Anda di halaman 1dari 3

Pertanyaan: Sebutkan dan jelaskan genetical etiopatogenesis untuk agenese!

Agenesis adalah tidak dibentuknya atau tidak tumbuhnya benih gigi. Agenesis dapat mengenai satu atau beberapa gigi, bahkan dapat mengenai seluruh gigi dan dapat terjadi pada gigi sulung maupun gigi tetap. Hipodonsia adalah tidak terdapatnya satu atau beberapa gigi, biasanya satu hingga enam gigi. Oligodonsia adalah tidak adanya sejumlah gigi, biasanya lebih dari enam gigi dan umumnya dihubungkan dengan sindroma spesifik dan atau kelainan abnormal yang berat, sedangkan anodonsia merupakan bentuk ekstrim dari oligodonsia yang menunjukkan tidak adanya seluruh gigi (Shimizu dan Maeda, 2009). Gigi yang biasa mengalami agenesis adalah gigi yang berkembang terakhir dari setiap kelas morfologi gigi, yakni insisivus lateral, premolar dua dan molar ketiga (Sungkar dan Soenawan, 2008) Etiologi agenesis dapat berupa faktor genetik maupun lingkungan. Faktor genetik disini memegang peranan penting (Neville dkk., 1995). Beberapa pola pewarisan yang dikemukakan literatur yaitu autosomal dominan dengan penetrasi tidak sempurna, resesif, atau pola pewarisan x-link. Pada sebagian besar kasus, agenesis diturunkan secara autosomal dominan dengan penetrasi tidak sempurna dan ekspresi yang bervariasi. Grahnen mendapatkan bahwa bila salah satu orang tua memiliki satu atau lebih agenesis gigi, maka kemungkinan anaknya memiliki kelainan yang sama (Vastardis, 2000). MSX1 dan PAX9 adalah faktor transkripsi yang dibutuhkan untuk perkembangan normal dari gigi. MSX1 merupakan Muscle segment homebox yang bertindak berulang-ulang selama organogenesis. PAX9 merupakan gen Paird box domain yang dinamai sesuai dengan keberadaan DNA yang mengikat paired domain. PAX9 memainkan peranan penting sebagai pengatur pluripotensi dan diferensiasi seluler selama pola embrio dan organogenesis. MSX1 dan PAX9 akan berinteraksi selama tahap perkembangan gigi, PAX9 diketahui untuk mengaktifkan transkripsi MSX1 pada tahap tunas. Pada tikus, tanpa adanya MSX1 maupun PAX9, pertumbuhan gigi akan terhambat. Gen MSX1 pada manusia terdiri dari dua ekson. Ekson yang kedua mencakup homedomain yang akan mengikat DNA dan proteinprotein yang memfasilitasi interaksi MSX1 dan PAX9 serta molekul odontogenetik lainnya. Indikasi pertama bahwa gen MSX1 berhubungan dengan hipodonsia berasal

dari hasil analisis hubungan genetik pada keluarga dengan agenese gigi premolar kedua dan molar ketiga yang menunjukkan adanya suatu tempat gen dimana MSX1 berada. Tes fungsional biokemikal menunjukkan kemampuan dari MSX1 yang bermutasi untuk mengikat DNA dan protein yang berinteraksi nyaris hilang dan MSX1 tidak mampu menunjukkan fungsinya (Matalova dkk., 2008). Pada manusia, analisis mengenai hubungan genetik dari keluarga dengan autosomal dominan hipodonsia selektif menunjukkan mutasi pada gen Muscle segment homebox 1 (MSX1). Mutasi dari gen MSX1 dan paired box 9 (PAX9) diketahui dapat menyebabkan hilangnya atau tidak berkembangnya gigi permanen (Charlene Chun_Lam Wu dkk., 2007). MSX1 predominan dapat mempengaruhi premolar kedua dan molar ketiga (Shimizu dan Maeda, 2009). Beberapa kondisi yang berhubungan dengan agenese (Charlene Chun_Lam Wu dkk., 2007): 1. Ectodermal dysplasia Ektodermal Displasia mengacu pada sekelompok kelainan bawaan yang melibatkan struktur ectodermal. Kondisi ini biasanya berkaitan dengan x-linked atau autosom dominan. Penampakan klinis dari bentuk hypohydrotic x-linked ini salah satunya adalah hilangnya beberapa gigi, dibandingkan anomaly bentuk dan email, agenese gigi adalah kelainan utama dari ED. 2. Cleft lip and palate Gangguan dari lamina gigi pada pasien sumbing dapat menyebabkan abnormal induksi atau proliferasi dari mesenkim oral, yang mengarah pada pembentukan gigi supernumerari dan hipodonsia pada waktu yang sama. Tidak adanya bawaan dari gigi permanen secara signifikan lebih umum terjadi pada anak-anak dengan bibir sumbing (CL) dan atau langit-langit (CP). Pada pasien dengan cacat sumbing, gigi yang paling sering hilang (tidak termasuk molar ketiga) adalah gigi insisivus rahang atas lateral permanen, di wilayah sumbing. 3. Down syndrome Prevalensi hipodonsia pada pasien sindrom Down berkisar antara 40 sampai 60%, sekitar setengah dari mereka tidak adanya satu atau dua gigi, dan hanya 7% yang hilang 6 atau lebih. Dalam populasi Kaukasia sindrom Down, gigi yang paling sering absen adalah gigi insisivus lateral rahang atas diikuti oleh premolar kedua rahang bawah dan premolar kedua rahang atas.

Daftar Pustaka

Charlene Chun_Lam Wu., Ricky Wing-Kit Wong., Hagg, Urban., A Review of Hypodontia : The Possible Etiologies and Orthodontic, Surgical and Restorative Treatment Options-Conventional and Futuristic, Hong Kong Dental Journal 2007;4:113-21 Matalova, E., Fleischmannova, J., Sharpe ,P.T., Tucker, A.s., Tooth Agenesis: from Molecular Genetics to Molecular Dentistry, J Dent Res 2008;87:617 Neville, B.w., Damm, D.d., Allen, C.M., Bouquot, J.E., 1995, Oral and Maxilofacial Pathology, WB Saunders, Philadelphia, 60-1 Shimizu, T., Maeda, T., Prevalence and Genetic Basis of Tooth Agenesis, Japanese Dental Science Review 2009;45:52-58 Sungkar, S dan Soenawan, H., Agenesis Bilateral Insisivus Sentral Rahang Bawah, M.I Kedokteran Gigi 2008;Vol.23 No.4 Vastardis, H., The Genetics of Human Tooth Agenesis: New Discoveries for Understanding Dental Anomalies, American Journal of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics 2000;117:650-6

Anda mungkin juga menyukai