Anda di halaman 1dari 11

HUKUM PIDANA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Tata Negara yang dibimbing oleh K.H. Nur Sholikin, S.Ag. M.H

Disusun Oleh: Abdul Halim (083 091 003) Abbas Rian Santoso (083 091 001)

JURUSAN SYARIAH PRODI AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JEMBER April 2011

HUKUM PIDANA DAN ILMU PENGETAHUAN HUKUM PIDANA


A. Hukum Pidana 1.

Pengertian hukum pidana. Beberapa ahli hukum mengemukakan definisi sendiri-sendiri

mengenai hukum pidana, karena mereka mempunyai penderian yang berlain-lainan mengenai pengertian hukum pidana tersebut. Bagian awal bagian dari makalah ini sengaja menyajikan persoalan tentang beberapa pengertian hukum pidana yang diberikan sarjana terkemuka. Untuk maksud itu berikut ini dikutipkan beberapa pandangan dari para sarjana tentang pengertian hukum pidana. a. Sudarto Menurutnya hukum pidana adalah hukum yang mengikat kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana.(Thongat,2008.hlm:12). Dengan batasan seperti itu, maka menurut Sudarto, hukum pidana berpangkal dari dua hal pokok, yaitu: a. b. Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu Pidan Yang dimaksud dengan dengan perbutan yang memenuhi syarat-syarat tertentu adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang, yang memungkinkan adanya pemberian pidana. Perbuatan semacam itu dapat disebut perbuatan yang dapat dipidana atau dapat disingkat perbuatan jahat. Sementara yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan yang sengja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu itu. Apabila dicermati lebih dalam mengenai pengertian hukum pidan yang diberikan oleh Sudarto tersebut, adalah sebenarnya menjelaskan tentang bagian dari hukum pidana yaitu hukum pidana
2

materiil

(yaitu

suatu

peraturan-peraturan

yang

menegaskan

pebuatan apa yang dapat dihukum, dengan hukuman apa menghukum seseorang, siapa yang dapat dihukum),(bukunya farid, thn, hlm:148), Suadrto hanya melihat dsri satu aspek saja dari hukum pidana, yaitu aspek materiil, padahal selain hukum pidana materiil dikenal juga apa yang disebut hukum pidana formil (hukum yang mengatur cara-cara untuk menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana) atau dengan kata lain merupakan pelaksanaan dari hukum pidana materiil. (Moeljatno.1985.hlm:148). b. Moeljatno Moeljatno memberikan batasan atau pengertian yang lebih utuh tentang hukum pidana, menurutnya hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu Negara (Moeljatno.2002.hlm:1), yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan untuk:
a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan,

yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sangsi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada meraka yang telah

melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
c. Menentukan dengan cara-cara yang bagaimana pidan itu dapat

dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Apabila dicermati lebih dalam mengenai pengertian hukum pidan yang diberikan oleh Moeljatno tersebut, maka batasan atau pengertian hukum pidana yang diberikannya lebih lengkap dan relative lebih utuh. Rumusan hukum pidana yang tersebut dalam butir a diatas sebenarnya membicarakan tentang tindak pidana (criminal act) yaitu perbuatan-perbuatan yang dilarang, sementara yang tersebut dalam butir b membicarakan tentang pertanggung-jawaban pidana (criminal

responsibility) yaitu membicarakan tentang kapan dan dalam hal-hal seperti apa kepada mereka yang telah melakukan tindak pidana dapat dijatuhi pidana. Dengan kata lain dalam hal yang bagaimana kepada mereka yang telah melakukan tindak pidana dapat dimintai pertanggung jawaban pidana. Melihat dua hal yang disebut Moeljatno dalam dalam rumusan hukum pidana tersbut sebenarnya sama dengan apa yang telah diberikan oleh Soedarto mengenai pembatasan dan pengertian hukum pidana. Dengan demikian ada kesamaan batasan hukum pidana yang diberikan Soedarto dengan batasan yang diberikan oleh Moeljatno, meskipun demikian, masih terdapat perbdaan antara batasan hukum pidana yang diberikan oleh kedua sarjana diatas. Sebab dalam butir c dari rumusan hukum pidana yang diberikan moeljatno tergam adanya hukum formil (hukm acara pidana). Berkenaan dengan pengertian dari hukum pidana, C.S.T. Kansil juga memberikan definisi sebagai berikut: (Syarifin.2000.hlm:14-15) Hukum pidana adalah hukum yang mengatur pelanggaranpelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan yang diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan, selanjutnya ia menyimpulkan bahwa hukum pidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma baru, melainkan hanya mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatankejahatan terhadap norma-norma hukum mengenai kepentingan umum. Adapun yang termasuk kepentingan umum menurut C.S.T kansil adalah: a) Badan peraturan perundangan negara, seperti negara, lembagalembaga negara, pejabat negara, pegawai negeri, undang-undang, peraturan pemerintah dan sebagainya. b) Kepentingan umum tiap manusia yaitu, jiwa, raga, tubuh, kemerdekaan, kehormatan, dan hak milik/harta benda.

