah telapak tangan menghadap paha.

Kedua tumit berdekatan dan menyentuh dasar dari dinding vertikal. Scapula dan bagian belakang (pantat) subyek menyentuh dinding vertikal. Perintahkan subyek menarik napas dan menahannya dalam posisi tegak tanpa merubah beban dari kedua tumit.

Bagian microtoice yang dapat digerakkan dipindahkan sampai pada bagian paling atas dari kepala dengan sedikit menekan rambut.

b. Pengumpulan data murid sebegai sampel pada kuisioner tentang jenis kelamin, olah

raga, jajan, fast food dan uang jajan. c. Pengumpulan data orang tua pada kuisioner riwayat keluarga

2. Data sekunder Data mengenai variabel yang telah ada sebelumnya dan diperlukan untuk melengkapi hasil dari penelitian ini misalnya data jumlah siswa, jumlah ruangan dan kelengkapan lainnya diperoleh dari bagian tata usaha sekolah tempat penelitian.

4.7 Manajemen Data

28

1. Data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh dengn cara memberikan

kuisioner kepada subyek penelitian dan orang tua serta dilakukan pengukuran indeks massa tubuh dari berat badan dan tinggi badan. 2. Pengumpulan data dilakukan secara observasi sistematis. 3. Pengediatan data dilakukan dengan cara mempertimbangkan untuk memilih atau memasukkan data yang penting dan benar-benar diperlukan. 4. Pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan komputer memakai program Microsof Office 2007, Microsof Excel 2007 dan SPSS versi 16. 5. Data yang telah diolah, disajikan dalam bentuk tabel dan dijelaskan dalam bentuk narasi (uraian) untuk memperjelas hubungan antara variabel dependen dan variabel independen.

4.8 Etika Penelitian


a. Sebelum melakukan penelitian makan akan dimintakan izin pada sekolah yang terkait.

b.

Setiap subyek akan dijamin kerahasiaan atas identitas yang diberikan.

c. Bila ditemukan responden yang obesitas, maka akan diberikan nasehat medis untuk pemeriksaan ke dokter yang berkompeten. BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat yaitu SD Nusantara dan SD Perguruan Islam Athirah10-22 Januari 2011. Jumlah Siswa SD Nusantara sebanyak 96 siswa yang terdiri dari 50 siswa laki-laki dan 46 siswa perempuan, sedangkan jumlah siswa SD Perguruan Islam Athirah sebanyak 105 siswa yang terdiri dari 55 siswa laki-laki dan 49 siswa perempuan.

29

Data dikumpul melalui wawancara dengan siswa kemudian diolah dengan bantuan komputer program Microsoft Excel dan Statistical Package for the Social Sciences. Hasil analisis data tersebut adalah sebagai berikut: 5.1 Status Gizi Untuk mengetahui gambaran jumlah siswa yang tergolong obesitas maka diukur berdasarkan indeks Massa Tubuh (IMT). Hasil Pengukuran ini dapat diliat pada tabel 5.1 berikut: Tabel 5.1. Distribusi Status Gizi Subjek berdasarkan Indeks Massa tubuh (IMT) di SD Nusantara dan SD Perguruan Islam Athirah tahun 2010 Sekolah Total Nusantara Athirah Status Gizi (IMT) n: 96 % n: 105 % n: 201 % Obesitas 23 23,9 18 17,1 41 20,4 Tidak Obsiesitas 73 76,1 87 82,9 160 79,6

Sumber: data primer tahun 2010

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa kejadian proporsi obesitas pada SD Nusantara lebih tinggi dibanding SD Perguruan Islam Athirah. Secara total, proporsi kejadian obesitas mencapai 20,4%.

5.2 Faktor Risiko Tabel.5.2 Distribusi karakteristik Faktor Risiko Status Gizi di SD Nusantara dan SD Perguruan Islam Athirah 2010 Sekolah Variabel Nusantara Athirah n % n % Jenis Kelamin Laki-Laki 50 52,1 56 53,3 Perempuan Riwayat Ada 46 39 47,9 40,6 49 51 46,7 48,6
30

Keluarga Olahraga

Tidak Ada Berolahraga Tidak Berolahraga

57 90 6

59,4 93,8 6,2

54 102 3

51,4 97,1 2,9

Jajan

Jajan Tidak Jajan

89 7

92,7 7,3

103 2

98,1 1,9

Fastfood

Ada Tidak Ada

64 32 16 10 18 52

66,7 33,3 16,7 10,4 18,8 54,2

83 21 2 1 25 77

80,0 20,0 1,9 1,0 23,8 73,3

Uang Jajan

Tidak ada <Rp.5000,00 Rp.5000,0010,000,00 >Rp.10,000,00

Sumber: Data Primer 2010

Tabel 5.2 menunjukkan siswa SD Nusantara lebih banyak laki-laki dibanding perempuan. Riwayat obesitas dalam keluarga cukup signifikan. Siswa yang lebih banyak berolahraga. Hampir semua siswa jajan kemudian ada kebiasaan mengkomsumsi fastfood serta uang jajan terbanyak lebih Rp. 10.000,00. Sedangkan siswa SD Perguruan Islam Athirah lebih banyak laki-laki. Riwayat obesitas dalam keluarga cukup signifikan. Siswa lebih banyak berolahraga. Sebagian besar siswa jajan kemudian ada kebiasaan mengkomsumsi fastfood serta uang jajan terbanyak lebih dari Rp. 10.000,00.

