Anda di halaman 1dari 89

PT .

T ELEKOMUNIKASI INDONESIA, T bk

PL 5 Pl anni ng & Desi gn

RADIO ACCESS NETWORK (RAN)








Kode dokumen : PL-5
Ver si : 1. 0
Tanggal : 23 Sept ember 2004







Di t er bi t kan ol eh :

Di t er bi t kan ol eh :
PT T ELEKOMUNIKASI INDONESIA, T bk
TELKOMRi sTI (R & D Cent er )
Jl . Geger kal ong Hi l i r No. 47
Bandung 40152











Hak ci pt a PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk 2004
Basic Knowledge PL5 Planning and Design


i
Daftar Isi


1. KONSEP DASAR PERENCANAAN 1
2. SISTEM CDMA2000 1X 1
2.1. Konsep Code Division Multiple Access (CDMA) 1
2.2. Sistem Spektral Tersebar 2
2.3. Kinerja Sistem Spektral Tersebar 4
2.4. Konsep Dasar Sistem CDMA2000 1x 5
2.5. Arsitektur Jaringan CDMA2000 1x 5
2.6. Model Kanal pada Sistem CDMA2000 1x 7
2.6.1. Kanal Reverse 7
2.6.2. Kanal Forward 9
2.7. Kontrol Daya 11
2.8. Kapasitas Sistem CDMA2000 1x 11
3. TELKOMFLEXI 13
3.1. Alokasi Frekuensi TelkomFlexi 13
3.2. Kelebihan dan kekurangan TelkomFlexi 14
4. WIRELESS LOCAL LOOP 16
4.1. Sistem DECT (Digital Enhanced Cordless Telecommunication) 16
4.2. Sistem PHS (Personal Handy-Phone System) 18
4.2.1. Konsep PHS (Personal Handy-Phone System) 18
4.2.2. Konfigurasi Sistem PHS 19
5. WIRELESS LAN 21
5.1. Standar Wireless LAN 22
5.2. Band Frekuensi 22
5.3. Data Rate dan Jangkauan 22
5.4. Modulasi 23
5.5. Konfigurasi Wireless LAN 23
6. KLASIFIKASI AREA 23
7. PENGUMPULAN DATA DENGAN SURVEY 24
7.1. Peramalan Kebutuhan 24
7.2. Metode Deret Berkala (Time Series) 25
7.2.1. Prediksi pelanggan dengan Metode Trend Linier 25
7.2.2. Prediksi pelanggan dengan Metode Trend Kuadratik (Parabola) 25
7.2.3. Prediksi pelanggan dengan Metode Trend Eksponensial 26
7.2.4. Langkah-langkah Prediksi Pelanggan 26
8. SPECTRUM CLEARENCE 27
8.1. Pengukuran Background Noise 28
8.2. Metode Pengukuran 29
8.3. Gambaran Fungsional Pengujian Sistem 29
8.4. Kalibrasi System Test 29
8.5. Prosedur Test 30
8.6. Analisa Data 31
9. TEORI TRAFIK 31
9.1. Besaran Trafik 31
9.2. Macam-macam Trafik 32
9.3. Pengukuran Trafik 32
9.4. Grade Of Service (GOS) 34
10. APLIKASI CDMA 36
10.1. Soft Blocking 36
10.2. Perhitungan GOS 38
10.3. Jumlah kanal tersedia 40
Basic Knowledge PL5 Planning and Design


ii
10.4 PN Planning 41
10.5 Pilot Searching Proses 42
10.6 Aliasing 42
10.7 Parameter-parameter Input 43
10.8 Spectrum Planning 44
10.9 Antenna dan Isolasi Antenna 44
10.10 Persoalan dalam pengembangan CDMA2000-1X 45
10.11 Handoff Planning 46
10.12 CDMA Pilot Beacon 47
10.13 Kriteria Pemilihan Site 47
11. ANALISIS LINTASAN SINYAL 48
11.1. Propagasi Gelombang Pada Sistem Komunikasi Radio 48
11.2. Propagasi Pada Gelombang Langsung 49
11.3. Propagasi Pada Gelombang Pantul 50
11.3.1. Rugi Propagasi Pada Gelombang Langsung Dan Pada 1 (satu)
Buah Gelombang Pantul 50
11.4. Propagasi Line Of Sight (LOS) 54
11.4.1. Free Space Propagation Model 55
11.4.2. Area to Area Prediction 56
11.4.3. Prediksi Redaman Mikrosel 59
11.5. Clutter dan Fresnel Zone 59
11.6. Reliability dan Fading Margin 61
11.6.1. Fading 61
12. LINK BUDGET 63
12.1. Dasar pemahaman Link Budget 64
12.2. Parameter parameter RF Link Budget 65
12.2.1. Parameter yang berhubungan dengan propagasi 66
12.2.2. Parameter yang berhubungan dengan spesifikasi CDMA 68
12.2.3. Parameter yang berhubungan dengan spesifikasi produk RF 69
12.2.4. Parameter yang berhubungan dengan Reliability perangkat 69
12.3. Perhitungan Link Budget 69
12.3.1. Reverse Link Budget 69
12.3.2. Forward Link Budget 72
12.3.3. Penyeimbang Forward Link dan Reverse Link 73
13. PREDIKSI COVERAGE 74
14. ANALISIS INTERFERENSI 74
15. PENENTUAN LOKASI PENEMPATAN RBS 79
16. OPTIMALISASI NETWORK 79
17. NETWORK PLANNING TOOLS 82




Basic Knowledge PL5 Planning and Design


iii
Daftar Gambar


Gambar 1 Gambar 1 Blok pemancar DS-SS 3
Gambar 2 Blok Penerima DS-SS. 3
Gambar 3 Arsitektur CDMA2000 1x... 6
Gambar 4 Struktur Kanal Reverse yang ditransmisikan oleh MS8
Gambar 5 Struktur Kanal Forward yang ditransmitkan oleh BTS.. 10
Gambar 6 Konfigurasi Sel ... 12
Gambar 7 Konfigurasi jaringan fixed wireless TelkomFlexi.. 14
Gambar 8 Konfigurasi jaringan WLL DECT .. 17
Gambar 9 Konfigurasi sistem PHS .. 19
Gambar 10 Blok Diagram CS (Cell Station) .. 20
Gambar 11 Blok Diagram PS (Personal Station) 21
Gambar 12 Konfigurasi hotspot Wireless Lan berbasis non seluler 23
Gambar 13 Sistem Transmisi Radio Ideal, pada Model Friis Transmission 41
Gambar 14 Perangkat Drive Test. 73

























