Anda di halaman 1dari 10

188

BAB V PEMBAHASAN

Pengembangan teknologi pemboran horizontal ternyata lebih menjanjikan daripada teknologi pemboran vertikal. Hal ini dibuktikan dengan diperoleh area pengurasan yang lebih luas, yang dapat meningkatkan produktivitas sumur serta perolehan minyak terutama pada reservoir lapisan tipis. Dalam merencanakan pemboran horizontal, studi tentang karakteristik reservoir perlu dilakukan dengan cermat dan teliti. Hal ini sangat berguna untuk menghindari atau mengurangi problem-problem yang sering timbul pada saat pelaksanaan pemboran nantinya. Misalnya saja dengan mengetahui keadaan lithologi jenis batuannya. Dengan mengetahui keadaan lithologi jenis batuan tersebut diharapkan pemboran horizontal dapat berjalan lancar sesuai dengan yang diinginkan. 5.1. Peranan Karakteristik Reservoir Dalam Pemboran Horizontal Sifat fisik batuan dan fluida reservoir, kondisi reservoir, dan geometrinya merupakan karakteristik reservoir yang berperan dalam perencanaan pemboran horizontal pada saat operasi pemboran berlangsung. Sebelum pemboran mencapai target akan menembus lapisan diatasnya, oleh karena itu diperlukan data lithologi batuan sehingga dapat direncanakan sistem lumpur, casing semen, pahat, dan rangkaian peralatannya untuk mengoptimalkan proses pemboran dan mengurangi problem yang terjadi. Untuk target lensa-lensa yang menerus yang tergetnya berupa lensa-lensa batu pasir yang akan cenderung membentuk rangkaian lensa-lensa yang memanjang secara lateral atau menerus (continous) yang dihasilkan dari lingkungan pengendapan sungai. Jenis pemboran horizontal yang digunakan adalah medium radius system dengan pertimbangan dapat menjangkau lensa-lensa yang poduktif yang cukup panjang tersebut, karena rangkaiannya cukup sederhana dan tingkat kesuksesannya besar, tidak terjadi masalah beban drag dan beban torsi yang besar 188

189

karena BUR yang dibentuk tidak terlalu besas, dapat menggunakan MWD standar dengan steerable system serta target yang dicapai cukup panjang sampai 3000 ft. Untuk reervoir lensa-lensa pasir yang tidak menerus yang terbentuk pada lingkungan pengendapan delta, posisi lensanya cenderung tumpuk menumpuk atau menyebar, hal ini dipengaruhi oleh proses kecepatan serta dalamnya air tempat pengendapan pasir, maka didapatkan juga lensa yang berangkai. Maka teknik pemboran horizontal yang tepat adalah dengan ultra short radius system dengan pertimbangan posisi terget berupa lensa-lensa yang bertumpuk atau tersebar sesuai dengan lingkungan pengendapan delta yang dangkal, cukup berhasil dibeberapa lapangan operasi dan paling umum digunakan, dapat dimanfaatkan untuk sumur tegak dan termasuk infrastrukturnya (casing, pipe line) yang ada sehingga waktu untuk roundtrip tidak terlalu banyak, ketepatan pencapaian target tinggi daripada jenis teknik pemboran yang lain dan panjang target yang bisa dicapai sampai 200 ft. Pada reservoir yang memiliki permeabilitas yang rendah sulit untuk mendapatkan aliran minyak yang ekonomis, untuk meningkatkan volume pengurasannya dilakukan pemboran sumur horizontal yang akan meningkatkan produktivitas formasi. Sifat fisik batuan seperti porositas rekahan dan permeabilitas mempengaruhi kemampuan batuan dimana semakin kecil permeabilitasnya maka akan semakin sukar fluida untuk mengalir dan meloloskan fluida sehingga berpengaruh terhadap produktivitasnya. Bila tekanan reservoir berada dibawah tekanan buble point, maka penurunan tekanan mengakibatkan bertambahnya gas yang terbebaskan dari minyak dan mengembang bersama turunnya tekanan reservoir yang akan menyebabkan viscositas minyak naik, begitu juga dengan faktor volume formasi minyak yang akan naik dan menurunkan laju produksinya. Minyak mengalir dari reservoir ke permukaan oleh adanya perbedaan tekanan antara formasi dengan dasar sumur dan antara dasar sumur dengan permukaan. Penurunan tekanan yang kecil pada sumur horizontal sehingga diperoleh tekanan alir dasar sumur yang kecil yang memungkinkan fluida berproduksi dari formasi ke dasar sumur sampai dengan ke permukaan dengan laju yang optimum.