Dari beberapa batasan atau pengertian tentang hukum pidana diatas , patut diminta perhatian kepada pembaca, khususnya para pemula yang mempelajari hukum pidana untuk sedapat mungkin mencermati dan lebih jeli dalam mengikuti bahasan tentang pengertian hukum pidan. Hal ini dianggap penting karena bahsan mengenai persoalan tersebut menjadi bahasan awal bagi pemula yang mempelajari hukum pidana.
2.

Ruang Lingkup Hukum Pidana Dilihat dari ruang lingkupnya hukum pidana dapat dikelompokkan

sebagai berikut: 1. Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis, 2. Hukum pidana sebagai hukum positif, 3. Hukum pidana sebagai bagian dari hukum publik, 4. Hukum pidana objektif dan hukum pidana subjektif, 5. Hukum pidana material dan hukum pidana formal, 6. Hukum pidana kodifikasi dan hukum pidana tersebar, 7. Hukum pidana umum dan hukum pidana khusus, 8. Hukum pidana umum (nasional) dan hukum pidana setempat. Hukum pidana objektif (ius peonale) adalah seluruh garis hukum mengenai tingkah laku yang diancam dengan pidana jenis dan macam pidana, serta bagaimana itu dapat dijatuhkan dan dilaksakan pada waktu dan batas daerah tertentu. Artinya, seluruh warga dari daerah (hukum) tersebut wajib menaati hukum pidana dalam arti objektif tersebut. Hukum pidana objektif (ius peonale) ialah semua peraturan yang mengandung/memuat larangan/ancaman dari peraturan yang diadakan ancaman hukuman. Hukum pidana objektif ini terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Hukum pidana material, yaitu peraturan-peraturan yang mengandung perumusan: perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, siapa yang dapat dihukum, hukum apakah yang dapat dijatuhkan. 2. Hukum pidana formal, yaitu disebut juga sebagai hukum acara, memuat peraturan-peraturan bagaimana cara negara beserta alat-alat

perlengkapannya melakukan hak untuk menghukum (mengancam, menjatuhkan, atau melaksanakan). Hukum pidana subjektif (ius puniendi) merupakan hak dari penguasa untuk mengancam suatu pidana kepada suatu tingkah laku sebagaimana digariskan dalam hukum pidana objektif, mengadakan penyidikkan, menjatuhkan pidana, dan mewajibkan terpidana untuk melaksanakan pidana yang dijatuhkan. Persoalan mengenai apakah dasarnya atau darimana kekuasaan penguasa tersebut, jawabannya menurut E.Y Kanter terletak pada falsafah dari hukum pidana. Hukum pidana umum (alegemen strafrecht) adalah hukum pidana yang berlaku untuk tiap penduduk, kecuali anggota militer, nama lain dari hukum pidana umum adalah hukum pidana biasa atau hukum pidana sipil (commune strafrecht). Akan tetapi dilihat dari segi pengkodifikasiannya maka KUHP pun disebut sebagai hukum pidana umum, dibanding dengan perundang-undangan lainnya yang tersebar. Hukum pidana khusus adalah suatu peraturan yang hanya ditunjukkan kepada tindakkan tertentu (tindak pidana subversi) atau golongan tertentu (militer) atau tindakkan tertentu, seperti pemberantasan tindak pidana ekonomi, korupsi, dan lain-lain.
3.

Fungsi hukum pidana Sama halnya hukum pada umumnya, hukum pidana juga

mempunyai fungsi, hal ini disebabkan karna hukum pidana adalah bagian dari hukum pada umumnya. Namun demikian hukum pidana juga mempunyai fungsi khusus yang berbeda dengan fungsi pada umumnya. Menurut Soedarto funsi hukum pida dibagi menjadi dua: (Thongat. 2008.hlm:21) a) Fungsi umum Yang dimaksud dengan fungsi umum adalah hukum pidana juga sama dengan fungsi hukum pada umumnya, (mengatur hidup kemasyarakatan, atau menyelenggarakan tata dalam masyarakat).

