Anda di halaman 1dari 8

Bermacam sebab hipoglikemia yang berkaitan dengan kegagalan otonomik pada diabetes.

Hipoglikemia iatrogenik adalah faktor yang membatasi managemen glikemi diabetes. Hal ini menyebabkan gejala berulang dan terkadang minimal ,untuk sementara, menimbulkan episode hendaya / ketidak mampuan pada kebanyakan penderita dengan diabetes type I seperti pada banyak tipe II diabetes yang lanjut, dan terkadang dapat fatal. Selanjutnya hipoglikemia iatrogenik menghalangi dari usaha mempertahankan euglikemi selama seumur hidup dari penderita denga diabetes.dan demikian realisasi yang lengkap dari keuntungan/ kebaikan yang telah dibuktikan secara tepat dari kontrol glikemi. Pada artikel ini, saya akan bicarakan tentang problem klinis dari hipoglikemia dari perspektif patofisiologi. Pertama, sindrom defektif pengaturan pengimbang glukosa, dan hipoglikemia tanpa gejala peringatan (hypoglycemia unawareness) yang diuraikan, melalui konsep yang menyatu dari hipoglikemia dihubungkan dengan kegagalan autonom- sebuah gambaran dari keadaan hipoglikemia terbaru yang sebabkan kedua sindroma. Selanjutnya dugaan bahwa ada bentuk tambahan dari fenomena hipoglikemia berkaitan dengan kegagalan otonomik telah diperkenalkan. Bentuk bentuk ini adalah aktivitas exercise yang berhubungan dengan - hipoglikemia yang berkaitan dengan kegagalan otonomik, dan istirahat yang berhubungan dengan - hipoglikemia yang berkaitan dengan kegagalan otonomik. Dan terakhir maksud dari managemen klinis dari kondisi ini sedang dibahas. Walaupun pendekatan farmakologi terkini untuk managemen glikemia pada diabetes telah berkembang secara mantap, tetapi masih jauh dari ideal. Meskipun demikian, barangkali sekarang, baik meningkatkan kontrol glikemia dan mengurangikekerapan / frekwensi dari episode hipoglikemia iatrogenic pada banyak penderita dengan diabetes.Hal ini adalah tujuan / target yang sangat bermanfaat. Walaupun pemeliharaan seumur hidup dari euglikemia adalah tujuan utama. Pemeliharaan seperti itu akan memungkinkan mengurangi / mengeliminasi resiko komplokasi mikrovaskuler yang khas pada diabetes - retinopati, nefropati, dan neuropati dan mungkin juga mengurangi resiko dari komplikasi makrovaskulea hingga setara diantara orang bukan penderita diabetes. PENGATURAN PENGIMBANG GLUKOSA YANG TIDAK SEMPURNA DAN HIPOGLIKEMIA YANG TIDAK DISADARI. Penurunan dari insulin, kenaikan dari glucagon, dan ketidakhadiran yang belakangan, peningkatan dari epinefrin bertahan tinggi pada hirarki dari faktor pengaturan pngimbang glukosa yang berlebihan secara alami mempertahankan atau mengoreksi hipoglikemia dengan segera. Glukosa adalah bahan bakar

metabolik yang wajib untuk otak dalam keadaan fisiologis. Transport glukosa darah ke otak dibantu oleh GLUT-1, melintasi dinding kapiler yang diperkirakan terjadi secara luas pada astrosit, podosit yang melingkungi kapiler. Didalam astrosit, glukosa disimpan sebagai glikogen atau glikolisis menjadi asam laktat, yang mana kemudian dikirim menuju neuron, dimana akan menjadi bahan bakar oksidatif. Oleh karena otak tidak dapat mensintesis glukosa atau menyimpan lebih dari persediaan glikogen untuk beberapa menit, hal ini sangat bergantung pada suplai glukosa secara kontinu dari sirkulasi (darah). Jika konsentrasi glukosa plasma arterial turun dibawah dari rentang poet absorptive fisiologis, transport glukosa sirkulasi- otak akan menjadi tidak adekuat untuk metebolisme glukosa diotak dan, akhirnya bertahan. Penurunan konsentrasi glukosa arterial dapat dirasakan pada daerah yang tersebar luas diotak seperti halnya pada vena porta hepatic dan badan