31

Tabel.5.3 Distribusi karakteristik Faktor Risiko Obesitas di SD Nusantara dan 2010


Nusantara Variabel Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Riwayat Keluarga Ada Tidak Ada Obesitas n 17 6 15 8 % 73,9 26,1 65,2 34,8 Tidak Obesitas n 33 40 24 49 % 45,2 54,8 32,9 67,1

32

Olahraga

Berolahraga Tidak Berolahraga

22 1

95,7 4,3

68 5

93,2 6,8

Jajan

Jajan Tidak Jajan

20 3 16 7 5 0 5 13

87,0 13,0 69,6 30,4 21,7 0 21,7 56,5

69 4 48 25 11 10 13 39

94,5 5,5 65,8 34,2 15,1 13,7 17,8 53,4

Fastfood

Ada Tidak Ada

Uang Jajan

Tidak ada <Rp.5000,00 Rp.5000,0010,000,00 >Rp.10,000,00

Sumber: data primer 2010

Tabel 5.3 menunjukkan proporsi di SD Nusantara, kejadian obesitas lebih banyak pada anak laki-laki dan sebagian besar memiliki riwayat obesitas dalam keluarga. Meskipun sebagian besar mereka berolahraga namun aktifitas jajan dan komsumsi fastfood cukup signifikan dengan uang jajan terbanyak > Rp.10.000,00.

Tabel.5.4 Distribusi karakteristik Faktor Risiko Obesitas SD Perguruan Islam Athirah 2010
Athirah Variabel Obesitas n 13 5 11 7 % 72,2 27,8 61,1 38,9 Tidak Obesitas n % 43 44 40 47 49,4 50,6 46,0 54,0

Jenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan

Riwayat Keluarga

Ada Tidak Ada

33

Olahraga

Berolahraga Tidak Berolahraga Jajan Tidak Jajan Ada Tidak Ada Tidak ada <Rp.5000,00 Rp.5000,0010,000,00 >Rp.10,000,00

18 0

100,0 0,0

84 3

96,6 3,4

Jajan

18 0 15 3 0 0 5 13

100,0 0,0 83,3 16,7 0,0 0,0 17,8 72,2

85 2 18 2 2 1 20 64

97,7 2,3 90,0 10,0 2,3 1,1 23,0 73,6

Fastfood

Uang Jajan

Sumber: data primer 2010

Tabel 5.4 menunjukkan proporsi di SD Perguruan Islam Athirah, kejadian obesitas lebih banyak pada anak laki-laki dan sebagian besar memiliki riwayat obesitas dalam keluarga. Meskipun sebagian besar mereka berolahraga namun aktifitas jajan dan komsumsi fastfood cukup signifikan dengan uang jajan terbanyak > Rp.10.000,00.

BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya diperolah dari hasil pengolahan data antropometrik dan kuisioner dari 201 responden tentang kejadian obesitas di SD Nusantara dan SD Perguruan Islam Athirah di kota Makassar pada tahun 2010. Dari hasil penelitian yang telah diperoleh, banyak hal yang dipaparkan seperti di bawah ini:

6.1 Keterbatasan Penelitian


34

- Kuisioner yang tidak dikembalikan sesuai waktu yang telah ditentukan. - Waktu penelitian yang diundur karena bertepatan dengan libur semester pada awal januari

2011.

6.2. Obesitas Hasil penelitian menunjukkan kejadian obesitas di SD Nusantara dan di SD Perguruan Islam Athirah cukup tinggi. Obesitas pada anak merupakan masalah yang sangat kompleks, yang antara lain berkaitan dengan kualitas makanan yang dikonsumsi oleh seseorang, perubahan pola makan menjadi makanan cepat saji yang memiliki kandungan kalori dan lemak yang tinggi, waktu yang dihabiskan untuk makan, waktu pertama kali anak mendapat asupan berupa makanan padat, kurangnya aktivitas fisik, faktor genetik, dan

lingkungan.8,19,20 Menurut American Obesity Association, sekitar 15% remaja usia 12-19 tahun dan anak usia 6-11 tahun mengalami obesitas di Amerika Serikat.21 Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), prevalensi obesitas (>120% median baku WHO/NCHS) pada balita mengalami peningkatan baik di perkotaan maupun pedesaan.2

