Yang bertanda tangan dibawah ini, Dosen Pembimbing tugas LAPORAN PRAKTIKUM MEKANIKA STRUKTUR, menerima dan menyetujui tugas besar disusunoleh:
1. BARBARA CARMELINDA 2. FELICIANO ALMEIDA B. X 3. AGUSTINHO DA COSTA M. 4. NATALISIO DA COSTA 5. AGUSTINHO ARANDA
Telah menyelesaikan LAPORAN PRAKTIKUM MEKANIKA STRUKTUR. Setelah diperiksa, maka laporan ini dapat diterima dan disetujui dengan
NILAI
Puji syukur kehadiran tuhan yang maha Esa terselesainya laporan Tugas praktikum mekanika struktur ini dengan baik
Terwujudnya laporan pratikum mekanika struktur ini tidak lepas dari perang serata dan bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu saya mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ir. Adrianus Agus Santoso selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. 2. Ir. Hirijanto, MT selaku Jurusan Teknik Sipil S-1. 3. Lila Ayu Ratna Winanda, ST. MT selaku Sekretaris Jurusan Teknik Sipil S-1. 4. Ir. Bambang Wedyantadji, MT selaku Kepala Lab. Bahan konstruksi sekaligus dosen pembimbing kami. 5. Kedua orang tua yang telah mendukung materi maupun moral. 6. Spesial kepada kedua asisten lab mekanika struktur dan masih banyak lagi tidak dapat disebut satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Akhirnya kami berharap semoga laporan - laporan ini dapat bermanfaat serta menambah pengetahuan bagi para pembaca. Tak lupa pula, penyusun memohon maaf apabila ada kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna penyempurnaan dalam mengerjakan laporan-laporan selanjutnya.
Malang,.April 2012
Penyusun
ii
iii
konstruksibaja, maka kita harus mengitu ketentuan-ketentuan yang berlaku ditempat itu atau ketentuan lain, yang diberiakan oleh yang memberi tugas atau perinta antara lian, magenai pekerjaan bahan, beban yang di ambil tegangantegangan yang di perolehkan,dan bentuk konstruksi yang di rencanakan. Sebab mutu bahan yang diperguanakansangat berpengaruh sekali terhadap dimana didiriak serta kegunaan dari konstriksi tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian tarik terhadap material baja sehingga diketahui sifat-sifatnya dan dapat dipergunakan sesuai kemampuan baja tersebut. Suatu konstruksi dikatakan baik apabila tidak mengalami deformasi jika menerima suatu beban. Deformasi pada suatu konstruksi terjadi karena pembebanan yang melampaui batas maksimum yang diizinkan.
Praktikum Mekanika Struktur ini atau pengujian kuat tarik baja yang dilakukan guna menunjang teori yang telah diberikan pada matakuliah statika dan mekanika bahan. Dengan melaksanakan praktikum ini, diharapkan praktikum dapat mengenal dan dapat menggunakan alat pengujian tarik, mengetahui parameterparameter pengujian dan menyadari pentingnya pengujian suatu material yang dikaitkan dalam penggunaannya di lapangan.
1.3 SIFAT SIFAT BAHAN/MATERIAL BAJA Seperti yang telah disinggung pada awal pembahasannya, bahwa salah satu sifat dari bahan/material baja yakni mudahnya material ini menjadi karat jika dalam proses konstruksi tidak dilakukan perawatan secara khusus terhadap material ini. Pengaruh buruknya cuaca dalam proses konstruksi merupakan salah satu penyebab yang dapat mempengaruhi material ini menjadi karat. Seseorang akan mengetahui sifat mekanik pada material baja apabila dilakukan percobaan uji tarik pada material tersebut. Uji ini melibatkan pembebanan tarik sampel baja dan bersamaan dengan itu dilakukan pengukuran beban dan perpanjangan sehingga akan diperoleh tegangan dan renggangan, yang dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Tegangan ( fy ) = P/A
A = luas penampang melintang spesimen tarik (in. ); harga ini diasumsikanb selama uji dilakukan; pengurangan luas penampang diabaikan lo = regangan (in./in.) perpanjangan atau perubahan panjang antara dua titik acuan pada s pesimen tarik (in.) Lo = panjang semula di antara dua titik acuan (dapat berupa tanda berlubang) pada spesimen tarik sebelum dibebani (in.)