karotis. Karakteristik yang paling ekstensif dari mekanisme sensor glukosa adalah sensor yang dimediasi oleh glukokinase pada sel beta pancreas ; mekanisme yang sama mungkin menjadi mata - mata pada neuron diotak. Jika konsentrasi glukosa plasma turun dalam range fisiologis. Sekresi insulin menurun. Hal ini menyokong peningkatan produksi dari hepar dan ren glukosa. Jika konsentrasi glukosa pada plasma arteri turun hingga dibawah range fisiologis, sekresi glucagon dan epinefrin meningkat. Glokagon menstimulasi glukogenolisis hepatic ; yang juga menyokong glukoneogenesis ketika precursor berlebihan. Epinefrin menstimulasi produksi glukosa hepatic dan renal ; hal ini juga mengurangi pembersihan glukosa oleh jaringan seperti otot dan memoblisasi precursor glukoneogenik seperti laktat, asam amino, dan gliserol. Keseluruhan (ketiga) pertahanan fisiologis terhadap perkembangan hipoglikemia penurunan insulin dan peningkatan glucagon dan efinefrin- yang compromise pada sebagian besar penderita dengan diabetes type I dan banyak pada diabetes type II (table 1). Untuk sejumlah Sekresi insulin endogen yang kurang ( defisiensi), terapi insulin tidak boleh berhenti, dan jumlah glucagon tidak boleh naik sehingga jumlah glukosa menurun. Sebagai tambahan, respon efinefrin untuk untuk setiap tingkat hipoglikemia acapkali dikecilkan, dengan ambang glikemi dengan respon mengeser menjadi konsentrasi glukosa plasma yang lebih rendah. Kombinasi dari ketiadaan respon glucagon dan pengecilan / penipisan respon epinefrin menyebabkan sindroma klinis defektif dari pengaturan pengimbang glukosa. Respon simpatoadrenal yang menipis ( neural simpatetik seperti adrenomedulary ) menyebabkan sindroma klinis hipoglikemia yang tidak disadari ( hipoglikemia unawareness ). Hipoglikemia yang tidak disadari terjadi sebagai akibat dari kehilangan neurogenik ( otonom) gejala alarm ( cth deg- degan (palpitasi), tremor, anxienty, diaphoresis, dan lapar) yang sebelumnya membiarkan / mengijinkan penderita untuk mengenali dan mengoreksi hipoglikemia yang sedang terbangun. Kedua sindroma ini dasosiasikan pada hakekatnya dengan peningkatan resiko dari hipoglikemia iatrogenic yang berat.

HIPOGLIKEMIA DIKAITKAN DENGAN KEGAGALAN AUTONOM Konsep dari hipoglikemia-dikaitkan dengan kegagalan autonom pada diabetes tipe I dan diabetes tipe II yang telah lanjut diduga bahwa baru baru ini hipoglikemia iatrogenic penyebab dari kedua sindroma. Yang menyebbkan pengaturan pengimbang glukosa yang defektif dengan mengurangi respon dari adrenomedulari efinefrin menjadi setiap level dari hipoglikemia yang berikut dalam pengaturan dari ketiadaan respon glucagon. Dan menyebabkan hipoglikemia yang tidak disadari dengan mengurangi respon simpatoadrenal dan respon yang dihasilkan, terdiri atas gejala neurogenik, pada setiap level dari hipoglikemia lebih lanjut. Demikian, adalah lingkaran setan dari hipoglikemia yang berulang. Efek klinis dari hipoglikemia-dikaitkan dengan kegagalan autonom telah diketahui secara baik pada dabetes tipe I. hipoglikemia yang baru, pun hipoglikemia nocturnal yang asintomatis, mengurangi respon dari efinefrin dan respon sintomatis pada hipoglikemia lebih lanjut. Hipoglikemia yang baru juga mengurangi disfungsi kognitif selama hipoglikemia yang berlanjut. Dan membuat lebih sulit untuk mendeteksi hipoglikemia pada klinis. Hal ini akan merusak pertahanan glikemi terhadap hiperinsulinemia. Akhirnya penemuan pada sebagian besar penderita yang dibuat - buat sedikitnya dua atau tiga minggu penghindaran yang cermat terhadap hipoglikemia iatrogenic kebalikan dari hipoglikemia yang tidak disadari dan meningkatkan