Anda di halaman 1dari 72

1

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang di sebut HIV(Human Immunodeficiency Virus)yang mudah menular dan mematikan dengan merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan menurunkan ketahanan tubuh sehingga infeksi dan penyakit lain dapat dengan mudah masuk dan menyerang tubuh (www.depkes.go.id). Kasus dari semula di temukan di afrika, wilayah ini yang paling terkena dampak HIV/AIDS dengan prevalensi infeksi HIV paling tinggi yang dihuni oleh hanya 10% populasi didunia, tetapi dua per tiga kasus HIV/AIDS terjadi diwilayah ini, yaitu sekitar 24,7 juta (21,8-27,7 juta). Pada tahun 2006 diperkirakan terjadi infeksi baru sejumlah 2,8 juta dan 2,1 juta meninggal disebabkan AIDS. Sampai akhir tahun 2005, pada populasi usia15-49 tahun, 5,9% hidup dengan HIV.World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa 40% penginap HIV, tinggal di Negaranegara yang sedang berkembang dan meramaikan timbulnya wabah

wabah besar di Bangladesh, Pakistan, India, Indonesia, Filipina.(Depkes,2007) Secara global proporsi perempuan terinfeksi HIV terus meningkat. Pada tahun 1997 proporsi perempuan masih 41%, tahun 2006 diantara orang dewasa (15-49 tahun)yang terinfeksi HIV diantaranya perempuan.

Di Indonesia secara resmi kasus HIV/AIDS yang pertama kali di temukan,di laporkan terjadi pada seorang turis asing di Bali tahun1987. Walaupun sebelumnya sudah ada berita tidak resmi bahwa sedikitnya ada tiga kasus AIDS di Jakarta pada tahun 1983, tetapi tidak tercatat di departemen kesehatan, maka kasus pertama kali di Indonesia di sepakati pada tahun 1983. Secara kumulatif pengidap infeksi HIV dan kasus AIDS di Indonesia sejak 1 januari 1987 hingga 1 maret 2008, sebesar 17.998 orang dengan jumlah kematian 2486 orang.(Ditjen P2&PL,2008). Pada Tabel 1.1 menunjukan kelompok yang tertinggi terkena HIV/AIDS adalah kelompok umur 20-29 tahun, di susul oleh kelompok umur 30-39 tahun . Di lihat dari masa inkubasi HIV yakni 5-10 tahun di perkirakan mereka ter infeksi HIV pada saat remaja usia 15-24 tahun. Tabel 1.1 Jumlah Kumulatif Kasus AIDS di Indonesia Menurut Golongan, Umur Hingga Akhir Maret 2008 Gol Umur <1 1-4 5-14 15-19 20-29 30-39 40-49 50-59 >60 Tak Diketahui AIDS 557 114 42 387 6364 3298 936 243 58 371 AIDS/IDU 0 0 330 110 3876 1383 199 30 12 121

Sumber Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2008 Remaja rentan terhadap berbagai prilaku beresiko yang dapat menuju HIV/AIDS. Banyak remaja dunia yang sudah aktif secara seksual. Setiap tahunnya kira-kira 15 juta remaja usia 15-19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi dan terdapat 100 juta remaja terinfeksi penyakit menular seksual yang dapat di sembuhkan (Pathfinder,2000) Penelitian Kristyanto (2002) tentang HIV/AIDS pada remaja di kota Tanjung Pinang Kepulauan Riau.dapatkan prilaku beresiko tinggi tertular

HIV/AIDS pada remaja sebesar 5,5% sedangkan Rianawati (2001)dalam penelitiannya pada maha siswa indekost belum menikah di Yogyakarta,di dapatkan prilaku beresiko tertular HIV/AIDS sebesar 10,7%. Remaja merupakan kelompok sosial yang rawan terhadap penularan HIV/AIDS, hal ini di sebabkan karena kurangnya pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS, sehingga menyebabkan mereka melakukan prilaku beresiko tertular HIV/AIDS, seperti hubungan seks yang tidak aman dan penggunaan jarum suntik narkoba secara bergantian, maupun gabungan keduanya. Sikap remaja tentang HIV/AIDS dari hasil penelitian masih tergolong buruk, didapatkan bahwa 49,7% remaja di Kota Tanjung Pinang Kepulauan Riau mempunyai sikap yang negatif atau buruk dalam menghindari penularan HIV/AIDS (Kristyanto, 2002). Penelitian Rianawati (2001) mengungkapkan bahwa terdapat 46,7% remaja

bersikap negative/buruk terhadap upaya pencegahan penularan HIV/AIDS di Kota Yogyakarta. Sikap negatif /buruk remaja tentang HIV/AIDS, karena sikap merupakan salah satu factor yang dapat mempengaruhi prilaku seseorang di samping pengetahuan, persepsi, keperceyaan dan lain-lain. Prilaku beresiko remaja yang dapat menuju HIV/AIDS merupkan perwujudan dari sikap negative terhadap upaya menghindarkan diri dari penularan HIV/AIDS. Meluasnya HIV/AIDS akan menimbulkan dampak buruk terhadap pembangunan nasional secara keseluruhan.tidak ada berpengaruh terhadap bidang kesehatan tetapi juga mempengaruhi bidang social ekonomi, apalagi paling banyak terjadi pada kelompok usia produktif. Oleh karena itu, informasi tentang perkembangan kasus HIV/AIDS perlu terus di lakukan agar didapatkan gambaran tentang besaran masalah sebagai salah satu pendukung alam upaya pencegahan maupun penanggulangan.(Depkes R.I,2007) B. RUMUSAN MASALAH Penderita HIV/AIDS sebagian besar berada pada usia produktif (15-49 tahun) dalam hal ini remaja sangat rentan sekali terinfeksi HIV/AIDS, korbannya terus meningkat dari tahun ketahun, saat ini terdapat 62 juta remaja yang tumbuh di indonesia, presentase pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS masih tergolong buruk sementara remaja sangat rentan melakukan prilaku beresiko terinfeksi HIV/AIDS yaitu semakin meningkatnya hubungan seksual yang tidak aman, pecandu obat bius, jarum suntik (narkoba) oleh karena itu perlu diketahui

bagaimanakah gambaran pengetahuan dan sikap beresiko tertular HIV/AIDS pada siswa SMAN 1 CIKARANG BARAT. C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengetahuan dan sikap beresiko tertular HIV/AIDS pada remaja di SMAN CIKARANG BARAT. 2. Tujuan khusus 1. Memperoleh gambaran mengenai sikap remaja tentang penularan HIV/AIDS. 2. Memperoleh gambaran mengenai pengetahuan remaja tentang penularan HIV/AIDS. 3. Memperoleh gambaran karakteristik remaja (umur, jenis kelamin, agama) 4. Memperoleh gambaran mengenai sumber informasi pada remaja tentang penularan HIV/AIDS. 5. Mengetahui hubungan antara pengetahuan remaja tentang penularan HIV/AIDS, terhadap sikap beresiko tertular HIV/AIDS. 6. Mengetahui hubungan antara karakteristik remaja (umur,jenis kelamin, agama) tentang penularan HIV/AIDS, terhadap sikap beresiko tertular HIV/AIDS.

7. Mengetahui hubungan antara sumber informasi tentang penularan HIV/AIDS, terhadap sikap beresiko tertular HIV/AIDS. a. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Dapat memberikan wawasan dan pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian di bidang kesehatan serta dapat dijadikan bekal untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. 2. Bagi poltekkes Jakarta III jurusan kebidanan Di harapkan dapat di gunakan sebagai bahan acuan untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan terhadap sikap beresiko terkena HIV/AIDS 3. Bagi Peneliti Lain Sebagai bahan masukan dan bahan pembanding dalam penelitian lebih lanjut mengenai HIV/AIDS dan hal-hal yang belum terungkap dalam penelitian ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV/AIDS 2.1.1 Pengertian HIV/AIDS Virus HIV
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun. Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindung. Dampaknya adalah kita dapat meninggal dunia terkena pilek biasa.(Syahlan,et al,1997)

Penyakit AIDS AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena

sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV. 2.1.2 Etiologi HIV/AIDS Virus HIV tergolong retrivirus yang mempunyai materi genetic RNA, bila virus masuk kedalam sel tubuh penderita ,maka RNA virus akan di ubah menjadi DNA oleh enzim reverse transcriptase yang dimiliki oleh HIV.DNA pro-virus kemudian diintegrasikan kedalam sel penderita dan selanjutnya di programkan untuk membentuk gen virus. 2.1.3 Gambaran klinis HIV/AIDS Penyakit ini digolongkan dalam penyakit infeksi dengan klasifikasi sebagai berikut: 1. Kelompok 1: infeksi akut yaitu penyakit yang dimulai dari masuknya virus antibody terhadap virus HIV, sampai terjadinya perubahan serologic,dimana antibody terhadap virus berubah negative menjadi positif.rentang waktu perubahan tersebut disebut window period yang lamanya 1-3 bulan,bahkan dapat berlangsung selama 6 bulan. 2. Kelompok 2: infeksi asimsotomatik sebagian besar penderita infeksi HIV akan masuk dalam kelompok ini dan tempak benar-benar sehat, tidak

menunjukan gejala-gejala dan dapat berlangsung 5-10 tahun, diagnosis dapat dibuat berdasarkan hasil tes darah 3. Kelompok 3: limfaadenopati yaitu adanya pembesaran kelenjar limpa tidak hanya satu tempat yang berlangsung lebih dari satu bulan.

