Anda di halaman 1dari 17

BAB I ILUSTRASI KASUS

Laporan Reporter Tribun Jogja, Bakti Buwono Budiastyo TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Semburat senyum tampak di wajah

orangtua Ahmad Nur Agil Farid ketika menerima perwakilan Yayasan Bilqis, di rumahnya, Dusun Bakungan,Trimurti, Srandakan, Bantul, Selasa (6/12). Farid adalah bocah berusia enam bulan penderita atresia biller atau penyakit hati. Orangtua Farid, pasangan Muryatno dan Siyam, senang karena surat

permohonan bantuan yang dikirimnya ke yayasan tersebut, tiga bulan silam, akhirnya direspons. Selama ini mereka kesulitan biaya pengobatan Farid. "Kami menunggu perkembangan Farid terlebih dahulu sebelum ke sini," kata wakil dari Yayasan Bilqis, Annisa Muklis, saat ditemui di rumah keluarga Muryatno, Selasa (6/12) siang. Ia mengaku diutus pimpinan Yayasan Bilqis Sehati, Dewi Farida. Hasil pengamatannya, kondisi Farid termasuk sehat untuk ukuran bayi penderita atresia biller. Perut anak kedua Muryatno- Siyam itu belum terlihat membesar, berbeda dari kebanyakan bayi yang menderita penyakit sama. "Semoga keadaan Farid jadi pertanda untuk kesembuhannya," tambah Annisa. Ia menuturkan, ada harapan untuk kesembuhan Farid. Saat ini Yayasan Bilqis dan Rumah Sakit Cipta Mangunkusumo (RSCM) Jakarta mempunyai program kerja sama transplantasi hati gratis. Program dimaksud adalah program pelatihan dari dokter China tentang transplantasi hati gratis. "Nantinya yang mengoperasi tetap dokter kami, di bawah pengawasan dokter dari China. Tapi sebelum melangkah Farid akan ditangani dr Hanifah sesuai rekomendasi yayasan," jelas Annisa.

Menurutnya, dengan cara itulah Farid akan bisa dioperasi secara gratis. Sebab, jika menjalani operasi di luar program tersebut, semisal di RS Karyadi Semarang, Jateng, atau RS dr Sutomo Surabaya, Jatim, belum tentu ada program transplantasi gratis. Pihaknya meminta orangtua Farid untuk melengkapi berkas. Termasuk, surat keterangan tidak mampu dan rujukan dari puskesmas ataupun rumah sakit. Kedatangan wakil Yayasan Bilqis yang membalas suratnya, membuat Muryanto bersyukur. Ditambah lagi ada informasi tentang adanya harapan untuk operasi gratis, membangkitkan asa Muryanto dan istri. Karena itu, ia akan segera melengkapi syarat-syarat yang diminta pihak Yayasan Bilqis. "Syukurlah adik (Farid, Red) bisa tertangani," tuturnya. Sebelumnya, pihak Pemerintah Kabupaten Bantul melalui Dinas Sosial berjanji akan membantu biaya akomodasi orangtua Farid jika Farid ditangani rumah sakit di luar Bantul. Mulai dari biaya makan hingga transportasi selama menunggu Farid di rumah sakit, akan ditanggung oleh pemkab. Sedangkan Dinas Kesehatan Kabupaten akan menyediakan surat rujukan ke rumah sakit yang akan melakukan operasi.

BAB II

2.1 Fakta Biomedis Kasus di atas merupakan salah satu contoh mekanisme pengobatan yang ada di Indonesia yaitu mengenai transplantasi organ. Walaupun kasus di atas belum terlaksana tentang transplantasi hatinya tapi di lain itu sudah ada pelaksanaan transplantasi hati yang telah dilakukan di Indonesia. Maka dari itu, transplantasi organ adalah usaha dalam rangka memindahkan sebagian dari bagian tubuh (jaringan atau organ) dari satu tempat ke tempat lain atau dari manusia satu ke manusia lain. Transplantasi organ atau jaringan tubuh manusia merupakan salah satu tindakan medis yang sangat bermanfaat bagi pasien, terutama pada pasien yang mengalami gangguan fungsi organ tubuh yang cukup berat (Hanafiah, 2009). Tujuan transplantasi sendiri mempunyai kedudukan yang berlainan. Transplantasi ada yang dilakukan dalam upaya untuk pengobatan dari penyakit atau cacat yang apabila tidak dilakukan dengan cara pencangkokan tidak akan menimbulkan kematian, akan tetapi dapat menimbulkan cacat atau