Pada gambar 1.1 diatas diperlihatkan diagram tegangan-regangan khas untuk baja struktural yang umum digunakan. Akibat dibebani, sampel yang diuji tarik ini pada awalnya menunjukkan hubungan linear antara tegangan dan regangan. Titik dimana hubungan tegangan-regangan menjadi tidak linear disebut limit proporsional. Hal ini ditunjukkan dalam gambar 1.2. berikut, dimana bagian kiri dari gambar 1.1. diperlihatkan dengan skala besar. Baja tersebut tetap elastis (artinya, apabila beban dihilangkan akan kembali ke panjangnya semula) asalkan
Tegangan KSI
Batas porposional
0.02
Gambar 1.2 Kurva tegangan fy terhadap renggangan dalam skala yang lebih besar
Dengan menambah bebannya, akan tercapai suatu titik pada saat regangan sangat bertambah pada harga tegangan yang konstan. Tegangan pada saat hal ini terjadi disebut tegangan leleh, fy. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. fy, bahwa adalah besarnya tegangan untuk daerah horizontal kurva teganganregangan. Bagian kurva mulai dari titik awal sampai limit proporsional disebut dengan selang elastis. Pada desain demikian, hanya bagian kiri dari kurva yang diperlukan oleh seorang perancang. Sekalipun demikian, perancang harus menyadari bahwa masih ada selang tengangan-regangan yang dapat dialami oleh baja sebelum benar-benar mengalami kegagalan tarik.
Pada gambar 1.2. terlihat bahwa apabila telah melampaui limit proporsionalnya, baja tersebut akan masuk ke dalam selang plastis dan regangannya akan konstan pada tegangan sebesar Fy. Pada saat baja ini terus meregang, lama-kelamaan akan dicapai titik dimana kapasitas pikul bebannya bertambah. Fenomena bertambahnya kekuatan ini disebut strain hardening.
Sekalipun desain elastis hingga saat ini masih merupakan cara yang banyak digunakan, ada metode desain lain yang memperbolehkan sebagian dari
1.4 pengaerjaad dingin dan penguatan regangan Setaelah regangan leleh y = f / E, pada leleh pertama terlapaui, dan uji dibebas bebankan, pembebanan kembali akan memberikan hubungan tegangan-regangan yang berbedadari hubungan semula.dalam gambar 1.3 pembebasbebanan terjadi dari lintasan A ke B, Timbul regangan permanen OB. Kapasitas daklisitas berkurang dari regangan OF ke BE. Pembebanan kembali dimulai dari titik B hingga mencapai daerah penguatan regangan (titik C). Dibebas-beankan keimbali sampai ke titik D.
Tegangan Tarik
Tegangan
E (Tegangan Putus)
Kemiringan elaastis
D Pengutan Regangan
Regangan
Tegangan
Regangan
Berdasarkan tinggi tegangan leleh, ASTM membagi baja dalam empat kelompok sebagai berikut: a. Carbon steels (baja karbon) dengan tegangan leleh 210280 Mpa. b. High-strength low-alloy steels (baja paduan rendah berkekuatantinggi) dengan tegangan leleh 280 490 Mpa.
Seperti halnya dengan ASTM, SNI-2002 membedakan baja strukturalal berdasarkan kekuatannya menjadi beberapa jenis yaitu Bj 34, Bj 37, Bj 41, Bj 50, dan Bj 55. Perencanaan struktur baja di Indonesia dilakukan secara kuat batas dengan factor aman berdasarkan Load Resistance Factored Design (LRFD). Adapun sifat mekanis berbagai jenis baja struktural dapat dilihat pada Tabel 1.1.Sifat-sifat mekanis baja.
