Anda di halaman 1dari 8

A-Mild, Wujud Nyata Keberhasilan Blue Ocean Strategy di Indonesia

Sampai dengan tahun 1989, industri rokok telah diramaikan oleh banyak produsen ternama, sebut saja Djarum, Gudang Garam, Bentoel, dan Sampoerna. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat, di akhir tahun 1989, tepatnya pada tanggal 18 Desember 1989, PT HM Sampoerna, Tbk membuat gebrakan dengan meluncurkan A-Mild ke pasaran. Peluncuran ini mengagetkan banyak pihak, terutama industri rokok saat itu. Pasalnya produk A-Mild merupakan produk yang unik, yang tidak tergolong dalam kategori manapun, dari tiga kategori besar rokok yang ada saat itu, yaitu sigaret keretek tangan (SKT), sigaret keretek mesin (SKM) reguler, dan sigaret putih mesin (SPM). Melalui A-Mild PT HM Sampoerna Tbk mengambil langkah berani untuk membuat sebuah kategori baru, yakni SKM mild. Muhammad Warsianto, salah satu tokoh di balik lahirnya A-Mild, mengatakan bahwa sejak awal A-Mild memang sudah dirancang untuk menjadi produk yang tidak ada duanya di pasar domestik saat itu. A-Mild merupakan rokok rendah nikotin (Low Tar Low Nicotine) pertama di Indonesia dengan komposisi tar/nikotin 14 mg/1.0 mg. Tidak hanya pada komposisi, HM Sampoerna juga melakukan perubahan pada kemasan A-Mild dengan mengurangi isi 20 batang menjadi 16 batang. Untuk inovasi produknya yang satu ini, jelas HM Sampoerna tidak main-main. Dibutuhkan waktu hingga lebih dari dua tahun untuk proses persiapannya. Maklum, saat itu tidak ada benchmark produk yang dapat dijadikan acuan, termasuk di pasar internasional. Yang ada hanya berbagai survey dan riset yang melibatkan konsumen, termasuk di antaranya uji buta yang tidak hanya dilakukan sekali, tapi beberapa kali di beberapa kota. Namun demikian kehadiran A-Mild sebagai pelopor rokok rendah nikotin ternyata tidak langsung diikuti oleh para kompetitornya. Mereka bahkan seolah-olah mencibir pada rokok yang pertama kali mengusung motto Taste of the future itu. Tidak hanya kompetitor, konsumen pun kurang memberikan sambutan yang baik. Tidak heran, karena saat itu konsumen sudah terbiasa dengan jenis rokok yang sudah ada (SKT, SKM dan SPM),