ketidaksempurnaan bentuk tubuh, seperti pencangkokan untuk menambal bibir sumbing dan pencangkokan kornea untuk mengobati orang yang korneanya rusak atau tidak dapat melihat. Lain halnya pada pencangkokan yang termasuk di dalamnya upaya pengobatan, yang apabila tidak dilakukan maka akan menyebabkan kematian, diantaranya adalah pencangkokan penggantian ginjal, hati, jantung, dan organ tubuh lainnya (Achadiat, 2007) Di dalam dunia kedokteran, transplantasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan sebagian dari bagian tubuh (jaringan atau organ) dari satu tempat ke tempat lain. Dari pengertian tersebut transplantasi dapat dibagi menjadi dua bagian: a.Transplantasi jaringan seperti pencangkokan kornea mata. b.Transplantasi organ seperti pencangkokan ginjal, jantung, dan sebagainya. Berdasarkan hubungan genetik antara donor dengan resipien, ada tiga macam pencangkokan, yaitu: 1. Autotransplantasi

Yaitu transplantasi dimana donor dan resipiennya satu individu. Seperti seseorang yang pipinya dioperasi untuk memulihkan bentuk, diambil daging dari bagian tubuhnya yang lain. 2. Homotransplantasi (Allotransplantasi) yaitu transplantasi dimana donor dan resipiennya individu yang sama jenisnya. Homotransplantasi dapat terjadi pada dua individu yang masih hidup; bisa juga antara donor yang sudah meninggal yang disebut cadaver donor sedang resipien masih hidup. 3. Heterotransplantasi (Xenotransplantasi), Yaitu transplantasi yang donor dan resipiennya adalah dua individu yang berbeda jenisnya. Misalnya mentransplantasikan jaringan atau organ dari binatang ke manusia. Indikasi utama transplantasi organ adalah usaha pengobatan organ itu (yang menderita penyakit sehingga merusak fungsinya) setelah semua usaha pengobatan lainnya dilakukan tetapi mengalami kegagalan. Melihat tingkatannya, tujuan transplantasi untuk pengobatan mempunyai kedudukan yang berlainan ada yang semata-mata pengobatan dari sakit atau cacat yang kalau tidak dilakukan dengan pencangkokan tidak akan menimbulkan kematian, tetapi akan menimbulkan cacat atau ketidak sempurnaan badan, seperti pencangokan menambal bibir sumbing, pencangkokan kornea untuk mengobati orang yang korneanya rusak atau tidak dapat melihat. Kalau tidak dilakukan pencangkokan, orang yang sumbing tetap sehat seluruh jasmaninya, hanya mukanya tidak sebagaimana biasa. Mengenai

pencangkokan kornea, jika tidak dilakukan tidak akan mengalami kematian tetapi mengakibatkan kebutaan yang akan mengurangi kegiatan dibanding orang yang lengkap seluruh anggota badannya. Pada pencangkokan yang termasuk pengobatan yang jika tidak dilakukan akan menimbulkan kematian, adalah seperti pencangkokan penggantian ginjal, hati, jantung, dan sebagainya. Kalau tidak dialkukan pencangkokan akan mengakibatkan kematian pasien.Melihat tingkatan itu, dapat diperinci, pada pencangkokan tingkat pertama adalah tingkat dihajadkan, sedang tingkat kedua tingkat darurat.

2.2 Fakta Bioetik Berdasarkan asal usulnya bioetik berasal dari kata bioemedical ethics yang artinya studi tentang etika terhadap penerapan ilmu biomedis. Dalam prakteknya bioetik ini berkembang pesat sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kajian bioetik ini sangat terkait dengan dampak ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap nilai nilai kemanusiaan. Yang termasuk dalam kajian bioetik antara lain adalah beneficence, non-maleficence, otonomi dan justice ( Tim Blok, 2011). Terkait dengan kasus di atas, maka fakta bioetik yang dapat diambil adalah Beneficence Prinsip ini menekankan bahwa semua tindakan yang diambil dokter harus berprinsip kebaikan, jadi secara umum tindakan dokter adalah melindungi dan