komponen efinefrin dari pengaturan pengimbang glukosa memberikan support yang memaksa terhadap hubungan klinis dari hipoglikemia yang dikaikan dengan kegagalan autonomic yang telah diketahui secara baik pada diabetes type I. Efek klinis dari hipoglikemia- yang dikaitkan dengan kegagalan otonom pada diabetes tipe II sedikit sekali yang diketahui secara baik. Bagaiimanapun, respon glucagon terhadap hipoglikemia hampir tidak ada pada penderita yang menjelang spectrum akhir defisiensi insulin. Lagi pula ambang respon dari efinefrin dan gejala neurogenik terhadap hipoglikemia telah bergeser menurunkan konsentrasi gluksa plasma yang lebih rendah setelah terjadi hipoglikemia. Bentuk ini defisiensi insulin endogen menghasilkan tingkat insulin ( eksogen) yang tidak teratur, ketiadaan dari glikagon dan pengurangan respon dari efinefrin dan tanda neurogenik untuk setiap tingkat hipoglikemia- adalah kunci utama dari hipoglikemia- yang dikaitkan dengan kegagalan autonomic pada diabetes tipe I. oleh karena itu, penderita dengan diabetes tipe II lanjut ( defisiensi insulin) memiliki resiko hipoglikemia- yang dikaitkan dengan kegagalan autonomik. Secara keseluruhan kekerapan episode hipoglikemia lebih rendah pada diabetes tipe II dibandingkan diabetes tipe I. bagaimanapun, hipoglikemia menjadi semakin lebih membatasi halnya pada kontrol glikemia sepanjang waktu pada diabetes tipe II, dan kejadian hipoglikemia berat telah dilaporkan mirip pada pennderita tipe 2 dan penderita dengan tipe 1 jika penderita penderita tersebut dibandingkan dari durasi pengobatan insulin. Populasi berdasarkan data mengindikasikan bahwa kejadian dari hipoglikemia berat pada diabetes tipe 2 yang

telah diterapi dengan insulin kira kira 40 % atau selaras dengan 100 % pda kejadian yang menimpa diabetes tipe 1. Diambil secara keseluruhan, data data ini mengindikasikan bahwa kejadian hipoglikemia iatrogenic kurang lebih pada penderita dengan diabetes tipe 1 juga pada penderita diabetes tipe 2 menjelang spectrum terminal dari defisiensi insulin. Ini dimungkinkan adalah akibat dari patofisiologi utama yang telah diidiskusikan diatas (table 1). Hipoglikemia yang dikaitkan dengan kegagalan autonom adalah ganggguan fungsional yang nyata dari neuropati otonom diabetik yang klasik. Adalah fenomena yang dinamis bahwa hal tersebut dapat distimulasi ( oleh hipoglikemia terlebih dulu) dan kebalikannya ( dengan menghindari hipoglikemia ) dan ini di manifestasi secara klinis oleh hipoglikemia iatrogenic yang berulang. Sebaliknya, neuropati diabetic otonom adalah gangguan structural yang diamnifestasikan secara klinis oleh tanda gastrointestinal atau gastrourinari atau oleh hipotensi ortostatik. Namun, adanya bukti bahwa kunci utama dari hipoglikemia yang dikaitkan dengan kegagalan otonom lebih menonjol pada penderita dengan neuropati otonom diabetic dibandingkan dengn penderita tanpa neuropati otonom diabetic. Meskipun dampak klinis dari hipoglikemia yang dikaitkan dengan kegagalan otonom, mediator dan mekanismenya belum diketahui. Davis dan kolega menduga bahwa respon kortisol pada hipoglikemia terdahlu memediasi hipoglikemia yang dikaitkan dengan kegagalan otonom melalui aksi kortisol pada system otak. Dugaan ini berdasarkan penemuan : pemberian infuse kortisol dalam satu hari mengurangi respon adrenomedullari efinefrin dan aktifitas nervus simpatetik pada otot terhadap hipoglikemia pada hari berikutnya ( respon sintomatis dan efek yang muncul tidak dilaporkan ), dan efek dari hipoglikemia dalam mengurangi respon untuk hipoglikemia berikutnya tidak jelas terlihat pada penderita dengan defisiensi kortisol. Tentu