Basic Knowledge PL5 Planning and Design


iv
Daftar Tabel

Tabel 1 Tabel 1 Alokasi kode PN (kode pendek) 9
Tabel 2 Alokasi Frekuensi CDMA 1900 MHz 15
Tabel 3 Persamaan Matematis untuk Penentuan Frekuensi Pembawa15
Tabel 4 Frekuensi Pembawa untuk TelkomFlexi. 15
Tabel 5 Parameter Clutter Loss... 53
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
1
PL- 5 Basic Knowledge
PLANNING AND DESIGN


1. KONSEP DASAR PERENCANAAN
Filosofi umum dari desain jaringan telekomunikasi adalah mendapatkan
performansi terbaik dengan biaya implementasi yang minimal. Performansi radio
meliputi kualitas kanal kontrol / signalling dan juga kanal suara. Dalam kaitan ini,
ukuran dari kualitas transmisi adalah S/(I + N) atau biasa disebut RF signal to
impairement ratio. Seorang engineer harus menganalisa S/(I + N) untuk dua
kondisi, yang pertama pada kondisi S/(I + N) yang terburuk , sedangkan yang
kedua pada kondisi S/(I + N) rata-rata yang dicapai oleh jaringan yang didesain.
Dalam hal ini, kondisi performansi rata-rata akan menunjukkan ukuran persepsi
pelanggan mengenai kualitas yang akhirnya bermuara pada kepuasan pelanggan.
Sedangkan analisa terburuk adalah untuk mencegah berbagai kondisi terburuk
yang mungkin saja terjadi.

Memanglah sulit untuk mencapai performansi yang diharapkan pada lingkungan
komunikasi mobile yang sangat kompleks. Oleh karena itu seorang engineer
diharapkan memiliki berbagai pengetahuan untuk melakukan optimalisasi sistem
yang nantinya akan melibatkan berbagai solusi kompromi dari berbagai kondisi
trade off yang nantinya akan dihadapi.

2. SISTEM CDMA2000 1X

2.1. Konsep Code Division Multiple Access (CDMA)
Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknik multiple
access yang banyak diaplikasikan untuk seluler maupun fixed wireless. Konsep
dasar dari teknik multiple access yaitu memungkinkan suatu titik dapat diakses
oleh beberapa titik yang saling berjauhan dengan tidak saling mengganggu. Teknik
multiple access mempunyai arti bagaimana suatu spektrum radio dibagi menjadi
kanal-kanal dan bagaimana kanal-kanal tersebut dialokasikan untuk pelanggan
sebanyak-banyaknya dalam satu sistem.

CDMA merupakan teknologi multiple access yang membedakan satu pengguna
dengan pengguna lainnya menggunakan kode-kode khusus dalam lebar pita
frekuensi yang ditentukan. Sistem CDMA merupakan pengembangan dari dua
sistem multiple access sebelumnya. CDMA memiliki konsep multiple access yang
berbeda dengan Time Division Multiple Access (TDMA) dan Frequency Division
Multiple Access (FDMA) karena sistem ini memanfaatkan kode-kode digital yang
spesifik untuk membedakan satu pengguna dengan pengguna lainnya.




Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
2
CDMA memiliki beberapa keunggulan dibandingkan teknik multiple access lainnya,
yaitu :
Memiliki pengaruh interferensi yang kecil antara sinyal yang satu dengan
yang lainnya.
Memiliki tingkat kerahasiaan yang tinggi dimana hal ini berkaitan dengan
proses acak pada teknik ini.

Code Division Multiple Access adalah teknik akses jamak yang didasarkan pada
sistem komunikasi spektral tersebar, dimana masing-masing pengguna diberikan
suatu kode tertentu yang akan membedakan satu pengguna dengan pengguna
lainnya. Mulanya sistem ini dikembangkan pada kalangan militer karena
kehandalannya dalam melawan derau yang tinggi, sifat anti jamming, dan
kerahasiaan data yang tinggi.

2.2. Sistem Spektral Tersebar
Secara definitif, sistem komunikasi spektral tersebar merupakan suatu teknik
modulasi dimana pengirim sinyal menduduki lebar pita frekuensi yang jauh lebih
besar dari pada spektrum minimal yang dibutuhkan untuk menyalurkan suatu
informasi. Konsep ini didasarkan pada teori C.E Shannon untuk kapasitas saluran,
yaitu :
C = W log
2
(1 + S/N)
Dimana : C = kapasitas kanal transmisi (bps)
W = lebar pita frekuensi transmisi (Hz)
N = daya derau (Watt)
S = daya sinyal (Watt)

Dari teori diatas terlihat bahwa untuk menyalurkan informasi yang lebih besar pada
saluran ber-noise dapat ditempuh dengan dua cara yaitu :
Dengan cara konvensional, dimana W kecil dan S/N besar.
Cara penyebaran spektrum, dimana W besar dan S/N kecil.

Pada sistem spektral tersebar sinyal informasi disebar pada pita frekuensi yang
jauh lebih lebar dari pada lebar pita informasinya. Penyebaran ini dilakukan oleh
suatu fungsi penebar yang bebas terhadap sinyal informasinya berupa sinyal acak
semu (psedorandom) yang memiliki karakteristik spektral mirip derau (noise),
disebut pseudorandom noise (PN code).