4. Kelompok 4: yaitu keadaan yang disertai dengan adanya penyakit lain; a. Penyakit konstitusional: bila terdapat satu atau lebih gejala-gejala demam lebih dari satu bulan, penurunan berat badan lebih dari 10%, diare lebih dari 1 bulan tanpa adanya infeksi lain b. Penyakit neurologik: bila terdapat satu atau lebih keadaan

(dementia,milopati tanpa adanya penyakit lain) c. Keganasan sekunder (kanker skunder) d. Panas yang hilang timbul,maupun yang terus menerus e. Radang paru-paru f. Radang karena jamur dimulut dan dikerongkongan Kondisi yang ditetapkan sebagai AIDS (CDC, 1993 revisi) : 1. Keganasan 2. Infeksi oportunistik adalah infeksi yang sudah ada didalam tubuh yang timbul dalam keadaan daya tahan tubuh yang lemah. Pemeriksaan penunjang Secara tidak langsung, yaitu dengan melihat melihat respon zat anti spesifik, misalnya: a. ELISA, sensitivitasnya tinggi (98,1- 100%). Biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan sudah infeksi. Hasil positif harus

dikonfirmasikan dengan pemeriksaan Wastern Blot. b. Wastern bolt, spesifitas tinggi (99.6-100%). Namun pemeriksaan ini cukup sulit, mahal dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Mutlak diperlukan untuk konfirmasi pemeriksaan ELISA positif. c. Immunofluorescen asaay (IFA) d. Radioimmunopraecipitation asaay (RIPA)

11

Skema 1: Tahapan penyakit HIV/AIDS


gejala AIDS radang paru, radang pencernaan, jamur, TBC, kanker kulit dll. masuknya HIV HIV+

3 bulan

Nampak sehat tanpa gejala

Masa pendek window period

mulai demam, selera makan < diare,berat badan turun drastis

2 tahun

mati

2.1.4 Transmisi atau penularan HIV/AIDS Transmisi HIV pada manusia dapat ditularkan melalui; 1. Hubungan seksual yang tidak aman (homoseksual, biseksual, heteroseksual) Hubungan seksual tersebut meningkatkan risiko seseorang untuk terinfeksi HIV. Hubungan seksual yang tidak aman berarti seseorang melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan dan tidak menggunakan kondom. Seseorang bisa melakukan hubungan melalui anal (anus atau dubur), oral (mulut) dan vaginal. 2. Paparan terhadap darah, produk darah, atau jaringan organ yang ditransplantasikan melalui transfuse darah yang terinfeksi,dan pemakaian jarum suntik secara berulang atau bergantian. Penularan HIV melalui cara ini disebut sebagai parenteral. Kelompok yang beresiko melalui transmisi

ini adalah penderita hemophilia, petugas kesehatan, pecandu narkoba dengan suntikan dan praktik-praktik penggunaan jarum suntik yang tidak steril (tatto, akupuntur, tindik dan sebagainya) 3. Penularan secara perinatal (dari ibu yang terinfeksi HIV pada janin atau bayinya) HIV/AIDS tidak ditularkan melaluiberjabatan tangan, rangkulan, bersentuhan dengan penderita HIV, lewat makanan danminuman, berenang bersama penderita, gigitan nyamuk atau serangga lainnya, penggunaan toilet atau kamar mandi bersama, tinggal serumah dengan penderita HIV/AIDS hal ini tidak menyebabkan seseorang dapat tertular HIV/AIDS. 2.1.5 Cara pencegahan Cara Pencegahan :

Gunakan selalu jarum suntik yang steril dan baru setiap kali akan melakukan penyuntikan atau proses lain yang mengakibatkan terjadinya luka

Selalu menerapkan kewaspadaan mengenai seks aman (artinya : hubungan seks yang tidak memungkinkan tercampurnya cairan kelamin, karena hal ini memungkinkan penularan HIV)

Bila ibu hamil dalam keadaan HIV positif sebaiknya diberitahu tentang semua resiko dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya sendiri dan bayinya, sehingga keputusan untuk menyusui bayi dengan ASI sendiri bisa dipertimbangkan.

13

Ada tiga cara:


Abstinensi (atau puasa, tidak melakukan hubungan seks) Melakukan prinsip monogami yaitu tidak berganti-ganti pasangan dan saling setia kepada pasangannya

Untuk yang melakukan hubungan seksual yang mengandung risiko, dianjurkan melakukan seks aman termasuk menggunakan kondom

Ada dua hal yang perlu diperhatikan:

Semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, jarum tato, atau pisau cukur) harus disterilisasi dengan benar

Jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian dengan orang lain

2.2 REMAJA Istilah Adolesence atau remaja berasal dari kata adolescere, yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja merupakan peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dimulai saat anak secara seksual matang dan berakhir pada saat mulai matang secara hukum (Hurlock, 1999). 2.2.1 Batasan remaja menurut WHO: Remaja adalah suatu masa dimana : a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya

sampai saat ia mencapai kematangan seksual. b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh dengan keadaan yang relatif lebih mandiri. (Muangman, 1980: 9).

Dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati sebagai berikut: a. Masa remaja awal /dini (Early adolescence) umur 11 - 13 tahun. b. Masa remaja pertengahan (Middle adolescence) umur 14 -16 tahun. c. Masa remaja lanjut (Late adolescence) umur 17 - 20 tahun. (Soetjiningsih, 2004).

Tabel 2.1 Tahapan perkembangan remaja

15

Umur (tahun) Tahapan Remaja Laki-laki Pra remaja Remaja Awal Remaja Menangah Remaja Akhir < 11 11-14 14-17 > 17

Umur (tahun) Perempuan <9 9-13 13-16 > 16

Sumber : Dikutip dari PPFA, Adolescence Sexuality, 2001. a. Masa Pra Remaja Masa pra remaja adalah suatu tahap untuk memasuki tahap remaja yang sesungguhnya. Pada masa ini ada beberapa indikator yang telah dapat ditentukan untuk menentukan indentitas gender laki-laki atau perempuan. Ciri-ciri perkembangan seksual pada masa ini antara lain ialah : perkembangan fisik yang masih tidak banyak berbeda dengan sebelumnya. Pada masa ini juga mereka sudah mulai senang mencari tahu informasi tentang seks dan mitos seks baik dari teman sekolah, keluarga atau dari sumber lainnya.

b. Masa Remaja Awal Merupakan tahap awal remaja sudah mulai tampak ada perubahan fisik

yaitu: fisik sudah mulai matang dan berkembang, remaja sudah mulai mencoba melakukan onani karena telah sering kali terangsang secara seksual akibat pematangan yang dialami. Rangsangan ini diakibatkan oleh faktor internal yaitu meningkatnya kadar testosterone pada laki-laki dan estrogen pada perempuan. Hampir sebagian besar dari laki-laki pada periode ini tidak bisa menahan untuk tidak melakukan onani, sebab pada masa ini mereka sering kali mengalami fantasi. Selain itu tidak jarang dari mereka yang memilih untuk melakukan aktivitas non fisik untuk melakukan fantasi atau menyalurkan perasaan cinta dengan teman lawan jenisnya yaitu dengan bentuk hubungan telephone, surat menyurat atau menggunakan sarana komputer. c. Masa Remaja Menengah Pada masa ini para remaja sudah mengalami pematangan fisik secara penuh yaitu anak laki-laki sudah mengalami mimpi basah sedangkan anak perempuan sudah mengalami haid. d. Remaja Akhir Pada masa ini remaja sudah mengalami perkembangan fisik secara penuh, sudah seperti orang dewasa, mereka telah mempunyai perilaku seksual yang sudah jelas dan mereka sudah mulai mengembangkannya dalam bentuk pacaran. Pada tahap ini juga remaja telah mencapai kemampuan untuk mengembangkan cit-citanya sesuai dengan pengalaman dan pendidikannya (Soetjiningsih, 2004).

17

Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak. 2.2.2Aspek-aspek perkembangan pada masa remaja 2.2.1.1 Perkembangan fisik Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).