saja, penilaian kortikotropin- yang dirangsang oleh peningkatan kortisol telah ditemukan mengurangi adrenomedullari dan tanda neurogenik pada respon hipoglikemia pada hari berikutnya. Bagaimanapun, penandaan minimal dari peningkatan kortisol menuju tingkat yang lebih sebanding pada hal tersebut terjadi selama hipoglikemia, tidak ditemukan menurunkan efinefrin adrenomedullari atau tanda neurogenik pada respon hipoglikemia berikutnya. Untuk alasan ini, diantara semuanya, kortisol tidak menjadi mediator utama pada hipoglikemia yang dikaitkan dengan kegagalan otonom Pada dasar dari bukti fisik pada hewan pengerat menunjukkan bahwa hipoglikemia dalam waktu berhari hingga berminggu menghasilkan peningkatan uptake glukosa pada system otak dan dalam sawar darah otak GLUT 1 RNA messenger dan protein, hipotesis dari transport glukosa ke otak diduga bahwa peningkatan transport gula darah- otak pada setiap tingkat hipogikemia adalah mekanisme dari hipoglikemia yang dikaitkan dengan kegagalan otonom. Boyle dan kolega melaporkan bahwa uptake glukosa pada system otak ( dihitung dari perbedaan arteri vena yang mmelintasi otak dan ADO) telah dipertahankan selama hipoglikemia setelah kira kira 56 jam dari hipoglikemia antar waktu makan pada

orang sehat dan pada penderita dengan diabetes tipe 1 yang dikontrol dengan baik ( hipoglikemi yang sering ). Tetapi , segel dan kolega dengan penggunaan (1-C) glukosa dan PET, menemukan bahwa ransport glukosa darah- otak secara umum tidak meningkat setelah kira kira 24 jam dari hipoglikemia antara- waktu makan.selanjutnya de Vriest dan kawan2 menemukan bahwa pada tikus, pada glukosa darah dengan konsentrasi yang sama, konsentrasi dari glukosa interstitial pada hpotalamus ventromedial menurun ringan, tidak meningkat, selama euglikemia dan hipoglikemia setelah 3 hari dalam hipoglikemia. Penemuan iatas tidak konsisten dengan peningkatan transport gula darahotak yang dirangsang oleh hipoglikemia. Demikian ini mungkin adalah perubahan yang ada dalam sawar darah otak. Perbedaan dalam akumulasi F- florooxyglucose dalam daerah subtalamik dari otak telah dilaporkan pada penderita dengan diabetes tipe 1 dengan hipoglikemia yang tidak disadari dan tanpa hipoglikemia yang tidak disadari. Mekanisme dari kehilangan respon glucagon pada hipoglikemia pada diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2 tingkat lanjut belum diketahui, tetapi sangat berhubungan dengan defisiensi insulin. Adanya bukti bahwa penurunan insulin intra - pulau (langerhans) pada hewan pengerat dan manusia secara alami memberi sinyal untuk meningkatkan sekresi glucagon selama hipoglikemia. Jika demikian, kehilangan dari sinyal intra pulau (pankreas) pada diabetes defisiensi insulin mungkin dapat menjelaskan dari hilangnya respon glucagon. Bagaimanapun hipotesis insulin intra-pulau (pankreas) tetap didokumentasi secara penuh pada manusia. Respon simpatoadrenal yang telah dikurangi pada setiap level hipoglikemia adalah dasar yang utama dari hipoglikemia yang dikaitkan dengan kegagalan otonom. Karena tanda neurogenik dari hipoglikemia sebagian besar adalah hasil dari neural simpatetik, daripada adrenomedulari, aktivasi, hipogikemia tidak disadari klinis mungkin sebagian besar hasil dari pengurangan respon system nervus simpatetik dari hipoglikemia. Pada awalnya, saya dan kolega menghubungkan hipoglikemia yang dikaitkan dengan kegagalan otonom pada diabetes secara ekslusif pada hipoglikemia yang baru terjadi ; dengan hipoglikemia yang dikaitkan dengan kegagalan otonom. Bagaimanapun, hal tersebut boleh sungguh sebagai tambahan pada hipoglikemia terbaru, exercise dan istirahat dapat menyebabkan fenomena hipoglikemia yang dikaitkan dengan kegagalan otonom. (gambar 1) HIPOGLIKEMIA-BERKAITAN DENGAN KEGAGALAN OTONOM, BERHUBUNGAN DENGAN LATIHAN Galassetti dan kolega menemukan bahwa latihan dapat mengurani respon efinefrin adrenomedullari dan aktifitas syaraf simpatetik diotot terhadap hipoglikemia pada hari selanjutnya. Tanda neurogenik dari hipoglikemia merupakan hasil persepsi

