Anda di halaman 1dari 7

1

MAKALAH JOURNAL READING Hiperemesis Gravidarum

Disusun untuk memenuhi tugas mata ajar Keperawatan maternitas lanjut 2 Dosen: Imami Nur Rachmawati, S.Kp, MSc

Oleh : Aryanti Wardiyah 1006833565

PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MATERNITAS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2012

Understanding the Stigma of Hyperemesis Gravidarum: Qualitative Findings from an Action Research Study

Zoe Power, PG Dip, Mphil, Ann M, Thomson, M Sc, and Heather Waterman, PhD, BSc, DipN BIRTH 37:3 September 2010

Ringkasan Artikel Hiperemesis gravidarum merupakan kejadian mual dan muntah yang berat dan sering kali tidak dapat terkontrol. Hal ini sering terjadi pada awal kehamilan dan merupakan pengalaman yang dirasakan ibu hamil. Jurnal ini membahas tentang pengalaman perempuan yang mengalami hiperemesis gravidarum dan

mengeksplorsi tenaga kesehatan yang menangani kasus hiperemesis gravidarum di pelayanan kesehatan.

Metode penelitian terkait

masalah

pengalaman hiperemesis

gravidarum

menggunakan action research di RS pendidikan barat laut Inggris. Pengumpulan data dilakukan mulai agustus 2005 sampai januari 2007 menggunakan cara wawancara mendalam bagi ibu hamil dan focus group discussion (FGD) bagi tenaga kesehatan. Tehnik purposive sampling digunakan dalam pengambilan sampel sebanyak 18 sampel dan 60 tenaga kesehatan (dokter & perawat) ikut berpartisipasi dalam FGD.

Pengumpulan data tentang hiperemesis gravidarum melalui wawancara mendalam yang dilakukan terhadap partisipan menunjukkan hasil yang berbeda dengan hasil FGD pada tenaga kesehatan. Partisipan mengalami kelemahan, stress akibat mual dan muntah yang tidak dapat ditoleransi, merasa tidak mampu memanajemen gejala mual dan muntah secara mandiri kecuali dengan bantuan cairan infus, seringkali partisipan merasa tidak diperhatikan oleh tenaga kesehatan saat menjalani perawatan di rumah sakit. Sedangkan menurut tenaga kesehatan, partisipan yang dirawat di RS mengganggap RS seperti hotel bintang lima dan mereka menjadi malas dalam melakukan segala hal. Partisipan selalu meminta pertolongan tenaga kesehatan dalam segala hal sehingga tenaga kesehatan merasa

hanya membuang-buang waktu saja jika selalu melayani partisipan. Selain itu, hal ini membuat tenaga kesehatan menjadi frustasi menghadapi perilaku partisipan.

Partisipan yang mengalami hiperemesis gravidarum merasa tidak mempu menjalankan tugasnya sehari-hari. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa perempuan dengan kondisi seperti ini umumnya merasa tidak biasa (unpopular). Kondisi ini dikarenakan dua hal yaitu: ketidaktepatan diagnosa saat masuk RS dan psikosomatik.

Hiperemesis gravidarum yang dialami partisipan merupakan stressor pada kehidupannya, ditambah pula kurangnya dukungan dari petugas kesehatan dalam penanganan hiperemesis. Adanya stigma time wasting yang dianut tenaga kesehatan jika menjumpai kasus hiperemesis memberikan efek baik fisik maupun psikologis pada kesehatan partisipan. Efek tersebut seperti keterlambatan bahkan penolakan partisipan terhadap penanganan hiperemesis yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Sehingga diperlukan pengkajian yang holistik, perencanaan keperawatan yang sesuai untuk mengurangi kejadian hiperemesis.

a. Latar Belakang Mual dan muntah merupakan gejala yang umum terjadi pada sekitar 50% sampai 80% dari seluruh kehamilan. Kondisi ini umumnya disebut morning sickness. Bagaimanapun sebesar 0,05% - 2% pada seluruh kehamilan dapat terjadi mual dan muntah yang berat, kondisi ini sering disebut dengan hiperemesis gravidarum,dengan prevalensi 1% sampai 3% atau 5-20 kasus per 1000 kehamilan(Simpson et.al, 2001).

Hiperemesis gravidarum (HG) dapat menyebabkan komplikasi bahkan kematian pada ibu dan janin jika tidak tertangani dengan baik. Mual dan muntah secara terus menerus, mengakibatkan turunnya berat badan hingga lebih dari 5% berat sebelum hamil, dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan komplikasi maternal seperti kerusakan hati dan ginjal, robekan pada esofagus, pneumothoraks, neuropati perifer, ensefalopati wernicke, dan kematian. Pada janin dengan ibu yang menderita hiperemesis gravidarum berkepanjangan dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian (Asih, Kampono, & Prihartono, 2009).

Adanya berbagai macam dampak yang ditimbulkan akibat hiperemesis gravidarum, perlu menjadi perhatian bagi tenaga kesehatan.Penanganan cepat dan tepat dari tenaga kesehatan di pelayanan kesehatan sangat diperlukan. Soltani & Taylor (2003) menyatakan bahwa tenaga kesehatan kadang menunjukkan sikap yang tidak mendukung (ambivalent) jika menemui kasus HG dan menganggap kondisi HG merupakan masalah pasien. Selain itu, literatur yang membahas tentang sikap tenaga kesehatan dalam menangani kasus HG masih sangat terbatas.

