Anda di halaman 1dari 10

1

1. Sejarah samurai
Samurai sangat identik dengan negara matahari terbit. Namun, sayangnya ,keterkenalan samurai di kalangan masyarakat dunia maupun Indonesia tidak diikuti dengan informasi yang berisi kebenaran tentang samurai ini. Budaya Jepang yang sati inipun hanya sedikit dimengerti betul oleh masyarakat Kita sering salah memahami kata samurai dengan mengartikannya sebagai nama jenis senjata dalam budaya jepang. Padahal samurai merujuk pada orang atau jalan hidup, sedangkan senjata yang selama ini diartikan sebagai samurai sebenarnya adalah Katana. Dalam budaya Jepang Katana merupakan senjata khas yang digunakan oleh para Samurai yang bebrentuk pedang. Samurai adalah istilah untuk perwira militer kelas elit sebelum zaman industrialisasi di Jepang. Kata "samurai" berasal dari kata kerja "samorau" asal bahasa Jepang kuno, berubah menjadi "saburau" yang berarti "melayani", dan akhirnya menjadi "samurai" yang bekerja sebagai pelayan bagi sang majikan. a. Samurai pada masa Yamato Asal muasal kaum samurai adalah pada wangsa (keluarga) Yamato, yang merupakan klan terkuat di Jepang hingga abad ketujuh Masehi. Istilah samurai, pada awalnya mengacu kepada seseorang yang mengabdi kepada bangsawan. Yang dinamakan samurai hanya mereka yang lahir di keluarga terhormat dan ditugaskan untuk menjaga anggota keluarga kekaisaran. Selanjutnya keluarga Yamato kesulitan mempertahankan sentralisasi negara dan mulai mendelegasikan tugas militer, administrasi, dan penarikan pajak pada mantan pesaing yang befungsi sebagai gubernur. Yamato dan kekaisaran makin melemah, sedangkan gubernur lokal makin kuat. Beberapa di antara mereka berevolusi menjadi daimyo atau penguasa feodal yang menguasai teritori tertentu dan independen dari pemerintahan pusat. Periode tersebut disebut masa Heian (749-1185) yaitu ketika Jepang terpisah dalam beberapa provinsi yang dipimpin oleh gubernur (daimyo) yang langsung didatangkan dari ibukota kekaisaran Heiankyo (Kyoto). Para daimyo umumnya adalah pangeran yang memiliki pasukan pengawal. Pengawal inilah yang dikenal sebagai samurai. Istilah lain yang mengacu kepada samurai yakni bushi yang berarti orang yang dipersenjatai/kaum militer.

b. Samurai pada masa Tokugawa Pada masa pemerintahan Tokugawa diberlakukan kebijakan pengasingan nasional. Semua orang jepang dilarang meninggalkan negara secara permanen dan menolak semua orang asing mengunjungi jepang. Jepang benar-benar terisolasi dari dunia internasional. Kebijakan ini menjadi faktor paling penting dan menyebabkan panjangnya masa pemerintahan Tokugawa hingga mencapai 250 tahun. Semasa Keshogunan Tokugawa, samurai berangsur-angsur kehilangan fungsi ketentaraan mereka. Karena tidak terlibat perang, samurai pada masa Tokugawa menggunakan waktu luang mereka untuk mendapat derajat pendidikan yang tidak dikenal di masa dahulu. Selama periode ini, para samurai yang sudah mendalami berbagai disiplin ilmu lain di luar seni perang, secara kolektif mulai menuliskan ciri-ciri ideal seorang samurai yang dikenal dengan Bushido atau Jalan Ksatria. Inti bushido pada era Tokugawa adalah keyakinan bahwa samurai harus memiliki kesetiaan mutlak pada tuan/pimpinan mereka dan memiliki standar moral tinggi untuk semua tindakan dalam kehidupannya. Pada akhir era Tokugawa, samurai secara umumnya adalah kakitangan umum bagi daimyo, dengan pedang mereka hanya untuk tujuan istiadat. c. Samurai pada Era Meiji Saat iti Tokugawa sadar bawha tidak bisa mempersatukan dan membangun jepang hanya dengan pedang dan tradisi yang kaku, maka kekuasaan diserahkan kepada Meiji. Sistem feodal kuno dan kelas samurai dihapuskan secara resmi. Meiji memerintahkan para samurai untuk menyarungkan semua katananya dan diganti dengan pena, teknologi, undang-undang dan ilmu pengetahuan. Ssat itu ada dua juta Samurai dikembalikan ke masyarakat, mereka belajar bahkan pergi keAmerika. Mereka juga menterjemahkan berbagai buku asing. Dengan semnagat Bushido, mereka membangun jepang. Dengan reformasi Meiji pada akhir abad ke-19, samurai dihapuskan sebagai kelas berbeda dan digantikan dengan tentara nasional menyerupai negara Barat.