dari perubahan fisiologis yang disebabkan oleh penghentian otonom yang dimediasi oleh system saraf pusatdan di cetuskan oleh hipoglikemia. Tanda tanda ini sebagian besar hasil dari neural simpatetik, daripada aktivasi adrenomedullari. Oleh karena itu untuk tingkatan yang menurunkan respon terhadap hipoglikemia dari aktivias syaraf simpatetik diotot setelah latihan, yang telah diamati oleh Galassetti dan kolega. Mencerminkan penurunan dari respon neural simpatetik yang lebih umum, satu akan mengantisipasi penurunan respon dari tanda neurogenik. Bagaimanapun tidak menunjukkan keadaan yang sebenarnya. McGregor dan koleganya juga menemukan bahwa latihan dapat mengurang respon efinefrin terhadap hipoglikemia yang berikutnya. Lagi, bagaimanapun, respon tanda neurogenik terhadap hipoglikemia tidak berkurang. Demikian, sejak latihan tidak dapat mengurangi gejala dan tidak menyebabkan hipoglikemia yang tidak disadari, hipoglikemia- berkaitan dengan kegagalan otonom yang dihubungkan dengan latihan menjadi sindroma parsial. HIPOGLIKEMIA-BERKAITAN DENGAN KEGAGALAN OTONOM, BERHUBUNGAN DENGAN ISTIRAHAT (TIDUR) Istirahat adalah sebab yang lebih memaksa dari fenomena hipoglikemiaberkaitan dengan kegagalan otonom. Penderita dengan diabetes tipe 1 pada hakekatnya telah mengurangi respon simpatoadrenal pada setiap tingkat hipoglikemia dan respon ini lebih lanjut dikurangi selama istirahat (tidur). Selain itu, kemungkinan karena mereka sangat mencolok dalam pengurangan respon simpatoadrenal, penderita dengan diabetes tipe 1 lebih jarang kemungkinan terbangun oleh hipoglikemia dibandingkan dengan orang normal (nondiabetik) (gambar 2). Demikian, selama fase tidur / istrahat, penderita dengan diabetes tipe 1 memiliki keduanya yakni pengaturan pengimbang glukosa defektif ( respon efinefrin yang lebih lanjut mengurangi ketiadaan respon glucagon) dan bentuk hipoglikemia yang tidak disadari( mengurangi penimbulan dari fase istirahat), yang mana dua komponen dari hipoglikemia- yang berkaitkan dengan kegagalan otonom pada diabetes. IMPLIKASI KLINIS Penanganan yang komprehensif membuat perbedaan terhadap penderita dengan diabetes. sebagai contoh, satu study menunjukkan bahwa pendekatan secara intensif dengan sasarannya adalah hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia, dan mikroalbuminuria menurunkan resiko kejadian mikrovaskuler dan makrovaskuler dengan lebih dari 50% dari penderita dengan diabetes tipe 2. Terapi penurunan glukosa secara agresif menurun, tetapi tidak dapat menyingkirkan komplikasi mikrovaskuler retinopati, neuropati, nefropati- pada penderita dengan diabetes tipe 1 dan penderita dengan diabetes tipe 2. Dari perhitungan data dari percobaan komlikasi dan kontrol diabetes (Diabetes Control and Complications Trial) diduga mempertahankan euglikemia selama seumur hidup dari diabetes dapat menyingkirkan komplikasi tersebut. Pada sisi lain, walaupun bukti epidemiologi telah banyak dari hubungan langsung antara glikemia dan penyakit makrovaskuler pada diabetes, pada trial

