Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH PELAYANAN KEFARMASIAN KOMUNITAS ASMA

Disusun oleh : Amelia Ernesta Suharno Putri (118115111) Citra Dewi Ariani (118115116) Elya Findawati (118115120) Novi Chairio (118115127) Sandra Ruby (118115131) Winarti H.Wibowo (118115136)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2012

BAB I PATOFISIOLOGI A. DEFINISI Asma adalah mengi berulang dan atau batuk persisten dengan karakteristik timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta mempunyai riwayat asma atau atopi lain dalam keluarga atau penderita sendiri (Judarwanto, 2009). Menurut GINA (2002), asma merupakan gangguan inflamasi kronis saluran napas dengan banyak sel yang berperan, antara lain sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode mengi yang berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada waktu malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas dan bervariasi, sebagian besar bersifat reversibel baik spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan napas terhadap pelbagai rangsangan. Asma merupakan penyakit yang prevalensinya meningkat sebagai hasil dari kecenderungan genetik dan interaksi dengan lingkungan. Asma terutama merupakan gangguan peradangan kronis pada saluran pernafasan pada paru-paru yang ditandai oleh sel limfosit Thelper tipe 2 (Th2) memperantarai respon imun yang tidak diketahui obatnya atau pencegahan primernya. Asma ditandai baik oleh intermiten atau persisten dari derajat obstruksi saluran pernafasan yang sangat bervariasi dari peradangan dinding saluran pernafasan dan penyempitan otot halus bronkial (Dipiro,2008).

Gambar 1. Perbandingan saluran pernafasan normal dan penderita asma (Anonim, 2008). 1

B. GEJALA dan DIAGNOSIS ASMA 1. Gejala Tabel 1. Klasifikasi serangan asma akut berdasarkan gejala klinis (Judarwanto, 2009) Gejala Klinis Serangan Ringan Sesak napas bila Sesak napas berjalan. Pada bayi menangis keras Menyelesaikan kalimat Kadang-kadang gelisah Meningkat Sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi Serangan Sedang Sesak napas bila berbicara. Pada bayi tangis pendek dan lemah, kesulitan makan/minum Menyelesaikan penggal kalimat Selalu gelisah Meningkat Nyaring, sepanjang ekspirasi dan inspirasi Serangan Berat Sesak napas walaupun sedang istirahat. Pada bayi tidak mau makan/minum Hanya menyuarakan kata-kata Selalu gelisah Lebih dari 30 kali per menit Sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop

Berbicara Kesadaran Frekuensi napas

Bising mengi

Tabel 2. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit (Tan dan Rahardja, 2007) Derajat asma Intermiten Gejala Siang hari 2 kali per minggu. Malam hari 2 kali per bulan Serangan singkat, tidak ada gejla antar serangan. Intensitas serangan bervariasi Siang hari > 2 kali seminggu tetapi < 1 kali per hari. Malam hari > 2 kali per bulan. Serangan dapat mempengaruhi aktivitas Siang hari ada gejala. Malam hari > 1 kali per minggu. Serangan mempengaruhi aktivitas. Serangan 2 kali per minggu. Siang hari terus-menerus ada gejala. Setiap malam hari sering timbul gejala. Aktivitas fisik terbatas. Sering timbul serangan Fungsi Paru Variabilitas APE < 20%. VEP 80%, nilai prediksi APE 80% nilai terbaik Variabilitas APE 20-30%, VEP 80% nilai prediksi, APE 80% nilai terbaik Variabilitas APE > 30%, VEP 6080% nilai prediksi, APE 60-80% nilai terbaik Variabilitas APE > 30%, VEP 60% nilai prediksi, APE 60% nilai terbaik

Persisten ringan Persisten sedang Persisten berat

Keterangan APE : Arus puncak ekspirasi 2

VEP : volume ekspirasi paksa dalam 1 detik

2. Diagnosis Asma (GINA, 2002)

a) Napas berbunyi / mengi ketika mengeluarkan napas, terutama pada anak-anak.


b) Terjadinya salah satu dari gejala berikut ini :