6.3 Jenis Kelamin Hasil penelitian menunjukkan siswa SD Nusantara lebih banyak laki-laki dibanding perempuan, begitupun pada SD Perguruan Islam Athirah lebih banyak laki-laki dibanding perempuan. Hal ini berbeda dengan sejumlah data epidemiologi yang menyebutkan obesitas lebih banyak ditemukan terutama pada anak perempuan.10

6.4 Riwayat Keluarga


35

Hasil penelitian di SD Nusantara dan SD Perguruan Islam Athirah menunjukkan bahwa umumnya siswa tidak mempunyai riwayat keluarga obesitas. Siswa yang mempunyai riwayat obesitas lebih banyak yang gemuk. Selain itu siswa yang obesitas memiliki kebiasaan jajan dan komsumsi fastfood. Bila anak berasal dari anggota keluarga yang anggotanya mengalami obesitas, secara genetik akan mengalami kelebihan berat badan 3-8 kali menjadi gemuk dibanding orang tua dengan berat badan normal. Suatu penelitian di Boston, Amerika Serikat, menyatakan bahwa sekitar 40% dari anak-anak yang gemuk salah satu orang tuanya juga gemuk. Bila kedua orang tuanya gemuk maka 80% dari anak-anaknya akan menjadi gemuk juga. Hanya 9% dari anak-anak itu yang gemuk dimana kedua orang tuanya tidak gemuk.17-8 Dalam hal ini orang tualah yang bertanggung jawab untuk menyediakan makanan sehat di rumah dan menghindarkan makanan yang tidak sehat karena orang tua tidak dapat menyalahkan anak-anak bila mereka tertarik pada gula-gula, makanan yang asin dan berlemak, lagipula rasa makanan tersebut biasanya lebih enak.5

6.5 Olahraga Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik siswa SD Nusantara dan SD Perguruan Islam Athirah lebih banyak yang berolahraga. Aktifitas fisik dalam hal ini olahraga merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu sekitar 20-50% dari total energy expenditure.11 Meskipun hampir semua siswa berolah raga namun kejadian obesitas cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh tingginya paparan faktor risiko yang lain sehingga meningkatanya aktivitas olahraga tidak sejalan dengan penurunan kejadian obesitas di SD Nusantara dan Perguruan Islam Athirah.
36

6.6 Jajan dan Fastfood (Pola makan) Dari hasil penelitian di SD Nusantara didapatkan hampir semua siswa jajan di sekolah dan kebiasaan mengkomsumsi makanan cepat saji (fastfood) yang cukup tinggi. Pada SD Perguruan Islam Athirah juga didapatkan bahwa hampir semua siswa jajan di sekolah dan kebiasaan mengkomsumsi makanan cepat saji (fastfood) yang juga tinggi. Mengonsumsi makanan berkalori tinggi, seperti makanan cepat saji (fastfood), makanan yang dibakar,dan kudapan yang memiliki andil dalam peningkatan berat badan. Makanan tinggi lemak biasanya tinggi kalori. Minuman bersoda, kudapan, permen, dan makanan penutup dapat juga menyebabkan terjadinya peningkatan berat badan. Makanan dan minuman seperti ini biasanya memiliki kandungan kalori dan gula atau garam yang tinggi.
5,21,22

6.7 Uang Jajan Hasil penelitan di SD Nusantara dan SD Perguruan Islam Athirah uang jajan terbanyak adalah di atas Rp. 10.000,00. Status sosial ekonomi dapat diamati dari uang jajan siswa.

Uang jajan siswa di kedua sekolah terbanyak di atas Rp.10.000,00 perhari. Hal tersebut menyebabkan anak lebih menjangkau jajanan berkalori dan berlemak tinggi yang banyak disajikan di sekolah. Komsumsi makanan berkalori tinggi tentu saja dapat meningkatkan risiko untuk mengalami obesitas. Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat shingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi komsumsi yang berlebihan.13,15

37

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pada 201 responden mengenai kejadian obesitas di SD Nusantara dan Perguruan Islam Athirah di kota Makassar tahun 2010, dapat disimpulakan sebagai berikut:
1.

Kejadian obesitas di SD Nusantara dan di SD Perguruan Islam Athirah cukup tinggi

yaitu 23,9% dan 17,1%


2.

Baik di SD Nusantara maupun SD Perguruan Islam Ahirah, anak obesitas lebih

banyak pada laki-laki (52,1% dan 53,3%) dan memiliki riwayat obesitas dalam keluarga (40,6% dan 48,6%). Sebagian sebagian besar mereka berolahraga (93,8% dan 97,1%), jajan (92,7 dan 98,1%), mengkomsumsi fastfood (66,7% dan 80,0%) dan uang jajan terbanyak lebih dari Rp.10.000,00 (54,2% dan 73,3%).
38

7.2 Saran 1. Siswa perlu mengurangi kebiasaan jajan yang berkalori tinggi karena dapat

menimbulkan obesitas.
2.