2.2.1.2 Perkembangan kognitif Mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan

kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal. Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme.Yang dimaksud dengan egosentrisme di sini adalah ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain (Papalia dan Olds, 2001). 2.2.1.3 Perkembangan kepribadian dan social Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001). Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua. Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar. Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan sikap dan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok

19

teman sebaya (Conger, 1991). Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya, kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. 2.2.3 Ciri-ciri Masa Remaja Menurut Hurlock (1996:206) ciri-ciri remaja yaitu 2.2.3.1 Masa remaja sebagai periode yang penting Kendatipun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting, namun kadar pentingnya berbeda-bada. Pada periode remaja, akibat langsung maupun akibat jangka panjang tetaplah penting, ada periode penting akibat fisik dan ada pula akibat psikologisnya. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai cepatnya perkembangan mental, terutama awal masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan pengaruh yang sangat besar untuk masa depannya. 2.2.3.2 Masa remaja sebagai periode peralihan Peralihan tidak berarti terputusdengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari suatu tahap perkembangan ketahap berikutnya. Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang telah dilakuakan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan

orang dewasa. Status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena status member waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola prilaku, nilai, sifat yang paling sesuai bagi dirinya. 2.2.3.3 Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja. 1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. 2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Perubahan yang terjadi pada tubuhnya yaitu disini mulai tampak perbedaan antara pria dan wanita akibat perubahan fisik yang terjadi, misalnya saja wanita mulai tumbuh payudara, mulai terlihat timbunan lemak ditubuhnya. 3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.

21

4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanakkanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa. 5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut. 2.2.3.4 Masa remaja sebagai usia bermasalah Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki- laki maupun anak perempuan karena ketidak mampuan mereka untuk mengatasi masalahnya sendiri akibatnya banyak remaja yang akhirnya menemukan bahwa penyelesaian tidak selalu sesuai dengan harapan mereka. 2.2.3.5 Masa remaja sebagai masa rasa ingin tahu Rasa ingin tahu ini lebih membahayakan, karena sering kali melibatkan beberapa hal yang tidak Vital dan mendasar (seperti : apakah Tuhan itu ada, bagaimana remaja mengetahui kebutuhan akan mendorong kemandirian yang mendorong kearah tindakan untuk membuktikan rasa ingin tahunya. Rasa ingin tahu dan kebutuhan akan kemandirian tersebut dapat mendorong remaja kearah kematangan. Akan tetapi rasa ingin tahu ini tidak dijaga, dalam batasan tertentu yang tidak dapat dikuasainya akan membawa kepada pengetahuan yang sebenarnya secara emosional belum siap diterima oleh remaja. Oleh sebab itu remaja

membutuhkan bimbingan orang yang lebih dewasa tentang sejauh mana ia boleh mencobadan dampak (resiko dan manfaat) dari hasil percobaan tersebut. 2.2.4 Tugas perkembangan remaja Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain :

memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan

memperoleh peranan sosial menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri mempersiapkan karir dan ekonomi mempersiapkan perkawinan dan kehidupan keluarga membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup Erikson (1968, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa

tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat.

23

Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya

2.2.5 Kenakalan remaja Kenakalan remaja adalah prilaku menyimpang dari atau melanggar hukum (Jansen,1985) membagi kenakalan remaja menjadi: 1. kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain; perkelahian,perkosaan,perampokan,pembunuhan,dll 2. kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan

pencurian,pencopetan, pemerasan,dll 3. kenakalan yang melawan status; mengingkari status sebagai pelajardengan membolos,mengingkari status orang tua dengan cara membantah perintah orang tua dan minggat dari rumah, dll 4. kenakalan social yang tidak menimbulkan korban dipihak orang

lain: pelacuran,penyalahgunaan narkoba,hubungan seks sebelum menikah. 2.3 PENGETAHUAN 2.3.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah sekumpulan informasi yang terekam dalam diri individu, informasi direkam dalam ingatan kemudian di panggil kembali (recall), sedangkan memori tersebut diperoleh dari belajar dari suatu objek tertentu. Sedangkan menurut Notoatmojo (2005) pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia atau hasil. Tahu seseorang terhadap objek tertentu melalui indra yang dimilikinya. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) Apabila suatu tindakan didasari oleh pengetahuan, maka prilaku tersebut didasari oleh pengetahuan, maka prilaku tersebut akan bersifat long lasting (langgeng), sebaliknya apabila prilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka prilaku tidak akan bertahan lama. Proses adopsi prilaku menurut Carl Rogers (1974), tingkat pengetahuan idealnya akan menghasilkan prilaku yang langgeng apabila melalui lima tahapan yakni: 1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengenal stimulus (objek) terlebih dahulu.

25

2. Interest (ketertarikan), yakni orang mulai tertarik pada stimulus 3. Evaluation (menilai), yakni menimbang-nimbang baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi 4. Trial (mencoba), yakni orang sudah mencoba prilaku baru 5. Adoption (aplikasi prilaku), yakni subjek telah berprilaku baru sesuai dengan, pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus Tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan bloom (1908) yaitu: 1. Know (tahu) Mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari (recall) tarhadap sesuatu dari suatu materi yang dipelajari atau rangsangan yang diterima, sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.untuk mengukur seseorang itu tahu maka ia harus dapat

menyebutkan,menguraikan mendefinisikan, menyatakan objek dengan benar. Misalnya kemampuan seseorang mendefinisikan AIDS apa penyebabnya, bagaimana cara penularan dan tanda-tandanya. 2. Comprehension (memahami) Suatu kemampuan untuk menjelaskan dengan benar tentang objek yang diketahuinya dan menginterpretasikan materi secara benar, misalnya: dapat

menjelaskan mengapa harus menghindari prilaku beresiko,agar terhindar dari HIV/AIDS 3. Application (aplikasi) Kemampuan untuk menguraikan materi yang telah di pelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya,misalnya dapat menghindari/mencegah diri dari prilaku beresiko terhadap HIV/AIDS.

4. Analysis (analisa/menjabarkan) Kemampuan untuk menjabarkan suatu materi kedalam komponenkomponen, tetapi masih dalam suatu struktur secara keseluruhan dan masih ada kaitannya satu sama lain,misalnya: dapat mengelompokan cara-cara penularan HIV/AIDS 5. Synthetis (sintesa dari teori-teori yang ada kemudian membuat rumusan baru) Kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada, misalnya dapat menyusun suatu rencana pencegahan/penanggulangan HIV/AIDS berdasarkan teori yang sudah ada. 6. Evaluation (justifikasi/penilaian) Kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek, misalnya dapat membandingkan pengetahuan remaja yang telah mendapatkan

27

informasi tentang HIVAIDS dengan remaja yang tidak mendapatkan informasi Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah segala sesuatu yang telah diketahui seseorang dalam berbagai tingkat pemahaman,

mengenai suatu objek mulai dari yang umum sampai yang khusus, yang di peroleh dari proses pengindraan dan dapat diproduksikan kedalam bentuk prilaku terhadap objek tertentu. Menurut Green (1980), faktor pengetahuan mempunyai pengaruh sebagai motivasi awal bagi seseorang dalam berprilaku. Maka dapat dikatakan juga bahwa perubahan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan prilaku, namun hubungan positif antara pengetahuan dan prilaku tidak banyak diperlihatkan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan alat yang memudahkan seseorang untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya, denga kata lain jika seseorang mempunyai pengetahuan yang baik tentang

HIV/AIDS,maka orang tersebut diharapkan memiliki prilaku yang dapat mengghindarkan dirinya dari resiko tertular HIV/AIDS 2.4 SIKAP 2.4.1 Pengertian sikap Sikap merupakan reaksi ataupun respon yang masih tertutup dari seseorang, sikap merupakan kesiapan seseorang untuk bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan atas objek (Notoatmojo, 2003)

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek, yang sudah melibatkan factor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang atau tidak, memihak atau tidak memihak, setuju atau tidak setuju, baik atau buruk). 2.4.2 Komponen Sikap Komponen sikap dalam buku promosi kesehatan teori dan aplikasi, Notoatmojo (2005) menyatakan sikap terdiri dari 3 komponen, yaitu: 2.4.2 Komponen kognitif Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial. 1) Komponen afektif Merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. 2) Komponen konatif Merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak /

29

bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku. Jika seseorang telah mendengar tentang HIV/AIDS terkait pengetahuan (komponen kognitif) tentang penyebab, akibat dan pencegahannya, maka hal tersebut akan membuat orang berfikir dan berusaha agar dia tidak dapat tertular HIV/AIDS. Dalam hal ini komponen emosi atau afektif dalam dalam mengevaluasi penyakit HIVAIDS. Ikut berperan sehingga dapat memberikan sikap yang baik/positif yaitu berfikir untuk mencegah penularan HIV/AIDS pada dirinya, maka timbulah perasaan waspada terhadap HIV/AIDS (komponen afektif), sehingga ia mempunyai kecinderungan untuk bersikap atau berprilaku positif dalam mencegah tertular HIV/AIDSpada dirinya yaitu menjauhi prilaku beresiko tertular HIV/AIDS (komponen konatif) Namun jika seseorang mempunyai sikap yang negatif terhadap HIV/AIDS, mungkin karena pengetahuan kurang (domain kognitif) maka dia tidak merasa takut atau was-was (domain afektif) terhadap penyakit HIV/AIDS, yang mematikan dan tidak ada obatnya, maka orang tersebut tidak ada kecinderungan untuk mencegah HIV/AIDS yang nantinya akan terjadi pada dirinya,ia akan berprilaku negative, berhubungan seks berganti-gantipasangan baik dengan teman, pacar, PSK atau menggunakan narkoba suntik (domain konatif). 2.4.3 Tingkatan Sikap Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Soekidjo Notoatmojo,1996 :132):

1) Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulusyang diberikan (obyek). misalnya:sikap seseorang terhadap HIV/AIDS dapat dinilai baik atau positif jika orang tersebut bersedia/menerima informasi tentang HIV/AIDS dan mau mencari informasi tentang HIV/AIDS dengan lebih banyak lagi. 2) Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untukmenjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepaspekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut. 3) Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya: seseorang yang mengetahui efek penggunaan narkoba suntik dapat menularkan HIV/AIDS melalui jarum suntik yang digunakan maka dia akan menginformasikan, mendiskusikan kepada teman-temannya tentang bahaya penggunaan narkoba suntik tersebut. 4) Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya: pilihan sikap yang

31

positif untuk mencegah terjadinya HIV/AIDS pada dirinya maka orang tersebut meninggalkan penggunaan narkoba meski ia harus berusaha keras untuk menahan rasa sakit akibat kecanduan dan mendapat perlakuan kasar dari sesama kelompoknya.