1) Batuk, menjadi lebih parah ketika malam hari 2) Mengi yang berulang-ulang 3) Kesulitan bernafas yang berulang-ulang 4) Dada sesak yang berulang-ulang c) Gejala terjadi atau lebih buruk pada malam hari yang menyebabkan pasien terbangun dari tidurnya. d) Gejala-gejala yang terjadi atau memburuk karena adanya : 1) Hewan berbulu 2) Bahan kimia aerosol 3) Perubahan suhu 4) Debu tungau 5) Obat (aspirin, -bloker) 6) Olahraga 7) Serbuk sari 8) Infeksi pernafasan oleh virus 9) Asap 10) Ekspresi emosional yang berlebihan
e) Keterbatasan aliran udara pernafasan dapat diukur menggunakan spirometer (FEV1 dan

FVC) atau pengukur puncak aliran udara ekspirasi (PEF). Ketika menggunaan pengukur puncak aliran udara, disimpulkan bahwa mengalami asma apabila :
1) PEF (Peak Expiratory Flow) meningkat lebih dari 15% selama 15-20 menit

setelah inhalasi 2-agonis kerja cepat, atau


2) Variasi PEF lebih dari 20% dari pengukuran pagi hari sewaktu pasien bangun

tidur sampai 12 jam kemudian pada pasien yang mengkonsumsi bronkodilator, atau PEF menurun lebih dari 15% setelah 6 menit suatu pelatihan atau olahraga yang berkelanjutan.

C. PENYEBAB ASMA Menurut Dipiro,dkk. (2008), beberapa hal yang dapat memicu terjadinya asma antara lain: 1. Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. 2. Infeksi pernafasan Penyebabnya adalah Respiratory syncytial virus (RSV), rhinovirus, influenza, parainfluenza, Mycoplasma pneumonia. Akibat infeksi virus terjadi kerusakan sel epitel saluran napas dan pemasukan alergen pada reseptor aferen nervus vagus dan berakibat suatu bronkospasme dan serangan asma. Mengi pertama pada bayi perlu dipertimbangkan antara bronkiolitis atau sebagai serangan pertama asma. Keduanya bisa disebabkan oleh RSV dan sulit dibedakan satu dengan yang lain. Demikian pula pada perjalanan penyakit selanjutnya, dimana penderita dengan bronkiolitis mempunyai kemungkinan 3 kali lebih besar untuk berlanjut dengan mengi di kemudian hari dibandingkan anak normal. Infeksi bakteri umumnya jarang menjadi penyebab timbulnya serangan asma. 3. Alergen Udara serbuk sari (rumput, pohon, biji), debu tungau, kecoa, spora jamur. Alergen berupa makanan juga menjadi penyebab timbulnya asma, yang banyak ditemukan pada masa bayi dan anak yang masih muda. Pada bayi dan anak berumur di bawah 3 tahun terutama adalah alergi susu sapi, telur dan kedelai yang umumnya dapat mentolerir kembali sebelum anak berumur 3 tahun. Pada anak besar dan dewasa penyebab utama adalah ikan, kerang-kerangan, kacang tanah dan nuts dan penyebabnya ini sering menetap, walaupun demikian dapat diprovokasi tiap 6 bulan. 4. Lingkungan Udara dingin, kabut, ozon, sulfur dioksida, nitrogen dioksida, asap rokok. 5. Emosi

Emosi dapat meningkatkan aktivitas saraf parasimpatikus, antara lain kecemasan, stres, atau tertawa berlebihan, sehingga terjadi pelepasan asetilkolin dan mengakibatkan serangan asma. 6. Olahraga Khususnya pada suhu dingin dan kering. Bila berlari di udara yang hangat dan lembab, asma jarang timbul. Setelah berlari 2 menit umumya terjadi dilatasi bronkus, tetapi setelah berlari antara 5-8 menit terjadilah konstriksi bronkus (respons dini), dan pada beberapa pasien juga dapat diikuti dengan respons lambat antara 4-6 jam sesudah konstriksi bronkus yang pertama. 7. Obat / pengawet Aspirin, NSAID (inhibitor siklooksigenase), sulfit, benzalkonium klorida, nonselektif -bloker. Aspirin dapat sebagai pencetus serangan asma melalui proses alergi dan non alergi. Angka kejadiannya pada orang dewasa adalah antara 4-28%, tetapi jarang pada anak. Bagi penderita yang alergi terhadap aspirin, mempunyai kemungkinan besar juga alergi terhadap bahan-bahan kimia seperti tartrazin (pewarna kuning untuk kapsul obat) dan sodium benzoat sebagai pengawet makanan atau minuman. 8. Stimuli dari pekerjaan Pembuat roti (debu gandum); petani (debu jerami); pekerja kimia (azo dyes, antrakinon, etilendiamin, toluen diisosianat, PVC); plastik, karet, dan tukang kayu (formaldehid, anhidrida, dimetiletanolamin). 9. Rhinitis dan sinusitis Rhinitis dan sinusitis berkaitan dengan asma, di mana penderita asma 40-50% memiliki abnormal sinus radiograf. Namun, sinusitis kronis mungkin hanya mewakili kondisi keberadaan nonbakterial dengan penderita asma alergi karena perubahan histologis sinus paranasal adalah sama dengan yang terlihat di paru-paru dan hidung. 10. Penyakit reflux gastroesofageal Refluks isi lambung ke saluran napas dapat memperberat asma pada anak dan merupakan salah satu penyebab asma nokturnal. 11. Hormon pada wanita Asma dapat timbul atau diperberat oleh menstruasi, segera sebelum atau setelah menstruasi. Pemakaian pil KB, terkadang dapat memperberat asma. D. PATOGENESIS

