Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris yang kaya dengan sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam tersebut diolah dan diproses dalam industri pertanian. Pertanian secara umum mencakup perternakan, perikanan, dan kehutanan. Mayoritas penduduk Indonesia bertumpu pada sector pertanian. Sumber pendapatan Indonesia pun sebagian besar bersumber pada sector pertanian. Hamper semua industry yang menopang kebutuhan masyarakat Indonesia berbahan baku komoditi pertanian. Komoditi pertanian tersebut diolah sedemikin rupa sehinhha menghasilkan produk yang memiliki nilai tambah yang dapat memenuhi kebutuhan hidup. Dalam proses pengelolahan tersebut diperlukan teknologi pengelolahan yang harus memperhatikan sifat dan karakteristik bahan baku. Sifat karakteristik setiap produk pertanian berbeda-beda. Untuk mengetahui sifat dan karakteristik tersebut dapat dilakukan dengan pengujian/ analisis zat tersebut. Hasil pengujian tersebut, akan digunakan sebagai pertimbangan untuk pemilihan bahan yang sesuai dengan jenis produk yang diinginkan. Selain itu juga, digunakan sebagai pertimbangan dalam pemilihan yangs sesuai untuk mengelolah bahan tersebut, agar dapat menjadi produk yang bernilai tambah. Praktikum kali ini akan dilakukan analisis proksimat pada bahan pangan singkong. Singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin.Uji analisi ini meliputi kadar air, uji kadar abu, kadar pati, dan kadar protein.

B. Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk melakukan analisis bahan dan produk pertanian sehingga diketahui sifat-sifat dan karakteristiknya. Hasil analisis tersebut akan digunakan sebagai pertimbangan dalam pemilihan teknologi

dan proses untuk mengolah bahan-bahan tersebut dilingkungan industri serta diketahui potensial komoditi untuk dijadikan suatu produk.

II. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

Alat- alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu oven pengeringan, cawan alumunium, neraca atau timbangan, tanur, cawan porselen, erlenmeyer, kertas saring, pipet, labu takar, pendingin tegak, buret, desikator, labu soxlet, dan peralatan gelas lainnya seperti gelas ukur, tabung reaksi, dan gelas piala. Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu singkong sebagai bahan yang diuji proksimat. Selain itu digunakan bahan kimia berupa H2SO4 0,325 N, NaOH 1,25 N, air panas, aceton atau alkohol, HCl 3%, NaOH 40%, air destilata, larutan Luff Schroll, H2SO4 25%, Na2S2O3 0,1 N, indikator kanji, pelarut petroleum eter, katalis (CuSO4 dan Na2SO4, HCl 0,02 N, NaOH 0,02 N, methyl red, dan methyl blue.

B. Metode

Pada praktikum ini dilakukan enam percobaan yaitu kadar air, kadar abu, kadar serat, kadar lemak, uji Luff Schroll, dan penentuan kadar protein dengan metode Kjeldahl. Pada percobaan kadar air, sebanyak 1-2 gram singkong ditimbang dan dimasukkan pada cawan. Kemudian singkong dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105C selama 3-5 jam. Selanjutnya singkong didinginkan pada desikator dan ditimbang. Persen kadar air dihitung dengan rumus : Kadar air (%) = berat awal bahan berat akhir bahan x 100% berat awal bahan Pada percobaan kadar abu, sebanyak 5 gram singkong ditimbang dalam labu porselen yang kering dan telah diketahui beratnya. Kemudian singkong dipijarkan dalam tanur sampai diperoleh abu berwarna keputih-putihan. Selanjutnya singkong didinginkan pada desikator dan ditimbang. Persentase kadar abu dapat dihitung dengan rumus :

Kadar abu (%) = berat abu setelah pengabuan x 100% berat bahan awal

Pada percobaan kadar serat, sebanyak 1 gram singkong dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N. Selanjutnya bahan dihidrolisis di dalam otoklaf bersuhu 105C selama 15 menit. Bahan didinginkan dan kemudian ditambahkan 50 ml NaOH 1,25 N. Bahan kembali dihidrolisis dalam otoklaf bersuhu 105C selama 15 menit. Bahan disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Setelah itu kertas saring dicuci berturut-turut dengan air panas + 25 ml H2SO4 0,325 N dan air panas + 25 ml aceton/alkohol. Kertas saring dan bahan diangkat lalu dikeringkan dalam oven bersuhu 110C selama 1-2 jam. Persentase kadar serat dapat dihitung dengan rumus : Kadar serat (%) = (berat kertas saring+bahan) (berat kertas saring) x 100% berat awal bahan