190

Water dan gas coning merupakan aliran air naik dan gas turun menuju lubang bor sehingga mengurangi jumlah produksi minyak. Coning dipengaruhi oleh adanya penurunan tekanan dan laju produksi yang lebih tinggi daripada laju produksi kritis sehingga air dan gas akan muncul kelubang bor dan ikut terproduksi dalam waktu yang singkat. Reservoir dengan permeabilitas rendah memiliki kecenderungan untuk terjadinya coning karena terjadi penurunan tekanan yang besar untuk memproduksi minyak. Untuk memperlambat terjadinya coning dilakukan dengan meminimalisasi tekanan drawdown yang dapat dilakukan oleh sumur horizontal dan menghasilkan rate produksi minyak yang tinggi. Adanya karakteristik tingkat kekerasan batuan berdasarkan jenis batuan pada suatu reservoir yang berbeda-beda juga akan menimbulkan suatu problem dalam pemboran horizontal itu sendiri. A. Kemungkinan Terjadinya Problem Pemboran Pada Batuan Beku. Pada pemboran yang menembus lapisan batuan beku secara umum, kadang mengalami problem pemboran. Contohnya adalah problem rendahnya laju pemembusan. Hal ini disebabkan karena formasi batuan yang ditembus oleh bit/ pahat merupakan formasi yang keras atau bahkan sangat keras, sedangakan bit/pahat yang digunakan berbeda ukuran kekuatan penembusannya. Hal ini menyebabkan laju penembusan akan berkurang/ rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut, hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Pemilihan Lumpur Pemboran Lumpur pemboran yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik formasi batuan tersebut. Misalnya penggunaan Fresh Water Mud (Bentonite Treated Mud). Dengan menggunakan lumpur tersebut diharapkan pembersihan dari cutting pada lubang bor akan lebih baik. 2. Pemilihan Bit atau Pahat Pemilihan bit/pahat harus disesuaikan dengan kekerasan formasi batuannya. Misalnay formasi batuan yang ditembus keras, pilih bit/pahat yang bergigi pendek hingga sangat pendek, dengan jarak antar gerigi sangat rapat. Hal ini dapat juga disesuaikan dengan menggunakan tabel pemilihan

191

bit/pahat berdasarkan kekerasan jenis batuan yang ditembus. Contoh, formasi batuan beku berupa lapisan batuan Granit, dengan tingkat kekerasan sangat keras, digunakan bit tipe Rolling Cutter Bit dengan ukuran J7; J8; atau JD8. 3. Sistem Operasi Dalam operasi pelaksanaan pemboran menembus formasi batuan granit yang sangat keras, WOB diperbesar sedangakan RPM nya diperkecil. Dengan cara tersebut, diharapakan dapat mencapai target yang diinginkan dengan hasil yang maksimal. B. Kemungkinan Terjadinya Problem Pemboran Pada Batuan Sedimen. Pemboran yang menembus formasi batuan sedimen dapat dibagi manjadi tiga kemungkinan yaitu menembus formasi batu pasir, batu shale dan batu gamping/karbonat. Masing-masing penembusan formasi tersebut memungkinkan terjadinya problem pemboran. 1. Batu Pasir Pada pemboran menembus formasi batu pasir, problem yang biasanya terjadi adalah kecenderungan penyimpangan sudut. Hal ini disebabkan pada formasi batuan yang berlapis-lapis (ciri-ciri batuan sedimen) dengan bidang perlapisan yang miring, maka lubang bor akan cenderung untuk tegak lurus pada bidang perlapisan. Penembusan bit/pahat pada formasi akan meninggalkan suatu baji kecil yang dapat bertindak sebagai whipstock kecil yang dapat membelokkan lubang bor. Maka untuk mengatasi masalah tersebut, hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : a. Pemilihan Lumpur Pemboran Misalnya saja pemboran untuk menembus formasi batuan Gypsum terutama dengan formasi interbedded (selang-seling) dengan garam dan shale, maka dipilih lumpur pemboran dengan mencampur base mud (lumpur dasar) dengan plaster (CaSO4 dipasaran) sebelum formasi gypsum dibor. Dengan penambahan