2.4.4 Sifat Sikap Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Heri Purwanto, 1998 : 63): 1) Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. 2) Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu. 2.4.5 Pengkuran sikap ` Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.

Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat/ pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataanpernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2003). 2.5 USIA Menurut Green (1990) umur merupakan salah satu variable demografik

yang menjadi faktor presdisposisi terjadi prilaku yang berhubungan dengan kesehatan. umur juga merupakan variable penting dalam penelitian sosial dan kesehatan. prilaku kesehatan bervariasi berdasarkan kelompok umur (utomo et al, 1998)

2.6 JENIS KELAMIN Hasil penelitian Pertiwi (2004) dalam Rahmi Solehah, FKM-UI, 2008

menunjukan 60 % remaja pernah berhubungan seksual dengan rata-rata umur berhubungan pertama kali adalah 17 tahun, dan usia 15 tahun pada anak remaja laki-laki. Hal ini dikarenakan ada standar ganda dimana laki-laki lebih bebas mengekspresikan diri dan mengkomunikasikan pengetahuan seksualnya pada lingkungan sekitarnya. Remaja laki-laki lebih mudah tertarik pada persoalan seksualitas namun secara tidak langsung lebih permisif untuk bersikap dan berprilaku seksual. Penelitian sebelumnya bahwa remaja laki-laki memang cinderung mempunyai prilaku seks yang agresif dibanding remaja perempuan Triratnawati (1999). Prilaku laki-laki tersebut mungkin sebagai perwujudan nilai jender yang dipercayainya lebih dominan, yaitu laki-laki harus aktif, berinisiatif, berani, sedangkan perempuan harus pasif, penunggu dan pemalu. Jika perempuan tidak menyesuaikan diri dengan nilai itu maka dia akan dianggap murahan begitu pula sebaliknya, apabila lakilaki tidak menyesuaikan nilai tersebut, maka ia akan di cap kurang jantan (saefuddin dan hidayana, 1997) dalam (Rahmi Solehah,FKM UI, 2008).

33

2.7 AGAMA Agama merupakan dasar utama dalam kehidupan manusia yang menjadi kebutuhan universal. Kaidah-kaidah agama merupakan norma-norma ketuhanan yang sampai pada manusia melalui Wahyu llahiyah kepada nabi-nabi dan rasulrasulnya. Kaidah-kaidah yang terkandung khususnya dalam agama menunjukan aktivitas rohani dan jasmani dalam wujud perintah, larangan dan kebolehan, juga dengan kualitas baik dan buruk (Sudarsono, 2005). Pendidikan agama pada umumnya diperoleh anak dari didikan orang tua dan lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Orang tua punya peranan besar dalam mendidik dalam suatu keyakinan atau agamayang dianutnya sehingga membentuk manusia yang memiliki karakter yang baik. Norma sosial yang berkembang dalam masyarakat tidak pernah terlepas dari peran orang tua. Dalam agama Islam salah satu hadist mengatakan bahwa anak dewasa dalam menganut keyakinannya tergantung orang tua yang mendidiknya. Hingga saat ini masih banyak umat beragama yang beranggapan bahwa AIDS adalah penyakit yang dialami seseorang sebagai hukuman dari Tuhan, sebagaimana Tuhan pernah menghukum umat Nabi Luth (seperti yang terekam di dalam kitab suci agama Kristen dan Islam), atau itu suatu karma dari perbuatan

buruk. Oleh karena itu di beberapa kalangan muncul rasa antipati terhadap orang yang terkena HIV/AIDS, menganggap mereka sebagai orang yang amoral yang sedang menanggung akibat perbuatannya Agama dalam pengertian orang dan institusinya memiliki peranan besar dalam mengatasi masalah HIV/ AIDS. HIV/ AIDS tidak hanya berurusan dengan masalah penyakit namun berurusan dengan masalah perilaku, sikap dan kemanusiaan Didalam lingkungan sosial tertentu, masa bagi remaja laki-laki merupakan saat diperolehnya kebebasan, sedangkan masa remaja bagi perempuan merupakan saat dimulainya segala bentuk pembatasan (KPPRI, 2003). Terdapat suatu indikasi, jika anak-anak telah memahami ajaran agama dengan baik dan telah menjadikan Keimanan keyakinan beragama sebagai bagian integral dari kepribadiannya, maka keimanan itulah yang mengawasi segala tindakan, perkataan dan kondisi emosional. Dapat diambil pengertian, anak-anak remaja yang memiliki keimanan, maka dorongan nafsu untuk berbuat jahat selalu akan digagalkan oleholeh keimanannya (Sudarsono, 2005). Namun kenyataan seseorang juga dapat dipengaruhi melalui penularan dan imitasi. Prilaku individu cinderung melakukan apa yang mereka lihat dan dilakukan orang lain (Hari Suharsa, FKM-UI, 2006). Kepatuhan anak remaja dalam menjalankan ibadah menurut keyakinannya sangat berpengaruh besar terhadap pengendalian prilaku remaja itu sendiri termasuk didalamnya yaitu pengaruh HIV/AIDS remaja terhadap HIV/AIDS. Pandangan lain yang senada membagi agama dalam 2 kategori. Pertama

35

sebagai keimanan, dimana orang percaya terhadap kehidupan abadi dikemudian hari, kemudian orang mengabdikan dirinya untuk keperceyaan itu. Disini agama dilihat sebagai masalh theologi. Kedua, dalam terminologi ilmu sosial, agama sebagai nilai-nilai yang mempengaruhi sikap dan prilaku manusia (Ahmad Charris Zubair, FKM-UI, 2001), jadi harus diakui bahwa peran agama meliputi seluruh aspek-aspek kehidupan manusia secara konkret-historis. 2.6 SUMBER INFORMASI Fungsi utama dan pertama dari informasi adalah menyampaikan isi pesan atau menyebarluaskan informasi kepada orang lain (liweri,2007). Artinya diharapkan dari penyebarluasan informasi itu para penerima informasi akan mengetahui sesuatu yang akan disampaikan oleh sedangkan yang dimaksud dengan komunikasi adalah proses pertukaran pemikiran atau keterangan dalam rangka menciptakan rasa saling mengerti dan rasa saling percaya demi terwujudnya hubungan baik antara seseorang dengan orang lainnya. (Azwar,1988) Menurut Azwar (1988), terdapat enam _ias_i komunikasi, yakni : 1. Sumber : pengirim pesan atau komunikator atau sumber informasi merupakan asal dari suatu pesan. Sumber ini dapat berasal dari perorangan, kelompok, ataupun institusi tertentu. 2. Pesan : rangsangan atau stimulus yang disampaikan oleh sumber kepada sasaran. Pesan pada dasarnya adalah hasil pemikiran atau pendapat sumber yang ingin disampaikan oleh orang lain. Isi simbolik dari pesan tersebut sebagai informasi. 3. Media : alat atau sarana yang dipilih oleh sumber untuk

menyamapikan pesan kepada sasaran. Media ada dua macam, yaitu : a. Media massa, contohnya : televise, film, _ias_/tabloid, dll. b. Media antar pribadi, seperti tatap muka, telepon, surat dan lain-lain. 4. Sasaran : yang menerima pesan, artinya kepada siapa pesan itu ditujukan. Sasaran berupa perorangan, sekelompok orang, organisasi atau institusi, ataupun seluruh masyarakat luas. 5. Umpan balik : reaksi dari sasaran terhadap suatu pesan yang disampaikan, yang dimanfaatkan oleh sumber untuk memperbaiki ataupun menyempurnakan komunikasi yang dilakukan. 6. Impact : merupakan hasil dari suatu komunikasi. Hasil dari komunikasi ini adalah terjadinya perubahan pada diri sasaran. Perubahan dapat ditemukan pada pengetahuan, sikap, ataupun perilaku. Keuntungan menggunakan media massa adalah sasaran cukup luas, tidak dibatasi oleh waktu, tempat, dan letak geografis. Selain itu, intensitas dan kecepatan penyampainya informasi serta jangkauannya lebih luas dan pengaruh social yang ditimbulkannya cukup besar sehingga menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Sedangkan kerugiannya adalah tidak diketahui keberhasilan dari komunikasi yang dilakukan, karena umpan balik sulit diperoleh. Media massa bersifat pribadi, sehingga tidak disampaikan hal-hal yang bersifat tabu atau yang dilihat dapat mendatangkan sikap negatif kepada masyarakat (Azwar,1988).