Jenis Baja
BJ 34 BJ 37 BJ 41 BJ 50 BJ 55
Sifat-sifat mekanis lainnya baja struktural untuk maksud perencanaan ditetapkan sebagai berikut: Modulus elastisitas : E = 200.000 MPa Modulus geser : G = 80.000 MPa
1.5 Pengaruh Keretakan Getas Setelah temperatur diturunkan dengan tiba-tiba, maka peningkatan akan terjadi pada tegangan leleh, kuat tarik, modulus elestisitas, dan tegangan lelah. Sebaliknya keuletan baja yang diukur dari penyempitan tampang ataupun dari pertambahan panjang, turun akibat penurunan temperatur. Lebih lanjut pada suatu temperatur tertentu yang relatif rendah, baja struktural mungkin saja mengalami retak dengan sedikit atau tanpa perubahan bentuk plastis. Keretakan yang terjadi karena tegangan tarik yang lebih rendah dari tegangan leleh, biasanya disebut dengan keretakan getas. Keretakan getas (brittle fracture) umumnya terjadi pada baja struktural jika terdapat kombinasi hal-hal yang merugikan dari tegangan tarik, antara lain laju regangan pengaruh temperatur dan perubahan tampang secara mendadak. Perubahan bentuk plastis hanya dapat terjadi jika terdapat tegangan geser. Tegangan geser selalu terjadi pada pembebanan secara uniaksial atau biaksial, tetapi dalam tegangan triaksial dengan ketiga tegangan sama besar tegangan geser menjadi nol. Oleh karena itu tegangan tarik triaksial cenderung mengakibatkan keretakan getas, dan harus dihindari. Tegangan triaksial dapat terjadi pada pembebanan uniaksial jika terdapat penyempitan tampang atau perubahan bentuk tampang secara mendadak. Keretakan getas dapat juga terjadi akibat pengerjaan secara dingin ataupun penuaan regangan. Pembentukan secara dingin pengaruhnya dapat dikurangi dengan memilih jari-jari pembentukan sedemikian sehingga regangan yang timbul terbatas. Jika terdapat tegangan tarik sisa misalnya akibat pengelasan, maka tegangan sisa ini dapat mengakibatkan tegangan yang jauh lebih besar dari tegangan akibat pembebanan.
1.7 JENIS-JENIS BAJA Baja merupakan campuran dari beberapa unsur Besi (Fe) Karbon (C) Manganese (Mn) Silikon (Si) Tembaga (Cu) Phosfor (P) dan belerang (S) : + 98 % : max 1,7 % (tegangan naik, regangan kurang) : max 1,65 % (kekuatan) : max 0,6 % (mengurangi gas) : max 0,6 % (ketahanan terhadap karat) (kurang keuletan)
Sifat baja bergantung kepada kadar carbon, semakin bertambah kadar carbonnya maka tegangannya akan naik tetapi regangannya semakin menurun sehingga baja bersifat keras tetapi getas. Adanya phospor (P) dan belerang (S) juga menyebabkan berkurangnya keuletan (getas) Tembaga (Cu) mempunyai pengaruh baik terhadap ketahanan korosi
1.8 Bentuk dan Ukuran Spesimen Uji tarik Spesimen yang digunakan pada uji tarik ini mempunyai bentuk standar. Penampangnya berbentuk lingkaran dengan bagian tengah lebih kecil daripada kedua ujungnya. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan tegangan aksial yang seragam pada pusat benda uji, selain itu juga mengurangi tegangan yang diukur sehingga menghindari patahan-patahan di bagian lain yang tidak diinginkan.