Bahan- bahan asing yang memicu produksi IgE dideskripsikan sebagai alergen, alergen yang paling umum adalah debu rumah, kecoa, sisik kulit kucing, lumut dan serbuk sari. Setelah diproduksi, antibodi IgE berikatan dengan sel mast dalam mukosa saluran napas. Pada pemajanan ulang terhadap alergen spesifik, interaksi antigen-antibodi pada permukaan sel mast memicu pelepasan mediator yang tersimpan dalam granul sel disertai sintesis dan pelepasan mediator lainnya. Ketika dilepaskan, histamin, triptase, leukotrien C4 dan D4 serta prostalglandin D2 berdifusi melewati mukosa saluran napas sehingga memicu kontraksi otot dan kebocoran vaskular yang bertanggungjawab terhadap terjadinya bronkokonstriksi akut pada respons asma cepat (Tan, H.T, Rahardja, K., 2007). Stimulus alergen Stimulus non alergen

Respon Ig E

bronkokonstriksi

Pelepasan histamin dan mediator alergi (produk sel mast)

Bronchial edema, produksi mukus, bronkokonstiksi

Gangguan saluran pernafasan

Nafas berbunyi, batuk, peningkatan mukus, dispnea

Bagan 1. Patogenesis Asma (Katzung, 2001)

Gambar 2. Patogenesis Asma (Katzung, 2001)

BAB II STRATEGI TERAPI Tabel 3. Strategi terapi pada penderita asma adalah sebagai berikut (Tan dan Rahardja, 2007): No Sasaran 1 Saluran pernapasan (bronkus) Tujuan bronkodilatasi Strategi Terapi Pemberian bronkodilator Obat Pilihan - agonis 2 (contoh: albuterol, terbutalin, metaproterenol, pirbuterol,salmeterol, formoterol ) metilxantin (contoh : antikolinergik teofilin, aminofilin) (contoh: atropin, ipratropium )
-

adrenergik (contoh :

adrenalin, efedrin, 2 Inflamasi saluran napas Mengurangi inflamasi Pemberian antiinflamasi isoprenalin, orsiprenalin) - kortikosteroid (contoh: hidrokortison, deksametason, prednisolon, budesonid, mometason, triamsinolon)
-

antagonis leukotrien

(contoh: montelukast, 3 4 Mukus Alergi Mengencerkan mukus Mencegah terpapar Pemberian mukolitik Pemberian antialergika atau zafirlukast) - mukolitik (contoh: asetil sistein) anti alergika (contoh: kromoglikat, nedocromil,

alergen antihistamin ketotifen, oksatomida) Menurut Judarwanto (2009), strategi terapi asma dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : a. Non farmakologi