mempertahankan hak orang lain ( pasien ), mencegah terjadinya hal yang lebih buruk dari pasien dengan mementingkn kepentingan pasien. Non-maleficence Prinsip ini menekankan sisi komplementer dari beneficence yang berarti tidak boleh berbuat jahat atau membuat derita kepada pasien dan harus meminimalkan akibat burut yang mungkin bisa terjadi pada pasien. Prinsip ini berlaku kepada pasien dengan gawat darurat yang berbahaya dan mengancam jiwa. Dalam prinsip ini dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan sesuatu yang penting, tindakan tersebut terbukti efektif dan manfaatnya lebih banyak daripada kerugiannya. Dalam kasus di atas, dokter dapat segera melakukan tindakan transplantasi hati jika sudah terdapat persetujuan dari pendonor dan resipien. Hal ini untuk mencegah semakin memburuknya penyakit sirosis hepatis dari pasien. Kemungkinan yang akan menjadi pendonor adalah dari pihak keluarga pasien. Otonomi Prinsip ini berdasarkan adanya kebebasan untuk bertindak atau memilih dan menentukan nasib sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan atau campur tangan pihak lainnya. Selain itu prinsip otonomi juga berdasarkan kemampuan individu untuk melakukan pemikiran dan merealisasikan keputusan dan kemampuan untuk melaksanakannya. Pada kasus di atas, dokter disini diberikan hak kebebasan berpikir dan memutuskan untuk dapat melaksanakan transplantasi hati berdasarkan hati nuraninya sendiri tanpa campur tangan dari pihak lain. Dokter juga dapat mempertimbangkan pelaksanaan transplantasi hati ini berdasarkan keadaan dari pasien maupun pendonornya itu sendiri. Justice Prinsip keadilan adalah kasus yang sama harus dilakukan secara sama pula. Perlakuan yang sama maksudnya memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan yang diukur dari kebutuhan mereka. Selain itu prinsip keadilan menuntut pengorbanan relatif sama diukur dengan kemampuan mereka (

kesamaan beban menurut kemampun pasien ). Tujuan dari prinsip ini adalah menjamin nilai tak terhingga setiap pasien sebagai makhuk sosial. Berdasarkan kasus di atas maka dokter sebagai pemberi pelayananan kesehehatan harus memperlakukan pasien sama baiknya baik terhadap pasien yang kaya ataupun yang miskin. Kebetulan kasus di atas pasien ini berasal dari keluarga kurang mampu dan memberikan permohonan kepada yayasan Bilqis untuk dibantu dalam pengobatan penyakit anaknya. Jadi tugas dokter disini adalah memberikan pelayanan sebaik-baiknya terhadap pasien tanpa memandang status dari pasien. ( Chang, 2009 ) Berdasarkan dari keempat prinsip di atas maka seorang dokter dapat menempatkan prinsip terebut diantara pendonor dan resipien pada tindakan transplantasi terbagi menjadi dua : 1. Pendonor yang bersedia dengan ikhlas untuk mendonorkan organ tubuhnya, maka seorang dokter hendaknya menerapkan prinsip otonomi kepada pendonor tersebut. Karena yang berhak menentukan keputusan mengenai bersedia atau tidaknya seorang pendonor melakukan pendonoran organ tubuhnya adalah didasarkan pada kebulatan niat dari pendonor untuk membantu orang lain yang membutuhkan pertolongannya. Berdasarkan kasus di atas, besar kemungkinan pendonor adalah anggota keluaga pasien bisa ibu atau ayah pasien tersebut. Disini tugas seorang dokter harus memberikan kesempatan si pendonor untuk mempertimbangkan keputusannya dan disamping itu dokter juga memberikan inform consent kepada pendonor sebelum dilakukan pengambilan organnya. 2. Bagi seorang resipien yang benar-benar membutuhkan organ tubuh untuk mengobati penyakit dan mempertahankan hidup, dokter harus menerapkan prinsip non-malficence yaitu berupaya untuk memberikan pertolongan pada pasien yang sedang dalam keadaan darurat maupun yang dalam keadaan terluka berat. Seorang dokter tidak akan membiarkan resipien untuk terjadinya hal yang lebih parah ataupun menghadapi kematiannya, namun apabila takdir Allah sudah

menetapkan resipien tidak kembali sehat maka yang dapat dilakukan adalah berdoa dan berserah diri kepada Tuhan YME.