10
POLOS
Lo =49.5mm 11mm Do = 9 mm
11
1.8.2 Kekuatan Tarik Pada percobaan ini menghasilkan angka-angka bahan terpenting kekuatan, kesudian regang dan kekenyalan Dari bahan yang diuji dibuat sebuah batang coba dengan ukuran yang distandarisasikan, dieretkan pada sebuah mesin renggut dan dibebani gaya tarik yang dinaikkan secara perlahan-lahan sampai ia putus. Selama percobaan diukur terus menerus beban dan regangan batang coba dan kedua besaran ini ditampilkan dalam sebuah gambar unjuk (diagram). Skala tegangan menunjukkan tegangan dalam N/mm2 dengan berpatokan pada penampang batang semula, sedangkan skala mendatar menyatakan regangan (perpanjangan)yang bersangkutan dalam prosentasi panjang awalnya.
Gambar 1.5
12
Pertama-tama lengkumgan memperlihatkan garis lurus miring, ini berarti bahwa tegangan dan regangan naik sebanding (proposional). Pada batas proporsionalitas (batas kesebandingan),yaitu pada ujung atas garis lurus, maka berdaulat tegangan p. jika beban terus ditingkatkan, maka akan dicapai batas elastisitas (batas kekenyalan)dengan teganagan E. Jika pada saat ini batang diulepaskan dari tegangan maka akan memegas kembali secara kenyal ke kedudukan awalnya (kedudukan semula Lo) tanpa meninggalkan bentuk yang berarti. Regangan yang menetap disini hanya boleh sampai setinggitingginya 0,01%. Jika beban dinaikkan melampaui batas kekenyalan, maka regangan membesar relatiflebihpesat dan lengkungan segera menunjukkan sebuah tekukan yang akan tampil semakin jelas,semakin ulet bahan itu. Tegangan s dalam tahap percobaan ini dinamakan batas rentang atau batas leleh. Ia merupakan angka ciri bahan yang penting, karena disisni bahan untuk pertama kalinya mengalami pelonggaran menetap pada stukturnya yang dapat dikenal melalui munculnya wujud-wujud leleh pada permukaan batang. Di dalam kasus yang tidak jelas, maka batas rentang s ditetapkan sebagai tegangan yang menimbulkan regangan sebesar 0,2%. Pada pembebanan yang ditingkatkan lebih lanjut, maka tegangan akan mencatat titik puncaknya seraya melajunya regangan batang. Bahan telah mencapai pembebanan tertinggi yang mungkin, dan batang kini menyusut pada kedudukannya yang nantinya merupakan tempat perpecahan. Ia dapat lagi
13
Su =
Pada pengujian tarik, pengukuran dilaksanakan berdasarkan tegangan yang diperlukan untuk menarik benda uji dengan penambahan tegangan konstan. Bila suatu logam dibebani dengan beban tarik, maka akan mengalami deformasi. Deformasi adalah perubahan ukuran atau bentuk karena pengaruh beban yang dikenakan kepadanya. Deformasi ini dapat terjadi secara elastis atau plastis.
1.7.2. Regangan Regangan adalah perpanjangan dibagi dengan panjang benda semula.
=Regangan L = perpanjangan
Dimana: p= gaya E= modulus elastisitas Dan jika di kaitkan dengan tegangan menjadi
14
1.7.3. Batas Elastisitas Batas ini sulit ditentukan dalam percobaan. Batas keseimbangan keadaan juga digunakan untuk batas elastisitas karena jaraknya sangat dekat sekali (untuk bahan tertentu). Biasanya dalam tegangan-regangan di bawah elastisitas terdapat batas proposional. Ada juga yang mengasumsikan batas proposional sama dengan batas elastisitas. Batas elastisitas adalah batas dimana batas tegangan , bahan tidak kembali lagi ke bentuk semula setelah tegangan dihilangkan, akan tetapi benda akan mengalami deformasi tetap yang disebut permanent. 1.7.4 Modulus Young Dalam menentukan hubungan tegangan dan regangan, penampang batas harus diketahui. Dengan demikian tegangan yang bekerja dapat ditentukan.