Untuk terapi non farmakologi, dapat dilakukan dengan olah raga secara teratur, misalnya saja renang. Sebagian orang berpendapat bahwa dengan berenang, gejala sesak nafas akan semakin jarang terjadi. Hal ini mungkin karena dengan berenang, pasien dituntut untuk menarik nafas panjang-panjang, yang berfungsi untuk latihan pernafasan, sehingga otot-otot pernafasan menjadi lebih kuat. Selain itu, lama kelamaan pasien akan terbiasa dengan udara dingin sehingga mengurangi timbulnya gejala asma. Namun hendaknya olah raga ini dilakukan secara bertahap dan dengan melihat kondisi pasien. Menurut Tan, H.T, Rahardja, K. (2007), berbagai macam cara dapat dilakukan untuk menekan atau memperlambat timbulnya resiko serangan asma melalui tindakan pencegahan untuk menjauhkan diri dari faktor-faktor pemicunya, yakni : 1. Sanitasi Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga sanitasi lingkungan, misalnya dengan menyingkirkan semua rangsangan luar terutama hewan piaraan (burung, anjing, kucing, kelinci) dan debu rumah. Rumah harus dibersihkan setiap hari dengan seksama terutama kasur, sprei dan selimut yang biasanya penuh dengan tungau (housedust mite). Begitu juga dengan faktor spesifik seperti perubahan suhu, hawa dingin, asap dan kabut harus dihindari. 2. Berhenti merokok Asap rokok (merokok aktif maupun pasif) dapat menimbulkan bronchokonstriksi dan memperburuk asma terutama pada anak-anak. Perlu pula menghindari zat-zat lain yang dapat merangsang saluran napas. 3. Fisioterapi Cara ini dapat dilakukan dengan menepuk-nepuk bagian dada agar mempermudah pengeluaran dahak (ekspektorasi) dan juga latihan pernapasan serta relaksasi, cara ini cocok diterapkan pada anak-anak. 4. Hiposensibilisasi Hiposensibilisasi dapat dilakukan apabila terjadi kontak dengan alergen yang tidak dapat dihindari seperti misalnya pollen dan sisik/bulu binatang. Untuk mengurangi reaksi hipersensitivitas terhadap alergen tersebut maka pasien diberi injeksi dengan ekstrak alergen. Dengan cara ini, imunoglobulin yang terbentuk (IgG dan IgA) akan mengikat alergen baru sehingga reaksi antara alergen dan IgE tidak terjadi. 5. Prevensi infeksi viral

Langkah ini dapat ditempuh dengan cara memberikan vaksinasi (influenza) atau dengan menggunakan obat-obatan yang dapat meningkatkan ketahanan tubuh misalnya tingtur Echinacea. 6. Prevensi infeksi bakteri Tindakan pencegahan ini bisa dilakukan dengan pemberian amoksisilin atau doksisiklin selama 10-14 hari. 7. Prevensi prenatal Ibu yang sedang hamil perlu menghindari zat-zat pemicu alergi, makanan tertentu dan asap rokok (aktif maupun pasif) yang dapat mempengaruhi janin. Pemberian ASI pada bayi juga dapat menurunkan resiko terhadapt asma dan ekzem terutama pada anak-anak dari keluarga yang memiliki riwayat alergi. b. Terapi farmakologi Sedangkan untuk terapi farmakologi, dapat dibagi menjadi dua jenis pengobatan yaitu: Quick-relief medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk merelaksasi otot-otot di saluran pernafasan, memudahkan pasien untuk bernafas, memberikan kelegaan bernafas, dan digunakan saat terjadi serangan asma (asthma attack). Contohnya yaitu bronkodilator, seperti agonis beta-2, metilxantin, adrenergika (Lihat obat pilihan). Long-term medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk mengurangi inflamasi pada saluran pernafasan, mengurangi udem dan mukus berlebih, memberikan kontrol untuk jangka waktu lama, dan digunakan untuk membantu mencegah timbulnya serangan asma. Contohnya yaitu obat-obat golongan antiinflamasi, antihistamin/antialergi, dan mukolitik. (Lihat bagan algoritma).

10

BAB III OBAT PILIHAN (Katzung, 2001) dan (Dipiro, dkk., 2008)

11

N Golongan o Obat 1 Beta 2mimetika

Contoh Obat a. salbutamol

Indikasi Asma bronchial, bronchitis, emfisema pulmonum

b. terbutalin

Asma bronchial, emfisema, bronchitis kronik

Metilxantin

a. Teofilin

Asma bronchial, asma bronchitis, asma kardial, emfisema paru

Manajemen Terapi Dosis: 3-4dd 2-4 mg (sulfat), inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 100 mcg, pada serangan akut 2 puff dapat diulang sesudah 15 menit. Pada serangan hebat i.m. atau s.c. 250-500 mcg, dapat diulang sesudah 4 jam. Dosis: 2-3 dd 2,5-5 mg, inhalasi 3-4 dd 1-2 semprotan dari 250 mcg, maks.16 puff sehari, s.c. 250 mcg, maks 4 kali sehari Dosis: 3-4 dd 125-250 mg mikrofine,