2.3 Fakta Hukum Transplantasi organ sangat erat kaitannya dengan bidang hukum karena di dalamnya juga terdapat hak dan kewajiban orang yang berpotensi menimbulkan permasalahan. Transplantasi dengan donor hidup menimbulkan dilema etik, dimana transplantasi pada satu sisi dapat membahayakan donor namun di satu sisi dapat menyelamatkan hidup pasien (resipien). Di beberapa negara yang telah memiliki Undang-Undang Transplantasi, terdapat pembalasan dalam pelaksanaan transplantasi, misalnya adanya larangan untuk transplantasi embrio, testis, dan ovarium baik untuk tujuan pengobatan maupun tujuan eksperimental. Namun ada pula negara yang mengizinkan dilakukannya transplantasi organ-organ tersebut di atas untuk kepentingan penelitian saja. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. Dasar hukum dilaksanakannya transplantasi organ sebagai suatu terapi adalah Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 32 ayat (1), (2), (3) tentang hak pasien untuk memperoleh kesembuhan dengan pengobatan dan perawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan. Pasal 32 ayat (1) berbunyi: Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan diselenggarakan untuk mengembalikan status kesehatan akibat penyakit,

mengembalikan fungsi badan akibat cacat atau menghilangkan cacat. Pasal 32 ayat (2) berbunyi: Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan atau perawatan.

Pasal 32 ayat (3) berbunyi: Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan ( Anggraini, 2011). Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah No.18 tahun 1981, tentang bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Dalam UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan bagi pelaku pelanggaran baik yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan, melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia tanpa persetujuan donor atau ahli waris, memperjual belikan organ dan atau jaringan tubuh manusia diancam pidana penjara paling lama 7 (tujuh ) tahun dan denda paling banyak Rp.140.000.000,- (seratus empat puluh juta) sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat (1)a, Pasal 81 ayat (2)a, Pasal 80 ayat (3), dan sanksi administratif terhadap pelaku pelanggaran yang melakukan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia yang diatur dalam Pasal 20 ayat (2) ( Anonim, 2010). Untuk menanggulangi perdagangan gelap organ dan/atau jaringan tubuh manusia diatur dalam UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang berisi ketentuan mengenai jenis perbuatan dan sanksi pidana bagi pelaku yang terdapat dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11, Pasal 13, dan Pasal 17, dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 120.000.000, (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000, (enam ratus juta rupiah). Sedangkan sebagai bentuk perlindungan terhadap anak yang juga rentan terhadap tindakan eksploitasi perdagangan gelap transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh telah diatur dalam Pasal 47 dan Pasal 85 UU NO. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta yang berisi ketentuan mengenai jenis tindak pidana dan sanksi pidana yang dapat dikenakan terhadap pelakunya.

Dalam melakukan tindakan medis transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia seorang dokter harus melakukannya berdasarkan standart profesi serta berpegang teguh pads Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). 2.4 Fakta Hukum Islam Transplantasi Organ dari Segi Agama Islam Didalam syariat Islam terdapat 3 macam hukum mengenai transplantasi organ dan donor organ ditinjau dari keadaan si pendonor. Adapun ketiga hukum tersebut, yaitu : a. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup Dalam syara seseorang diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah organ tubuhnya atau lebih kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti ginjal. Akan tetapi mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor, seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka hukumnya tidak diperbolehkan, berdasarkan firman Allah SWT dalam Al Quran : 1. Al Baqorah ayat 195 dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan 2. An Nisa ayat 29 dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri 3. Al Maidah ayat 2 dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. b. Transplantasi Organ dari Donor yang Sudah meninggal Sebelum kita mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal, kita harus mendapatkan kejelasan hukum transplantasi organ dari donor tersebut. Adapun beberapa hukum yang harus kita tahu, yaitu : 1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang lainnya. 2. Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka

10

persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas penyumbang. 3. Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya. 4. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ telah meninggal dunia. 5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim. ( Anggraini, 2011) Seorang dokter atau seorang penguasa tidak berhak memanfaatkan salah satu organ tubuh seseorang yang sudah meninggal untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkannya. Adapun hukum kehormatan mayat dan penganiayaan terhadapnya, maka Allah SWT telah menetapkan bahwa mayat mempunyai kehormatan yang wajib dipelihara sebagaimana kehormatan orang hidup. Dan Allah telah mengharamkan pelanggaran terhadap kehormatan mayat sebagaimana

pelanggaran terhadap kehormatan orang hidup. Allah menetapkan pula bahwa menganiaya mayat sama saja dosanya dengan menganiaya orang hidup. Diriwayatkan dari Aisyah Ummul Muminin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda : Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan tulang orang hidup. (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).. Mengenai pengobatan, dalam Al-Quran tidak disebutkan secara khusus , hanya ada petunjuk bahwa diturunkannya Al-Quran sebagai penyembuh seperti pada surat Al-Isra yang artinya adalah Al-Quran adalah penyembuh atau obat yang sempurna, obat rohani dan jasmani, obat bagi dunia dan akhirat. Ayat lain yang menganjurkan agar memelihara diri untuk tidak berbuat yang mendatangkan kerusakan diri, seperti tersebut dalam surat Al-Baqarah ayat 195 Janganlah kamu menjerumuskan diri dalam kerusakan.