2. Tokoh Tokoh Samurai

1. Miyamoto Musashi yang sering dianggap sebagai samurai terbesar dalam sejarah, adalah seorang pelukis ulung. Hasil karyanya yang kini sudah berusia 400 tahun yang melukiskan seekor burung yang sedang bertengger di atas sebuah cabang kering sangat terkenal. Yang menarik perhatian bukan hanya apa yang nampak di permukaan kanvas, namun lebih jauh agalah goresan yang mencerminkan spirit yang dihembuskan sang pelukis berupa rasa percaya diri dan ketegasan. Di dalam buku yang ditulisnya yang berjudul The Book of Five Rings, Musashi mengatakan Bahwa ilmu tertinggi dari ilmu pedangnya adalah nothingness atau ketiadaan. Para samurai meyakini bahwa teknik fisik bukanlah hal yang paling penting. Kesadaran ini muncul setelah latihan bertahun-tahun lamanya, dirasakan bahwa kemampuan fisik justru kerap membatasi kekuatan dan teknik seorang samurai. Namun sebaliknya hati (jiwa) seorang manusia adalah sumber kekuatan orisinil yang tak berbatas. Hati memiliki kekuatan yang tak terhingga karena ia terhubung langsung dengan alam semesta. Alasan lain yang membuat mereka tidak mengutamakan sisi fisik, karena meskipun keberadaan manusia adalah kombinasi fisik dan spiritual, namun kelak jiwa akan tetap hidup meskipun fisik hancur. 2. Kenshin Uesugi dua tokoh samurai yang sangat terkenal di Jepang karena meskipun mereka bermusuhan, namun keduanya memiliki rasa saling hormat yang sangat besar satu sama lain. Kenshin Uesugi dikenal sebagai samurai jarang terlibat dalam pertarungan yang bermuatan politis. Meskipun rekan-rekan politisinya seringkali mengajak ia untuk berperang bersama mereka, ia selalu mampu meyakinkan rekan-rekannya bahwa perang bukan selalu cara yang terbaik untuk mencapai tujuan mereka. Kenshin Uesugi pun sangat menjunjung tinggi nilai keadilan. Jika ia tidak melihat keadilan dalam suatu pertarungan, maka ia tidak akan ambil bagian di dalamnya. Kenshin dikenal sebagai seorang samurai spiritual yang sesungguhnya. Shingen dan Kenshin menunjukkan bahwa seorang samurai sangat

mengutamakan sopan santun dan menunjukan rasa hormat diantara keduanya. 3. Toyotomi hideyoshi, dalam biografinya yang terkenal ia mengatakan: Meski dikenal karena kemampuan kemiliteran, aku masih lebih bangga dengan keterampilanku sebagai seorang negarawan. Aku lebih memiilih berdiplomasi daripada bertempur. Sebagian besar penaklukan yang kulakukan terjadi tanpa pertumpahan darah, dan banyak orang berkata bahwa aku adalah diplomat terbaik

dalm sejarah jepang. Jika kau ingin mencapai kesepakatan yang menguntungkan dengan mereka yang berseberangan denganmu tanpa harus memenggal kepala mereka, maka kau akanmerasakan manfaat dari pendekatan yang kulakukan. 4. Oda Nobunaga Oda Nobunagalahir 23 Juni 1534 meninggal 21 Juni 1582 pada umur 47 tahun) adalah seorang daimyo Jepang. Nobunaga dikenal dengan kebijakan yang dianggap kontroversial seperti penolakan kekuasaan oleh klan yang sudah mapan, dan pengangkatan pengikut dari keluarga yang asal-usul keturunannya tidak jelas. Nobunaga berhasil memenangkan banyak pertempuran di zaman Sengoku berkat penggunaan senjata api model baru. Selain itu, ia ditakuti akibat tindakannya yang sering dinilai kejam, seperti perintah membakar semua penentang yang terkepung di kuil Enryakuji, sehingga Nobunaga mendapat julukan raja iblis. 5. Uesugi Kenshin Ia terkenal sangat berwibawa dan disenangi oleh pengikutnya dan kalangan bangsawan. Kenshin sangat memuja dewa perang Bishamonten, sampai-sampai pasukan Kenshin mengibarkan bendera perang bertuliskan Bi yang merupakan Aksara Kanji untuk Bishamonten. Kenshin juga terkenal cerdas dalam soal taktik berperang dan pandai berdiplomasi dengan musuh sehingga selama hidupnya hampir selalu menang dalam pertempuran. Kenshin sekalipun tidak pernah kalah dalam berbagai pertempuran melawan Takeda Shingen dan Hj Ujiyasu yang merupakan musuh besarnya.