sehingga A-Mild dianggap sebagai rokok yang tidak mempunyai rasa. A-Mild menghadapi tantangan berat karena konsumen memposisikan dirinya sebagai rokok putih, sehingga kesannya kurang macho, ungkap Surja S. Handoko, CEO Colman Handoko yang juga mantan Direktur Pemasaran HMS. Sampai tahun 1992, penjualan A-Mild masih tertinggal jauh dibanding kategori lainnya. Hal ini dijabarkan langsung oleh T. Hidayat di salah satu artikel majalah SWA edisi 08/2006 tanggal 20 April 2006. Sumber menyatakan dari total produksi rokok nasional yang sebesar 152,7 miliar batang (berdasarkan pembelian pita cukai), A-Mild hanya memberi kontribusi 0,33%, atau 0,5 miliar batang. Bandingkan dengan SKM reguler yang produksinya mencapai 94,2 miliar batang, atau 61,69% total produksi rokok nasional. Ini jelas bukan kondisi yang nyaman bagi HM Sampoerna. Padahal, tidak sedikit sumber daya dan dana yang telah dibuang untuk menciptakan jenis rokok yang memang benar-benar baru bagi industri rokok ini, bahkan termasuk di industri rokok dunia. Meskipun demikian, Putera Sampoerna yang kala itu menjabat Presiden Direktur HM Sampoerna tetap yakin dan percaya bahwa AMild akan berjaya. Untuk itu berbagai strategi baru pun mulai diluncurkan untuk mendukung pemasaran A-Mild. Salah satu yang dibidik adalah pada motto A-Mild. Tahun 1994 merupakan tahun yang menjadi cikal bakal kesuksesan A-Mild. Pasalnya di tahun tersebut, A-Mild meninggalkan motto kampanye lamanya Taste of the future dan menggantinya dengan How low can you go. Jika dipandang dari sisi bahasa, motto How low can you go memang lebih interakif dan provokatif. Dengan motto ini HM Sampoerna seolaholah menantang konsumen untuk berpikir ulang mengenai jenis rokok yang mereka konsumsi. Cara ini terbukti efektif. Masih dari sumber yang sama dinyatakan bahwa tahun 1994, penjualan A-Mild melonjak tiga kali lipat, dari sebelumnya hanya 18 juta batang per bulan menjadi 54 juta batang per bulan. Dan seiring dengan berjalannya waktu, penjualan AMild pun terus beranjak naik. Tahun 1996, A-Mild sudah menembus penjualan sebanyak 9,8 miliar batang, atau 4,59% total penjualan rokok nasional. Tahun-tahun berikutnya, sepertinya menjadi masa keemasan A-Mild atau rokok mild secara keseluruhan. Di tahun 2005, rokok SKM mild sudah mengambil porsi 16,97% total rokok nasional. Hingga kini A-Mild telah menjadi salah satu produk unggulan dari HM Sampoerna dan masih duduk di singgasananya dengan penguasaan pasar sekitar 50%. Persaingan Permintaan pasar terhadap kategori SKM mild yang semakin meningkat setiap tahunnya mulai menarik perhatian para pesaing HM Sampoerna. Mereka mulai menyadari adanya potensi market yang besar dari kategori ini. Setelah lebih dari lima tahun A-Mild menjadi penguasa tunggal di kategori SKM mild, akhirnya di tahun 1997, secara hampir bersamaan, dua musuh bebuyutan HM Sampoerna, PT Djarum dan PT Bentoel Prima, ikut mencari peruntungan di kategori ini. Djarum mengusung merek LA Lights, sedangkan Bentoel Prima mengibarkan Star Mild. Pada kemunculannya, Star Mild mencoba membuat diferensiasi dengan kembali menciptakan produk dengan kandungan tar dan nikotin yang lebih rendah lagi, yakni 12 mg dan 0,9 mg. Diferensiasi ini yang kemudian dijadikan senjata untuk menantang A-Mild lewat mottonya yang bertema: Lower than low. Dikarenakan pasar sudah relatif terbentuk, Star Mild dapat lebih cepat diterima pasar. Diferensiasi lainnya dilakukan pada harga, di mana harga Star Mild berada di bawah harga A-Mild sehingga memungkinkan jangkauan pasar yang lebih luas.

Menghadapi tantangan ini, HM Sampoerna tidak kehabisan ide dan strategi. Menyadari bahwa motto merupakan salah satu faktor yang dapat menjadi daya tarik kuat terhadap pasar, HM Sampoerna mulai meluncurkan tema kampanye baru yang secara terbuka menyerang para pengekornya, lewat motto: Others can only follow. Slogan ini bertujuan untuk semakin mengokohkan leadership A-Mild di pasar rokok mild Indonesia, karena semakin banyaknya merek rokok mild baru yang bermunculan, ungkap Sendi Sugiharto, Kepala Kategori LTLN HM Sampoerna. Motto Seperti yang telah dibahas sebelumnya, pemberian motto yang tepat telah terbukti menjadi salah satu kunci sukses dari pemasaran dan penjualan A-Mild. Bagaimana tidak, lewat mottonya HM Sampoerna berhasil mempertahankan diferensiasi, menyampaikan pesan sekaligus menarik perhatian khalayak ramai di Indonesia. Berdasarkan hasil survey pustaka sejak kemunculannya di tahun 1989 sampai dengan saat ini, strategi A-Mild telah mengalami pergantian motto sebanyak lima kali, seperti yang dijabarkan di bawah ini: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Taste of The Future (awal peluncuran, akhir 1989) How Low Can You Go (awal 1990-an) Bukan Basa Basi (sekitar 1996-2000) Others Can Only Follow (sekitar 2000-2005) Tanya Kenapa (2005-an). Go Ahead (Saat ini)

