Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang The Joint United Nation Programme on HIV & AIDS (UNAIDS) memperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang telah terinfeksi HIV pada tahun 2007 sebanyak 170 ribu orang. Jumlah ini lebih sedikit dari perkiraan tim Australia. Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan akan meningkat hingga 2 juta orang pada tahun 2015, (Ruth, 2008) Di Indonesia , angka prevalensi HIV-AIDS dinyatakan sangat rendah ((0,1%), tetapi mempertimbangkan fenomena gunung es, diperkirakan ada banyak kasus yang tidak dilaporkan, yang tidak termasuk dalam angka tersebut. Diantara kasus-kasus tersebut terdapat anak-anak yang merupakan kelompok paling rentan, (DepKes RI, 2008). Berdasarkan laporan Ditjen Pengendalian Penyakit dan

Pengendalian Lingkungan Departemen Kesehatan (PP & PL Depkes) selama sepuluh tahun terakhir, jumlah penderita AIDS di Indonesia terus meningkat.. Pada tahun 2007 jumlah penderita AIDS tercatat 2.974 orang, tahun 2008 hingga September jumlahnya sudah meningkat hingga 3.995 orang. Departemen Kesehatan RI memperkirakan jika di Indonesia setiap tahun terdapat 9.000 ibu hamil dengan HIV positif melahirkan bayi, berarti akan lahir sekitar 3.000 bayi dengan HIV positif tiap tahun, (PP & PL Depkes, 2008). Sejak tahun 2000 Indonesia memasuki klasifikasi epidemi ter konsentrasi untuk infeksi HIV,bahkan sejak tahun 2006 di Papua sudah memasuki klasifikasi Epidemi umum seiring dengan meningkatnya HIV pada perempuan maka Program Pencegahan dan penularan HIV dari ibu ke bayi ( PMTCT ) merupakan hal yang tidak bisa ditunda lagi kalau tidak ingin kehilangan generasi karena terjangkit HIV, (Wiatiani, 2008).

Untuk

mengatasi permasalahan tersebut di atas maka pelayanan

asuhan antenatal perlu dilaksanakan secara terpadu dengan program lain yang terkait. Pelayanan Asuhan Antenatal Terintegrasi adalah integrasi dari asuhan antenatal dengan pelayanan program Gizi, Imunisasi, IMS-HIVAIDS, ESK, TB, Kusta, Prambosia, Malaria, kecacingan, dan Intelegensia, dengan pendekatan yang responsif gender untuk menghilangkan missed opportunity yang ada.Selanjutnya akan menuju pada pemenuhan hak reproduksi bagi setiap orang kususnya ibu hamil, (BKKBN, 2004). Standar pelayanan Antenatal Terintegrasi lebih menitik beratkan pada ketrampilan teknis petugas dan ketersediaan sumberdaya, pelayanan yang diperlukan untuk memastikan bahwa kondisi kesehatan maternal neonatal dapat diidentifikasi, di cegah, dikelola oleh tenaga-tenaga dengan ketrampilan dasar kebidanan untuk pelayanan Antenatal yaitu bidan, dokter, perawat. Standar ini dapat digunakan pada tingkatan kabupaten/kota dan tingkatan dibawahnya dalam rangka menyusun atau memperbarui pelayanan yang ada saat ini. Idealnya semua standar ini dapat dilakukan guna memastikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal berkualitas, (Sutopo, 2011). Di Indonesia wanita dan ibu hamil sedikit sekali yang mendapatkan kesempatan memperoleh informasi cara penularan dan pencegahan HIV & AIDS dari ibu ke bayi, dan layanan konseling HIV. Hal ini karena terbatasnya pengetahuan dan pengertian mereka tentang penyakit tersebut. Disini bidan mempunyai tugas penting dalam memberikan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat, (Sofro, 2008). Ibu rumah tangga yang telah menerima informasi tentang HIV &AIDS pun mengalami kesulitan untuk melindungi diri dari penularan virus ini. Mereka tidak dapat mengatur perilaku sexual sang suami.Mereka cenderung percaya bahwa suami nya setia , tetapi ternyata perilaku sexual suami mereka tersebut yang berganti ganti pasangan sehingga beresiko menularkan PMS (Penyakit Menular Sexual ) dan HIV & AIDS kepada para