1.7.5 Yield Point (Batas Linier) Jika benda yang bekerja pada batang uji diteruskan sampai di luar batas elastisitas akan terjadi secara tiba-tiba, perpanjangan permanen dari suatu bahan uji ini disebut Yield Point. Di mana tegangan meningkat sekalipun tidak ada peningkatan tegangan, tentu saja beban sebenarnya ketika terjadi mulur. Tetapi gejala mulur memang terjadi pada baja.
1.7.6 Yield Strength Untuk beberapa logam non-ferro dan baja, yield point sukar diteliti. Oleh karena itu, kekuatan mulurnya biasanya ditetapkan dengan metode pergeseran. Metode ini berupa penarikan garis sejajar ke garis singgung awal kurva teganganregangan. Garis ini dimulai dari pergeseran sembarang besarnya 0,2 %.
1.7.7. Pengecilan Penampang Pengecilan penampang terjadi di antara kekuatan maksimal dan kekuatan patah. Untuk baja, struktur kekuatan patah lebih besar dari kekuatan maksimal. Karena patah bahan meregang dengansangat cepat dan secara simultan bertambah
15
1.7.8. Keuletan Adalah besarnya tegangan plastis sampai perpatahan dan dapat dinyatakan dalam prosentase perpanjangan dan tidak berdimensi.
Apabila bahan uji dibebani, maka akan mengalami deformasi. Selama deformasi, beban akan menyerap energi akibat gaya yang bekerja sepanjang jarak deformasi.
1.7.9 Regangan Patah Adalah sifat bahan yang akan diukur pada batang yang ditarik hingga patah, dinyatakan dengan :
* Uji tarik dimaksudkan untuk mengetahui : - kekuatan maksimum logam : mak ( kg/mm2 atau N/mm2 ) terhadap beban yang bekerja pada logam tersebut. - Regangan (%) yang dicapai dari logam sewaktu mendapat beban dari luar. - Ketangguhan logam, dinilai dari dan
16
2.1. TUJUAN Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kekuatan tarik baja beton. Kekuatan tarik baja beton adalah gaya tarik tiap satuan luas penampang yang menyebabkan baja beton putus. 2.2 LANDASAN TEORI Baja diproduksi oleh campuran besi (Fe) dan karbon (C) di rasio spesifik tertentu,di mana persentase dari karbon berkisar antara 0.2% hingga 2.14% dari berat total. Selain dari karbon, material campuran yang biasa digunakan dalam pembuatan baja antara lain termasuk kromium (Cr), mangan (Mn), vanadium (V), dan wolfram (W). Dari materialmaterial tersebut, karbon adalah bahan yang paling efektif, dan setiap dari material campuran tersebut membantu pembentukan sifat mekanis dari baja. Dalam suatu konstruksi bangunan baja biasanya digunakan sebagai tulangan beton, kerangka atap bangunan, kerangka dinding, dan sebagainya.
Physical Properties
Sifat fisis dari sebuah baja bergantung pada komposisi dari bahan-bahan dan proses memproduksinya. Walaupun begitu, sifat fisis dari baja sangat berbeda dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan pembuatnya (besi dan karbon). Salah satu dari sifat fisis baja yang paling berbeda adalah kemampuannya kembali ke suhu rendah secara cepat dari pemanasan dengan temperatur yang tinggi, setelah direndam dalam minyak atau air. Sifat fisis dari baja antara lain adalah strength yang tinggi, berat yang rendah, durability, ductility, resistansi terhadap korosi. Baja memiliki strength yang tinggi meskipun beratnya cukup ringan. Faktanya, baja memiliki rasio weight/strength yang paling rendah dibandingkan material bangunan lainnya yang tersedia. Yang dimaksud dari ductility adalah kemampuan baja untuk berubah
17
18
Secara grafik perilaku baja yang ideal apabila diberikan gaya tarik adalah seperti grafik di atas. Di mana A merupakan titik batas linear elastis, dimana selanjutnya dia akan memasuki fase plastis. Titik B merupakan titik leleh, dimana setelah itu baja akan mengalami penurunan kekuatan sementara kemudian kembali naik lagi hingga mencapai titik C yang merupakan titik kekuatan maksimum, lalu mengalami penurunan kekuatan kembali hingga mencapai titik D yaitu titik dimana baja tersebut putus. Selanjutnya setelah melakukan pengujian tarik terhadap baja juga dilakukan pengujian tekuk. Pengujian tekuk ini dilakukan untuk menentukan kekuatan lentur dari baja. Dalam penentuan kualitas baja, di Indonesia memiliki sebuah perangkat standar yang mengklasifikasi baja dari segi kualitasnya yang terdapat pada Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam bidang konstruksi.