37

Media massa paling baik untuk menyampaikan pesan yang sederhana daripada yang kompleks, karena dalam berbagai penelitian menemukan bahwa kekuatan persuasive langsung media massa sangat terbatas. Dan pesan pada media massa harus dirangcang sangat hati-hati sesuai kebutuhan dan gaya hidup, sehingga perlu riset mendalam pada sasaranya (Ewles,1994). Saat ini, kehadiran media massa mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan masyarakat yang kompleks. Bahkan, kehidupan modern saat ini tidak bisa lepas dari media massa.

aktor pemungkin:

Sikap beresiko tertular HIV/AIDS

aktor pendorong: Sarana Keluarga Prasarana Guru Adanya informasi Tokoh agama

Tokoh masyarakat ang atau seseorang dalam bertindak petugas kesehatan KERANGKA TEORI

Sikap

Sumber : Lawrence W. Green dalam (Notoatmojo. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan prilaku kesehatan, 1993)

39

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DA HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan, sikap,prilaku beresiko tertular beresiko tertular HIV/AIDS pada remaja di SMAN CIKARANG BARAT tahun 2009. Secara skematis di gambarkan sebagai berikut: Skema : Kerangka Konsep Penelitian

Pengetahuan tentang resiko tertular HIV/AIDS

Karateristik remaja(umur, Sikap Beresiko Tertular jenis kelamin, agama) HIVAIDS Sumber informasi tentang media massa : koran, TV, radio,majalah, poster/selebarnan/leaflet lingkungan: teman, orang tua dan guru

Variabel Indipenden 3.2 Definisi Operasional No 1. Variabel Sikap terhadap HIV/AIDS Definisi Pendapat dan tanggapan positif maupun negative responden terhadap resiko tertular HIV/AIDS

Variabel Dependen

Alat ukur Kuesioner

Hasil ukur 1. Positif,jika nilainya median 2. Negatif,jika nilainya < median

Skala Ordinal

41

Pengetahuan terhadap HIV/AIDS

Hasil yang menyangkut informasi tentang risiko tertular HIV/AIDS yang diketahui responden

Kuesioner

1. Tinggi, jika nilainya median 2. Rendah,jika nilainya < median

Ordinal

3.

Karakteristik Remaja Status jenis Sex kelamin responden berdasarkan Umur penampilan fisik Lama hidup yang dicapai dari lahir sampai saat survei berlangsung yang di ukur dalam satuan tahun Agama Kepercayaan yang di anut oleh

Kuesioner

1. Laki-laki 2. Perempuan

Nominal

Kuesioner

1. 15-19 tahun 2. I0-14 tahun

Ordinal

Kuesioner

1. Islam 2. kristen

Ordinal

responden Sumber informasi Pengetahuan Media massa mengenai HIV/AIDS yang di peroleh dari media massa,baik koran,TV,radio maupun majalah

Kuesioner

1. Ya 2. Tidak

Nominal

Poster/ selebaran

Pengetahuan mengenai HIV/AIDS yang di peroleh melalui selebaran atau poster Pengetahuan tentang HIV/AIDS yang di peroleh dari orang-orang dekat,seperti teman,orang tua

Kuesioner

1. Ya 2. Tidak

No mi nal

Lingkungan dekat

Kuesioner

1. 1. Ya 2. Tidak

Nominal

HIPOTESIS 1. Ada hubungan antara pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS, terhadap sikap beresiko tertular HIV/AIDS. 2. Ada hubungan antara karakteristik remaja (umur, agama dan jenis kelamin) tentang HIV/AIDS terhadap sikap beresiko tertular HIV/AIDS 3. Ada hubungan antara sumber informasi tentang HIV/AIDS terhadap sikap beresiko tertular HIV/AIDS.

43

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Jenis penelitian Penelitian tentang pengetahuan,sikap dan prilaku beresiko tertular HIV/AIDS Pada Remaja di SMAN 1 CIKARANG BARAT, menggunakan jenis penelitian deskriptif analitik dengan disain cross sectional, dimana variable dependen dan variable independen diukur dalam waktu yang bersamaan ketika penelitian berlangsung. 1.2 Populasi dan sampel 4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti (Soekidjo, 2002). Pada penelitian ini jumlah populasi yang terdapat di SMAN 1 CIKARANG BARAT berjumlah 985 orang. 4.2.2 Sampel a. Kriteria sampel Kriteria sampel yang di ambil dalam penelitian ini adalah siswa dan siswi kelas 1 dan 2 di SMAN 1 CIKARANG BARAT

b. besar sampel Didapatkan pada prilaku beresiko tinggi pada remaja tertular HIV/AIDS adalah sebesar 5,5%. Ditempat lainnya rianawati(2001),melakukan penelitian di Yogyakarta pada mahasiswa indekost (n=180) tercatat kota tersebut terdapat 10,7% remaja mempunyai prilaku beresiko tertular HIV/AIDS, berdasarkan data tersebut peneliti memperkirakan proporsi (p) remaja yang mempunyai prilaku beresiko tertular HIVAIDS adalah 5,5% N = {(Z)(1- /2).P(1-P)} d N = besar sampel yang diinginkan

45

(z)(1- /2) P

= standar deviasi 1,96 dan derajat kemaknaan 95 % = estimasi proporsi pada variable yang akan diteliti/besarnya proporsi untuk sifat tertentu yang diperkirakan terjadi

= presisi/derajat keakuratan (ketepatan yang ditentukan)

Peneliti memperkirakan proporsi (P) remaja yang mempunyai sikap beresiko tertular HIV/AIDS adalah 50 % maka jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: rumus:

N = {(Z)(1- /2).p(1-p)} d n = 1,96(0,055)(1-0,055) 0,05 = 3,8416 (0.055)(0,945) 0,0025


= 79,8

80 responden

Namun dalam penelitian ini, peneliti menambahkan 25% dari jumlah sampel minimal, yaitu untuk mengantisipasi adanya cacat sampel (sampel tidak diisi dengan lengkap dan benar) maka didapatkan sampel yang diperlukan dalam

penelitian ini adalah 100 orang responden. 4.2.3 Pengumpulan data Data yang digunakn adalah data primer yaitu data yang diambil langsung dari subyek yang diteliti. Adapun responden yang diteliti 100 remaja yang beresiko tertular HIV/AIDS yang ada di SMAN 1 CIKARANG BARAT. Pemilihan responden pada penelitian ini menggunakan Non Probality Sampling dengan cara Quota sampling yang mempunyai cirri-ciri/kriteria tertentu dalam jumlah/kuota yang diinginkan (sesuai dengan pertimbangan peneliti saja). 4.2.4 Pengolahan data Setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian dilakukan pengolahan dengan menggunakan softwere dengan langkah-langkah sebagai berikut

Editing Editing adalah untuk memastikan bahwa data yang diperoleh telah terisi,relevan dan dapat dibaca dengan baik

Koding data Koding data dilakukan dengan cara memberikan kode terhadap setiap jawaban yang diberikan dengan tujuan memudahkan entry data.

Processing

47

Processing adalah memproses data agar dapat dianalisis dengan cara memasukan data dari kuesioner ke paket program computer.adapun program yang diakai adalah paket program statistic Cleaning Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak.