Ada beberapa teknik modulasi yang dapat digunakan untuk menghasilkan
spektrum sinyal tersebar antara lain Direct Sequence Spread Spectrum (DS-SS)
dimana sinyal pembawa informasi dikalikan secara langsung dengan sinyal
penyebar yang berkecepatan tinggi, Frequency Hopping Spred Spectrum (FH-SS)
dimana frekuensi pembawa sinyal informasi berubah-ubah sesuai dengan deretan
kode yang diberikan dan akan konstan selama periode tertentu yang disebut T
(periode chip). Time Hopping Spread Spectrum (TH-SS) dimana sinyal pembawa
informasi tidak dikirimkan secara kontinu tetapi dikirimkan dalam bentuk short burst
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
3
yang lamanya burst tergantung dari sinyal pengkodeannya, dan hybrid modulation
yang merupakan gabungan dari dua atau lebih teknik modulasi di atas yang
bertujuan untuk menggabungkan keunggulan masing-masing teknik. Teknik
modulasi yang paling banyak dipakai saat ini, termasuk pada sistem CDMA2000
1x, adalah Direct Sequence Spread Spectrrum (DS-SS) karena realisasinya lebih
sederhana dibandingkan teknik modulasi lainnya.

Pada DS-SS, sinyal pembawa didemodulasi secara langsung oleh data terkode
yang merupakan deretan data yang telah dikodekan dengan deretan kode
berkecepatan tinggi yang dibangkitkan oleh suatu Pseudo Random Generator
(PRG) dan memiliki karakteristik random semu karena dapat diprediksi dan bersifat
periodik. Sinyal yang telah tersebar ini kemudian dimodulasi dengan menggunakan
teknik modulasi BPSK, QPSK, atau MSK. Pada sistem CDMA2000 1x digunakan
teknik modulasi QPSK.
Wideband
Modulator
Carrier Generator
Code
Generator
Binary Data


Gambar 1 Blok pemancar DS-SS

Sedangkan pada sisi penerima, DS-SS terdiri dai tiga bagian utama yaitu
demodulator, despreader dan blok sinkronisasi deret kode.









Gambar 2 Blok Penerima DS-SS

Ketika sinkronisasi deret kode telah tercapai antara pengirim dan penerima
(akuisisi dan code trackling loop telah berjalan sempurna), maka dilakukan proses
despreading sinyal DS-SS. Dan dengan asumsi bahwa beda fasa pada frekuensi
pembawa lokal antara pengirim dan penerima dapat dihilangkan dengan carrier
recovery maka sinyal informasi yang sebenarnya akan dapat diperoleh kembali.




Code
Synchronization /
Tracking
Code Generator
Wideband
Demodulator
Despreading
Carrier Generator
Data
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
4
2.3. Kinerja Sistem Spektral Tersebar
Parameter-parameter yang menjadi ukuran kinerja sistem komunikasi CDMA
seluler maupun fixed wireless berdasarkan sistem spektral tersebar antara lain
adalah :
! Processing Gain
Ketahanan sistem spektral tersebar terhadap interferensi ditentukan oleh
seberapa lebar frekuensi penebar dibandingkan dengan lebar frekuensi pita
dasarnya dalam suatu parameter yang disebut processing gain. Dimana
semakin besar processing gain-nya, maka semakin tahan sistem spektral
tersebut terhadap interferensi.
! Bit Error Rate (modulasi QPSK)

,
_

o
b
B
N
E
Q P
2

Dimana :
E
b
= Energi per bit (dBW atau Watt)
N
o
= Rapat daya noise (dB/Hz atau Watt/Hz)
! Kapasitas Sistem
Jika diasumsikan bahwa sebuah sel mempunyai N user yang konstan, maka
sinyal yang diterima oleh base station pada sel tersebut terdiri dari sinyal user
yang diinginkan ditambah (N-1) sinyal dari user penginterferensi. Dengan
asumsi kontrol daya bekerja sempurna, maka sinyal terima untuk semua
kanal adalah sama, yaitu sebesar S. Sehingga persamaan energy per bit (E
b
)
dan rapat spektrum daya penginterfernsi (I
o
) dapat dinyatakan sebagai
berikut:
E
b
=
R
S

W
N S
I
o
) 1 (

Sedangkan persamaan energy bit to interference (E
b
/I
o
) adalah :
1
/
/ ) 1 (
/

N
R W
W N S
R S
I
E
o
b

Dari persamaan di atas diperoleh bahwa kapasitas sel atau jmlah kanal yang
dapat diakomodasi oleh satu frekuensi pembawa dengan bandwidth (W)
adalah :
o b
I E
R W
N
/
/
1+
Jika N diasumsikan sangat besar maka persamaan di atas dapat
disederhanakan menjadi :
o b
I E
R W
N
/
/

Jika interferensi dari sel lain, gain aktifitas suara, dan gain sektorisasi antena
juga diperhitungkan, maka persamaannya menjadi :
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
5

) 1 ( /
/
f I E
R W
N
o b
+

Dimana :
W = lebar pita frekuensi spektral tersebar (Hz) = 1,2288 MHz
R = data rate sinyal informasi (kbps) = 9,6 kbps
E
b
/I
o
= rasio energi per bit terhadap rapat daya penginterfernsi (dB)
= gain aktifitas suara ( 2,67 untuk suara dan 1 untuk data)
= gain sektorisasi antena ( 2,4 untuk antena trisektoral)
f = faktor interferensi dari sel lain ( 0,6)

2.4. Konsep Dasar Sistem CDMA2000 1x
CDMA 2000 adalah platform wireless yang termasuk ke dalam spesifikasi
International Mobile Telecommunication 2000 (IMT-2000) dan merupakan
pengembangan dari standar platform wireless CDMA IS-95. Teknologi transmisi
radio CDMA2000 adalah teknologi wideband dengan teknik spread spectrum yang
memanfaatkan teknologi CDMA untuk memenuhi kebutuhan layanan sistem
komunikasi wireless generasi ketiga (3G) berupa aplikasi layanan multimedia.
Sistem CDMA2000 mencakup implementasi luas yang ditujukan untuk mendukung
data rate baik untuk circuit switched maupun packet switched dengan
memanfaatkan data rate mulai dari 9,6 kbps (TIA/EIA-95-B) sampai lebih dari 2
Mbps. Beberapa layanan yang dapat didukung antara lain, wireless internet,
wireless e-mail, telemetry dan wireless commerce.