Mekanisme Kerja stimulasi reseptor 2 di bronki yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini memperkuat perubahan adenosintrifosfat (ATP) yang kaya energi menjadi cAMP dengan pembebasan energi yang digunakan untuk prosesproses dalam sel

Resiko Efek samping: Nyeri kepala, pusing, mual, tremor tangan. Pada overdose, terjadi stimulasi reseptor 1 dengan efek kardiovaskular: takikardia, palpitasi, aritmia dan hipotensi. Kontraindikasi: hipersensitivitas Interaksi obat: bloker seperti propanolol menghambat efek salbutamol

menstimulasi reseptor beta adrenergik di sistem saraf simpatetik sehingga menyebabkan relaksasi otot polos pada batang tenggorokan dan pembuluh perifer Daya spasmolitis terhadap otot polos pada bronchi, menstimulasi jantung, SSP, dan pernafasan serta bekerja diuretis lemah

Efek samping: palpitasi, kekakuan.

tremor,

Kontraindikasi: hipersensitivitas, tirotoksikosis

Efek samping: mual, muntah baik pada penggunaan oral, rectal atau parenteral. Pada overdose, terjadi efek sentral (gelisah, sukar tidur, tremor, dan konvulsi) serta ganggu pernafasan, efek kardiovaskular seperti takikardia, aritmia, dan hipotensi. Kontraindikasi: hipersensitivitas, tukak12 lambung, diabetes, gastritis, gangguan hati dan ginjal. Interaksi:Obat yang dapat

13

Tabel 4. Klasifikasi farmakoterapi untuk asma (Chan, P., B, dan Johnson, M.,T., 2004) Klasifikasi Intermittent ringan Persistent ringan Persistent sedang Pengobatan jangka panjang Inhalasi kortikosteroid dosis rendah atau cromolyn sodium atau nedocromil Inhalasi kortikosteroid dosis sedang dikombinasikan dengan bronkodilator 2-agonist (long acting) Inhalasi kortikosteroid dosis sedang dikombinasikan dengan bronkodilator(long acting) dan kortikosteroid sistemik Pengobatan jangka pendek 2-agonist (short acting) 2-agonist(short acting) 2-agonist(short acting)

Persistent berat/parah

2-agonist (short acting)

Obat-obatan yang digunakan untuk terapi asma antara lain bronkodilator(salbutamol, teofilin), kortikosteroid (prednisolon, budesonida), dan obat-obatan lain seperti ekspektoran, mukolitik, serta antihistamin. Untuk memaksimalkan pengobatan biasanya digunakan kombinasi beberapa obat. Obatobat asma tersedia dalam berbagai bentuk sediaan antara lain: oral, parenteral dan inhalasi. 1. Oral Bentuk sediaan obat yang diberikan secara peroral biasanya berupa tablet atau sirup. Contoh : ASTHMA SOHOtablet dengan zat aktif Ephedrine HCl (12,5 mg) dan theophylline (125 mg). 2. Parenteral Bentuk sediaan obat asma yang diberikan secara parenteral biasanya berupa larutan injeksi, misalnya: injeksi aminofilin. 3. Inhalasi Pemberian obat asma secara inhalasi merupakan metode yang memiliki keefektifan yang tinggi karena langsung pada saluran pernafasan dan meminimalkan adanya efek samping sistemik. Contoh: inhalasi kortikosteroid. Kortikosteroid terdapat dalam beberapa bentuk sediaan antara lain oral, parenteral dan inhalasi. Penghantaran kortikosteroid secara inhalasi meminimalisasi adanya absorbsi sistemik. Keuntungan penghantaran secara inhalasi yakni dosis yang dibutuhkan kecil dan diberikan secara langsung pada saluran 14

pernafasan sehingga tidak menimbulkan efek samping sistemik yang serius. Apabila pemberian kortikosteroid secara inhalasi tidak mencukupi, maka dapat dikombinasikan dengan obat lain seperti bronkodilator (Anonim, 2010). Beberapa jenis bentuk sediaan inhalasi : a. DPI (Dry Powder Inhaler) Merupakan alat penghantaran obat secara inhalasi dengan bahan obat berupa serbuk halus (micronized), tidak menggunakan propelan sehingga lebih ramah lingkungan. DPI tidak dianjurkan untuk anak-anak karena penggunaanya memerlukan teknik pernafasan. Device DPI bersifat praktis dan portabel sehingga dapat dibawa ketika bepergian, namun keterbatasannya adalah menimbulkan suara yang berisik (Covar, R.,A., dan Gelfand, E.,W., 2008).