2.4 PERALATAN Mesin uji tarik, yang harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 1. Mesin uji tarik harus dapat menarik batang percobaan dengan kecepatan
19
2.5 BAHAN Bentuk dan ukuran benda uji: Benda uji disebut batang percobaan proporsional, disingkat dp. yang dimaksud dengan batang percobaan proporsional adalah batang percobaan dengan perbandingan yang sama antara panjang ukur L0 dan luas penampang S0. Panjang ukur L0 dinyatakan dengan rumus: L0 = k SS0 Dimana: L0 = panjang ukur semula S0 = luas penampang terkecil semula
Apabila luas penampang benda uji tidak melebihi kapasitas mesin tarik, benda uji dapat langsung diuji tanpa merubah bentuk serta ukuran asalnya, sesuai dengan ukuran atau kapasitas yang di terima oleh mesin penguji tarik. Apabila luas penampang benda uji melebihi kapasitas mesin tarik, benda uji itu harus dirubah bentuk serta ukurannya dengan mesin bubut, sesuai dengan gambar no. 1b dan daftar no. 2.
2.6 PROSEDUR Uji tarik besi beton 1. Menjepit kedua ujung benda uji pada pegangan h ( gambar 1.a dan 1.b ) pada alat penjepit mesin tarik. Sumbu alat penjepit harus berhimpit dengan sumbu benda uji. 2. Menarik benda uji dengan kecepatan tarik 1 kg/mm2 tiap detik dan mengamati kenaikan benda dan kenaikan panjang yang terjadi sampa benda uji putus.
20
2.7 Uji tekuk besi beton 1. Menjepit kedua ujung benda uji pada pegangan h ( gambar 1.a dan 1.b ) pada alat penjepit mesin tekuk. 2. Menjalankan mesin untuk melakukan uji tekuk pada besi beton.
Tabel 2.1
No 1 2
L (mm)
2.7.1 PENGOLAHAN DATA Jenis Baja polos Dari pengukuran awal didapat : L0 = 49.5 mm Dari pengamatan di mesin pengujian tarik didapat : D10 L10 P10 = 5.5 mm = 31 mm = 28900 N e = L10 / L0 . 100 % = 31 / 49.5. 100 % = 60.606 % Kemudian dilakukan perhitungan sebagai berikut : A0 = /4 . D02 = 3,14/4 . (9)2 = 63,585 mm2 = /4 . D1
2 2
D0
= 9 mm
A1
= 3,14/4 . (9)
= 63,585 mm2
21
Jenis Baja Ulir Dari pengukuran awal didapat : L0 = 63.5 mm D0 = 12.5 mm Dari pengamatan di mesin pengujian tarik didapat : D10 L10 P10 = 8 mm = 30 mm = 7380 N
= 122.656 mm2
Kemudian dilakukan perhitungan sebagai berikut : A0 = /4 . D02 = 3,14/4 . (12.5)2 = 122.656 mm2 = /4 . D12 = 3,14/4 . (12.5)2
A1
65600
73800
Bj Tp 55
22
e p
28900 27900
25000
20000
Tegangan(N/mm )
15000
10000
5000
25
5O
75
100
125
150
175
200
225
250
Regangan (m)
80000
28900
e p
70000
27900
60000
50000
40000
Tegangan(N/mm )
30000
20000
10000
25
5O
75
100
125
150
175
200
225
250
Regangan (m)
23
NAMA : NIM : KELOMPOK : 9 (sembilan) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Dl (mm) 12,5 12,1 11,7 11,2 10,7 10,2 9,7 8,9 8,5 8 li (mm) 0 2 5 9 12 14 19 23 27 30