3. Prinsip-Prinsip Para Samurai


Jika mendalami lebih jauh tentang prinsip-prinsip samurai, maka kita akan menemukan bahwa dibalik ketangkasan seorang samurai dalam memainkan pedang dan strategi bertempur, sesungguhnya mereka diarahkan untuk hidup dalam ketenangan jiwa dan keyakinanan hati. Prinsip ini betul-betul ditanamkan ke dalam pikiran dan hati seorang samurai, sehingga mereka senantiasa menghidupkan hati sebagai sumber cahaya dan keyakinan diri. Samurai harus sopan dan terpelajar Hal yang paling mendasar dalam prinsip samurai adalah ajaran untuk senantiasa hidup dengan kejujuran terhadap diri sendiri; jika tidak, mereka

dianggap belum benar-benar menjalani hidup secara utuh. Ajaran tersebut meski tampak sederhana namun sesungguhnya sangat bermakna dan membawa kedamaian dalam hati setiap samurai. Jika telah jujur pada diri sendiri, maka secara spontan mereka pun akan jujur pada siapapun. Kode etik bushido mengendalikan setiap aspek kehidupan para samurai. Petunjuk utama para samurai dalam hukum tersebut adalah mereka harus mengembangan keahlian oleh pedang dan berbagai senjata lain, berpakaian dan berperilaku secara khusus, dan mempersiapkan kematian yan bisa terjadi sewaktu-waktu ketika melayani tuannya. Samurai spiritual memaknai pertempuran sebagai sesuatu yang sakral. Bagi mereka musuh harus dihormati musuh, hal itu merupakan cerminan dari menghormati diri sendiri. Menurut kode samurai, baik menang ataupun kalah, keduanya harus dilakukan dengan keindahan dan harga diri. Karena itu dalam peperangan mereka dipagari oleh ajaran etika prajurit yang ketat.

Beberapa etika pertarungan mereka adalah:


Tidak Menyerang dari Belakang: Seorang samurai tidak akan pernah menyerang musuhnya dari belakang, karena hal ini dianggap merendahkan. Hal ini masih dijalankan dalam sistem pertandingan karate modern hingga saat ini. Dilakukan dengan Keindahan & Harga Diri Menurut kode samurai,

baik menang ataupun kalah, keduanya harus dilakukan dengan keindahan dan harga diri. Dilakukan Sampai Tuntas. Karena pertarungan ini adalah semacam

suratan takdir, maka merupakan tugas sang samurai untuk menjalankannya dan bertanggung jawab akan hasil akhirnya sampai tuntas. Walaupun ada beberapa samurai yang sepenuhnya militaris, sebagian lainnya adalah samurai spiritual yang mencoba memahami dunia dan kontradiksi di dalamnya. Para samurai ini lebih merasa terhormat jika melindungi daripada membunuh. Pedang mereka merupakan simbol spiritualitas dari komitmen, amanah, dan wadah bagi jiwa mereka.

4. Bunga Sakura
Bunga sakura adalah salah satu simbol samurai, karena bunga sakura mekar bersemi hanya dalam waktu yang singkat. Seperti prajurit samurai, bunga

sakura gugur di puncak kematangannya, akan tetapi jiwa samurai tetap abadi dengan keindahannya. Hal tersebut membuat mereka belajar untuk senantiasa menghargai detik demi detik kehidupan dan menghargai serta menikmati momenmomen sebagai sesuatu yang indah. Mereka melakukan yang terbaik dalam setiap gerak dan tindakannya karena mereka tidak menginginkan ada penyesalan dengan membiarkan waktu berlalu begitu saja. Itulah prinsip sakura. Shingen Harunobu Takeda, sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir mengucapkan sebait puisi:

5. Kematian Samurai
Kematian dianggap sebagai jalan yang mulia bagi seorang samurai daripada tindakan pahlawan-pahlawan lain. Cara kematian dianggap suatu hal yang sangat penting bagi seorang samurai. Ajaran yang menerangkan mengenai mati yang terbaik telah ditulis di dalam sebuah buku, Hagakure pada kurun ke18. Ditulis lama selepas tentera samurai Berangkat ke medan peperangan, Hagakure - buku tersebut dikatakan telah membawa semangat dan panji samurai ke arah kemelaratan dan kesesatan. Tidak dapat dinafikan, wujudnya satu idealisme yang baik di dalam buku tersebut tetapi telah telah disalahtafsirkan oleh para samurai kerana kekaburan maksud kalimatnya. Malah, contoh utama yang boleh dipaparkan di sini terletak di Bab Pendahuluan buku Hagakure itu sendiri: Jalan Samurai ditemui dalam kematian. Apabila tiba kepada kematian, yang ada di sini hanya pilihan yang pantas untuk kematian.

Baris-baris kalimat di atas kemudian menjadi ayat-ayat yang paling popular dalam kebanyakan buku dan majalah mengenai samurai atau budaya bela diri masyarakat Jepang. Petikan di bawah merupakan antara isi kandungan buku Hagakure: Kita semua mau hidup. Dalam kebanyakan perkara kita melakukan sesuatu berdasarkan apa yang kita suka. Tetapi sekiranya tidak mencapai tujuan kita dan terus untuk hidup adalah sesuatu tindakan yang pengecut. Tiada keperluan untuk malu dalam soal ini. Ini adalah Jalan Samurai (Bushido). Jika sudah ditetapkan jantung seseorang untuk setiap pagi dan malam, seseorang itu akan dapat hidup walaupun jasadnya sudah mati, dia telah mendapat kebebasan dalam Jalan tersebut. Keseluruhan hidupnya tidak akan dipersalahkan dan dia akan mencapai

apa

yang

dihajatinya.

Buku Hagakure telah mempengaruhi kehidupan para samurai. Kematian Nobufusa dan Taira Tomomori juga dipengaruhi oleh buku ini.

Taira Tomomori boleh dianggap sebagai Jenderal Taira yang paling agung, telah membunuh diri kerana nasihatnya telah diabaikan pada saat-saat akhir ketika Perang Gempei.

Cara

Kematian1:

Mati Di

Medan

Pertempuran

Sebagaimana pejuang-pejuang Islam yang menganggap mati syahid dalam peperangan untuk membela Islam sebagai satu kemuliaan, begitu juga dengan para samurai. Mati dibunuh di medan perang adalah lebih baik daripada hidup tetapi ditangkap oleh musuh. Salah seorang samurai yang terkenal, Uesugi Kenshin sempat meninggalkan pesanan kepada para pengikutnya sebelum mati: Seseorang yang tidak mau mati karena tertusuk panah musuh tidak akan mendapat perlindungan daripada Tuhan. Bagi kamu yang tidak mau mati karena dipanah oleh tentara biasa, karena mau mati di tangan pahlawan yang handal atau terkenal, akan mendapat perlindungan Tuhan.

Tidak ada samurai yang pernah terhindar daripada bayangan maut semasa di medan perang. Kebanyakan nama besar dalam dunia samurai tumbang di medan perang. Ayah Uesugi Kenshin terbunuh di dalam pertempuran. Kebiasaanya, seseorang samurai akan membuat puisi kematian ketika menjelang maut.

CaraKematian2:Seppuku Tindakan di mana seseorang menyobek perutnya, sebagai suatu cara membunuh diri. Merupakan unsur yang paling popular dalam mitos samurai. Bagi seorang samurai, membunuh diri adalah lebih baik daripada membiarkan ditangkap, karena sekiranya samurai itu masih hidup dan ditangkap, ia dianggap membawa malu kepada nama keluarga dan raja.

Di Barat, cara membunuh diri ini dipanggil Hara-kiri (artinya tindakan Membunuh Diri dengan membelah perut tetapi istilah ini tidak digunakan oleh

para samurai), tidak diketahui kapan istilah itu digunakan. Walau bagaimana pun, seperti yang tercatat dalam sejarah, Seppuku ini mula dilakukan oleh Minamoto Tametomo dan Minamoto Yorisama pada akhir kurun ke-12. Dari sinilah asalnya seorang samurai memilih cara ini karena lebih mudah melakukan dibandingkan membunuh diri dengan cara memenggal kepala sendiri. Ada juga yang mengatakan bahawa dengan melakukan seppuku, iaitu dengan membelah perut adalah merupakan cara yang paling jujur untuk mati. Ini karena, dia sebelum mati akan merasai kesakitan yang amat sangat dan ini mungkin tidak berani dihadapi oleh kebanyakan orang. Oleh karena itu, mati dengan cara seppuku dianggap sebagai suatu keberanian dan kehormatan.