4.2.5 Analisa data Analisa univariat Analisa dilakukan terhadap masing-masing variabel untuk mengetahui bagaimana gambaran variabel secara terperinci. Bentuk penyajian data berupa distribusi, frekuensi dan presentase. Analisa bivariat Analisa ini untuk melihat adanya hubungan atau korelasi antara dua variabel yang digunakan dengan menggunakan uji statistic.Pada analisa ini digunakan uji chi square (X) Rumus:

X = Nilai Chi square = jumlah O = nilai yang di amati atau di observasi E = nilai yang diharapkan

a. Rumus Chi kuadrat: X = (O-E) E b. Rumus Chi kuadrat untuk tabel 2x2 X = N (ad-bc) (a + c) (b + d) (a + d) (c + d)

Untuk uji kemaknaan hubungan digunakan derajat kepercayaan 5% (0,05) Dimana nilai P (p-value) pada tingkat kepercayaan 0,05 adalah : Bila p-value > 0,05 menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara variabele dependen dan indipenden Bila p-value < 0,05 menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara variable dependen dan variable independen Menurut Hastono (2003), aturan yang berlaku dalam uji chi square adalah sebagai berikut: Bila pada tabel 22 dapat dijumpai nilai E

49

(harapan) < 5, maka yang Fisher Excat Test. -

digunakan adalah

Bila tabelnya lebih dari 22 maka uji yang digunakan adalah Pearson Chi Square

BAB V HASIL PENELITIAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil penelitian yang dilakukan terhadap remaja di SMAN I CIKARANG BARAT pada tahun 2010. Penyajian hasil penelitian ini berupa tabel distribusi frekuensi dan analisis hubungan dua variabel, pada penelitian ini sampel berjumlah 100 orang. Data ini diolah dan hasil penelitian disajikan dalam bentuk sebagai berikut: 1. Analisa Univariat

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Sikap Beresiko Tertular HIV/AIDS pada Remaja di SMAN 1 CIKARANG BARAT Juli 2010 No 1. 2. Sikap Positif Negatif Jumlah Analisa data : Berdasarkan data yang diperoleh, menunjukan terdapat 77 orang remaja yang memiliki sikap positif paling besar terhadap HIV/AIDS dan sebanyak 23 oarang remaja yang memiliki sikap positif terhadap HIV/AIDS. Frekuensi 77 23 100 % 77,0 % 23,0 % 100

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan, Umur, Jenis kelamin, Agama dan Sumber informasi terhadap HIV/AIDS pada Remaja di SMAN 1 CIKARANG BARAT Juli 2010 No 1. Kategori Pengetahuan Tinggi Rendah 2. Umur Umur 15-19 Umur 10-14 3. Jenis kelamin Laki-laki 46 46,0 % 77 23 77,0 % 23,0 % Frekuensi 78 22 % 78,0 % 22,0 %

51

Perempuan 4. Agama Islam Kristen 5. Media Massa Ya Tidak 6. Poster/selebaran/lingkungan Ya Tidak 7. Lingkungan Ya Tidak

54

54,0 %

76 24

76,0 % 24,0 %

84 16

84,0 % 16,0 %

69 31

69,0 % 31,0 %

78 22

78,0 % 22,0 %

Analisis Data : 1 Dari table di atas dapat dilihat distribusi frekuensi di SMAN 1 Cikarang Barat, menunjukan sebanyak 78 orang (78%) remaja yang berpengetahuan tinggi beresiko tertular HIV/AIDS, dan sebanyak 23 orang (22,0%) remaja yang berpengetahuan rendah beresiko tertular HIV/AIDS. 2 Dari tabel di atas dapat dilihat distribusi frekuensi di SMAN 1 Cikarang Barat, menunjukan sebanyak 23 orang (23,0 %) remaja yang yang paling banyak beresiko tertular HIV/AIDS yaitu berumur 10-14 tahun dan 77 orang (77,0 %) yang berumur 15-19 tahun.

Dari tabel di atas dapat dilihat distribusi frekuensi di SMAN 1 Cikarang Barat.,menunjukan sebanyak 46 orang (46,0%) yang paling besar beresiko tertular HIV/AIDS didapat pada remaja yang berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 54 orang (54,0%) berjenis kelamin perempuan.

Dari tabel di atas dapat dilihat distribusi frekuensi di SMAN 1 Cikarang Barat, menunjukan sebanyak 76 orang (76,0 %) yang agama 1slam dan 24 orang (24,0 %) yang menganut agama Kristen.

Dari tabel di atas dapat dilihat distribusi frekuensi di SMAN 1 Cikarang Barat, menunjukan sebanyak 84 orang (84,0 %) yang memperoleh sumber informasi dari media massa seperti: internet, TV, majalah dan radio, sedangkan 16 orang (16,0 %) yang tidak pernah mendapatkan sumber informasi dari media massa.

Dari tabel di atas dapat dilihat distribusi frekuensi di SMAN 1 Cikarang Barat, menunjukan sebanyak 69 orang (69,0 %) yang memperoleh sumber informasi dari poster, leaflet dan selebaran. Sedangkan 31,0% (31 responden) yang tidak pernah mendapatkan sumber informasi dari poster,leaflet dan selebaran.

Dari tabel di atas dapat dilihat distribusi frekuensi di SMAN 1 Cikarang Barat, menunjukan sebanyak 78 orang (78,0 %) yang memperoleh sumber informasi dari lingkungan seperti: Orang tua, teman dan guru. Sedangkan 22 orang (22,0 %) yang tidak pernah mendapatkan sumber informasi dari lingkungan.

53

2. Analisa bivariat Tabel 5.1 Hubungan antara pengetahuan dengan sikap Terhadap Resiko Tertular HIV/AIDS Pada Remaja Di SMAN 1 CIKARANG BARAT Juni 2010

No

Pengetahuan

Sikap

Jumlah

X2 Hitung

Positif 1 Tinggi 61

% 78,2

Negatif 17

% 21,8 78 0,290

Rendah Jumlah

16 77

72,7 77

6 23

27,3 23

22 100

Analisa data : Berdasarkan Tabel 5.1 dari 78 responden yang berpengetahuan tinggi didapat 61 (78,2%) yang mempunyai sikap positif beresiko tertular HIV/AIDS dan dari 22 responden yang berpengetahuan rendah didapat 16 (72,7%) remaja yang mempunyai sikap positif beresiko tertular HIV/AIDS. Setelah dilakukan uji statistik dengan chi square rumus kontinensi 2 x 2, dari tabel df = 1 dan derajat kepercayaan 0.05 didapatkan X2 hitung (0,290) < dari X2 tabel (3.841). Artinya Ha ditolak, tidak ada hubungan antara sikap yang di miliki remaja dengan pengetahuan terhadap resiko tertular HIV/AIDS. Tabel 5.2 Hubungan antara Umur dengan sikap Terhadap Resiko Tertular HIV/AIDS Pada Remaja Di SMAN 1 CIKARANG BARAT

55

Juni 2010 No Umur Sikap Jumlah X2 Hitung Positif 1 Umur 15-19 62 % 80,5 Negatif 15 % 19,5 77 1,851

Umur 10-14 Jumlah

15 77

65,2 77

8 23

34,8 23

23 100

Analisa data : Berdasarkan Tabel 5.10 dari 78 responden yang berumur 15-19 tahun sebanyak 62 (80,5%) yang memiliki sikap positif paling besar beresiko tertular HIV/AIDS, dan dari 23 responden yang berumur 10-14 tahun sebanyak 15 (65,2%) yang memiliki sikap positif beresiko tertular HIV/AIDS. Setelah dilakukan uji statistik dengan chi square rumus kontinensi 2 x 2, dari tabel df = 1 dan derajat kepercayaan 0.05 didapatkan X2 hitung (1,851) < dari X2 tabel (3.841). Artinya Ha ditolak, tidak ada hubungan antara umur dengan sikap remaja terhadap resiko tertular HIV/AIDS. Tabel 5.3 Hubungan Antara Jenis kelamin Dengan Sikap Terhadap Resiko Tertular HIV/AIDS

Pada Remaja Di SMAN 1 CIKARANG BARAT Juni 2010 No Jenis kelamin Sikap Jumlah X2 Hitung Positif 1 Laki-laki 38 % 82,6 Negatif 8 % 17,3 46 1,513

Perempuan Jumlah

39 77

72,2 77

15 23

27,7 23

54 100

Analisa data : Berdasarkan Tabel 5.3 Dari 46 responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 38 (82,6%) remaja yang mempunyai sikap positif paling besar beresiko tertular HIV/AIDS, sedangkan dari 54 responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 39 (72,7%) remaja yang mempunyai sikap positif beresiko tertular HIV/AIDS Setelah dilakukan uji statistik dengan chi square rumus kontinensi 2 x 2, dari tabel df = 1 dan derajat kepercayaan 0.05 didapatkan X2 hitung (1,513) < dari X2 tabel (3.841). Artinya Ha ditolak, tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan sikap remaja terhadap resiko tertular HIV/AIDS. Tabel 5.4

57

Hubungan Antara Agama Dengan Sikap Terhadap Resiko Tertular HIV/AIDS Pada Remaja Di SMAN 1 CIKARANG BARAT Juni 2010 No Agama Sikap Jumlah X2 Hitung Positif 1 Islam 61 % 80,3 Negatif 15 % 19,7 76 1,904

Kristen Jumlah

16 77

66,7 77

8 23

33,3 23

24 100

Analisa data : Berdasarkan Tabel 5.4 dari 76 responden yang beragama islam didapat 61 (80,3%) memiliki sikap positif terhadap beresiko tertular HIVAIDS, dan dari 24 responden yang beragama Kristen di dapat 16 (66,7%) memiliki sikap positif beresiko tertular HIV/AIDS. Setelah dilakukan uji statistik dengan chi square rumus kontinensi 2 x 2, dari tabel df = 1 dan derajat kepercayaan 0.05 didapatkan X2 hitung (1,904) < dari X2 tabel (3.841). Artinya Ha ditolak, tidak ada hubungan antara agama dengan sikap remaja terhadap resiko tertular HIV/AIDS.