Dengan demikian menurut soedarto (Thongat.2008.hlm:21), hukum hanya memperhatikan perbuatan sozialrelevant, artinya ada sangkut pautnya dengan masyarakat. Hukum tidak mengatur sikap batin seseorang yang bersangkutan dengan tata susila. Demikian juga hukum pidana. b) Fungsi khusus Secara khusus hukum pidana berfungsi melindungi kepentingan hukum, dari perbuatan yang hendak memperkosanya dengan sangsi yang berupa pidana yang sifatnya lebih kejam bila dibandingkan dengan sangsi yang yang terdapat pada cabang-cabang hukum lainnya. Yang dimaksud dengan kepentingan hukum yang harus dilindungi oleh Undang-undang adalah (Moeljatno.1985.hlm:149) Jiwa seseorang Badan seseorang Kehormatan seseorang Kesusilaan seseorang Kemerdekaan seseorang Harta benda seseorang

4.

Sumber hukum pidana Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum utama

(sumber hukum tertulis) dan sumber hukum pidana lainnya (sumber hukum yang tidak tertulis). Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undangundang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain:

1. Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103). 2. Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488). 3. Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).

Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
1. UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi. 2. UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba. 3. UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll

Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya.
B. Pengertian Ilmu Hukum Pidana

Ilmu hukum pidana ini adalah ilmu atau pengetahuan mengenai suatu bagian khusus dari hukum, yaitu hukum pidana (Moeljatno.2002.hlm:14). Objek dari dari ilmu ini adalah aturan-aturan hukum pidana yang berlaku disuatu Negara; bagi kita hukum pidan Indonesia. Hukum pidana yang berlaku dinamakan hukum pidana positif. Ilmu hukum pidana ini bertujuan bertujuan menyelidiki pengertian objektip dari hukum pidana positif. Recht swissenschaft ist die wissenschaft vom object tivon sinn des positive rechts(Moeljatno.2002.hlm:15).
C. Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana Dan Kriminologi

Disamping ilmu hukum pidana , yang sesungguhnya juga dapat dinamakan ilmu tentang hukumnya kejahatan, ada juga ilmu tentang kejahatannya sendiri yang dinamakan kriminologi. Dalam banyak pandangan, kriminologi seringkali didefinisikan ilmu bantu hukum pidana(tongat.2008.hlm:18). Namun menurut Thongat

kriminologi bukanlah ilmu bantu hukum pidana, tetapi kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang demikian besar memberi konstribusi pada hukum pidana, meskipun demikian, akan tetapi hubungan keduanya sangatlah erat. Objek dan tujuan keduanya berbeda, kalau objek ilmu hukum pidana adalah aturan-aturan hukum yang mengenai kejahatan atau yang bertalian dengan pidana, dan tujuannya agar dapat mengerti dan mempergunakan dengan sebaik-baiknya serta seadil-adilnya. Maka ojek kriminologi adalah orang yang melakukan kejahatan itu sendiri. Adapun tujuannya agar menjadi mengerti apa sebab-sebabnya sehingga sampai melakukan itu.

D. Kesimpulan Beberapa ahli hukum mengemukakan definisi sendiri-sendri mengenai hukum pidana, karena mereka mempunyai pendirian yang bberlain-lainan mengenai pengertian hukum pidana tersebut. Namun demikian dapat disimpulkan, hukum pidana adalah hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengandung keharusan atau larangan terhadap pelanggaran mana diancam dengan hukuman yang berupa siksaan badan. Hukum pidana memiliki fungsi, sama halnya hukum pada umumnya, yaitu mengatur hidupkemasyarakatan, atau menyelenggarakan tata dalam masyarakat. Namun demikian hukum pidana mempunyai fungsi khusus, yaitu berfungsi melindungi kepentingan hukum, dari perbuatan yang hendak memperkosanya dengan sangsi yang berupa pidana yang sifatnya lebih kejam bila dibandingkan dengan sangsi yang yang terdapat pada cabang-cabang hukum lainnya. Dan sumber hukum pidana itu ada dua yaitu sumber hukum utama (sumber hukum tertulis) dan sumber hukum pidana lainnya (sumber hukum yang tidak tertulis). Ilmu hukum pidana adalah ilmu atau pengetahuan mengenai suatu bagian khusus dari hukum, yaitu hukum pidana. Ilmu hukum pidana memiliki hubungan erat dengan kriminologi akantetapi kriminologi bukanlah ilmu bantu hukum pidana, tetapi kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang demikian besar memberi konstribusi pada hukum pidana, karna objek dan tujuan keduanya berbeda.

10

E. Daftar Pustaka Moeljatno, SH,2002. Asas-Asas hukum Pidana, PT Rineka Cipta,Jakarta. Syarifin pipin SH,2000, Hukum Pidana di Indonesia,Pustaka Setia, Bandung. Tongat,2008,Dasar-dasar pembahruan,umum press Samidjo,1985,pengantar Hukum Indonesia,cv armico,bandung Hukum Pidana dalam perspektif

11

Anda mungkin juga menyukai