Siswa yang memiliki riwayat keluarga obesitas harus lebih menghindari makanan

tinggi kalori karena memiliki faktor risiko yamg lebih tinggi untuk menderita obesitas.
3.

Seluruh komponen sekolah dan kedua orangtua perlu memiliki wawasan yang luas

tentang obesitss karena kejadian obesitas sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekolah dan rumah. DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Obesity: Preventing and Managing The Global Epidemic, WHO Technical Report, Series 2000; 894, Geneva. 2. Satoto, Karjati, S., Darmojo, B., Tjokroprawiro, A., Kodyat, BA. Kegemukan, Obesitas dan Penyakit Degeneratif: Epidemiologi dan Strategi Penanggulangannya, Dalam: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998. Jakarta: LIPI, hal. 787 808. 3. Heird, W.C. Parental Feeding Behavior and Childrens Fat Mass. Am J Clin Nutr, 2002; 75: 451 452. 4. Taitz, L.S. Obesity, Dalam Textbook Of Pediatric Nutrition, IIIrd ed, McLaren, D.S., Burman, D., Belton, N.R., Williams A.F. (Eds). London: Churchill Livingstone, 1991; 485 509. 5. SR Nuraini, Krisnamurni Sri, Isnawati M. Hubungan Rasio Lingkar Pinggang, LIngkar Perut dengan kadar lipid darah. KONAS XII Persagi; 2002.

39

6. Whitaker,R.C.,et al. Predicting Obesity in Young Adulthood from Childhood and Parental Obesity, N Engl J Med, 1997; 337: 869-73 7. Dietz, W.,H. Childhood Obesity. Dalam Textbook of Pediatric Nutrition, IInd ed, Suskind, R.,M., Suskind, L.,L. (Eds). New York: Raven Press,1993; 279-84 8. Syarif, D.R. Childhood Obesity: Evaluation and Management, Dalam Naskah Lengkap National Obesity Symposium II, Editor: Adi S., dkk. Surabaya, 2003; 123 139. 9. Batula, Wa Ode. Hubungan antara gizi lebih (obesitas) dan tingkat kemampuan fisik pada anak sekolah di SDN kompleks mangkura, kecamatan Ujung pandang, kota Makassar. Skripsi FKM-UH. Ujung Pandang; 1998.
10. Satriono. Diktat Ilmu Gizi 2. Laboratorium Gizi. Fakultas Kedokteran

Universitas

Hasanuddin; 1997. 11. Pi-Sunver, F.X. Obesity, Dalam Modern Nutrition In Health and Disease, VIIIth ed, Shils, M.E., Olson, J.A., Shike, M. (Eds). Tokyo: Lea & Febiger,1994; 984 1006. 12. Fukuda, S., Takeshita, T., Morimoto,K. Obesity and Lifestyle. Asian Med.J., 2001; 44: 97102. 13. Kopelman,G.D. Obesity as a Medical Problem, NATURE, 2000; 404: 635-43. 14. Newnham,J.,P. Nutrition and the early origins of adult disease, Asia Pacific J Clin Nutr, 2002;11(Suppl): S537-42 15. Kiess W., et al. Multidisciplinary Management of Obesity in Children and AdolescentsWhy and How Should It Be Achieved?. Dalam Obesity in Childhood and Adolescence, Kiess W., Marcus C., Wabitsch M.,(Eds). Basel: Karger AG, 2004; 194-206 16. Bluher, S., et al. Type 2 Diabetes Mellitus in Children and Adolescents: The European Perspective, Kiess W., Marcus C., Wabitsch M.,(Eds). Basel: Karger AG, 2004; 170-180.
40

17. Ashadi, Toni. Mengatasi Problema Obesitas. Medika Jakarta; 1995 18. Hutapea, Albert M. menuju gaya hidup sehat. PT. Gramedia Pustaka utama. Jakarta; 1994. 19. Vanitallie TE. Predicting obesity in children. Nutrition Reviews 1998;56:154-5. 20. Lichtenstein AH, Kennedy E, Barrier P. Dietary fat consumption and health. Nutrition Reviews 1998;56:23-8.
21. Ferry Robert M.D. Obesity in Children. [online] June 27, 2011 [ June 28 2011].available

from URL: http://www.emedicinehealth.com/obesity_in_children/article_em.htm 22. Markum A.H. Malnutrisi. Dalam: Markum, editor. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia; 2002 h.163-70

41

Anda mungkin juga menyukai