Gambar 3. Dry Powder Inhaler (www.cdn.medgadget.com)

b. pMDI (pressurized Metered Dose Inhaler): alat yang menghantarkan obat

berupa larutan atau suspensi, pada formulasinya digunakan propelan sebagai driving forceyang memberikan pressure (tekanan) dalam penghantaran obat. Dosis yang diterima pasien tidak tergantung pada kekuatan pernafasan sehingga lebih konsisten. MDI memiliki kelebihan yakni alat/device nya portabel dan praktis sehingga mudah dibawa ketika bepergian. Keterbatasan MDI adalah adanya propelan yang dapat mengiritasi mukosa bukal dan dapat merusak ozon (CFC), selain itu MDI tidak direkomendasikan untuk anak-anak dibawah 5 tahun karena penggunaanya memerlukan teknik yang benar (Covar, R.,A., dan Gelfand, E.,W., 2008).

15

Gambar 4. pressurized Metered Dose Inhaler (www.asthma.ca)

c. Nebulizer : alat yang digunakan dalam pengobatan secara inhalasi dengan

mengubah larutan obat menjadi butiran aerosol yang dapatdihirup melalui saluran pernafasan. Biasanya dilengkapi dengan mouthpiece atau ventilationmask. Keuntungan nebulizer adalah mudah dalam penggunaan, nyaman bagi pasien, dan dapat digunakan untuk terapi asma akut. Namun nebulizer memiliki keterbatasan yakni membutuhkan sumber energi, not transportable, high doses, dan adanya resiko infeksi apabila device tidak dirawat dengan benar (Covar, R.,A., dan Gelfand, E.,W., 2008).

Gambar 5. Nebulizer (www.aaajtcare.com)

(a)

(b)

16

Gambar 6. (a) ventilation mask dan (b)mouthpiece (www.tqn.com)

Bentuk sediaan inhalasi yang berbeda memerlukan teknik penggunaan yang berbeda pula. Oleh sebab itu penggunaannya didasarkan atas kebutuhan pasien. Misalnya pada anakanak lebih dianjurkan penggunaan nebulizer dengan mask daripada mouthpiece agar lebih nyaman dan mudah. DPI dan pMDI lebih praktis karena bentuknya yang kecil dan mudah dibawa untuk bepergian (Anonim, 2010). Petunjuk penggunaan inhaler (Dipiro, dkk., 2008) 1. Lepaskan tutup dan pegang inhaler tegak lurus 2. Kocok inhaler 3. Sedikit condongkan kepala dan bernafas perlahan 4. Posisikan inhalerseperti pada gambar dibawah ini:

Buka mulut dengan jarak inhaler 1-2 inchi A.

Gunakan spacer (direkomendasikan untuk anak-anak dan inhaler dengan zat aktif kortikosteroid)

Langsung ditempelkan pada mulut (tidak untuk inhalasi kortikosteroid)

5. Tekan inhaler agar obat keluar dan mulai bernafas perlahan 6. Bernafas perlahan-lahan (3-5 detik) 7. Tahan nafas 10 detik dan biarkan obat mencapai paru-paru

Penggunaan DPI memerlukan teknik pernapasan, hal yang perlu diperhatikan adalah pada penggunaan DPI rapatkan mulut di sekitar mouthpiece dan hirup dengan cepat.

8. Ulangi hisapan seperti instuksi diatas. Beri jeda 1 menit tiap hisapan agar hisapan kedua dapat terpenetrasi dengan lebih baik. 9. Spacer berguna untuk semua pasien. Namun biasanya direkomendasikan bagi anakanak dan orang dewasa yang menggunakan kortikosteroid Hindari kesalahan penggunaan inhaler, berikut tips penggunaan inhaler seperti dibawah ini: 17

1. Bernafas sebelum menekan inhaler 2. Menghirup perlahan 3. Bernafas melalui mulut bukan hidung 4. Tetap menghirup ketika menekan inhaler 5. Menekan inhaler cukup 1 kali setiap menghirup 6. Bernafas dengan dalam Petunjuk penggunaan Nebulizer (Dipiro, dkk., 2008) : 1. Hubungkan alat nebulizer dengan sumber listrik
2. Buka cup nebulizer dengan memutar berlawanan arah jarum jam 3. Tuangkan obat ke dalam cup nebulizer sesuai dosis yang diperlukan 4. Hubungkan tube pada bagian cup dengan bagian pengeluaran udara 5. Pasang alat bantu: mouthpiece atau mask