istrinya. Ketika mereka hamil, mereka menanggung resiko ganda dalam penularan HIV & AIDS, (Atmaja, 2008). Ibu hamil dengan factor resiko tertular HIV & AIDS dari suami, dapat dikaji melalui anamnesa tentang pekerjaan suami yang harus meninggalkan rumah selama berhari-hari dan diduga prilaku seks nya tidak aman ( seperti supir truck luar kota, polisi, TNI, nelayan dan karyawan swasta).Selain tertular dari suami ibu yang juga merupakn wanita pekerja seks (WPS), sehingga sangat berresiko terhadap HIV & AIDS, (Atmaja, 2008). Mengetahui status HIV secara dini waktu hamil sangat bermanfaat untuk perempuan dan bayi. Kemampuan perempuan untuk mengawasi kesehatan dan kehidupan sendiri diperbaiki bila diketahui apakah dia terinfeksi HIV. Lagi pula , bila dia mengetahui dirinya HIV-positif, perempuan dapat melakukan intervensi untuk mencegah penularan pada bayi. Kita masih belum mengetahui secara persis bagaimana HIV menular dari ibu-ke bayi, namun kebanyakan penularan terjadi saat persalinan (waktu bayi lahir).Selain itu, si bayi juga dapat tertular waktu menyusu ibunya. Penularan HIV dari ibu kepada bayinya bisa terjadi selama masa kehamilan,persalinan,dan masa menyusui, ( Widjiartini, 2006 ). Konseling HIV dan tes secara suka rela VCT ( Voluntary Counselling & Test ) menjadi komponen standar dari pelayanan ibu dan anak disetiap jenjang pelayanan kesehatan VCT dilakukan pada semua ibu hamil (routine HIV testing) di seluruh rumah sakit rujukan ODHA (orang dengan HIV & AIDS ) yang telah ditetapkan pemerintah. Ibu hamil menjalani konseling dan diberi kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya dalam melakukan VCT atau tidak. (Komisi Penanggulangan AIDS, 2008) Program PITC (Provider Initiative Testing and consling), tarjet preoritas progam PITC adalah dokter, bidan, dan perawat yang praktek di lokasi beresiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS, PITC diterapkan dilingkungan RS, Puskesmas yang menjadi pelakunya petugas medis atau petugas kesehatan,dengan tujuan untuk melindungi para penderita HIV/AIDS dari tindakan diskriminasi para petugas kesehatan. Program PITC diharapkan bisa meningkatkan jumlah tes HIV,diagnosis lebih dini,serta pemanfaatan

ARV bukan hanya sebagai therapi namun juga upaya pencegahan, ( Komisi Penanggulangan AIDS, 2008 ). Kasus HIV & AIDS di Kota Semarang menduduki peringkat paling atas sebagai kota dengan kasus terbanyak se-Jawa Tengah, yaitu 175 kasus pada tahun 2008. Data Dinas Kesehatan Kota Semarang menunjukkan 48 % pengidap HIV & AIDS adalah perempuan. Mereka sebagian besar tertular akibat berhubungan seksual dengan suami mereka yang terinfeksi. Selanjutnya, mereka akan menularkan HIV pada bayi yang sedang di kandung., (Dinkes Semarang, 2008). Kabupaten Jepara merupakan daerah industri, hal ini menjadikan daerah ini rawan akan penularan penyakit AIDS. Kota Jepara menduduki peringkat ke-4 tertinggi se jawa tengah pada tahun 2010 dalam jumlah penderita HIV & AIDS. Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara sejak tahun1997 sampai dengan bulan November tahun 2011 terdapat kasus HIV 73 dan AIDS 149 sehingga totalnya adalah 222 kasus. Dari 222 kasus tersebut 20 kasus adalah bayi dan balita, 130 kasus adalah wanita 130 dan 92 adalah pria. Sedangkan yang meninggal ada 97 jiwa (43,6%). Kasus HIV & AIDS pada bayi diduga tertular dari ibunya saat proses persalinan yang tidak terdeteksi sebelumnya, (Dinkes Kabupaten Jepara, 2011). Situasi Epidemi HIV/AIDS di Jepara : 1.1 Potensial penyebaran HIV di Jepara dengan adanya perilaku berisiko dan mobilitas yang cukup tinggi , hal ini disebabkan banyaknya industri meubel dan juga terdapat PLTU. Sehingga banyak tenaga asing yang dipekerjakan disana, dan banyak perempuan yang bekerja sebagai pekerja seks komersial. 1.2 Beberapa Kecamatan di Jepara sudah mengarah ke peningkatan kasus ( merata semua kecamatan ). 1.3 Adanya laporan infeksi HIV pada ibu hamil dan bayi/anak . 1.4 Penularan HIV akan terus berlangsung, karena upaya pencegahan belum mampu menekan penularan