Standarisasi CDMA2000 1x dilakukan berdasarkan spesifikasi IS2000 yang
kompatibel dengan sistem IS-95 A/B (CDMAone). Dibandingkan dengan IS-95,
jaringan CDMA2000 1x mengalami beberapa pengembangan seperti kontrol daya
yang lebih baik, uplink pilot channel, teknik vocoder baru, pengembangan kode
Walsh serta perubahan skema modulasi. Sedangkan pada sisi arsitektur jaringan
terdapat Base Station Controller (BSC) dengan kemampuan IP Routing, BTS
multimode serta PDSN (Packet Data Serving Node).

2.5. Arsitektur Jaringan CDMA2000 1x
Skema struktur jaringan CDMA2000 1x secara umum terdiri dari :
1. User terminal, terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut :
Fixed terminal
Portable / handheld
o Membentuk, memelihara, dan memutuskan hubungan dengan Radio
Network melalui antarmuka radio-packet.
o Mengumpulkan data autentifikasi, autorisasi dan akunting yang
diperlukan oleh AAA.

Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 * 8 #
1 2 3 4 5 6 7 8 9 * 8 #
1 2 3 4 5 6 7 8 9 * 8 #
1 2 3 4 5 6 7 8 9 * 8 #
Router Router
PDN
PSTN
Internet
3Com
Fire Wall
PDSN
AAA
Home Agent
HLR
SMS-SC
MSC
T1/E1
T1/E1
T1/E1
T1/E1
T1/E1
T1/E1
T1/E1
T1/E1
T1/E1
BSC
BSC


Gambar 3 Arsitektur CDMA2000 1x

2. Radio Access Network (RAN), terdiri dari beberapa komponen berikut :
Base Transceiver Station (BTS)
BTS bertanggung jawab untuk mengalokasikan daya digunakan oleh
pelanggan serta berfungsi sebagai antarmuka yang menghubungkan
jaringan CDMA2000 1x dengan perangkat pelanggan. BTS terdiri dari
perangkat radio yang digunakan untuk mengirimkan dan menerima sinyal
CDMA.
Base Station Controller (BSC)
BSC bertanggung jawab untuk mengontrol semua BTS yang berada di
dalam daerah cakupannya serta mengatur rute paket data dari BTS ke
PDSN atau sebaliknya serta trafik dari BTS ke MSC atau sebaliknya.
Packet Data Serving network (PDSN)
Merupakan komponen baru yang terdapat dalam sistem seluler berbasis
CDMA2000 1x yang bertujuan untuk mendukung layanan paket data.
Fungsi PDSN antara lain untuk membentuk, memelihara dan memutuskan
sesi Point-to-Point Protocol (PPP) dengan pelanggan.
3. Circuit Core Network (CCN), terdiri dari beberapa komponen berikut :
Mobile Switching Center (MSC)
MSC diletakkan di pusat jaringan mobile communication dan juga bekerja
dengan jaringan lain seperti PSTN, PLMN, dll.
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
7
Home Location Register (HLR)
HLR merupakan tempat yang berisi informasi pelanggan yang digabungkan
dengan pengantar layanan paket data. Layanan informasi dari HLR diambil
dalam Visitor Location Register (VLR) pada jaringan switch selama proses
registrasi berhasil.
Visitor Location Register (VLR)
VLR secara temporari menyimpan dan mengontrol semua informasi dari
Mobile Station (MS) yang berada pada area kontrol. Ketika pelanggan
melakukan panggilan maka VLR mentransmit semua informasi yang
berhubungan dari MSC.
SMSC (Short Message Service Center) bertanggung jawab dalam
penyampaian, penyimpanan dan pengajuan suatu pesan singkat.
ISMSC (Intelligent Short Message Service) merupakan gateway untuk
menyelenggarakan interworking dengan jaringan PSTN dan GSM.
4. Packet Core Network (PCN), terdiri dari beberapa komponen berikut :
Router berfungsi untuk merutekan paket data dari dan ke berbagai elemen
jaringan yang terdapat pada jaringan CDMA2000 1x serta bertanggung
jawab untuk mengirimkan dan menerima paket data dari jaringan internal ke
jaringan eksternal atau sebaliknya.
Fire Wall berfungsi untuk mengamankan jaringan terhadap akses dari luar.
Authentication, Authorization and Accounting (AAA)
AAA menyediakan fungsi untuk authentication bertalian denagn PPP dan
hubungan mobile IP, melakukan autorisasi yaitu layanan profil dan kunci
keamanan distribusi dan manajemen dan accounting untuk jaringan paket
data dengan menggunakan protokol Remote Access Dial in User Service
(RADIUS) AAA server juga digunakan oleh PDSN untuk berhubungan
dengan jaringan suara dari HLR dan VLR.
Home Agent
HA berfungsi untuk menelusuri lokasi mobile station (MS) sekaligus
mengecek apakah paket data telah diteruskan ke MS tersebut.

2.6. Model Kanal pada Sistem CDMA2000 1x
Struktur kanal pada CDMA2000 1x terbagi menjadi dua arah yaitu kanal reverse
yang arahnya dari MS ke BTS dan kanal forward yang arahnya dari BTS ke MS.
Gambar dibawah menunjukkan struktur kanal forward dan kanal reverse untuk
sistem CDMA2000 1x.

2.6.1. Kanal Reverse
Perbedaan utama struktur kanal reverse pada sistem IS-95 dan CDMA2000 1x
adalah adanya kanal pilot yang memungkinkan demodulasi secara koheren dan
menyediakan informasi power control.

Pelanggan pada arah reverse dipisahkan dengan pembedaan time offset dari
suatu kode panjang (long code) dengan panjang 2
42
1 chips. Kode panjang ini
dihasilkan oleh suatu generator PN dengan masukan 42 bit dan laju kode 1,2288
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
8
Mcps. Untuk mengantisipasi terjadinya multipath dan delay, maka time offset antar
kode dipisahkan minimal sebesar 64 chips. Sedangkan kanal-kanal pada arah
reverse dibedakan dengan menggunakan kode Walsh yang ortogonal.