6. Memposisikan badan duduk dengan nyaman di depan alat nebulizer


7. Nyalakan alat dengan menekan tombol on dan tunggu beberapa saat hingga terlihat

uap pada cup nebulizer


8. Gunakan mask atau mouthpiece dan bernafas secara perlahan dan sedalam mungkin

9. Tahan nafas selama 1-2 detik dan hembuskan nafas perlahan 10. Teruskan bernafas hingga waktu pengobatan yang ditentukan 11. Setelah selesai, matikan mesin dan apabila diperlukan, batuk beberapa kali untuk mengeluarka mukus yang mungkin ada.

18

ALGORITMA Bagan 2. Algoritma Penanganan Asma Di Rumah (Kelly, HW., dan Sorkness, C.A. , 2005)

19

Bagan 3. Algoritma Penanganan Asma Di Rumah Sakit (Kelly, HW., dan Sorkness, C.A. , 2005)

20

Nilai derajat serangan

Tatalaksana awal nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit nebulisasi ketiga + antikolinergik jika serangan berat, nebulisasi. 1x (+antikoinergik)

Bagan 4. Alur TatalaksanaSerangan Asma pada Anak (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2004)
Serangan ringan (nebulisasi 1-3x, respon baik, gejala hilang) observasi 2 jam jika efek bertahan, boleh pulang jika gejala timbul lagi, perlakukan sebagai serangan sedang Serangan sedang (nebulisasi 1-3x,respon parsial) Klinik berikan oksigen / IGD nilai kembali derajat serangan, jika sesuai dgn serangan sedang, observasi di Ruang Rawat Sehari/observasi pasang jalur parenteral Serangan berat (nebulisasi 3x, respon buruk) sejak awal berikan O2 saat / di luar nebulisasi pasang jalur parenteral nilai ulang klinisnya, jika sesuai dengan serangan berat, rawat di Ruang Rawat Inap foto Rontgen toraks

Boleh pulang bekali obat -agonis (hirupan / oral) jika sudah ada obat pengendali, teruskan jika infeksi virus sbg. pencetus, dapat diberi steroid oral dalam 24-48 jam kon-trol ke Klinik R.Jalan, untuk reevaluasi

Ruang Rawat Sehari/observasi oksigen teruskan berikan steroid oral nebulisasi tiap 2 jam bila dalam 12 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang, tetapi jika klinis tetap belum membaik atau meburuk, alih rawat ke Ruang Rawat Inap

Catatan: Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung dengan -agonis + antikolinergik Bila terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang Rawat Intensif Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kali Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal, termasuk saat nebulisasi

Ruang Rawat Inap oksigen teruskan atasi dehidrasi dan asidosis jika ada steroid IV tiap 6-8 jam nebulisasi tiap 1-2 jam aminofilin IV awal, lanjutkan rumatan jika membaik dalam 4-6x nebulisasi, interval jadi 4-6 jam jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul Ancaman henti napas, alih 21 rawat ke Ruang Rawat Intensif

Bagan 5. Alur Tatalaksana Asma Anak jangka Panjang (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2004)

Asma episodik jarang

Obat pereda: -agonis atau teofilin (hirupan atau oral) bila perlu

3-4 minggu, obat dosis / minggu > 3x < 3x

P E N G H I N D A R 22 A N

Asma episodik sering

Tambahkan obat pengendali: Kortikosteroid hirupan dosis rendah *)

6-8 minggu, respons : (-)

(+)

Asma persisten

Pertimbangkan alternatif penambahan salah satu obat: -agonis kerja panjang (LABA) teofilin lepas lambat antileukotrien atau dosis kortikosterid ditingkatkan (medium)

6-8 minggu, respons: (-)

(+)

Kortikosteroid dosis medium ditambahkanan salah satu obat: -agonis kerja panjang teofilin lepas lambat antileukotrien atau dosis kortikosteroid ditingkatkan (tinggi)

6-8 minggu, responS : (-)

(+)

Obat diganti kortikoteroid oral

*) Ketotifen dapat digunakan pada pasien balita dan/atau asma tipe rinitis

KESIMPULAN

Asma merupakan suatu penyakit saluran pernafasan yang ditandai dengan mengi berulang dan atau batuk persisten dengan karakteristik yang timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta mempunyai riwayat asma atau atopi lain dalam keluarga atau penderita sendiri. Terapi asma dapat dilakukan dengan 2 macam cara yaitu terapi non-farmakologis dan terapi farmakologis yang disesuaikan dengan kondisi pasien serta penyebab timbulnya asma.