kontrol telah menunjukkan bahwa kontrol sebagian dari glikemia membatasi efek dari perkembangan penyakit makrovaskuler. Hubungan antara mean konsentrasi hemoglobin glikosilasi dan resiko infark miokard tampaknya menggeser nilai hemoglobin glikosilasi yang lebih rendah dari pada hubungan antara hemoglobin glikosilasi dengan resiko komplikasi mikrovaskular. Demikian walaupun secara praktis dapat mengurangi, tetapi tidak dapat menyingkirkan, resiko dari mikrovaskuler dengan terapi yang tersedia untuk menurunkan kadar glukosa, karena sawar hipoglikemia iatrogenic mungkin tidak secara praktis dapat menahan kadar glukosa cukup rendah, untuk waktu yang cukup lama, untuk mengurangi resiko komplikasi makrovaskular dalam porsi penting penderita dengan diabetes. Strategi untuk meminimalisir resiko hipoglikemia sementara meningkatkan kontrol glikemia termasuk menujukan permasalahan hipoglikemia pada setiap kontak dengan penderita, menerapkan prinsip dari pengobatan yang agresif melalui edukasi penderita, member harapan dengan sering yakni memeriksakan / memonitor glukosa darah sendiri / mandiri, mengatur regimen yang fleksibel dari pengobatan dengan insulin atau obat lain dan menyediakan/ membuat sasaran glikemia secara individual ( setiap penderita) dan dukungan professional secara terus menerus, dan mempertimbangkan kedua faktor resiko konvensional hipoglikemia dan faktor resiko untuk hipoglikemia yang berkaitan dengan kegagalan otonom. Faktor resiko konvensional dosis insulin atau insulin sekretagogue yang terlalu banyak, waktu menderita sakit, atau tipe yang salah; tidak makan atau puasa semalaman; latihan; mengkonsumsi alcohol ( mencerna alcohol ) yang berdasar pada pemikiran bahwa terapi insulin yang berlebihan secara absolute maupun relative adalah satu satunya resiko yang menentukan. Bagaimanapun, hipoglikemia iatrogenic lebih pantas terlihat sebagai hasil dari saling mempengaruhi dari terapi insulin yang berlebihan dan pertahanan fisiologis dan tingkah laku yang compromise terhadap perkembangan dari hipoglikemia ( pengaturan pengimbang glikosa yang defektif dan hipoglikemia yang tidak disadari). Faktor resiko yang etlah diketahui belakangan ini termasuk tanda defisiensi insulin endogen ; riwayat hipoglikemia berat, hipoglikemia yang disadari namun tidak berdampak secara klinis, atau keduanya; dan sasaran glikemia yang rendah, jumlah tingkat hemoglobin glikosilasi yng rendah , atau keduanya. Ini adalah penganti secara klinis dari hipoglikemia berkaitan dengan kegagalan otonom. Defisiensi insulin endogen mengindikasikan bahwa kadar insulin (eksogen) tidak akan berkurang dan kadar glucagon tidak akan meningkat saat kadar glukosa plasma menurun. Hipogikemia sebelumnya menyebabkan respon simpatoadrenal berkurang pada hipoglikemia, dan hipoglikemia yang tidak disadari khas termasuk hipoglikemia dulu, juga bila belum dikenali. Sasaran glikemia yang rendah dan kadar hemoglobin glikosilasi yang rendah diasosiasikan dengan peningkatan kemungkinan dari hipoglikemia terdahulu. Diskusi secara khusus dari obat bat penurun kadar glukosa terlalu sulit untuk disajikan dalam artikel ini. Dengan singkat, penggunaan dari analog insulin kerja jangka panjang ( long acting) contohnya glargine sebagai dasar insulin dan analog insulin bekerja cepat contohnya lispro atau aspart sebelum makan dalam regimen dasar bolus insulin meminimalisir resiko hipoglikemia. Regimen insulin infuse subkutan secara terus menerus ( dengan analog insulin bekerja cepat) yang diberikan sebagai dasar dan bolus pengganti insulin sebelum makan juga mengurangi resiko ini. Sulfonylurea, glimepiride dan glipizide adalah yang mungkin menyebabkan hipoglikemia. Metformin monoterapi seharusnya tidak menyebaban hipoglikemia, walaupun telah dilaporkan dapat mengakibatkan hipoglikemia.