Kabupaten

Jepara

sudah

mensosialisasikan

program

ANC

Terintegrasi pada tahun 2010 namun pelaksanaan yang ada belum keseluruhan program diprotapkan, sebab yang diprioritaskan masalah yang utama yang menyebabkan tingginya angka kesakitan dan kematian ibu contohnya: standar pelayanan ANC, pertolongan persalinan, penanganan perdarahan dan komplikasi lain yang berhubungan dengan persalinan, karena selama ini penyebab tertinggi angka kematian ibu adalah akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Sedangkan PMTCT belum dianggap menjadi prioritas pada pelayanan ANC di fasilitas kesehatan seperti Puskesmas, dokter dan bidan. Data HIV & AIDS di Jepara tersebut dapat bertambah apabila kesadaran dari orang-orang terinfeksi HIV & AIDS mau memeriksakan darahnya ke klinik VCT. Selama ini mobilisasi orang terinfeksi. Bahkan ada kemungkinan mereka berpindah dan sudah berkeluarga, dan mempunyai resiko untuk menyebarkan virus HIV tersebut kepada orang lain atau pasangannya ( isteri atau suami ), (Dinkes Kabupaten Jepara, 2011) Program Pencegahan Penularan HIV & AIDS dari ibu ke bayi (PMTCT) di Kabupaten Jepara baru disosialiakan sejak th 2010,dan pelaksanaan belum berjalan lancar,karena program ini belum di protapkan pada pelayanan antenatal oleh bidan. Program PMTCT ini untuk meminimalisasi kemungkinan si bayi tertular dari ibu saat melahirkan dan peluang bayi yang lahir dari ibu pengidap HIV/AIDS ikut tertular dapat ditekan hingga 20% kalau proses kelahirannya dilakukan secara operasi Caesar.Data di Jepara terdapat bayi dan balita sebanyak 16 anak sedangkan ibu hamil yang terdeteksi HIV/AIDS hanya 4 orang yang menjadi pertanyaan di sini dari manakah anak tersebut tertular HIV/AIDS? Kalau kemungkinan tertular dari ibunya berarti masih banyak ibu hamil yang tidak terdeteksi kalau menderita HIV/AIDS, ( Komisi Penanggulangan AIDS,Jepara 2011). Maka Peran bidan sebagai tenaga profesional dan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis dalam deteksi dini kasus HIV/AIDS pada ibu hamil dalam membantu menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan pencegahan penularan

HIV/AIDS pada ibu hamil ke bayinya, diantaranya adalah memberikan pendidikan kesehatan atau konseling yang bisa menjadi awal atau pintu masuk upaya pencegahan penularan HIV dan deteksi dini pada ibu hamil, (Wartono, 1999) Kebijakan Program yang ada di wilayah ini juga memiliki peranan yang penting terhadap peran bidan dalam deteksi dini Hiv/Aids pada ibu hamil, Hasil studi pendahuluhan dengan wawancara kepada 4 bidan di wilayah puskesmas Mlonggo didapati bidan sudah pernah mendapat sosialisasi HIV/AIDS secara umum dari Dinas Kesehatan Kabupaten. Namun mereka masih banyak yang belum melakukan penyuluhan tentang pencegahan dan penularan HIV /AIDS pada kunjungan ibu hamil di Puskesmas maupun di Desa, sehingga masih banyak para ibu dan ibu hamil yang belum mengetahuhi bahaya penularan dan pencegahan,serta deteksi dini penyakit HIV/AIDS. Bila hal ini terus berlangsung maka peran bidan kurang dapat diharapkan untuk membantu menanggulangi penularan HIV/AIDS terutama dari ibu kepada bayinya.

2. Perumusan Masalah Di lihat dari presentasi penderita HIV & AIDS di kabupaten Jepara pada tahun 1997 2010 (Desember), kota Jepara menduduki peringkat 5 se Ja-Teng, dengan jumlah kasus HIV 68 dan AIDS 137 sehingga totalnya adalah 205 kasus. Dari 205 kasus tersebut 60 % adalah perempuan dan 7,8% (16 kasus) adalah bayi dan balita, sedangkan ibu hamil yang terdeteksi ini ada 4 orang, jumlah bayi dan balita yang tertular lebih banyak daripada jumlah kasus pada ibu hamil, hal ini dimungkinkan penularan pada bayi terjadi ketika bayi sudah lahir,tetapi dapat pula infeksi itu terjadi pada saat proses persalinan, namun tidak terdeteksinya ibu yang terinfeksi ketika hamil.

Hasil survey menunjukkan bahwa penularan HIV pada anak sebagian besar karena tertular dari ibunya dan karena transfuse. Infeksi HIV dari ibu ke anak akan mengganggu kesehatan anak. Sebenarnya penularan ini dapat di kurangi apabila para ibu hamil yang mempunyai resiko bisa terdeteksi lebih awal Dengan demikian memungkinkan dilakukannya pencegahan primer kepada klien, pengobatan dan perawatan dini. Maka peran Bidan sangat penting, dalam upaya pencegahan