23

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010, Terapi Asma dan Penatalaksanaan Asma, http://obat-alternatif.com/terapiasma.html, diakses pada 21 Febuari 2012. Anonim, 2009, Supercharging The Dry Powder Inhaler, http://cdn.medgadget.com/img/microdose-dry-powder.jpg, diakses pada 5 Maret 2012. Anonim, http://aaajtcare.com/images/Nebulizer.jpg diakses pada 5 Maret 2012. Anonim, 2007, Using a Nebulizer with a Mask, http://0.tqn.com/d/pediatrics/1/0/K/L/nebulizer_mask.jpg diakses pada 5 Maret 2012. Anonim, http://www.asthma.ca/images/adults/treatment/meteredDoseInhaler.gif diakses 5 Maret 2012 Chan, P., B, dan Johnson, M.,T., 2004, Treatment Guidelines for Medicine and Primary Care, Current Clinical Strategies Publishing, California. Covar, R.,A., dan Gelfand, E.,W., 2008, Pressure Metered Dose Inhaler Versus Dry Powder Inhaler-Advantages and Disadvantages, Touch Briefing, US, pp. 50, 52. Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., and Posey, L.M., 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 7th ed., McGraw-Hill Companies, Inc., United States, pp. 463-471. GINA, 2002, Pocket Guide For Asthma Management and Prevention, NIH Publication, United States, pp. 4-6. Greene,R.,J., dan Harris, N.,D., 2008, Pathology and Therapeutics for Pharmacist, Third edition, Pharmaceutical Press, London, pp. 292. 24

Judarwanto, W., 2009, Asma pada Anak, http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/17/asma-pada-anak, diakses tanggal 24 Februari 2012. Katzung, B.G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 1, Salemba Medika, Jakarta, pp.322. Kelly, HW., dan Sorkness, C.A. , 2005, Asthma, in DiPiro, Joseph, T., Talbert, Robert, L., Yee dan Gary, C. (Eds): Pharmacotherapy A pathophysiological approach, McGraw-Hill, New York. Lullmann, Heinz, dkk, 2000, Color Atlas of Pharmacology, second edition, Thieme, New York, pp. 15. PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia), 2004, Asma:Pedoman & Penatalaksanaan Di Indonesia, http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.htm diakses tanggal 24 Februari 2012. Smyth, H., dan Hickey, A.J., 2011, Controlled Pulmonary Drug Delivery, Springer, New York, pp. 81, 83 Tan, H.T, Rahardja, K., 2007, Obat-obat Penting Khasiat Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi VI, PT.Elex Media Komputindo Gramedia, Jakarta, pp 639-640.

Yang diketahui

definisi gejala

Konteks LAMPIRAN 1

penyebab pencegahan pengobatan Yang ingin diketahui Terapi alternatif Jenis-jenis asma Jenis & pengobatan Diagnosis Algoritma

MIND MAP

ASMA

Pengalaman

Studi literatur Bertemu pasien

Refleksi

ppt Vide o paper

Aksi Evalui

25 Cara Penggunaan Inhaler

Animasi

LAMPIRAN 2

Tabel 5. Klasifikasi Terapi Asma (Chan, P., B, dan Johnson, M.,T., 2004)

26

LAMPIRAN 3

Tabel 6. Perbandingan DPI dan pMDI (Covar,

R.,A., dan Gelfand, E.,W., 2008)

27

28

LAMPIRAN 4

Tabel 7. Beberapa contoh obat asma yang penghantarannya secara inhalasi

29

(Covar, R.,A., dan Gelfand, E.,W., 2008)

30

LAMPIRAN 5

31

Tabel 8. Karakteristik berbagai macam sediaan inhalasi (Smyth, H., dan Hickey, A.J., 2011)

LAMPIRAN 6 32

Bagan Patofisiologi Asma (Greene dan Harris, 2008).

LAMPIRAN 7 33

Terapi anti alergi (Lullmann, dkk., 2000).

LAMPIRAN 8 34

Pemberian Obat Secara Inhalasi (Lullmann, dkk., 2000)

35

Anda mungkin juga menyukai