DATA PENGUJIAN TARIK BAJA (ULIR) JENIS MESIN : JINAN TESTING MECHINERY FACTORY PERIODE : TAHUN : 2012 A0 =/4 x Do (mm) 122,656 122,656 122,656 122,656 122,656 122,656 122,656 122,656 122,656 122,656 Ai=/4 x D (mm) 122,656 114,932 107,459 98,470 89,875 81,671 73,861 62,180 56,716 50,240 Pi (N) 0 8200 16400 24600 32800 41000 49200 57400 65600 73800 = Pi/Ao (N/mm) 0 66,854 133,707 200,561 267,415 334,268 401,122 467,975 534,829 601,683
Tabel 2.3 e= l/Lo (%) 0,000 3,150 7,874 14,173 18,898 22,047 29,921 36,220 42,520 47,244
Hasil pengujian =Ln . Ao/Ai (%) 0 6,504 13,228 21,963 31,097 40,668 50,720 67,935 77,132 89,257
= Pi/Ai (mm) 0 71,347 152,617 249,821 364,953 502,012 666,119 923,129 1156,635 1468,949
DIKETAHUI Lo = 63.5 Dari pembacaan grfik di dapat leleh (Yield Strenght) putus (tensile Strenght)
p = 65600 N p = 73800 N
24
NAMA : NIM : KELOMPOK : 9 (sembilan) No Dl (mm) 9,0 8,7 8,2 7,8 7,9 7,5 7,1 6,6 6,0 5,5 Lo = li (mm) 0 2 5 9 12 14 19 23 27 30
DATA PENGUJIAN TARIK BAJA (POLOS) JENIS MESIN : JINAN TESTING MECHINERY FACTORY PERIODE : TAHUN : 2012 Ai=/4 x D (mm) 63,585 59,417 52,783 47,759 48,992 44,156 39,572 34,195 28,260 23,746 Pi (N) 0 3211,111 6422,222 9633,333 12844,444 16055,556 19266,667 22477,778 27900,000 28900,000 = Pi/Ao (N/mm) 0 50,501 101,002 151,503 202,004 252,505 303,006 353,508 438,783 454,510 Tabel 2.3 e= l/Lo (%) 0,000 4,040 10,101 18,182 24,242 28,283 38,384 46,465 54,545 60,606 Hasil pengujian =Ln . Ao/Ai (%) 0,00 6,780 18,618 28,620 26,072 36,464 47,426 62,031 81,093 98,495
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 DIKETAHUI 49.5
A0 =/4 x Do (mm) 63,585 63,585 63,585 63,585 63,585 63,585 63,585 63,585 63,585 63,585
= Pi/Ai (mm) 0 54,044 121,671 201,705 262,175 363,608 486,878 657,349 987,261 1217,034
Dari pembacaan grfik di dapat leleh (Yield Strenght) putus (tensile Strenght)
p = 2790 N p = 2890 N
25
2.8.2 Analisa percobaan Percobaan ini bertujuan untuk bisa mengetahui mutu dari baja yang akan digunakan untuk keperluan konstruksi. Mutu dari baja akan diuji di laboratorium agar kelayakan pakai dari baja tersebut dapat diketahui. Pada praktikum ini dilakukan dua cara pengujian, yaitu uji tarik dan uji tekuk.
26
regangannya. Setelah didapatkan data-data tersebut, baja yang telah putus akan diukur kembali diameternya dan panjangnya. Jadi, akan dihasilkan data yang cukup untuk melakukan perhitungan.ungan. Selain test tarik, akan dilakukan juga test tekuk. Test tekuk dilakukan dengan metode tekuk dingin 180o. Ketika mesin dinyalakan, baja akan mendapatkan tekanan sehingga tertekuk. Setelah sampai 180o, maka baja akan diambil dan dilihat tampilan fisiknya apakah ada kerusakan yang berarti akibat test tekuk ini. Percobaan ini dilakukan kepada dua jenis baja yang berbeda, baja polos dan baja ulir untuk bisa membandingkan kualitas antara kedua jenis baja ini.
2.8.3 Analisa hasil Setelah praktikum ini dilakukan, akan didapatkan hasil seperti pada tabel di bagian pengolahan data. Dari perhitungan yang dihasilkan dari data pengamatan, tegangan leleh, maksimum, dan putus akan digunakan sebagai acuan
27
28
2.8.4 Analisa kesalahan Pada percobaan ini, pengetesan dilakukan sebanyak sekali saja. Oleh karena itu, hasil yang didapatkan belum tentu akurat dan sesuai dengan yang sesungguhnya. Faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya kesalahan dalam penggolongan dan penentuan mutu dari baja polos dan baja ulir adalah :
- Kesalahan pembacaan skala Dalam membaca skala, dimungkinkan terjadi kesalahan karena jarum pada alat berhenti hanya sebentar saja dan mata manusia yang terbatas bisa salah dalam membaca Selain dalam membaca skala pada mesin tarik, dapat juga terjadi jangka sorong ketika menandai Lo baja
sepanjang 5mm. Ketika ini terjadi maka pengukuran selanjutnya saat baja telah selesai ditarik akan mengalami kesalahan juga.
- Kesalahan diameter baja Pada baja yang akan diuji, tertulis bahwa diameternya adalah 9 mm (untuk baja polos) dan 63.5 mm (bagi baja ulir). Akan tetapi setelah dihitung dengan menggunakan rumus yang ada, dihasilkan diameter yang berbeda. Diameter bagi baja polos adalah 9.56 mm dan diameter baja ulir adalah 12.5 mm. Pada perhitungan, digunakan diameter yang telah tertera di baja sehingga akan ada kesalahan yang dihasilkan.ka Kesalahan yang dilakukan dalam mengambil data akan menyebabkan perhitungan menjadi kurang akurat sehingga dalam penggolongan mutu, bisa terjadi kesalahan walaupun hanya berbeda sedikit saja.la yang tertera. di baja sehingga akan ada kesalahan yang dihasilkan. Kesalahan yang dilakukan dalam mengambil data akan menyebabkan perhitungan menjadi kurang akurat sehingga dalam penggolongan mutu, bisa terjadi kesalahan walaupun hanya berbeda sedikit saja.
29
Kesimpulan
1. Dari hasil pengujian, baja tulangan polos diperoleh nilai yield strength (tegangan leleh) sebesar 438.78 N/mm2 pada saat dibebani P = 27900 N dan tensile strength (tegangan putus) sebesar 454.51 N/mm2 pada saat dibebani P = 28900 N dan Bj TP= 50 2. Dari hasil pengujian, baja tulangan ulir diperoleh nilai yield strength (tegangan leleh) sebesar 534.83 N/mm2 pada saat dibebani P = 65600 N dan tensile strength (tegangan putus) sebesar 601.68 N/mm2 pada saat dibebani P = 73800 N dan Bj TP= 55 3. Baja tulangan ulir mampu menahan beban dan memiliki tensile strength (tegangan putus) yang lebih besar daripada baja tulangan polos.
3.2
Saran
1. Pada saat melaksanakan praktikum hendaknya praktikan melakukan pengamatan dengan cermat, karena proses pengujian baja tulangan di mesin uji tarik berlangsung sangat cepat. 2. Benda uji yang digunakan untuk masing masing varian hendaknya lebih dari satu buah, agar mendapatkan hasil yang maksimal 3. Mesin uji tarik hendaknya dikalibrasi secara rutin agar pengujian mendapatkan hasil yang akurat 4. Dalam peoses perhitungan, menggunakan software Microsoft Excel sangat membantu untuk mendapatkan hasil yang akurat.
30
31