192

plaster tersebut, viscositas dan gel strength yang berhubungan dengan kontaminant ini dapat diatasi dan mencegah terjadinya pengentalan lumpur. b. Pemilihan Bit/Pahat Pemilihan bit/pahat disesuaikan dengan kondisi formasi batuan. Misalnya pemboran akan menembus formasi batuan gypsum dengan kekerasan sedang/medium, digunakan tipe bit Rolling Cutter Bit dengan ukuran J4 atau JD4. bit/pahat yang dipilih ini bergigi sedang tapi lebih berdekatan. c. Sistem Operasi Pada pelaksanaan pemboran, pengaturan WOB dan ROP disesuaikan dengan kondisi formasi. Dengan data seperti tersebut diatas, maka WOB dikurangi sedang RPM ditambah, agar didapatkan laju penembusan yang tinggi. Untuk penunjang, dapat pula ditambahkan stabilizer yang dipasang pada drill collar, serta dilakukan pengontrolan arah dan kemiringan yang kontinyu untuk setiap kedalaman dengan menggunakan MWD (measurement while Drilling). 2. Batuan Shale Pada batuan shale, problem pemboran yang dimungkinkan terjadi adalah Pipe Sticking (pipa terjepit). Hal ini sebagai akibat sirkulasi cutting yang tidak baik karena pemboran menembus formasi batuan dimana terdapat kandungan clay besar dan mud cake yang tebal. Sirkulasi yang tidak baik inilah mengakibatkan pipa terjepit. Untuk mengatasi masalah tersebut, hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : a. Pemilihan Lumpur Pemboran Pemboran untuk menembus batuan shale terutama dengan kandungan clay yang besar dan mud cake yang tebal, biasanya digunakan lumpur Oil Emultion Mud/Oil Base Mud. Keuntungan tebal dengan jarak antar gerigi agak

193

menggunakan lumpur ini adalah filtrate loss dan water loss berkurang, penetration rate bertambah, dan mud cake menjadi tipis b. Pemilihan Bit/Pahat Contoh, pemilihan bit/pahat yang sesuai dengan kondisi formasi batuan shale, dengan tingkat kekerasan soft (lunak) diguanakn Rolling Cutter Bit dengan ukuran J1 ; J2 ; J3 atau JD3. Bit yang dipilih ini biasanya bergigi panjang dengan jarak antar gerigi agak berjauhan. c. Sistem Operasi Pada pelaksanaan pemboran terdapat pengaturan WOB dan RPM. Untuk mengatasi problem pada formasi seperti tersebut diatas, WOB dikurangi sedangkan RPM ditambah. Selain itu ditunjang juga dengan cara koefisien friksi (Cf) antar drill string dan dinding lubang bor diperkecil, serta penggunaan stabilizer yang dipasang pada drill collar. 3. Batuan Karbonat (Gamping) Problem yang biasa terjadi pada pemboran yang menembus batuan karbonat/gamping, terutama yang memiliki rongga-rongga yang besar dan gua-gua (cavern), adalah loss circulation. Adanya rongga-rongga besar atau gua/cavern pada formasi batuan karbonat ini, mengakibatkan besarnya water loss. Untuk mengatasi masalah tersebut, hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : a. Pemilihan Lumpur Pemboran Pada pemboran untuk menembus formasi batuan karbonat seperti tersebut diatas, dipilih lumpur polimer yang disesuaikan dengan kondisi formasi batuannya. Lumpur polimer yang digunakan adalah lumpur polimer lignosulfonate yang biasa berfungsi sebagai thinner. Lignosulfonate akan mengabsorbsi muatan negative pada clay sehingga gaya tolak-menolak agregat clay dan siatemnya meningkat. Hal tersebut yang mengakibatkan viskositas menurun.