Berikut ini struktur kanal yang ditansmisikan oleh MS pada arah reverse :

Access Channel
Reverse Fundamental
Channel
Reverse Trafik
Channel
Operation
(RC 3 to 6)
Reverse Common
Control Channel
Operation
Enhanced Access
Channel
Operation
Reverse Traffic
Channel
(RC1 or 2)
0 to 7 Reverse
Suppl emental Code
Channel
Reverse Pilot Channel Reverse Pilot Channel Reverse Pilot Channel
0 or 1 Reverse
Fundamental Channel
0 or 1 Reverse
Dedicated Control
Channel
Reverse Common
Control Channel
Enhanced Access
Channel
0 or 2 Reverse
Suppl emental Channel
Reverse Power Control
Subchannel
REVERSE CDMA CHANNEL
for Spreading Rate 1 and 3 (SR1 and SR3)


Gambar 4 Struktur Kanal Reverse yang ditransmisikan oleh MS

Kanal-kanal yang ditransmisikan pada arah reverse dapat dikategorikan menjadi :
1. Common Channels yang menyediakan hubungan antara BTS dengan
beberapa MS (point to multipoint) yang terdiri dari :
Access Channel (R-ACH)
Access Channel berfungsi untuk menyediakan komunikasi dari MS ke
BTS pada saat MS tidak sedang menggunakan traffic channel. Fungsi
utama access channel adalah untuk merespon paging channel dan
pengalamatan panggilan.
Enhanced Access Channel (R-EACH)
Enhanced Access Channel merupakan pengembangan dari access
channel yang mampu meminimalisasi terjadinya tabrakan serta
mengurangi daya yang dibutuhkan oleh access channel.
Reverse Common Control Channel
Kanal ini digunakan untuk mengirim signalling message dari MS ke BTS.
2. Dedicated Channel yang dialokasikan bagi setiap MS (point to point) dan
terdiri dari :
Reverse Pilot Channel (R-PICH)
Kanal pilot ini berfungsi sebagai pilot yang memungkinkan deteksi
koheren pada arah reverse dan memungkinkan MS berkomunikasi pada
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
9
level daya yang lebih rendah dengan cara menginformasikan pada BS
level daya yang telah diterima sehingga BS dapat mengatur kembali daya
pancarnya.
Reverse Dedicated Control Channel (R-DCCH)
Kanal ini bertujuan untuk menggantikan metode dim and burst serta blank
and burst pada traffic channel dan digunakan untuk mengirimkan pesan
serta mengontrol panggilan.
Reverse Fundamental Channel (R-FCH)
Kanal ini digunakan untuk mengakomodasi layanan suara dan data
berkecepatan rendah, yaitu 9,6 kbps (rate set 1) dan 14,4 kbps (rate set
2).
Reverse Supplemental Channels (R-SCH)
Kanal ini digunakan untuk mengakomodasi layanan dengan data rate
yang lebih besar dari 9,6 kbps dan 14,4 kbps serta diterapkan pada radio
configuration 3 sampai 6 yang memiliki skema modulasi, coding, dan
vocoder yang berbeda-beda.
Reverse Supplemental Code Channels (R-SCCH)
Fungsi kanal ini hampir sama dengan Reverse Supplemental Channels
hanya saja digunakan pada radio configuration 1 dan 2 yang didesain
agar kompatibel dengan sistem CDMA IS-95.

2.6.2. Kanal Forward
Pada komunikasi arah forward, sinyal dari sel atau sektor yang berbeda dipisahkan
dengan pembedaan time offset dari dua buah kode pendek (short code) dengan
panjang 215 1 chips, satu untuk kanal I dan satu untuk kanal Q. Kode pendek ini
dihasilkan oleh generator PN dengan masukan 15 bit dan laju kode 1,2288 Mcps.
Untuk mengantisipasi terjadinya multipath dan delay maka time offset antar kode
dipisahkan minimal 64 chips. Dan karena hanya ada 512 kode PN, maka alokasi
kode PN harus benar-benar direncanakan.

Salah satu metode perencanaan yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :

Tabel 1 Alokasi kode PN (kode pendek)
Sektor Kode PN
Alpha 3 x P x N 2P
Beta 3 x P x N
Gamma 3 x P x N - P

Alpha
Beta Gamma
N

Omni 3 x P x N

Dimana : N = pola penggunaan kode PN, direkomendasikan nilainya 19
P = jarak antar kode PN, direkomendasikan nilainya 6

Berikut ini struktur kanal yang ditransmisikan oleh BS pada arah forward dimana
masing-masing kanal menggunakan kode Walsh dan saling ortogonal :

Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
10
FORWARD CDMA CHANNEL for Spreading Rates 1 and 3
(SR1 and SR3)
Common
Assi gnment
Channel s
Traffic Channels Sync Channel
Common Control
Channel s
Pil ot Channels
Common Power
Control Channel s
Paging Channel s
(SR)
Broadcast
Channel s
Quick Paging
Channel s
Forward Pil ot
Channel
0-1 Fundamental
Channel
0-1 Dedi cated
Control Channel
Auxili ary Transmit
Diversity Pil ot
Channel
Auxili ary Pi lot
Channel s
Transmit Di versity
Pil ot Channel
0-2 Supplemental
Channel s (Radio
Confi guration 3-9)
0-7 Supplemental
Code Channel s (Radio
Confi guration 1-2)
Power Control
Subchannel