11

Ayat di atas mengandung ketentuan agar kita tidak berbuat yang merusakkan diri, termasuk dalam pengertian ini adalah larangan membiarkan diri tidak terpelihara, sehingga menderita sakit, dan bila menderita sakitpun kita dilarang untuk membiarkan diri untuk diobati. Dengan kata lain mengobati badan di waktu menderita sakit merupakan perintah Tuhan. Memperhatikan nash-nash di atas, maka terlihat adanya taaarudl (kontradiksi) dengan nash sebelumnya yang menganjurkan berobat. Taarudl karena nash-nash di atas melarang orang mengalirkan darah atau melukai orang lain, sedang nash sebelumnya menyuruh orang berobat, termasuk pencangkokan yang pelaksanaannya melukai dan mengalirkan darah orang lain. Adapun pencangkokan yang tujuannya pengobatan itu, dilakukan dengan mengadakan operasi jaringan atau organ, bahkan kalau terpaksa dengan organ yang telah meninggal selaku donornya, hal itu belum ada dalilnya dan perlu dicari. Dalil yang ada melarang berbuat dan bertindak yang mendatangkan kerusakan. Dari Qaidah Fiqhiyyah didapati qaidah yang relevan dengan masalah ini, ialah: Kemadharatan dihilangkan, Kemadharatan dihilangkan sedapat mungkin. Prinsip dalam Hukum Islam, bahwa segala yang menimbulkan kemadharatan harus dihindari dan diusahakan hilangnya. Untuk dua masalah kemadharatan digunakan qaidah: Kemadharatan yang lebih berat dihilangkan dengan kemadharatan yang lebih ringan. Sehingga dengan demikian hukum pencangkokan yang dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien, dengan tujuan pengobatan untuk menghindari cacat tubuh adalah mubah (Anonim, 2010).

12

BAB III PEMBAHASAN

Menilik dari kasus yang telah diuraikan pada bab I sebelumnya, bahwa tindakan transplantasi dari organ tubuh manusia baik itu yang dilakukan di Indonesia dan di berbagai negara di berbagi belahan dunia adalah diperbolehkan. Hal ini tidak lepas dari empat fakta yang telah diuraikan pada bab II yang meliputi fakta biomedis, fakta bioetika, fakta hukum, dan fakta agama, dengan catatan bahwa tindakan transplantasi itu harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku secara universal dengan berlandaskan keempat fakta yang ada, selain itu transplantasi organ harus dilakukan secara legal. Jika dilihat dari sudut pandang medis, fakta medis adalah sudut pandang yang paling mudah diterima dalam masalah transplantasi organ ini, jika dibandingkan dengan ketiga sudut pandang lainnya. Karena segi medis menilik kasus ini dari sudut pandang yang mengedepankan masalah kesehatan dan keselamatan pasien, walaupun itu sedikit tidak sesuai dengan norma hukum, norma sosial, dan norma agama. Dalam kenyataannya transplantasi organ yang dilaksanakan di Indonesia masih sangat terbatas dengan kendala tenaga medis yang ahli, alat alat yang diperlukan, pendonor organ dan biaya yang sangat mahal. Oleh karena itu kebanyakan masyarakat Indonesia yang melaksanakan transplantasi organ biasanya dilaksanakan di rumah sakit di luar Indonesia. Situasi yang demikian memang tak bisa disangkal karena pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai alternatif pengbatan masih kurang dan selain itu bahwa fakta etik yang melatarbelakangi transplantasi masih sangat menitikberatkan bahwa transplantasi itu sebaiknya tidak dilakukan, padahal pengobatan dengan cara ini merupakan salah satu pengobatan yang efektif. Jika dilihat dari kasus di atas bahwa keadaan ini pernah dialami anak lainnya yang ada di Indonesia yaitu Bilqis. Kasus ini hampir sama bahwa transplantasi organ yang dilakukan Bilqis juga mendapat bantuan dari masyarakat Indonesia dengan koin peduli Bilqis. Pada pasien ini, pihak keluarga juga mencari bantuan dengan memasukkan surat permohonan di yayasan Bilqis.