194

Penyebaran partikel yang terjadi juga menurunkan laju fluida loss dan memperbaiki sifat mud cake. b. Pemilihan Bit/Pahat Pemilihan bit/pahat harus disesuaikan dengan kondisi formasi batuan karbonat/ gamping. Misalnaya pemboran menembus formasi batuan limestones dengan tingkat kekerasan sedang (medium), dipilih bit/pahat tipe Rolling Cutter Bit dengan ukuran J4 atau JD4. Bit ini bergigi sedang tetapi lebih tebal dan jarak antar geriginya agak berdekatan. c. Sistem Operasi Pada pelaksanaan pemboran terdapat pengaturan WOB dan RPM. Untuk mengatasi problem pada formasi seperti tersebut diatas, WOB dikurangi sedangkan RPM ditambah. Sehingga target yang diinginkan dapat tercapai. 5.2. Identifikasi dan Antisipasi Terjadinya Problem Pemboran Pada Pemboran Horizontal Pada pemboran horizontal ada beberapa problem pemboran yang terjadi terutama bagian horizontal (horizontal section). Diantaranya adalah problem pemboran yang berkaitan dengan drill string, penyimpangan sudut, casing, semen, lumput, ataupun problem pengendapan cutting. Dalam pemboran horizontal, perencanaan rangkaian drill string harus mempertimbangkan gaya-gaya yang bekerja pada bagian pertambahan sudut dan bagian horizontal. Pertimbangan yang harus dilakukan dalam perencanaan rangkaian drill string adalah sebagai berikut : 1. Torsi, merupakan beban puntir yang diakibatkan saat memutar rangkaian pipa bor. 2. Drag, merupakan berat pada rangkaian pipa bor akibat pengaruh gesekan antara rangkaian pipa bor dengan dinding lubang bor.

195

3. Buckling, merupakan beban tertekuknya pipa pada sudut lubang yang dibentuk sangat besar sehingga rangkaian pipa bor akan melengkung pada bagian pertambahan sudut. 4. Tension, merupakan beban tarikan yang dapat mengakibatkan putusnya rangkaian, hal ini terjadi akibat kekatan rangkaian pipa bor lebih kecil daripada beban yang diderita. Untuk mengatasi besarnya torsi, drag, buckling dan tension yang terjadi antara rangkaian pipa bor dangan dinding lubang bor, maka digunakan pipa khusus yaitu pipa fleksibel atau Compressive Service Drill Pipe (CSDP). Pipa ini ditempatkan pada bagian pertambahan sudut agar tidak terjadi kontak yang berlebihan dengan dinding lubang bor. Pada bagian horizontal digunakan Heavy Weight Drill Pipe (HWDP) untuk mendapatkan beban pada pahat. Besarnya WOB pada begian pertambahan sudut dan bagian horizontal dipengaruhi oleh koefisien friksi, beban peralatan dan besar sudut. Pada bagian horizontal harus disediakan beban yang dapat digunakan untuk mendorong peralatan yang rebah pada dasar lubang, yang besarnya harus lebih besar dari beban dragyang terjadi dan torsi yang digunakan untuk disesuaikan dengan kemampuan peralatan agar tidak terjadi pipa terpelintir. Solusi yang dapat dipertimbangkan dalam penyediaan WOB adalah dengan memperkecil harga koefisien friksi (Cf) dan menggunakan peralatan dengan beban yang mencukupi. Penggunaan casing dengan coupling BTC (Buttress Thread Coupling) dilakukan agar tidak terjadi kerusakan pada sambungan casing pada bagian pertambahan sudut yang pada beberapa tempat terdapat dog leg severity yang cukup besar. Coupling BTC umunya memiliki efisiensi joint 100% sehingga lebih kuat terhadap beban bending. Disamping itu, kondisi penyemenan casing akan sangat memuaskan apabila didukung oleh desain semen slurry yang cocok, kualitas semen yang baik dan pemasangan centralizer untuk menjaga agar casing berada ditengah lubang dan penyemenan merata di sekeliling casing. Untuk sistem lumpur pada pemboran horizontal atara bagian vertikal dan pertambahan sudut sampai target, lumpur yang digunakan umumnya mempunyai kondisi yang sama dalam arti berat lumpur dan komposisi mataerialnya cenderung