Makalah ini akan membahas tentang bagaimana sikap tenaga kesehatan terhadap perempuan dengan HG yang dating untuk mencari pertolongan di pelayanan kesehatan. Adapun sistematika penulisan makalah terdiri dari ringkasan jurnal, latar belakang, pembahasan, simpulan, rekomendasi dan referensi.

b. Pembahasan Hasil dari FGD dengan tenaga kesehatan dan wawancara dengan partisipan dengan tema utama adalah efek dan managemen HG. Partisipan berpendapat bahwa pengalaman HG memberikan efek yang tidak menyenangkan seperti rasa kehausan, kelemahan dan kadang mempengaruhi mood mereka. Partisipan mencari pertolongan jika mengalami HG seperti dengan terapi intravena, selain itu partisipan sering merasa tidak popular atau tidak berharga sebagai pasien di mata tenaga kesehatan. Sedangkan pendapat tenaga kesehatan terhadap partisipan antara lain: adanya ketidakpercayaan terhadap gejala yang muncul pada partisipan, kurangnya pelayanan kesehatan terhadap pasien HG karena adanya stigma time wasting terhadap pasien HG dan kadang tenaga kesehatan merasa frustasi jika merawat pasien HG.

Hasil menunjukkan adanya ketidaksamaan antara pendapat partisipan dan tenaga kesehatan tentang penanganan HG. Salah satu jurnal yang ditulis oleh Chaterine, Graham & Robson (2008) mengatakan bahwa perawatan di rumah sakit merupakan pilihan paling banyak dipilih oleh pasien. Namun karena kesibukan tenaga kesehatan yang menangani maka hanya sedikit alokasi waktu yang diberikan kepada pasien HG. Hal ini sering membuat pasien merasa kecewa, tidak puas terhadap tenaga kesehatan.

Perilaku tenaga kesehatan dalam merawat pasien HG memberikan pengalaman tersendiri bagi pasien. Ketidakpercayaan tenaga kesehatan terhadap pasien memberikan efek fisik dan psikologis bagi pasien. Pasien mengalami stress dan merasa dipandang jelek (stigmatized) dan dibedakan dari pasien lain (Vitorato, et.al., 2006).

Perilaku yang memberikan stigma terhadap pasien dengan HG oleh tenaga kesehatan juga ditemukan pada kasus lain seperti HIV/AIDS dan gangguan mental. Beberapa review menunjukkan bahwa perilaku negative tenaga kesehatan dapat membuat pasien tidak mau menggunakan jasa tenaga kesehatan. Sehingga pada kasus HIV/AIDS dilakukan program antistigma

dengan berbagai

tingkat

keberhasilan supaya

pasien dapat

kembali

menggunakan layanan kesehatan. Namun hal seperti ini belum ditemui pada kasus HG dan masih perlu penelitian lebih lanjut (Mahajan, 2008. Et.al., 2008., Ross. et.al., 2009).

Adanya stigma terhadap pasien HG sudah ada di luar negeri sudah ada di Inggris. Namun, belum ada literatur di Indonesia yang melaporkan tentang stigma terhadap pasien HG. Laporan yang ada di Indonesia mayoritas seputar hamil muda dan muntah-muntah (Sulaifi, 2010).

Stigma terhadap pasien HG merupakan stressor bagi ibu hamil. Lebih lanjut dapat menimbulkan gejala psikosomatik seperti depresi, cemas. Sehingga dibutuhkan waktu yang lebih lama bagi perawat dalam pengkajian terhadap pasien HG. Pelaksanaan di tatanan praktek keperawatan harus lebih waspada terhadap gejala psikosomatik yang muncul.

c. Simpulan Hiperemesis gravidarum yang dialami pasien serta perilaku negatif dari tenaga kesehatan dapat memberikan pengaruh bagi pasien. Perempuan yang mengalami hal ini, memiliki dukungan yang rendah baik dari lingkungan maupun tenaga kesehatan karena mereka menganggap merawat pasien HG bukan tanggung jawab mereka. Sehingga mereka akan merasa tidak didukung dan terdiskriminasi.

d. Rekomendasi Stigma terhadap pasien HG yang ada di Inggris belum tentu ada di Indonesia. Adanya stigma tersebut dikarenakan belum jelasnya managemen penanganan terhadap pasien HG. Rekomendasi yang diberikan pada kasus ini adalah supaya dalam penanganan pasien HG dapat dilakukan dengan terapi alternative yaitu mengkonsumsi jahe dan akupresur. Sehingga dapat memanfaatkan tanaman obat yang ada tanpa harus ke pelayanan kesehatan.

e. Referensi Asih, Kampono, & Prihartono. (2009). Hubungan pajanan infeksi helicobacter pylori dengan kejadian hiperemesis gravidarum. Majalah Obstetri Ginekologi Indonesia. Vol 33, No 3 Juli 2009 Chaterine. M, Graham. R.H & Robson. S.C. (2008). Caring for women with nausea and vomiting in pregnancy: new approaches. BRITISH JOURNAL OF MIDWIFERY, MAY 2008, VOL 16, NO 5 Mahajan, et.al. (2008). Stigma in the HIV/AIDS epidemic: A review of literature of recommendations for the way forward. AIDS 2008;22(Suppl 2):S67-S79 Ross. C.A. et.al.(2009).Stigma and negative attitudes and discrimination toward mental illness within the nursing profession: A review literature. Journal Psychiatric Mental Health Nursing 2009; 16(6): 558-567 Simpson, et.al. (2001). Psychological Factors and Hyperemesis Gravidarum. Journal of Womens Health & Gender-Based Medicine. Volume 10, Number 5, 2001 Sulaifi. (2010). Hamil muda dan Muntah-muntah. Kesehatan. www.google.com Soltani. H & Taylor.G.M. (2003). Changing Attitudes and Perceptions to Hyperemesis Gravidarum. RCM Midwives 2003 : 6(12): 520-524 Vitoratos. N, et.al.(2006). Sever liver Injury due to hyperemesis gravidarum. Journal Obstetric Gynaecology 2006; 26(2):172-172

Anda mungkin juga menyukai