Pada uji Luff Schroll, sebanyak 1 gram bahan ditimbang. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3%. Kemudian sampel dihidrolisis selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105C. Selanjutnya sampel dinetralkan dengan NaOH 40% (digunakan kertas pH sebagai indikator pengukurnya). Sebelumnya sampel didinginkan terlebih dahulu. Sampel dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml dan ditambahkan air destilata sampai tanda tera. Sebanyak 10 ml dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 25 ml larutan Luff Schroll. Selanjutnya bahan dididihkan selama 10 menit pada pendingin tegak. Setelah itu, sampel didinginkan di bawah air yang mengalir. Kemudian ditambahkan 20 ml H2SO4 25%. Larutan kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N dengan indikator kanji sampai hilang warnanya. Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan Luff Schroll. Kadar pati dihitung dengan rumus :

Kadar pati (%) = a x 0,9 x p x 100% mg contoh dengan a adalah jumlah mg glukosa, fruktosa, dan gula invert dan p adalah faktor pengenceran. Pada uji kadar lemak kasar, 5 mg singkong yang telah dihaluskan dan dikeringkan ditimbang. Bahan dimasukkan ke dalam kertas saring berbentuk tabung dan dimasukkan ke dalam tabung soxlet. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi, labu soxlet diiisi pelarut petroleum eter 2/3 isi volume labu. Ekstraksi dilakukan selama 4 jam. Setelah selesai, dibiarkan dingin , contoh yang terbungkus kertas saring diambil dari dalam tabung. Tabung kosong dipasang kembali pada rangkaiannya dan dipanaskan kembali untuk

memisahkan lemak dari pelarutnya. Lemak yang tertinggal dalam labu soxlet dikeringkan dalam oven selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang. Bobot lemak dalam labu hasil penimbangan merupakan bobot lemak dalam contoh. Persentase terhadap contoh dihitung. Pada uji penentuan kadar protein dengan metode Kjeldahl, sebanyak 0,1 gram singkong ditimbang kemudian ditambahkan katalis (CuSO4 dan Na2SO4) dengan perbandingan 1 : 1,2 dan 2,5 ml H2SO4 pekat. Setelah itu bahan didestruksi sampai bening (hijau). Kemudian didinginkan dan dicuci dengan aquades secukupnya. Selanjutnya didestilasi dan dilakukan penambahan NaOH 50% sebanyak 15 ml. Hasil destilasi (destilat) ditampung dengan HCl 0,02 N. Proses destilasi dihentikan apabila volume destilat telah mencapai dua kali volume sebelum destilasi. Hasil destilasi tersebut kemudian dititrasi dengan NaOH 0,02 N dan indikator mensel yang merupakan campuran methyl red dan methyl blue.

LAMPIRAN

Hasil Pengamatan : a. Analisis Sifat Fisik Bobot Singkong Bobot total singkong Bobot kulit Bobot daging singkong Bobot yang bisa dimakan Penampakan Singkong Panjang umbi Diameter umbi Kerusakan biologis : 41,6 cm : 6,4 cm : ada pengeringan dan busuk (jamur) seberat 1,9 gram Benda asing Warna kulit Warna daging Densitas Kamba Volume bahan Berat bahan Densitas kamba b. Analisis Proksimat Kadar Air Berat awal Berat akhir Kadar air Kadar Abu Berat awal Berat akhir Kadar abu = 5,0351 gram = 0,0370 gram = 0,0370 gram x 100% = 0,735% 5,0351 gram = 2,0098 gram = 1,9755 gram = 2,0098 1,9755 x 100% = 1,706% 2,0098 = 500 ml = 263,4 gram = 263,4 gram/500 ml = 0,5268 gram/ml : tanah seberat 10,6 gram : cokelat : putih = 577,8 gram = 96,3 gram (16,67%)

= 479,6 gram (83,005%) = 465,4 gram

Kadar Serat Berat awal Berat kertas saring + bahan Berat kertas saring Kadar serat Luff Schroll a = 25 mg p = 14,7 mg contoh = 1000 mg Kadar pati = 25 x 0,9 x 14,7 x 100 % = 33,075% 1000 Kadar Lemak Berat awal Berat akhir Kadar lemak Kadar Protein ml titrasi blanko ml titrasi singkong N NaOH Gram contoh Faktor konversi % total N = 45,7 ml = 41,2 ml = 0,02 N = 0,1 gram = 5,7 = (45,7 41,2) x 0,02 x 14 x 100 % = 1,26% 0,1 x 1000 % protein = % total N x faktor konversi = 1,26% x 5,7 = 7,182% = 1,9755 gram = 1,2055 gram = 1,9755 1,2055 x 100% = 38,97% 1,9755 = 0,6 gram = 0,7937 gram = 0,7567 gram = 0,7937 0,7567 x 100% = 6,167% 0,6

III. PEMBAHASAN

Singkong atau yang biasa dikenal dengan ubi kayu (Manihot utilissima) merupakan salah satu makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Umbi singkong merupakan umbi yang kaya akan karbohidrat tetapi miskin protein. Bagian singkong yang kaya akan protein adalah daunnya karena mengandung asam amino metionin (Anonim, 2011). Ubi kayu termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas

Dicotyledonae, family Euphorbiaceae, genus Manihot dengan spesies utilissima dengan berbagai varietas (Rukmana, 1997).