196

sama. Sedangkan untuk bagian horizontal diperlukan lumpur yang lebih berat dan jenisnya adalah polimer, hal ini dilakukan untuk menahan gaya vertikal terhadap beban batuan diatasnya dan juga untuk penyempurnaan dalam pengangkatan cutting. Dimana lumpur ini mempunyai shear thinning artinya lumpur ini akan semakin encer dengan bertambahnya pengadukan, serta akan mengental kembali bila tidak di aduk atau pengadukannya perlahan. Lumpur polimer ini viskositasnya rendah (encer) sewaktu keluar dari pahat sehingga ROP akan bertambah dan setelah di annulus dimans shear rate berkurang mengakibatkan lumpur ini mendapatkan kekentalan kembali. Problem lain pada pemboran horizontal adalah pengendapan cutting. Problem ini biasanya terjadi pada formasi batuan sedimen dimana kandungan claynya sangat besar sehingga cutting tersebut tidak dapat terangkat kepermukaan secara baik dan sempurna. Pada bagian lubang horizontal, cutting mencapai bagian dasar lubang dengan lintasan jatuh yang pendek sekali, bahkan bagian horizontal hanya sebesar diameter lubang. Sedangkan cutting jatuh dengan kecepatan tertentu sehingga kecenderungan pengendapan cutting akan besar sekali bila proses pengangkatan cutting tidak direncanakan secara baik. Agar cutting tidak mengendap dan segera terangkat ke permukaan dengan baik maka hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Pemilihan Lumpur Pemboran Pemboran horizontal untuk menembus batuan shale terutama dengan kandungan clay yang besar dan mud cake yang tebal, biasanya digunakan lumpur Oil Emulsion Mud/ Oil Base Mud. Keuntungan menggunakan lumpur ini adalah filtrate loss dan water loss berkurang, penetration rate bertambah, dan mud cake menjadi tipis. 2. Pemilihan Bit/Pahat Contoh, pemilihan bit/ pahat yang sesuai dengan kondisi formasi batuan shale, dengan tingkat kekerasan soft (lunak) diguanakn Rolling Cutter Bit dengan ukuran J1 ; J2 ; J3 atau JD3. Bit yang dipilih ini biasanya bergigi panjang dengan jarak antar gerigi agak berjauhan.

197

3. Sistem Operasi Pada pelaksanaan pemboran terdapat pengaturan WOB dan RPM. Untuk mengatasi problem pada formasi seperti tersebut diatas, WOB dikurangi sedangkan RPM ditambah. Faktor mekanis seperti perputaran rangkaian pipa dan pemakaian stabilizer tipe welded sleeve dan eccentric tool joint, akan membantu pengangkatan cutting dengan mendorong cutting yang akan mengendap menuju ke permukaan. Selain itu ditunjang juga dengan mengatur laju aliran lumpur (aliran turbulen) yang optimum pada bagian horizontal.

Anda mungkin juga menyukai