13

Secara etika dan hukum bahwa seseorang yang hendak mendonorkan organ tubuhnya haruslah berlandaskan ikhlas dan tanpa paksaan. Selanjutnya, bahwa dalam prosedur pelaksanaan transplantasi ada persertujuan dan inform consent kepada pendonor maupun resipien, agar mereka tahu akan efek yang akan diterima jika mereka melakukan donor organ. Kemudian mengenai penyebaran penyakit yang mungkin bisa tersebar akibat transplantasi organ, secara fakta hukum Islam jelas dikatakan bahwa dilarang berobat dengan sesuatu yang haram, dan hendaknya kita mengetahui akan jenis, kandungan, dan sumber dari obat tersebut. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, yang artinya, Janganlah kamu berobat dengan sesuatu yang diharamkan. Segala sesuatu yang menimbulkan mudharat atau kerugian bagi tubuh manusia, secara agama Islam barang tersebut dianggap haram. Oleh karena itu Organ yang ditransplantasikan yang mengandung penyakit seperti HIV/AIDS tersebut dianggap sebagai sesuatu yang haram. Secara keseluruhan jika transplantasi hati telah dilaksanakan, bisa

mendapatkan efek yang tidak diharapkan seperti resiko tinggi terkena infeksi, perdarahan yang disebabkan ketidakmampuan organ hati baru memproduksi protein penggumpalan darah, pembekuan dalam pembuluh darah utama yang mensupply darah ke hati, dan penolakan hati hasil transplantasi. Melihat kasus di atas bahwa pasien masih berusia 6 bulan makanya ditunggu dulu sampai usia diperbolehkan operasi dan dipantau juga perkembangan dari bayi tersebut. Efek yang disebutkan tadi tidak dipungkiri bisa terjadi juga pada pasien tersebut karena semua itu juga merupakan resiko dari transplantasi organ ( Memon, 2011 )

14

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN 1. Menurut ilmu kedokteran, transplantasi organ adalah usaha dalam rangka memindahkan sebagian dari bagian tubuh (jaringan atau organ) dari satu tempat ke tempat lain atau dari manusia satu ke manusia lain. 2. Jenis-jenis transplantasi dapat dibedakan berdasarkan hubungan genetik antara pendonor dengan resipien, ada tiga macam pencangkokan, yaitu Autotransplantasi, Homotransplantasi, dan Heterotransplantasi. 3. Ditinjau dari bioetika, berdasarkan dari keempat prinsip di atas maka seorang dokter hendaknya mengedepankan prinsip otonomi kepada pendonor, sedangkan bagi resipien yang benar-benar membutuhkan organ tubuh untuk mengobati penyakit dan mempertahankan hidupnya, dokter menerapkan prinsip non-malficence. 4. Menurut hukum, transplantasi organ diatur oleh pemerintah yaitu pada Peraturan Pemerintah No.18 tahun 1981, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, Undang-Undang No. 21 Tahun 2007, dan Pasal 47 dan Pasal 85 UU No. 23 Tahun 2002. 5. Menurut hukum Islam, transplantasi organ hukumnya mubah (diperbolehkan) .

15

B. SARAN 1. Transplantasi organ merupakan hal yang banyak kontroversi oleh para ilmuwan dan ulama. Maka hal ini sebaiknya diambil titik tengahnya tentang manfaat yang didapatkan dari dari transplantasi organ terhadap kemaslahatan umat manusia. 2. Bagi pemerintah Indonesia sendiri hendaknya lebih mempertegas lagi mengenai hukum yang mengatur tentang transplantasi organ, agar ilegalitas tentang transplatasi dapat diminimalisir.

16

DAFTAR PUSTAKA

Achaditat, C., 2007. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Anggraini, Dian. 2011. Makalah Transplantasi Organ.

diansildjian.blogspot.com/2011/05/makalah-transplantasi-organ.html Anonim. 2010. Transplantasi Organ.

hargablogmurah.blogspot.com/2010/04/transplantasi-organ.html Chang, W., 2009. BIOETIKA (Sebuah Pengantar). Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Hanafiah, J. 2009. Etika kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC IDI. 2004. Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Jakarta Memon, I., Klein, CL. 2011. Impact of hepatorenal syndrome and liver transplantation. Country of Publication: United States NLM

ID: 9717388 Publication Model: Print Cited Medium: Internet ISSN: 15317013 Tim Blok Medikolegal. 2011. Panduan Ketetampilan Medik Blok Medikolegal. Yogyakarta : FKUII

17

Anda mungkin juga menyukai