Gambar 5 Struktur Kanal Forward yang ditransmitkan oleh BTS

Sebagaimana pada arah reverse, kanal-kanal yang ditransmitkan pada arah
forward dapat dikategorikan menjadi :
1. Forward Common Channel yang terdiri dari :
Forward Pilot Channel (F-PICH)
Forward Pilot Channel secara kontinu memnacarkan informasi frekuensi
dan fasa ke seluruh MS yang berada dalam sel tersebut dengan
menggunakan kode penebar yang sama yaitu kode Walsh ke-0 yang
dimodulasi dengan kode pendek (short code) tetapi dengan time offset
yang berbeda untuk membedakan pilot channel dari sel / sektor tertentu.
Untuk menjamin deteksi fasa dan referensi frekuensi pembawa yang
akurat, maka pilot channel ini ditransmisiskan dengan level daya yang
relatif lebih besar dari pada kanal-kanal lainnya.
Forward Common Auxiliary Pilot (F-CAPICH)
Forward Common Auxiliary Pilot diarahkan pada spot beam tertentu agar
dapat meningkatkan kapasitas, luas daerah cakupan, serta performansi
beberapa mobile station dalam spot beam yang sama.
Forward Sync Channel (F-SYNC)
Kanal ini digunakan pada daerah tertentu dari suatu BTS untuk
mendapatkan sinkronisasi waktu dan menentukan lokasi kanal paging.
Forward Paging Channel (F-PCH)
Kanal paging digunakan untuk mengirimkan pengontrolan informasi dan
pesan paging. F-PCH membawa pesan overhead, pages,
acknowledgements, channel assignment, status permintaan dan shared
secret data (SSD) dari BTS ke MS.
Forward Common Control Channel (F-CCCH)
Kanal ini digunakan untuk signalling messages dari MS ke BTS dan dapat
beroperasi pada data rate 9,6 kbps; 19,2 kbps; atau 38,4 kbps dengan
panjang frame yang berbeda-beda.
2. Forward Dedicated Channel terdiri dari Forward Fundamental Channel (F-
FCH) dan Forward Supplemental Channel (F-SCH) yang fungsinya sama
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
11
dengan Reverse Fundamental Channel (R-FCH) dan Reverse Supplemental
Channel (R-SCH).

2.7. Kontrol Daya
Pada sistem CDMA, karena semua user menggunakan bandwidth dan waktu yang
sama, maka terjadi interferensi antar user. Besarnya interferensi dari seorang user
dibanding dengan level daya terima pada BTS dari user tersebut, sehingga bagi
user yang lebih dekat ke BTS memberikan kontribusi interferensi yang lebih besar
bagi user lainnya, akibatnya bagi user yang paling jauh dari BTS akan menerima
interferensi paling besar. Masalah ini disebut dengan near-far problem. Untuk
mengatasi near-far problem ini dilakukan kontrol daya, yakni pengendalian level
daya pancar MS oleh BTS untuk semua MS yang berbeda-beda jauhnya dari BTS
sedemikian rupa, sehingga level daya yang diterima pada BS sama besar baik
yang berasal dari MS yang lebih jauh maupun yang lebih dekat ke BTS.

Kontrol daya pada CDMA2000 1x mempunyai bit rate 800 bps dan disebut kontrol
daya cepat arah maju (fast forward link power control) untuk alokasi kontrol daya
ke kanal trafik forward yang berbeda.

2.8. Kapasitas Sistem CDMA2000 1x
Kapasitas didefinisikan sebagai jumlah user yang bisa ditampung oleh sebuah cell
site dengan harga QoS/GOS yang memadai. Kapasitas dalam sistem CDMA2000
1x akan sangat tergantung pada interferensi dalam sistem itu sendiri. Penambahan
jumlah user dalam sistem juga akan menambah level interferensi dalam sistem.
Setiap penambahan kapasitas atau bertambahnya interferensi akan menurunkan
kualitas sinyal suara dalam batas tertentu. Sehingga bila kapasitas ditingkatkan
maka akan berpengaruh pada kualitas sinyal suara, jadi perlu diatur agar kualitas
tetap tinggi tanpa banyak mengurangi kapasitas. Dengan demikian terdapat trade
off antara kualitas dan kapasitas yang diakses. Fenomena ini disebut dengan soft
capacity. Soft capacity merupakan hal yang menguntungkan terutama untuk
menghindari dropp call pada saat terjadi handoff.

Sistem CDMA menggunakan Universal Frequency Reuse, artinya bandwidth di
share untuk semua sel sedangkan transmisinya akan dibedakan dengan suatu
spreading sequence yang unik, dan dalam perencanaannya harus dipikirkan pula
mengenai Multiple Access Inteference (MAI) yang berasal dari user dari sel-sel
didekatnya. Teknik mengurangi multiple access interference dijabarkan sebagai
gain kapasitas.

Beberapa parameter yang mempengaruhi kapasitas adalah sebagai berikut :
Voice Activity
Sejak sistem CDMA menggunakan speech coding, maka MAI dapat dikurangi
dengan deteksi voice activity sepanjang variable speech transmission. Teknik
ini akan mengurangi rate dari speech coder saat periode silent/diam yang
dideteksi dalam speech waveform. Voice activity juga menjadi keuntungan
bagi sistem multiple access lainnya.
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
12

Normalnya, jika kita sedang melakukan percakapan di telepon, maka dalam
suatu saat hanya ada satu orang saja yang berbicara. Fenomena ini dapat
dimonitor pada sistem seluler. Oleh karena itu pada saat periode diam, power
dapat dikurangi. Sehingga daya dapat dihemat dan pengaruh terhadap
interferensi juga sedikit. Dengan begitu kapasitas sistem bisa dimaksimalkan.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, ternyata vioce activity sekitar 3/8 atau
25% saja dari percakapan yang dilakukan. Secara teori, voice activity 8 / 3
dapat dimasukkan dalam persamaan E
b
/N
o
, yaitu sebagai berikut :

S
N
G
N E
o b

) 1 (
/
Dengan estimasi voice activity 3/8, maka akan dapat menaikkan kapasitas
sebesar 8/3 kalinya.
Sectored Cells
Sel sectoring juga merupakan metode yang cukup efektif untuk mengurangi
MAI, karena setiap sektor menggunakan antena directional. Sektorisasi pada
antena adalah pengarahan daya pancar antena BTS pada arah tertentu.
Pengarahan antena ini bergantung dari kebutuhan. Sektorisasi dilakukan
berdasarkan kepadatan trafik. Biasanya sektorisasi 60 dan 120, untuk
sektorisasi 60 maka pengarahan antena menuju enam arah dan sektorisasi
120 menuju tiga arah.
Macam-macam konfigurasi sel :
o Omni directional
o Sectoring 60
o Sectoring 120