Tabel 5.5 Hubungan Antara Media massa Dengan Sikap Terhadap Resiko Tertular HIV/AIDS Pada Remaja Di SMAN 1 CIKARANG BARAT Juni 2010 No Media Massa Sikap Jumlah X2 Hitung Positif 1 Ya 68 % 81 Negatif 16 % 19 84 4,630

Tidak Jumlah

9 77

56,2 77

7 23

43,8 23

16 100

Analisa data : Berdasarkan Tabel 5.5 dari 84 responden yang menggunakan media massa sebagai sumber informasi didapat 68 (981%) remaja yang mempunyai sikap positif paling besar terhadap HIV/AIDS, dan dari 16 responden yang tidak menggunakan media massa didapat 9 (56,2%) remaja yang mempunyai sikap positif beresiko tertular HIV/AIDS. Menurut analisa data diatas pada Df = (2-1) (2-1) =1 dengan = 0.05 dan X2 hitung = 4,630 lebih besar dari X2 tabel 3.841 sehingga Ha gagal ditolak

59

artinya ada hubungan antara media massa dengan sikap terhadap resiko tertular HIV/AIDS. Tabel 5.6 Hubungan Antara Lingkungan Dengan Sikap Terhadap Resiko Tertular HIV/AIDS Pada Remaja Di SMAN 1 CIKARANG BARAT Juni 2010 No Lingkungan Sikap Jumlah X2 Hitung Positif 1 Ya 64 % 82 Negatif 14 % 18 78 5,108

Tidak Jumlah

13 77

59 77

9 23

41 23

22 100

Analisa data : Berdasarkan Tabel 5.6 dari 78 responden yang menggunakan lingkungan sebagai sumber informasi didapat 64 (82%) yang mempunyai sikap positif beresiko tertular HIV/AIDS, dan dai 22 responden yang menggunakan lingkungan sebagai sumber informasi didapat 13 (59%) yang mempunyai sikap positif beresiko tertular HIV/AIDS.

Menurut analisa data diatas pada Df = (2-1) (2-1) =1 dengan = 0.05 dan X2 hitung = 5,108 lebih besar dari X2 tabel 3.841 sehingga Ha gagal ditolak artinya ada hubungan antara lingkungan dengan sikap terhadap resiko tertular HIV/AIDS. Tabel 5.7 Hubungan Antara Poster, selebaran dan leaflet Dengan Sikap Terhadap Resiko Tertular HIV/AIDS Pada Remaja Di SMAN 1 CIKARANG BARAT Juni 2010 No Poster, Selebaran dan leaflet Positif 1 Ya 57 % 82,6 Negatif 12 % 17,4 69 3,953 Sikap Jumlah X2 Hitung

Tidak Jumlah

20 77

64,5 77

11 23

35,5 23

31 100

Berdasarkan Tabel 5.7 dari 69 responden yang menggunakan sumber informasi paling banyak didapat dari poster/selebaran/leaflet sebanyak 57 (82,6%) mempunyai sikap positif beresiko tertular HIV/AIDS, dan dari 31 responden yang

61

tidak menggunakan poster/selebaran/leaflet didapat 20 (64,5%) yang mempunyai sikap positif beresiko tertular HIV/AIDS. Menurut analisa data diatas pada Df = (2-1) (2-1) =1 dengan = 0.05 dan X2 hitung = 3,953 > dari X2 tabel 3.841 sehingga Ha gagal ditolak artinya ada hubungan antara sumber informasi yang berasal dari poster, selebaran dan leaflet dengan sikap terhadap resiko tertular HIV/AIDS. BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini tidak dapat mewakili seluruh kelas, hanya dapat mewakili kelas satu dan kelas dua saja. karena pada saat dilakukan penelitian siswa kelas tiga sudah tidak mengikuti proses belajar mengajar dikarenakan mereka baru saja menghadapi ujian akhir nasional. Sehingga yang diambil sebagai subjek penelitian hanya remaja murid kelas satu dan kelas dua saja dari SMAN 1 Cikarang Barat tahun 2010. Penelitian ini menggunakan data primer yang diambil penulis di SMAN 1 Cikarang Barat Tahun2010. Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kelemahan. Beberapa kelemahan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Alat penelitian yang digunakan adalah berupa kuesioner yang menggunakan pertanyaan tertutup, maksudnya jawaban sudah tersedia kemungkinan responden memilih jawaban yang sudah disediakan pada kuesioner.

2. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional, dimana pengukuran variable bebas (independent) dan variable terikat (dependent) dilakukan secara bersama sama pada saat penelitian. 3. Penelitian hanya dilakukan pada satu tempat saja sehingga hasil penelitian belum tentu dapat digeneralisasikan di tempat lain.

B. Pembahasan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan, sikap beresiko tertular HIV/AIDS pada remaja di SMAN 1 Cikarang Barat. Setelah dilakukan uji statistic univariat dan bivariat, diperoleh sikap remaja terhadap resiko tertular HIV/AIDS yang ditinjau dari pengetahuan, umur, jenis kelamin, agama, sumber informasi seperti: media massa, poster/selebaran/leaflet dan lingkungan. 1. Sikap Terhadap HIV/AIDS Dari hasil analisa didapatkan bahwa remaja SMAN 1 Cikarang Barat Tahun 2010 yang memiliki sikap positif terhadap resiko tertular HIV/AIDS sebanyak 77,0% dan yang memiliki sikap negatif sebanyak 23,0%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mardiah Hayati (2008), dalam penelitiannya pada remaja digelanggang remaja Jakarta Utara mengungkapkan bahwa sikap positif terhadap HIV/AIDS 54% dan 46% mempunyai sikap negatif terhadap HIV/AIDS. Menurut Notoatmojo (2003), Sikap merupakan reaksi ataupun respon yang masih tertutup dari seseorang , sikap merupakan kesiapan seseorang untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan atas objek.

63

Dengan melihat teori diatas dapat disimpulkan bahwa adanya sikap negatif ini dikarenakan pengetahuan yang dimiliki oleh remaja masih kurang yaitu mengenai bagaimana cara-cara penularan HIV/AIDS, pencegahan dan mitos-mitos yang tidak benar beredar dikalangan masyarakat. Pembentukan sikap memang merupakan suatu hal yang sangat kompleks dalam diri seseorang , melibatkan faktor dari dalam diri seseorang dan juga faktor dari luar. Faktor yang berasal dari dalam yaitu berupa pemikiran-pemikiran, pertimbangan-pertimbangan, pilihan-pilihan atas hidupnya, yang sangat erat kaitannya dengan pengalaman dan pengetahuan seseorang. Sedangkan faktor luar dapat berupa informasi yang di terima dari orang lain sehingga dapat mempengaruhi apa yang telah di pertimbangkan dan diyakininya.

2. Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Pada penelitian ini mengelompokan pengetahuan menjadi 2 ketegori yaitu pengetahuan tinggi dan pengetahuan rendah , hasil pengetahuan yang di dapatkan di SMAN 1 Cikarang Barat menunjukan 78% responden yang berpengetahuan tinggi, dan 22% berpengetahuan rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mardiah Hayati (2008) yaitu jumlah yang berpengetahuan tinggi lebih banyak yaitu 53% dibandingkan dengan yang berpengetahuan rendah yaitu sebanyak 47% yang dilakukan di gelanggang Jakarta utara. Hasil penelitian ini menunjukan secara umum tingkat pengatahuan responden masih relatif cukup, walaupun secara umum belum dapat dikatakan

buruk. remaja telah mengerti sebab-sebab penularan HIV/AIDS dan penyakit AIDS. Masih adanya remaja yang berpengetahuan kurang dari cukup dalam temuan penelitian ini mungkin karena mereka kurang informasi yang diperoleh disekolah. Pengetahuan yang dimiliki sebagian besar hanya melalui informasi dari media massa saja. Kecinderungan hubungan antara pengetahuan dengan sikap pada remaja diSMAN 1 Cikarang Barat menunjukan hubungan positif yang sangat signifikan, yakni semakin tinggi pengetahuan remaja terhadap HIV/AIDS maka dapat mengakibatkan tingginya sikap mereka terhadap hal tersebut hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Baskoro adi Prayitno mahasiswa UNS yang meneliti tentang dampak pengetahuan dan persepsi terhadap sikap mahasiswa mengenai HIV/AIDS. Yang menyatakan bahwa pengetahuan berhubungan erat sekali dengan sikap, artinya seberapa benar pengetahuan seseorang mengenai objek dan menentukan sikap mereka terhadap objek tersebut, semakin tinggi tingkat pengetahuan terhadap suatu objek diharapkan akan menghasilkan sikap yang tepat (positif ) terhadap objek tersebut. 3. Hubungan Umur dengan sikap Pada penelitian ini didapatkan bahwa remaja yang berumur 10-14 tahun yang mempunyai sikap negatif terhadap resiko tertular HIV/AIDS sebanyak 2 orang (16,6%) dari 12 responden dan remaja yang berumur 15-19 tahun sebesar 21 (23,9%) remaja yang memiliki sikap negatif lebih besar terhadap resiko tertular HIV/AIDS. Hal ini sesuai dengan (depkes, 2007) Menurut proporsi usia mengenai