Dari sini dapat terlihat bahwa motto bagi HM Sampoerna termasuk salah satu aspek yang sangat diperhatikan dan telah melekat menjadi salah satu ciri strategi bisnis A-Mild. Melalui motto-mottonya tersebut, A-Mild ingin mencetuskan bahwa brand A-Mild adalah brand yang selalu berusaha tampil beda, sesuai yang pernah dikatakan oleh Putera Sampoerna, It is more important to be different rather than to be better. Dan terhadap usahanya itu, HM Sampoerna berhasil. Kini A-Mild tidak hanya terkenal di kalangan konsumen sebagai rokok mild yang enak, tetapi juga terkenal di kalangan orang awam sebagai merek yang berani mengangkat hal-hal kontroversial melalui iklan-iklannya. Salah satu pelajaran penting yang dapat diambil dari evolusi motto A-Mild adalah bahwa sebuah brand juga hidup dalam persaingan di mana untuk membedakan diri dengan pesaing memerlukan kreativitas tinggi, sehingga brand performance yang diukur dari pertumbuhan penjualan dapat terus terjaga (Aidi, 2009). Strategi Lainnya Tidak hanya melalui motto dan iklan, HM Sampoerna juga menggunakan jalur musik dan event sebagai komponen-komponen pelengkap dalam strategi pemasarannya. Melalui project yang bertajuk A-Mild Live Soundrenaline, HM Sampoerna berusaha mendekatkan diri dengan komunitas A-Mild melalui sajian konser musik yang berkualitas

METODE PENELITIAN Variabel Penelitian

Variabel Penelitian, Indikator, dan Instrumen Kerangka Pikir

Kerangka Pikir Penelitian sederhana ini menitikberatkan pada pembuktian bahwa strategi bisnis yang digunakan oleh HM Sampoerna dalam produk A-Mildnya tergolong dalam Blue Ocean Strategy yang sesungguhnya atau bukan. Oleh karena itu, penelitian dimulai dengan membandingkan ciri yang dimiliki BOS dengan strategi A-Mild. Pemberian score pada masing-masing point pembanding dilakukan untuk mengukur seberapa besar kesamaan yang dimiliki oleh kedua strategi tersebut. Jika score yang didapat melebihi nilai 90%, maka dapat diambil kesimpulan strategi A-Mild memang merupakan BOS. Namun jika tidak, maka strategi A-Mild hanya dapat digolongkan sebagai strategi diferensiasi produk. Data dan Hasil Analisis Seluruh data yang terkait sebagai acuan dan objek penelitian didapat melalui studi pustaka pada berbagai artikel online maupun buku cetak. Data yang berhasil dikumpulkan selanjutnya diolah melalui pengukuran sederhana, di mana variabel A (lihat tabel variabel penelitian, indikator dan instrumen) dalam hal ini bertindak sebagai acuan dan variabel B sebagai objek penelitiannya.

Penentuan Score Point Pembanding Dalam penelitian ini terdapat 25 point yang akan digunakan sebagai point pembanding dari variabel A terhadap variabel B. Seluruh point ini diambil langsung dari buku Blue Ocean Strategy, karangan Kim dan Mauborgn, yang diyakini dapat merepresentasikan karakteristik dan prinsip dasar dari BOS itu sendiri. Setiap point akan memiliki bobot nilai yang sama, seperti yang dijabarkan berikut ini.

Point-Point Pembanding dan Bobot

Pengukuran

Hasil Analisis Dari hasil perbandingan dan pengukuran yang digambarkan pada tabel 3, diketahui bahwa strategi A-Mild mendapatkan total nilai sebesar 23 point dari 25 point pembanding yang diberikan. Dari total nilai ini, maka didapat persentase perbandingan antara strategi AMild terhadap Blue Ocean Strategy yang dinyatakan sebagai berikut:

Hasil persentase ini merepresentasikan fakta bahwa karakteristik strategi A-Mild memiliki kesamaan sebesar 92% jika dibandingkan dengan karakteristik Blue Ocean Strategy. KESIMPULAN Dengan melihat persentase sebesar 92%, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi bisnis yang digunakan oleh PT HM Sampoerna, Tbk dalam mengusung produk AMildnya memang benar merupakan contoh penerapan Blue Ocean Strategy yang sesungguhnya. Penelitian ini juga membuktikan bahwa meskipun istilah Blue Ocean Strategy baru dimunculkan di tahun 2005, namun ternyata essence dan eksistensi dari Blue Ocean Strategy itu sendiri telah ada dan berhasil diterapkan di Indonesia sejak tahun 1989. Melihat kenyataan ini, harus diakui bahwa konsep Blue Ocean Strategy pada dasarnya telah melebur dan menjadi bagian dari dunia bisnis, baik di masa silam, masa kini, dan bahkan untuk masa depan. Pada akhirnya Blue Ocean Strategy yang tampil dengan konsep jauh lebih dalam dari hanya sekedar diferensiasi, diharapkan dapat memotivasi para pebisnis untuk menciptakan suatu ruang pasar baru tanpa persaingan, di mana kompetisi menjadi tidak relevan lagi.

Anda mungkin juga menyukai