Omnidirectional Sectoring 60 Sectoring 120


Gambar 6 Konfigurasi Sel

o Omnidirectional adalah pemancaran sinyal ke segala arah oleh sebuah
BTS pada suatu sel.
Kelebihan : mudah diplikasikan
Kekurangan: kemungkinan terjadi interferensi lebih besar
o Sektorisasi
# 60 : suatu daerah cakupan sel dibagi menjadi 6 daerah yang
sama besar.
Kelebihan : kemungkinan interferensi kecil
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
13
Kekurangan : delay propagasi paling besar
# 120 : suatu daerah cakupan sel dibagi menjadi 3 daerah yang
sama besar.
Kelebihan : delay propagasi lebih kecil
Kekurangan : interferensi lebih mungkin terjadi
Handoff
Air interface pada sistem CDMA2000 1x menyediakan kemampuan untuk
handoff baik untuk voice service mapun data service, dan juga untuk service
yang di-handle oleh sistem IS-95 ke sistem IS-2000 ataupun sebaliknya dari
IS-2000 ke sistem IS-95. Handoff adalah suatu peristiwa perpindahan kanal
yang digunakan MS tanpa terjadinya pemutusan hubungan dan tanpa melalui
campur tangan dari pemakai. Peristiwa handoff terjadi karena pergerakan MS
keluar dari cakupan sel asal dan masuk cakupan sel baru.
Terdapat tiga macam handoff yang diterapkan pada sistem berbasis
CDMA2000 1x:
o Soft Handoff
Merupakan handoff yang terjadi antar sel dengan frekuensi pembawa
yang sama, dimana MS memulai komunikasi dan membentuk hubungan
dengan BTS yang baru terlebih dahulu sebelum memutuskan hubungan
dengan BTS asal. Hubungan akan diputuskan jika proses
penyambungan dengan BTS yang baru telah mantap untuk menghindari
drop call. Metode pembentukan hubungan (kanal) baru terlebih dahulu
sebelum memutus hubungan (kanal) lama ini dikenal dengan istilah
make before break.
o Softer Handoff
Handoff yang terjadi antar sektor dalam satu sel dengan frekuensi
pembawa dan BTS ayang sama. Handoff ini juga berbasis pada metode
make before break.
o Hard Handoff
Tipe ini menggunakan metode break before make yang berarti harus
terjadi pemutusan huubungan dengan kanal trafik lama sebelum terjadi
hubungan baru. Hard handoff terjadi pada sistem dual mode dimana
sistem akses radio CDMA2000 1x diopersasikan bersama-sama dengan
sistem akses radio lainnya seperti CDMA IS-95 atau AMPS. Selain itu
juga antara sektor atau sel dengan frekuensi pembawa yang berbeda.

3. TELKOMFLEXI

3.1. Alokasi Frekuensi TelkomFlexi
Teknologi CDMA yang dikembangkan dalam layanan TelkomFlexi ini tidak
sebagaimana sistem seluler bergerak pada umumnya yang dapat bergerak bebas
(roaming) secara nasional bahkan internasional. Pada TelkomFlexi area mobilitas
user dibatasi dalam satu wilayah dengan kode area yang sama. Karena itu
layanan TelkomFlexi menamakan dirinya sebagai layanan fixed wireless.
Konfigurasi jaringan TelkomFlexi diperlihatkan pada gambar berikut :

Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
14
1 2 3
4 5 6
7 8 9
* 8 #
BTS
ModemBank
PSTN
Internet
BSC
PCN
MSC


Gambar 7 Konfigurasi jaringan fixed wireless TelkomFlexi

Secara umum arsitektur jaringan TelkomFlexi terdiri dari perangkat layanan suara
dan data. Untuk melayani trafik suara, trafik akan disalurkan ke MSC, sementara
untuk layanan data akan diteruskan ke perangkat PCN (Packet Core Network)
yang terdiri dari PDSN, AAA server, dan Home Agent.

Layanan yang diberikan TelkomFlexi diantaranya layanan pesan singkat (Short
Message Service/SMS), web service, pesan bergambar (Multimedia Message
Service/MMS), komunikasi data via internet, dan faksimili dengan kecepatan data
mencapai 144 kbps.

3.2. Kelebihan dan kekurangan TelkomFlexi
Beberapa kelebihan yang dimiliki jaringan TelkomFlexi adalah :
Pembangunan jaringan lebih cepat dibanding sistem wireline, sehingga
dapat menghemat waktu pembangunan.
Dapat melayani paket data dengan rate mencapai 144 kbps.
Lebih fleksibel, karena terminal pelanggan dapat dijadikan sebagai telepon
rumah maupun handset seluler.
Kapasitas TelkomFlexi CDMA2000 1x dapat ditingkatkan dengan
sektorisasi.
Perhitungan pulsa biasa seperti tarif PSTN.
Mempunyai kemampuan untuk migrasi ke full mobility dan sistem generasi
ke tiga.
Fitur automutasi yaitu fitur yang memungkinkan pelanggan memiliki
fleksibilitas dari satu flexi area ke flexi area lain dalam satu layanan lokal.

Sedangkan kekurangan dari jaringan TelkomFlexi adalah tidak dapat roaming
karena pembatasan masalah regulasi.



Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
15
Tabel 2 Alokasi Frekuensi CDMA 1900 MHz
Transmit Frequency Band (MHz)
Block Designator Bandwidth (MHz)
Mobile Station Base Station
A 15 1850-1865 1930-1945
D 5 1865-1870 1945-1950
B 15 1870-1885 1950-1965
E 5 1885-1890 1965-1970
F 5 1890-1895 1970-1975
C 15 1895-1910 1975-1990

Untuk wilayah Jakarta, Jawa Barat dan Banten, jaringan TelkomFlexi CDMA2000
1x menggunakan alokasi spektrum frekuensi yang spesifik, berbeda dengan
jaringan CDMA2000 1x lain di Indonesia. Alokasi frekuensi dibagi menjadi
beberapa pita frekuensi yang ditempatkan pada sistem carrier yang berbeda
seperti pada Tabel 2.