65

HIV/AIDS , bahwa remaja yang berusia 15-19 tahun adalah kelompok yang paling banyak tertular HIV/AIDS dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Menurut Notoatmojo (2003) struktur usia merupakan aspek demografis yang penting diamati terutama untuk melihat perubahan yang terjadi. Pada kasus AIDS sekitar 57,8% berasal dari kelompok umur 15-29 tahun, mengidentifikasi bahwa mereka tertular HIV pada umur yang masih sangat muda. Strategi nasional penanggulangan HIV/AIDS (2006) Menurut data Depkes RI diketahui penderita HIV/AIDS di Indonesia kebanyakan menyerang penduduk nkelompok umur 20-35 tahun (Ansori, 1996), dengan sumber transmisi utama melalui hubungan seksual dan penyalahgunaan napza. Sementara itu data diberbagai rumah sakit dan kepolosian menunjukan sekitar 25% penderita penyakit menular seksual dan pengguna napza adalah pelajar dan mahasiswa (Malla, 1997), hal ini menunjukan bahwa remaja merupakan kelompok yang beresiko tinggi tertular HIV/AIDS, namun selama ini terkesan sebagian remaja tidak mau tahu mengenai bahaya HIV/AIDS yang mengancam dirinya akibat sikap dan prilaku mereka yang cinderung berisiko untuk tertular 4. Hubungan Jenis Kelamin dengan Sikap Berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa 54 orang di SMAN 1

Cikarang sebanyak 15 (27,7%) remaja perempuan memiliki sikap negatif yang lebih besar beresiko tertular HIV/AIDS dibandingkan dengan yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 8 (17,3%) remaja yang beresiko tertular HIV/AIDS. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2004) dalam Rahmi Solehah, FKM-UI, 2008 menunjukan 60 % remaja pernah

berhubungan seksual dengan rata-rata umur berhubungan pertama kali adalah 17 tahun, dan usia 15 tahun pada anak remaja laki-laki. Hal ini dikarenakan ada standar ganda dimana laki-laki lebih bebas mengekspresikan diri dan mengkomunikasikan pengetahuan seksualnya pada lingkungan sekitarnya.

5. Hubungan Agama dengan Sikap Dalam penelitian yang telah dilakukan di SMAN I sebanyak 76,0 % yang menganut agama islam dan yang menganut agama Kristen sebanyak 24,0% sebagian besar memiliki sikap yang positif terhadap HIV/AIDS Hal ini sesuai dengan teori (Sarwono, 1992) bahwa agama bisa mengendalikan tingkah laku/sikap yang dimiliki oleh remaja sehingga mereka tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat, disisi lain tidak adanya moral dan agama seringkali dituding sebagai factor penyebab meningkatnya kenakalan remaja Menurut penelitian Malighy, kebimbangan beragam mencapai puncaknya pada umur 17-20 tahun. Kebimbangan beragama tersebut berbeda satu dengan yang lainnya sesuai dengan kepribadian masing-masing, ada yang ringan sehingga mudah diatasi dan ada yang sangat berat sampai menggoncangkan keyakinan. Hal ini berhubungan dengan pengalaman dan proses pendidikan yang dilaluinya sejak kecil (Yenni, 2001)

67

SUMBER INFORMASI Dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebanyak 84,0% remaja yang mendapatkan sumber informasi dari media massa seperti : internet, TV dan radio, yang mendapatkan sumber informasi dari poster/selebaran/leaflet sebanyak 69,0%, sedangkan lingkungan seperti: orang tua, teman dan guru 78,0 %. Hal ini sesuai dengan pernyataan krisyanto (2002) yang menerangkan bahwa sumber informasi relatif lebih banyak sebagai stimulus yang diterima seseorang untuk memperoleh pengetahuan tentang suatu objek yang akan membentuk sikap dan prilaku seseorang terhadap objek tersebut. Hasil pengolahan data menunjukan bahwa lingkungan seperti orang tua guru, teman sebaya merupakan sumber yang paling banyak dipilih oleh remaja dalam artian penyumbang terbesar pengetahuan terhadap HIV/AIDS, sumber informasi elektronik melalui televisi, radio menduduki peringkat kedua dalam hal menyumbang pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS, sedangkan sumber informasi melalui poater/selebaran/leaflet menduduki peringkat ketiga. Artinya dapat dikatakan bahwa remaja yang mendapatkan sumber informasi yang berasal dari media massa/poster/selebaran dan lingkungan mempunyai sikap yang terbuka terhadap informasi yang diterimanya, sehingga kecil kemungkinan melakukan sikap dan prilaku beresiko tertular HIV/AIDS. Menurut Notoatmojo (2003), komunikasi kesehatan adalah usaha sistimatis untuk mempengaruhi secara positif sikap atau prilaku kesehatan masyarakat, yaitu dengan melakukan berbagai prinsip dan metode komunikasi. Dengan komunikasi

(penyampaian pesan/informasi) memang tidak lantas menimbulkan prilaku tertentu (perubahan prilaku), tetapi cinderung mempengaruhi cara kita berfikir/sikap.

69

BAB VII PENUTUP


A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengetahuan, sikap beresiko tertular HIV/AIDS pada remaja di SMAN 1 Cikarang Barat Tahun 2010, didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari 100 orang responden yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang HIV/AIDS sebesar 78,0% 2. Diketahui sebanyak 77,0% remaja di SMAN 1 Cikarang Barat memiliki sikap positif terhadap HIV/AIDS, yaitu sikap yang mendukung upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. 3. Karakteristik remaja : 31. Umur responden antara 15-19 tahun, dari 100 orang responden sebanyak 23,0% adalah kelompok umur 10-14 tahun 32. Jenis Kelamin laki-laki 46,0% dan yang berjenis kelamin perempuan 54,0%. 33. Agama yang paling banyak di anut di SMAN 1 Cikarang Barat yaitu islam sebanyak 76,0 % dan yang menganut

agama Kristen sekitar 24,0% 4. Sumber informasi : 4.1. Sekitar 84,0% remaja yang mendapatkan sumber informasi dari media massa seperti : TV, internet dan radio 4.2. Sekitar 69,0% remaja yang mendapatkan sumber informasi dari poster/selebaran/leaflet. 4.3. Sekitar 78,0% remaja yang mendapatkan sumber informasi dari lingkungan seperti : keluarga, teman dan guru. 5. Tidak ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan sikap beresiko tertular HIV/AIDS (p-value = 0,290) 6. Tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan sikap beresiko tertular HIV/AIDS (p-value = 1,851) 7. Tidak ada hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan sikap beresiko tertular HIV/AIDS (p-value = 1,513) 8. Tidak ada hubungan bermakna antara agama dengan sikap beresiko tertular HIV/AIDS (p- value = 1,904) 9. Ada hubungan bermakna antara media massa dengan sikap beresiko tertular HIV/AIDS (p-value = 4,630) 10. Ada hubungan bermakna antara poster/selebaran/leaflet dengan sikap beresiko tertular HIV/AIDS (p-value = 3,953)

71

11. Ada hubungan bermakna antara lingkungan dengan sikap beresiko tertular HIV/AIDS (p-value = 5,108) B. SARAN 1. Selama ini program pencegahan HIV/AIDS kebanyakan terorientasi pada peningkatan pengetahuan (knowledge oriented) saja padahal pengetahuan hanya salah satu factor penentu terbentuknya sikap, sehingga perlunya program pencegahan HIV/AIDS yang terorientasi pada kebutuhan (need oriented) sehingga orang dapat mengetahui apa dan bagaimana HIV/AIDS karena itu salah satu hal yang sangat dibutuhkan. 2. Untuk institusi sekolah walaupun pengetahuan yang didapat sudah cukup baik yaitu (78%) tetapi harus perlu dilakukan adanya kegiatan terpadu yaitu seperti seminar, penyuluhan atau diskusi secara rutin sebagai upaya pencegahan yang efektif terhadap HIV/AIDS. 3. Perlunya peningkatan pemasangan media informasi mengenai HIV/AIDS seperti ; poster, spanduk, penyebaran leaflet, brosur dan lain-lain di sekolah atau ditempat-tempat umum. 4. Bagi para remaja agar lebih proaktif dalam mencari sumber informasi yang benar mengenai HIV/AIDS dalam rangka meningkatkan pengetahuan penyakit HIV/AIDS 5. Remaja perlu membentengi diri dengan keimanan dan ketakwaan agar tidak terjerumus kedalam prilaku beresiko tertular HIV/AIDS, disamping faktor

pendukung misalnya ketahanan keluarga dan masyarakat merupakan pelindung yang efektif bagi remaja sehingga bisa terhindar dari pengaruh negatif terhadap HIV/AIDS. 6. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan sikap beresiko tertular HIV/AIDS pada remaja karena keterbatasan peneliti terdapat faktor-faktor yang belum terungkap misalnya saja sejauh mana perhatian yang diberikan orang tua, pendidikan orang tua, gaya hidup dan lain-lain,

Anda mungkin juga menyukai