Monoterapi dengan thiazolidinedione atau inhibitor glukosidase seharusnya tidak menyebabkan hipoglikemia. Hipoglikemia - yang berkaitan dengan kegagalan otonom dengan kaitannya dengan episode hipoglikemia terdahulu terdiagnosa secara klinis dengan dasar riwayat ipoglikemia berat, hipoglikemia yang tidak disadari, atau keduanya, terutama sekali pada pasien dengan defisiensi insulin dengan kadar hemoglobin glikosilasi yang relative rendah. Dua hingga tiga minggu penghidaran secara cermat dari hipoglikemia adalah pendekatan yang rasional untuk mengoreksi masalah ini. Keberhasilan dari pendekatan ini direfleksikan oleh kembalinya tanda / gejala. Ketentuan dari aksi insulin yang sedikit, intake karbohidrat yang berlebih, atau keduanya lebih lanjut setelah latihan adalah pendekatan yang logis pada hipoglikemia- dikaitkan dengan kegagalan otonom yang berhubungan dengan latihan. Dalam hal hipoglikemia- dikaitkan dengan kegagalan otonom yang berhubungan dengan tidur / istirahat, hipoglikemia malam hari sering menjadi suatu masalah, walaupun dengan penggunaan camilan sebelum tidur. Penggunaan insulin basal bekerja lambat dan insulin sebelum makan yang bekerja cepat- regimen bolus, atau penggunaan infuse insulin subkutan secara bersinambungan dengan penyesuaian jumlah infuse dasar, meminimalisir resiko hipoglikemia malam, darah yang dapat dipercaya, atau juga sensor glukosa jaringandengan alarm yang dapat mengkompensasi pengurangan penimbulan dari tidur, secara teori seperti sensor dapat dihubungkan dengan aat yang dapat menghantarkan glkosa plasma- yang diatur insulin, hormone peningkat glukosa ( seperti glucagon, atau efinefrin ), obat penstimulasi efinefrin seperi beta- adrenergic beta agonis terbutalin, atau kombinasi dari agen agen ini. KESIMPULAN Konsep asli dari hipoglikemia berkaitan dengan kegagalan otonom pada diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2 lanjut diusulkan sebagai fakta bahwa hipoglikemia iatrogenic yang baru penyebab dari baik pengaturan pengimbang glukosa yang defektif ( dengan mengurangi respon efinefrin dalam ketiadaan respon glucagon) dan hipoglikemia yang tidak disadari ( dengan mengurangi respon simpato adrenal dan menghasilkan respon tanda neurogenik) dan demikian, lingkaran setan dari hipoglikemia berulang. Relevansi klinis dai fenomena ini sekarang telah diketahui secara baik, tetapi mekanisme dan mediatornya tetap masih belum diketahui secara luas. data terbaru mengindikasikan bahwa ada bermacam macam penyebab dari hipoglikemia yang dikaitkan dengan kegagalan otonomik sebagai tambahan pada hipoglikemia yang dikaitkan dengan kegagalan otonom, gangguannya dapat dihubungkandengan latihan maupun istirahat. Tujuan akhir dari pemelihaaan seumur hidup dari euglikemia pada penderita dengan diabetes masih sulit dipahami karena farmakokinetik yang tidak sempurna dari seluruh terapi menurunkan kadar glukosa yang terbaru dan hasil dari sawar hipoglikemia . pencapaian dari sasaran tersebut membutuhkan penggantian atau sekresi glukosa plasma yang diatur insulin. Meskipun sekarang memungkinkan untuk meningkatkan kontrol glikemia dan mengurangi kekerapan dari hipoglikemia pada banyak penderita dengan diabetes. hasil ini tidak dapat dihindari dengan mengenali permasalahan hipoglikemia, menerapkan prinsip dari penatalaksanaan glikemia yang agresif, dan mengurangi faktor resiko hipoglikemia pada penderita dengan diabetes.resiko

Anda mungkin juga menyukai