penularan dan deteksi dini HIV/AIDS pada ibu hamil dari dan mengurangi dampak epidemi HIV terhadap ibu dan bayi, dengan memberi penyuluhan dan motifasi pada ibu untuk datang ke VCT, dan juga pada wanita usia reproduksi untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan apa bila ibu menderita HIV dengan memberikan dukungan psikologis, social dan perawatan kepada ibu dengan HIV. Sebagai Bidan, strategi untuk melaksanakan pencegahan terhadap penyakit HIV & AIDS dapat dilaksanakan dengan melakukan beberapa cara ,yaitu dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak yang komprehensif, melakukan pelayanan konseling dan tes HIV secara sukarela (VCT), memberikan pendidikan tentang bahaya sex bebas. Bidan di masyarakat juga berperan sebagai agen perubahaan perilaku dalam upaya pencegahan penularan penyakit HIV/AIDS dan memotivasi ibu hamil yang beresiko datang ke klinik viciti untuk deteksi dini HIV/AIDS. Hasil wawancara dengan 4 bidan di wilayah puskesmas , diketahui bahwa bidan sudah pernah mendapat sosialisasi HIV/AIDS secara umum dari Dinas Kesehatan Kab. namun mereka masih banyak yang belum melakukan penyuluhan tentang pencegahan dan penularan HIV /AIDS pada kunjungan ibu hamil di Puskesmas maupun di Desa, sehingga masih banyak ibu-ibu dan ibu hamil yang belum mengetahui bahaya penularan dan pencegahan penyakit HIV/AIDS. Bila hal ini terus berlangsung maka peran bidan kurang dapat diharapkan untuk membantu menanggulangi penularan HIV/AIDS terutama dari ibu kepada bayinya di wilayah ini.

3.

Tujuan Penelitian

3.1 Tujuan Umum Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi praktek bidan tentang penyuluhan dan deteksi dini HIV/AIDS pada ibu hamil yang ada di Kabupaten Jepara. 3.2 Tujuan Khusus 3.2.1Mengidentifikasi karakteristik bidan yang meliputi : umur , pendidikan ,lama kerja. 3.2.2Menganalisa tingkat pengetahuan bidan tentang penyuluhan dan deteksi dini HIV & AIDS pada ibu hamil. 3.2.3Menganalisa sikap bidan tentang penyuluhan dan deteksi dini HIV & AIDS pada ibu hamil. 3.2.4Menganalisa sikap teman bidan tentang penyuluhan dan deteksi dini HIV & AIDS pada ibu hamil. 3.2.5Menganalisa sosialisasi yang pernah didapat bidan tentang penyuluhan, pencegahan , penularan dan deteksi dini HIV & AIDS pada ibu hamil ( PMTCT ). 3.2.6Mengetahuhi hubungan antara karakteristik bidan yang meliputi : ( umur , pendidikan ,lama kerja), Pengetahuhan bidan,Sikap bidan,Sikap teman bidan, Sosialisasi yang pernah di dapat bidan terhadap praktek bidan tentang penyuluhan HIV/Aids pada ibu hamil. 4. Ruang Lingkup dan deteksi dini

4.1Lingkup Masalah Masalah dibatasi pada faktor-faktor karakteristik yang meliputi umur, pendidikan, dan lama bekerja, serta pengetahuan, sikap dan sosialisasi

bidan dalam pencegahan penularan dan deteksi dini HIV & AIDS pada ibu hamil. 4.2Lingkup Sasaran dan Lokasi Unit populasi dan lokasi penelitian ini adalah seluruh bidan yang bekerja di puskesmas se Karesidenan Bangsri kabupaten Jepara. 4.3 Lingkup Materi Penelitian ini merupakan penelitian promosi kesehatan masyarakat dengan penekanan pada kajian praktik komunikasi informasi edukasi khususnya mengenai perilaku bidan dalam prakteknya. 4.4 Lingkup Waktu Penelitian tentang praktek bidan dalam penyuluhan pencegahan penularan HIV & AIDS pada ibu hamil dilaksanakan selama 4 bulan

5.

Manfaat Penelitian

5.1 Bagi Peneliti Memberikan pengalaman pada peneliti untuk menerapkan ilmu pengetahuan tentang perilaku kesehatan dalam melakukan penelitian langsung terhadap pengaruh hubungan praktik dengan penyuluhan terhadap perilaku bidan dalam pencegahan penularan dan deteksi dini HIV & AIDS pada ibu hamil. 5.2Bagi Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Sebagai masukan untuk tenaga kesehatan khususnya bidan di puskesmas kabupaten Jepara mengenai gambaran tentang pengaruh hubungan praktik dengan penyuluhan terhadap perilaku bidan dalam pencegahan penularan dan deteksi dini HIV & AIDS pada ibu hamil.

10

5.3Bagi Program Promosi Kesehatan Merupakan sumbangan pada pustaka di program pendidikan promosi kesehatan, khususnya untuk mata kuliah Pengembangan dan Program Pencegahan HIV & AIDS.

Anda mungkin juga menyukai