Anda di halaman 1dari 3

VOMITUS / MUNTAH 1. Defenisi. Muntah didefinisikan sebagai keluarnya isi lambung dengan kekuatan bagaikan menyemprot melalui mulut.

Hal ini dapat terjadi sebagai reflek protektif untuk mengeluarkan bahan toksik dari dalam tubuh atau untuk mengurangi tekanan dalam organ intestinal yang dibawahnya didapatkan obstruksi, kejadian ini biasanya didahului nausea dan retching. Nausea adalah suatu perasaan yang tidak nyaman didaerah epigastrik, cukup sukar untuk membuat definisi yang sempurna. Kejadian ini biasanya disertai dengan menurunnya tonus otot lambung, kontraksi, sekresi, meningkatnya aliran darah ke mukosa intestinal, hipersalivasi, keringat dingin, detak jantung meningkat dan perubahan pada rithme pernafasan. Refluk duodenogastrik dapat terjadi selama periode nausea yang disertai peristaltik retrograde dari duodenum kearah anthrum lambung atau secara bersamaan terjadi kontraksi anthrum dan duodenum. Retching adalah upaya yang kuat dan involunter untuk mutah, tampak sebagai upaya persiapan untuk mutah. Upaya ini terdiri dari kontraksi spamodik otot diafragma baik (costal dan crural) dan dinding perut serta dalam waktu yang sama terjadi relaksasi LES (lower eosopheal sphingter). LES juga tertarik keatas oleh kontraksi otot bergaris longitudinal dari bagian natas esofagus. Selama retching isi lambung didorong masuk esofagus oleh tekanan intraabdominal dan adanya peningkatan tekanan negatif dari intratorakal, bahan mutahan yang ada diesofagus akan kembali lagi kelambung oleh karena adanya peristaltik eosofagus. Mutah berbeda dengan retching bahan mutahan dikeluarkan dari mulut. Pertama ekspulsi bahan mutahan kedalam esofagus dilakukan oleh retching, yang kemudian diikuti oleh relaksasi diafragma crura dan kembalinya tekanan intratorakal dari negatif menjadi positif. UES (upper eosophageal sphingter) juga relaksasi sebagai respons terhadap meningkatnya tekanan intraluminal eosofagus. Spitting / regurgitasi : Yang membedakan dengan vomiting adalah keluarnya isi lambung kedalam mulut tanpa adanya tekanan dan tidak terjadi nausea dan retching dan tidak ada kontraksi diafragma maupun dinding perut. Regurgitasi adalah bentuk dari gastroeosophageal reflux. Apakah fisiologi regurgitasi berbeda dengan vomiting masih belum diketahui secara pasti, tetapi motorik mempunyai kesamaan dengan vomiting. Bila regurgitasi isi lambung menyebabkan aspirasi, batuk gagging, jejas peptik maka reflek mutah akan terjadi dengan kekuatan untuk mengeluarkan isi lambung (forceful expulsion) mungkin dimediasi melalui

aferen dari faring dan esofagus. Diduga bahwa relaksasi spontan dari LES adalah mekanisme utama terjadinya GER dengan atau tanpa regurgitasi. Apakah reflek aktivitas motor yang lain yang melibatkan otot abdomen dan lambung yang diperlukan untuk regurgitasi selama refluk tak diketahui dengan jelas. Tak diketahui pula mengapa regurgitasi hanya pada bayi tidak pada anak besar dan dewasa. 2. Mekanisme Muntah/ Neuronatomi Vomiting. Mutah sebenarnya merupakan perilaku yang komplek, dimana pada manusia mutah terdiri dari 3 aktivitas yang terkait, nausea (mual), retching, pengeluaran isi lambung. Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol mutah, 1) chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan central vomiting centre (CVC). CTZ yang terletak di area postrema pada dasar ujung caudal ventrikel IV diluar blood brain barrier (sawar otak). Reseptor didaerah ini diaktivasi oleh bahanbahan proemetik didalam sirkulasi darah atau di cairan cerebrospinal (CSF). Eferen dari CTZ dikirim ke CVC selanjutnya terjadi serangkaian kejadian yang dimulai melalui vagal eferen splanchnic. CVC terletak dinukleus tractus solitarius dan disekitar formatio retikularis medulla tepat dibawah CTZ. CTZ mengandung reseptor reseptor untuk bermacam-macam senya neuroaktif yang dapat menyebabkan mutah. Reseptor untuk, dopamine ( titik tangkap kerja dari apomorphine ), acethylcholine, vasopressine, enkephalin, angiotensin, insulin serotonin, endhorphin, substance P, dan mediator-mediator yang lain. Mediator adenosine cyclic monophosphate (cyclic AMP) mungkin terlibat dalam respon eksitasi untuk semua peptide stimulator oleh karena theophylline dapat menghambat aktivitas proemetik dari bahan neuropeptic tersebut2,3,4. Emesis sebagai respons terhadap gastrointestinal iritan misalnya copper, radiasi abdomen, dilatasi gastrointestinal adalah sebagai akibat dari signal aferen vagal ke central pattern generator yang dipicu oleh pelepasan lokal mediator inflamasi, dari mukosa yang rusak, dengan pelepasan sekunder neurotransmitters eksitasi yang paling penting adalah serotonin dari sel entrochromaffin mukosa. Pada mabuk (motion sickness), signal aferen ke central pattern generator berasal dari organ vestibular, visual cortex, dan cortical centre yang lebih tinggi sebagai sensory input yang terintegrasi lebih penting dari pada aferen dari gastrointestinal. Rangsangan mutah berasal dari, gastrointestinal, vestibulo ocular, aferen cortical yang lebih tinggi, yang menuju CVC dan kemudian dimulai nausea, retching, ekpulsi isi lambung. Gejala gastrointestinal meliputi peristaltik, salivasi, takhipnea, tachikardia.

Respons stereotipik vomiting dimediasi oleh eferen neural pada vagus, phrenic, dan syaraf spinal. Input untuk syaraf ini berasal dari brain stem vomiting centre. Centre ini tampaknya bukan merupakan struktur anatomi tunggal, tetapi merupakan jalur akhir bersama dari reflex yang diprogram secara sentral melalui interneuron medular di nukleus soliter dan berbagai-macam tempat disekitar formatio retikularis. Interneuron tersebut menerima input dari cortical, vagal, vestibular, dan input lain terutama dari area postrema. Area postrema adalah chemorceptor trigger zone yang terletak didasar ventrikel IV diluar sawar otak dan diidentifikasi sebagai sumber yang crucial untuk input yang menyebabkan vomiting, terutama respons terhadap obat atau toksin. Proses vomitus yang terjadi dengan kuat dapat menimbulkan ruptur esofagus akibat tekanan (sindroma Boerhaave) atau robekan lonier mukosa (mallory-Weiss) di daerah sambungan kardioesofagus dan hematemesis yang ditimbulkan. Selain itu, vomitus yang lama dapat menyebabkan dehidrasi, kehilangan sekrat lambung (khususnya asam hidroklorida) yang mengakibatkan alkalosis metabolik dengan hipokalemia, malnutrisi dengan pelbagai keadaan defisiensi dan karies dentis. Pada keadaan depresi sistem saraf pusat (misalnya koma), isi lambung dapat diaspirasi ke dalam paru-paru dengan pneumonitis aspirasi yang ditimbulkan.

Sumber: Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam: (Harrison's Principles of Internal Medicine); Volume 1 Edisi 13 Isselbacher dkk, alih bahasa ahmad H adsi. 1999.jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai