Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH ETHANOL TERHADAP KESEPATAN BUAH SALAK Oleh I Made Supartha Utama, Ida Bagus P.

Gunadnya Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana Luh P. Wrasiati Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana

ABSTRACT Salak (Salaca edulis Reinw.) is one of Indonesias indigenous tropical fruits, which has given a priority being developed as one of an export horticultural commodity. One of problems which causes in difficulty of marketing of this fruit is that it contains high concentration of tannin of which gives an astringent taste of the fruit. Therefore, this research has tried to reduce this taste by applying ethanol solution and vapor to the intact fruits. The result indicated that by applying ethanol both as solution and vapour has significantly reduced the concentration of tannin of the salak fruit. Other beneficial effects of ethanol were to increase the total soluble solid and reduce the acidity of the fleshy part of the fruit. All these effects could bring a new market development for salak fruit. Further research, however, should be performed to identify the minimum concentration of ethanol in the fleshy of the fruit to give significant reduction of the tannin and the threshold concentration of ethanol to give a taste of ethanol in the fleshy fruit. Kata kunci: Salak, ethanol, ethyl alcohol, astringency, senyawa volatile

PENDAHULUAN Buah salak (Salaca edulis Reinw.) adalah komoditas indegenous Indonesia dan merupakan salah satu buah unggulan daerah Bali dan juga telah dimasukkan sebagai unggulan nasional karena potensinya yang tinggi untuk dipasarkan dalam negeri, kemungkinan untuk dikembangkan sebagai komoditas ekspor, potensinya yang baik untuk agribisnis dan agroindustri, telah memberikan dampak positif terhadap pendapatan petani. Disamping itu keragaman genetiknya yang tinggi memungkinkan tanaman dikembangkan untuk memperoleh varietas-varietas unggulan (Poerwanto, 2000). Salak Bali adalah produk organik yang di dalam pengembangannya pada umumnya tidak menggunakan bahan kimia buatan, baik berupa pestisida maupun pupuk. Buah salak Bali mempunyai kekhasan tersendiri dalam citarasa dibandingkan dengan varietas salak lainnya di Indonesia. Bahkan Hutton (1996) menyebutkan bahwa salak yang tumbuh di daerah Sibetan, Kabupaten Karangasem-Bali dan sekitarnya adalah salak terbaik dibandingkan dengan salak lainnya di Asia. Luas panen dari tanaman salak di Bali meningkat secara nyata dari tahun ke tahun. Data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Bali (2000) menunjukkan bahwa dari tahun 1997 ke 1998 terjadi peningkatan luas panen sebesar 23% dan pada

tahun 1999 meningkat lagi sebanyak 30%. Produksi pada tahun 1998 diperkirakan sebanyak 36.473 ton (Data Bali Membangun, 1999), namun yang tercatat untuk diantar pulaukan pada tahun yang sama dengan tujuan DKI Jakarta, Jateng, Jatim dan NTB adalah sebanyak 4.497 ton dan tidak terdapat data yang menunjukkan bahwa buah ini telah diekspor (Diperta Pangan Propinsi Bali, 2000). Memperhatikan perbandingan data tersebut dan dengan asumsi bahwa jumlah yang diantar pulaukan selain ke daerah yang tersebut di atas adalah lebih kecil, maka sebagian besar produksi diperkirakan masih berada di daerah Bali. Tidak terdapat data pasti tentang jumlah penggunaan akhir buah salak di daerah Bali, seperti konsumsi lokal, pengolahan dan untuk kegiatan ritual, bahkan diperkirakan banyak dari buah salak ini mengalami kerusakan dan pembusukan atau nilainya menjadi sangat rendah pada periode musim panen. Salah satu kendala di dalam pemasaran buah salak adalah adanya rasa sepet (astringent) yang relatif cukup tinggi terkecuali salak varietas gula pasir. Tampaknya rasa sepat inilah yang juga menjadi kendala pengembangan untuk bisa masuk pasar internasional. Di jepang, rasa sepat buah persimon telah mampu dikurangi dengan cara memberikan perlakuan ethanol (Yamada, 1994). Dengan perlakuan uap ethanol, water-soluble tanins yang menyebabkan rasa sepat menjadi terkondensasi dan tidak larut (insoluble) yang selanjutnya teroksidasi dicirikan dengan warna agak gelap pada daging buah dan rasa sepat menjadi jauh berkurang. Yamada (1994) menambahkan rasa sepat pada buah persimon ini dapat dihilangkan dengan perlakuan 140 mL ethanol di dalam kemasan box 15 kg selama 10-14 hari pada suhu kamar. Untuk menghindari terjadinya penggelapan warna pada daging buah yang disebabkan kelembaban tinggi, maka di dalam box tersebut ditambahkan bahan penghisap uap air. Perlakuan ethanol pada buah-buahan lainnya telah pula dilaporkan mampu meningkatkan mutu sensoris, kadar gula dan ratio gula-asam pada buah blueberries, tomat dan pear (Paz et al., 1981). Menurunnya kemasaman dan meningkatnya rasio gula-asam dari jeruk Valencia yang disimpan di dalam atmosfer termodifikasi disebabkan oleh meningkatnya kadar ethanol dan acetaldehyde di dalam buah (Pesis dan Avisar, 1989). Keuntungan aplikasi ethanol telah pula dilaporkan mampu menghambat pertumbuhan in-vitro mikroorganisme pembusuk buah-buahan dan sayur-sayuran seperti Rhizopus stolonifer, Penicillium digitatum, Coletotrichum musae, Erwinia carotovora dan Pseudomonas aeroginosa (Utama, 1997). Berdasarkan kemampuan ethanol dalam menurunkan rasa sepat buah kesemek dan kemampuan lainnya dari senyawa volatile ini maka telah dicobakan perlakuan ethanol terhadap buah salak dengan tujuan untuk menurunkan tingkat kesepatannya. METODA PENELITIAN

Pelaksanaan Penelitian Buah Salak. Buah salak varietas Nangka dibeli langsung di kebun di desa Jungutan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem, Bali. Buah dipanen dengan perkiraan kematangan yang sama dan selanjutnya diangkut menuju Laboratoium Program Studi Teknologi Pertanian UNUD di Kampus Sudirman Denpasar. Selanjutnya buah disortir dengan ukuran yang sama dan tanpa kerusakan fisik, kemudian dibersihkan dari durinya. Buah bebas duri ini, selanjutnya siap diperlakukan dengan ethanol. Kadar Tanin. Kadar tanin buah dari perlakuan ethanol baik dengan cara pencelupan ke dalam larutan ethanol dan perlakuan dengan uap ethanol serta kontrol diamati pada hari ke dua, empat dan delapan setelah perlakuan. Prosedur penentuan kadar tanin adalah seperti dijelaskan berikut ini (Ranganna, 1986). Pada 750 mL air ditambahkan 100 g sodium tungstat, dan 20 g asam posfomolibdat dan 50 mL dari 85% asam posforat. Campuran di reflux selama 2 jam dan dinginkan sampai 25oC dan larutkan sampai 1L dengan air. Ke dalam 100 mL air tambahkan 35 g sodium karbonat anhidrous, dilarutkan pada suhu 70-80oc dan dinginkan satu malam. Sementara itu dilarutkan 100 mg asam tanat dalam 1 L air. Persiapkan larutan baru untuk setiap determinasi (1 mL = 0.1 mg asam tanat). Untuk persiapan larutan standard, pipet 0-10 mL dari larutan standard asam tanat ke dalam tabung volumetrik mengandung 75 mL air. Tambahkan 5 mL reagen Folin-Denis dan 10 mL larutan Na2CO3 ke dalam setiap tabung volumetrik dan takar sampai 100 mL dengan air. Campurkan dengan baik dan ukur warna setelah 30 menit pada 760 nm terhadap blank yang di sesuaikan pada absorbansi 0. Sampel dipersiapkan dimana 5 g bahan di didihkan selama 30 menit dengan 400 mL air, dinginkan, transfer ke dalam 500 mL tabung volumetrik dan takar sampai tanda. Digoyangkan dengan baik dan disaring dan siap diukur absorbansinya dengan spektrofotometer. Penentuan kadar tanin yaitu dengan kalkulasi sebagai berikut: Tanin sebagai = Asam tanat (%) Mg asam tanat x pelarutan x 100 mL sampel yang diukur x Berat sampel x 1000

Total Padatan Terlarut. Pengukuran dilakukan pada hari yang sama dengan pengukuran kadar tanin terhadap juis salak dengan menggunakan hand refractometer (Bellingham and Stanley Ltd., London) pada suhu 20oC. Total Asam. Juice dari buah salak disaring dengan kertas saring Whatman No.4. Sebanyak 10 mL dipipet ke dalam bejana beaker. Seketar 100 mL air distilasi ditambahkan dan campuran dititrasi dengan 0.1 N NaOH sampai pH 8.1 menggunakan pH-meter. Jumlah NaOH yang dibutuhkan dicatat dan digunakan untuk menghitung total asam. Total asam diekspresikan sebagai persen dari asam dominan dalam buah, asam malat, dan formula yang digunakan untuk perhitungan adalah: % Total asam = (berat eqivalent asam x Normalitas NaOH x titer)/berat sampel Rancangan Percobaan Untuk mengetahui apakah ethanol berpengaruh terhadap rasa sepat, maka dua percobaan terpisah dilakukan dengan waktu berbeda. Pertama adalah perlakuan buah salak dengan larutan ethanol dengan konsentrasi 0% (aquades), 25%, 50% dan 75 % ethanol dalam aquades. Kontrol, yaitu tanpa perlakuan aquades maupun ethanol, disediakan pula sebagai pembanding, dan ulangan adalah sebanyak dua kali. Buah

setelah diperlakukan ditempatkan pada suhu ruang 20oC. Jumlah buah per unit percobaan adalah 20 buah. Percobaan kedua adalah dengan memperlakukan buah salak dengan uap ethanol. Buah sebanyak 20 ditempatkan dalam kantong plastik polietilen (ketebalan 50 um) dengan volume headspace 5 L. Volume ethanol yang berbeda dalam petridish terbuka ditempatkan di dalam kantong plastik. Volume yang dimaksud adalah 0 mL, 5 mL, 10 mL, 15 mL dan 20 mL per kantong. Buah diperlakukan dengan uap ethanol di dalam kantong plastik adalah selama 24 jam dan untuk selanjutnya plastik dibuka dan buah ditempatkan pada suhu 20oC. Ulangan adalah sebanyak dua kali. Masing-masing percobaan terpisah di atas dirancang dengan rancangan acak lengkap (RAL). Keragaman data dianalisis secara statistika menggunakan perangkat lunak SPSS. Uji beda rata-rata perlakuan dilakukan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) bila didapatkan keragaman data berbeda nyata atau sangat nyata.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Tanin Tabel 1 dan 2 memperlihatkan bahwa terjadi penurunan kadar tanin buah secara nyata akibat perlakuan ethanol pada konsentrasi tertentu baik berupa larutan maupun berupa uap. Penurunan ini akan semakin jelas dengan semakin bertambahnya umur simpan. Penurunan berarti terhadap kadar tanin terjadi akibat perlakuan larutan ethanol 50% yang di amati pada hari ke-2 dan 4, dan setelah pada hari ke-8 konsentrasi ethanol 25% juga memberikan pengaruh nyata terhadap kadar tanin dibandingkan dengan kontrol dan 0% larutan ethanol. Perlakuan dengan uap ethanol, hanya dengan menempatkan 10 mL ethanol didalam plastik dimana 20 buah ditempatkan sudah secara nyata menurunkan kadar tanin buah selama penyimpanan dibandingkan dengan kontrol dan tanpa ethanol dalam kantong plastik. Peranan ethanol adalah terjadinya kondensasi tanin sehingga tanin yang larut dalam air menjadi tidak larut dan rasa sepat menjadi tidak terasa. Perubahan tanin tersebut dapat diikuti dengan dengan proses oksidasi dari tanin yang tidak larut dalam air tersebut yang dapat dicirikan dengan adanya perubahan warna coklat daging buah kesemek (Yamada,1994). Namun Yamada mencurigai bahwa yang berperan dalam perubahan tanin tersebut adalah acetaldehyde. Senyawa ini dapat dibentuk dari ethanol yang masuk atau yang telagh ada dalam buah dengan melibatkan enzim alkohol dehidrogenase. Hal ini didukung dengan data pada Tabel 1 dan 2 bahwa semakin panjang umur simpan maka semakin menurun kadar tanin buah baik pada kontrol maupun pada buah yang diperlakukan dengan ethanol. Tabel 1. Kadar tanin buah salak akibat pencelupan ke dalam berbagai konsentrasi larutan ethanol selam penyimpanan pada suhu 20oC. Perlakuan pencelupan Kadar tanin (%) dalam larutan ethanol Hari ke-2 Hari ke-4 Hari ke-8 Kontrol 0.26 a 0.24 a 0.22 a 0% 0.26 a 0.24 a 0.22 a 25% 0.26 a 0.23 a 0.20 b 50% 0.24 b 0.21 b 0.19 c 75% 0.24 b 0.20 b 0.18 c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dan pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.

Tabel 2. Kadar tanin buah salak akibat perlakuan uap ethanol dalam PE selama 24 jam selam penyimpanan pada suhu 20oC. Perlakuan volume Kadar tanin (%) ethanol per kantong plastik Hari ke-2 Hari ke-4 Kontrol 0.28 a 0.28 ab 0 mL 031 b 0.28 a 5 mL 0.28 b 0.27 b 10 mL 0.25 d 0.22 d 15 mL 0.28 b 0.24 c 20 mL 0.26 c 0.22 d

kantong plastik

Hari ke-8 0.25 a 0.23 b 0.23 b 0.19 c 0.18 c 0.16 d

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dan pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. Volume headspace kantong plastik 5 L.

Dengan semakin lama masa simpan proses pemasakan semakin lama terjadi dimana ethanol dan acetaldehyde dalam buah umumnya juga meningkat (Wills et al., 1997). Peningkatan kedua senyawa tersebut relatif tinggi pada buah klimakterik seperti buah salak. Dengan teknik kontrol atmosfer dimana pada buah diberikan konsentrasi CO2 relatif tinggi mampu menurunkan kadar tanin melalui terbentuknya ethanol dan acetaldehyde dalam buah melalui respirasi anaerobik. Sehingga dengan cara ini juga dilakukan untuk menurunkan rasa sepat buah kesemek (Yamada, 1994). Total Padatan Terlarut Perlakuan pencelupan bauh salak ke dalam larutan ethanol tidak memberikan pengaruh nyata terhadap total padatan terlarut buah (Tabel 3). Namun dengan perlakuan dengan uap ethanol, pada hari ke-4, total padatan terlarut meningkat nyata dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa dengan perlakuan uap ethanol terhadap buah selama 24 jam di dalam kantong plastik adalah efektif meningkatkan total padatan terlarut yang sering dianalogkan dengan kadar gula. Hal ini memungkinkan karena kontak dengan uap ethanol, dimana ethanol dalah senyawa yang larut dalam air, dengan mudah berdifusi ke dalam daging buah salak. Fenomena yang sama diperlihatkan pada jeruk Valencia, di mana uap ethanol yang diperlakukan terhadap buah tersebut mampu berdifusi ke dalam albedo (rind) dan bahkan sampai kedalam juis buah secara nyata. Keberadaan ethanol dalam albedo bahkan mampu mencegah infeksi penyakit jamur hijau yang disebabkan oleh Penicillium digitatum (Utama, 2000). Peningkatan kadar gula akibat endegenous ethanol dilaporkan oleh Pesis dan Avisar (1989), dimana meningkatnya rasio gulaasam dari jeruk Valencia yang disimpan di dalam atmosfer termodifikasi disebabkan oleh meningkatnya kadar ethanol dan acetaldehyde di dalam buah. Tabel 3. Kadar total padatan terlarut buah salak akibat pencelupan ke dalam berbagai konsentrasi larutan ethanol selam penyimpanan pada suhu 20oC. Perlakuan pencelupan Total padatan terlarut (oBrix) dalam larutan ethanol Hari ke-2 Hari ke-4 Kontrol 16.15 b 18.00 b 0% 16.00 b 19.75 ab 25% 16.10 b 20.00 a 50% 16.75 a 19.75 ab

75%

16.50 ab

19.25 ab

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dan pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.

Tabel 4. Kadar total padatan terlarut buah salak akibat perlakuan uap ethanol di dalam kantong plastik PE selama 24 jam selama penyimpanan pada suhu 20oC. Perlakuan volume Total padatan terlarut (oBrix) ethanol per kantong plastik Hari ke-2 Hari ke-4 Kontrol 16.90 a 19.10 d 0 mL 17.00 a 19.60 cd 5 mL 17.15 a 20.35 b 10 mL 16.65 a 20.20 bc 15 mL 17.20 a 21.00 a 20 mL 16.90 a 21.00 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dan pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. Volume headspace kantong plastik 5 L.

Total asam Tabel 5 dan 6 menunjukkan bahwa perlakuan dengan ethanol baik berupa larutan maupun berupa uap mampu menurunkan kadar asam buah. Penurunan kadar asam akibat perlakuan larutan ethanol baru terlihat nyata setelah penyimpanan hari ke-8, namun dengan perlakuan uap, penurunan kadar asam telah mulai terlihat mulai hari ke dua penyimpanan. Dengan demikian, perlakuan dengan uap lebih efektif dibandingkan dengan ethanol berupa larutan. Dengan meningkatnya volume ethanol dalam kantong plastik (5 20 mL per kantong), semakin menurun kadar asamnya. Yang menarik dalam penelitian ini, bahwa hanya dengan pembungkusan buah dalam kantong plastik dan tanpa ethanol (0 mL ethanol), mampu menurunkan secara nyata kadar asam buah dibandingkan dengan kontrol. Penurunan kadar asam ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi yang cenderung anaerobik di dalam kemasan, yang mana kondisi ini mengakibatkan terbentuknya ethanol dan acetaldehyde. Menurunnya kemasaman dari jeruk Valencia yang disimpan di dalam atmosfer termodifikasi disebabkan oleh meningkatnya kadar ethanol dan acetaldehyde di dalam buah (Pesis dan Avisar, 1989). Tabel 5. Kadar total asam buah salak akibat pencelupan ke dalam berbagai konsentrasi larutan ethanol selam penyimpanan pada suhu 20oC. Perlakuan pencelupan Total asam (%) dalam larutan ethanol Hari ke-2 Hari ke-4 Hari ke-8 Kontrol 0.40 a 0.39 a 0.40 a 0% 0.39 a 0.38 c 0.33 b 25% 0.36 b 0.30 c 0.30 d 50% 0.40 a 0.33 bc 0.31 c 75% 0.43 c 0.35 b 0.28 e Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dan pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. Tabel 6. Kadar total asam buah salak akibat perlakuan uap ethanol di dalam kantong plastik PE selama 24 jam selam penyimpanan pada suhu 20oC. Perlakuan volume Total asam (%)

ethanol per kantong plastik Kontrol 0 mL 5 mL 10 mL 15 mL 20 mL

Hari ke-2 0.36 a 0.36 a 0.29 b 0.29 b 0.29 b 0.28 b

Hari ke-4 0.36 a 0.30 b 0.26 c 0.26 c 0.25 d 0.24 d

Hari ke-8 0.32 a 0.24 b 0.23 b 0.21 c 0.21 c 0.20 c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dan pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. Volume headspace kantong plastik 5 L.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Perlakuan ethanol baik berupa larutan maupun uap terhadap buah salak mampu menurunkan rasa sepat yang dicerminkan dengan penurunan kadar tanin. Dengan hanya 50% larutan ethanol atau 10 mL ethanol yang ditempatkan bersama-sama dengan 20 buah salak selama 24 jam di dalam kantong plastik, secara nyata mampu menurunkan kadar tanin. Perlakuan uap ethanol 5 mL per kantong plastik secara nyata meningkatkan total padatan terlarut yang mencerminkan kadar gula buah salak. Semakin meningkat volume ethanol yang ditempatkan dalam kantong plastik, maka semakin meningkat kadar gulanya. Dengan perlakuan ethanol berupa uap adalah lebih efektif meningkatkan kadar gula dibandingkan dengan perlakuan berupa larutan ethanol. Perlakuan ethanol berupa larutan dan uap telah pula mampu menurunkan kadar asam buah. Semakin meningkat konsentrasi ethanol yang diperlakukan maka semakin menurun kadar asamnya. Hanya dengan menempatkan buah dalam kantong plastik, yang menimbulkan kondisi atmosfer termodifikasi, menyebabkan penurunan kadar asam dibandingkan dengan kontrol. Saran Ethanol dinyatakan statusnya sebagai GRAS oleh FDA-USA dan telah banyak dipergunakan dalam industri makanan, maka penggunaan ethanol untuk menurunkan rasa sepat buah salak akan memberikan nilai tambah terhadap buah tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut perlu dirancang metode untuk aplikasinya dilapangan yang mudah dilakukan oleh individu petani, kelompok tani maupun dalam kelompok usaha bersama. DAFTAR PUSTAKA BAPPEDA Propinsi Bali.1999. Data Bali Membangun. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Bali.2000. Distribusi dan Pemasaran Komoditas Pertanian. Hutton, W.1996. Tropical Fruits of Indonesia. Periplus Rditions. 62 pp. Kelly, M.O., and Saltveit, Jr. M.E.1988. Effect on endegenously synthesized and exogenously applied ethanol on tomato fruit ripening. Plant Physiol. 88:143147.

Nursten, H.E.1970. Volatile compounds: The aroma of fruits. In The Biochemistry of Fruits and Their Products, Vol 1. Hulme, A.C. (edt). Academic Press London, NY. 239-267. Paz, O., Janes, H.W., Prevost, B.A. and Frenkel C.1981. Enhancement of fruit sensory quality by postharvest application od acetaldehyde and ethanol. J. Food. Sci. 47:270-276. et al., 1981 Pesis, E. and Avisar, I.1989. The postharvest quality of orange fruit as affected by pre-storage treatments with acetaldehyde vapor or anaerobic conditions. J. Hort. Sci. 64(1):107-113. Saltveit, Jr. M.E. and Sharaf, A.R.1992. Ethanol inhibit ripening tomato fruit harvested at various degrees of ripeness without affecting subsequent quality. J. Am. Soc. Hort. Sci. 117(5):793-798. Utama, I M.S., Kuek, C and Yuen, C.M.C.1997. Efficacy of volatile plant metabolites against decay microorganisms. Proc. Of Australasian Postharvest Horticulture Conference; Globalisation; the chalenge to home and export market. 28 Sept. 3 Oct. 1997, Sydney, Australia. Utama, I M.S.2000. Control of Fruit and Vegetable Decay Microorganisms with Plant Volatiles (Thesis Ph.D.), Dept. of Food Technol., Newcastle Univ. Australia. Wills, R. B. H., McGlasson, B., Graham, D., and Joice, D.1997. Postharvest. An Introduction to the Physiology and Handling of Fruits, Vegetables and Ornamentals. 4th Edt. Univ. Of New South Wales Press Ltd., Sydney. 262 pp.

Anda mungkin juga menyukai