Tabel 1. Komposisi kimia singkong (per 100 gram bahan) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Komponen Kalori (kkal) Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram) Air (gram) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Asam askorbat (mg) Thiamin (mg) Vitamin A (IU) Bagian yang dapat dimakan (%) Singkong 146,00 0,80 0,30 34,70 62,30 33,00 40,00 0,70 30,00 0,06 0,00 75,00 Singkong kuning 157,00 0,80 0,30 37,90 60,00 33,00 40,00 0,70 30,00 0,06 385 75,00

Sumber : Departemen Kesehatan (1992) Berdasarkan tabel komposisi kimia dari singkong di atas dapat diketahui bahwa bahan penyusun singkong yang paling banyak yaitu air, kemudian fosfor, karbohidrat dan kalsium. Sedangkan bagian yang dapat dimakan dari singkong itu sendiri sebanyak 75% /100 gram bahan dan kalori yang dihasilkan sebanyak 146 kkal /100 gram bahan. Hal ini menunjukkan bahwa singkong memang dapat

digunakan sebagai bahan makanan pokok selain beras walaupun hanya sebagai pengganti. Komposisi kimia singkong itu sendiri dapat dipengaruhi oleh faktor tanah, kondisi penanaman, kelembaban, suhu, varietas, dan umur tanaman. Singkong memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat tumbuh di lahan kering dan kurang subur, daya tahan terhadap penyakit relative tinggi, daun dan umbi dapat diolah menjadi aneka makanan (Lingga, 1989). Sedangkan kelemahan utama yang menyebabkan singkong kurang diterima secara menyeluruh dan hanya dimanfaatkan sebagai makanan pokok di daerah pedesaan adalah karena kandungan racun glikosida sianogenik (linamarin). Glikosida tersebut tidak bersifat racun, tetapi asam sianida (HCN) yang dibebaskan oleh enzim linamerase secara hidrolisis yang bersifat racun (Tjokroadikoesoemo, 1985). Umbi singkong yang diuji dalam analisis fisik ini memiliki diameter 6,4 cm dan panjang 41,6 cm. Hasil ini sesuai dengan literatur menurut Tjokroadikoesoemo (1986) yang menyebutkan bahwa diameter dan panjang umbi singkong pada umumnya yaitu 2-8 cm dan 10-50 cm. Dilihat dari bobotnya, secara keseluruhan bobot singkong yang diuji sebesar 577,8 gram. Untuk bobot kulit sebesar 96,3 gram dengan persentase 16,67%, bobot daging sebesar 479,6 gram dengan persentase 83,005%, dan bobot dari umbi yang dapat dimakan sebesar 465,4 gram. Tanaman singkong terdiri dari kulit luar, kulit dalam, lapisan kambium, daging buah, dan inti buah. Kulit lapisan luar merupakan bagian umbi singkong yang bersentuhan dengan tanah. Di bawah kulit luar terdapat kulit dalam. Lapisan kulit dalam ini berupa korteks sehingga lapisan ini saling terikat dan sedikit keras. Lapisan inilah yang nantinya akan dikupas. Antara kulit luar dan daging buah terdapt lapisan kambium. Ditengah-tengah umbi singkong terdapat inti buah (Tjokroadikoesoemo, 1986). Berdasarkan hasil pengamatan pada bagian penampakan umbi singkong, terdapat kerusakan biologis dan benda asing yang terdapat pada umbi singkong. Kerusakan biologisnya yaitu terdapat pengeringan dan busuk akibat adanya jamur seberat 1,9 gram. Sedangkan benda asing yang ada pada umbi singkong adalah tanah seberat 10,6 gram. Umbi singkong yang telah diamati memiliki warna kulit coklat dan daging umbi yang berwarna putih-krem.

Densitas kamba merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempatinya dan dinyatakan dalam satuan g/ml. Nilai densitas kamba menunjukkan porositas dari suatu bahan. Perhitungan densitas kamba ini sangat perlu dilakukan, selain dalam hal konsumsi terutama juga dalam hal pengemasan dan penyimpanan. Menurut Panggabean (2004), makanan dengan densitas kamba yang tinggi menunjukkan kepadatan produk ruang yang kecil. Berdasarkan hasil yang didapat volume bahan sebesar 500 ml sedangkan berat bahan sebesar 263,4 gram sehingga didapat nilai densitas kamba singkong sebesar 0,5268 gram/ml. Uji proksimat yang dilakukan pada umbi singkong adalah uji kadar air, kadar serat, kadar lemak, kadar protein, kadar pati, dan kadar abu. Kadar air merupakan

Anda mungkin juga menyukai