Pada zaman Edo, seppuku telah menjadi sebagai salah satu upacara terhormat dalam kebudayaan Jepang. Mula-mula, karpet tatami putih akan dikeluarkan, kemudian satu bantal yang besar akan diletakkan di atasnya . Para saksi pembunuhan akan berdiri di sebelah samurai tersebut (pelaku seppuku), bergantung kepada pentingnya kematian (sebagai satu nilai penghormatan kepada pelaku seppuku). Samurai yang menjalani seppuku, memakai baju kimono putih, akan duduk berlutut (seiza) di atas bantal tersebut. Di sebelah kiri, pada jarak kira-kira satu meter dari samurai tersebut, seorang kaishakunin, atau `kedua akan turut berlutut. Kaishakunin atau `Kedua adalah sahabat akrab kepada samurai yang telah meninggal kerana melakukan seppuku. Karena perbuatan ini dianggap tidak senonoh dan amat memalukan (tabu), maka hanya orang-orang yang layak dan terpilih (berkesanggupan untuk melakukan tugas membantu) saja yang akan menjadi kaishakunin.

Di depan samurai (pelaku seppuku) ini akan ada sebilah pisau bersarung yang terletak di dalam talam. Apabila samurai tersebut merasakan dia telah siap, samurai tersebut akan menanggalkan kimononya dan membebaskan bagian perutnya. Kemudian dia akan mengangkat pisau dengan sebelah tangan, manakala sebelah tangan lagi menanggalkan sarung pisau tersebut dan meletakkannya ke tepi.

Apabila dia telah bersedia, dia akan mengarahkan mata pisau tersebut pada sebelah kiri perut, dan menggoreskannya ke kanan. Selepas itu, pisau tersebut

akan diputar dalam keadaan masih terbenam di dalam perut dan ditarik ke atas. Kebanyakan samurai tidak sanggup lagi untuk melakukan tindakan ini, maka ketika inilah kaishakunin (artinya kedua) akan memenggal kepala samurai tersebut setelah melihat sejauh mana kesakitan yang terpapar pada wajahnya.

Tindakan yang dilakukan sampai selesai dikenali sebagai jumonji (crosswise), sayatan bintang, dan seandainya samurai (pelaku seppuku) dapat melakukannya, maka seppuku yang dilakukannya dianggap amat bernilai dan disanjung tinggi. Seppuku juga mempunyai nama-nama tertentu, bergantung kepada fungsi atau sebab melakukannya:

Junshi: Dilakukan sebagai tanda kesetiaan kepada raja, apabila raja

tersebut meninggal. Pada zaman Edo, junshi telah diharamkan karena dianggap sia-sia dan merugikan karena negara akan banyak kehilangan perwira yang setia.

Kanshi: Membunuh diri semasa demonstrasi. Tidak begitu popular,

melibatkan seseorang yang melakukan seppuku sebagai tanda peringatan kepada seseorang raja apabila segala bentuk musyawarah (persuasion) gagal

Sokotsu-shi: Seseorang samurai akan melakukan seppuku sebagai

tanda menebus kesalahannya. Ini merupakan sebab yang paling popular dalam melakukan seppuku.

6. Manfaat Samurai
Paparan di atas dapat menggambarkan sosok samurai bahwa mereka bukan hanya melayani tuannya, tapi hidup untuk melayani hatinya. Karena itu mereka selalu berusaha untuk hidup dengan pikiran yang jernih dan hati yang murni. Meskipun para Samurai Jepang telah mengalami berberapa periode kekuasaan, tapi hal itu justru membuat Jepang semakin kukuh.Bagaimanapun juga, sifat samurai yang ketat yang dikenal sebagai bushido masih tetap ada dalam masyarakat Jepang masa kini. Dengan kegigihan para samurai untuk berkembang maju dan selalu belajar maka samurai telah memberikan dampak yang baik bagi kehidupan Jepang di masa kini. Nilai-nilai Bushido para samurai Jepang terlah terbukti membangun karakter bangsa Jepang. Dan kini Jepang merupakan salah satu negara maju di dunia dan sebuah bangsa berkembang maju jika bangsa tersebut tidak melupakan sejarahnya.

10

Referensi
Anne ahira /http//:www.anne.ahira.com
Ari Ginanjar Agustian/http://bansai-dojo.com/

www.samuraicharacterbuilding.com

Anda mungkin juga menyukai