Jaringan TelkomFlexi di wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten menggunakan
alokasi frekuensi 1900 MHz dengan bandwidth total 5 MHz (E-band). Persamaan
matematis yang digunakan untuk menentukan frekuensi pembawa berdasarkan
nomor kanal yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini :

Tabel 3 Persamaan Matematis untuk Penentuan Frekuensi Pembawa
Transmitter
CDMA Channel
Number
Center Frequency
(MHz)
Mobile Station
(reverse link)
0 N 1199 1850 + 0.050 N
Base Station
(forward link)
0 N 1199 1930 + 0.050 N

Pada contoh kasus perencanaan TelkomFlexi Jakarta, dengan alokasi sebesar 5
MHz dan carrier spacing sebesar 1,25 MHz maka dapat dialokasikan hingga 3
frekuensi carrier untuk TelkomFlexi. Untuk mencegah terjadinya interferensi antar
sistem yang berbeda maka ditambahkan guard band sebesar 0,27 MHz. Pada
tahap awal, hanya digunakan satu frekuensi pembawa saja yang dialokasikan
pada setiap site yaitu kanal 750. Jika kebutuhan pelanggan semakin meningkat
dan kapasitas site sudah tidak mampu lagi menangani trafik yang ada maka
frekuensi pembawa lain akan ditambahkan pada site tersebut seperti pada tabel
dibawah ini :
Tabel 4 Frekuensi Pembawa untuk TelkomFlexi
Frekuensi Carrier (MHz)
Nomor Kanal
MS BTS
725 1886,25 1966,25
750 1887,5 1967,5
775 1888,75 1968,75
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
16
4. WIRELESS LOCAL LOOP

4.1. Sistem DECT (Digital Enhanced Cordless Telecommunication)
DECT adalah sebuah standar teknologi akses radio yang dikembangkan dengan
tujuan untuk menciptakan sebuah sistem yang dapat menyediakan akses ke dalam
berbagai jaringan telekomunikasi. Standar tersebut adalah standar antarmuka
udara yang menunjang interoperabilitas antar perangkat dari berbagai pabrik.
DECT merupakan teknologi akses radio yang umum digunakan untuk
telekomunikasi dengan jarak atau daerah cakupan yang pendek antara 10 m
sampai 5 km dengan kapasitas yang tinggi tergantung dari aplikasi, konfigurasi
dan lingkungannya. DECT dapat diadaptasi untuk berbagai aplikasi cordless
seperti komunikasi bergerak terbatas, WLL, Cordless PBX dan lain-lain. Sistem
DECT dapat diimplementasikan dari sistem dengan single cell multi user hingga
multi cell multi user. Sebagai single cell multi user yaitu aplikasi untuk daerah
residensial, sedangkan multi cell multi user aplikasinya untuk bisnis, publik, dan
local loop. Standar DECT ditetapkan oleh ETSI, badan standar telekomunikasi
Eropa yang juga menetapkan standar ISDN di Eropa. Standar ini memiliki
beberapa kelebihan baik di pihak operator maupun pada end user, antara lain
dapat dengan mudah untuk diperluas sesuai dengan bertambahnya jumlah user,
tidak memerlukan perencanaan frekuensi, mampu melayani daerah dengan
kepadatan tinggi, sekitar 10000 user per km
2
, teknologi alternatif yang ekonomis
untuk instalasi pada jaringan local loop, mobilitas panggilan dimana user dapat
bergerak pada coverage area dan dapat mengadakan atau menerima panggilan,
proteksi terhadap penggunaan ilegal (terdapat prosedur autentifikasi), kualitas
suara yang baik.

DECT memiliki spesifikasi seperti di bawah ini :
Frekuensi : 1880 1900 MHz
Jumlah frekuensi pembawa : 10
Lebar pita per kanal RF : 1,728 MHz
Modulasi : GFSK
Metode Akses : MC-TDMA, 12 duplex slots/frame
Panjang frame : 10 milisec
Pengkodean suara : 32 kbps ADPCM
Basic duplexing : TDD (Time Division Duplex) dengan 2 slot pada
RF carrier yang sama
Laju bit total : 1152 kbps
Laju bit per kanal bicara : 32 kbps B-field (trafik)
6,4 kbps A-field (control/signalling)
Daya pancar maksimum : 250 mWatt

Untuk layanan suara, DECT menggunakan teknik pengkodean Adaptive Diffential
Pulse Code Modulation dengan laju bit 32 kbps. ADPCM mampu menekan laju bit
tarnsmisi menjadi setengah dari laju bit transmisi sistem PCM dengan memodulasi
selisih antara dua sinyal sampel sinyal PCM dengan jumlah bit yang lebih sedikit.
Untuk layanan data seperti ISDN, sistem DECT akan berperan sebagai stasiun
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
17
relay yang meneruskan informasi dari perangkat pelanggan ke sentral lokal
dengan laju bit transmisi yang beragam.

DECT RLL merupakan keseluruhan segmen dari jaringan PTO (Public
Telecommunication Operator) antara sentral lokal dengan NTP (Network
Termination Point) di sisi pelanggan yang memberikan layanan dengan
menggunakan media radio dengan standar DECT sebagai interface udaranya.
Secara logika, setiap sistem DECT dibangun oleh dua komponen, Fixed Part (FP)
dan Portable Part (PP). Fixed Part terdiri dari satu atau lebih Radio Fixed Part
(RFP), controller, dan perangkat pendukung lainnya. Portable Part (PP) adalah
pelanggan yang dapat berbentuk terminal/handset DECT atau sebuah Cordless
Terminal Adapter (CTA) yang disambungkan dengan terminal non-DECT, misalnya
terminal ISDN atau pesawat telepon.

1 2 3
4 5 6
7 8 9
* 8 # Global
network
CTA
BS
Controller
OA&M
TE
LE
FP
I/F2
I/F1
I/F3
I/F4
RLL System


Gambar 8 Konfigurasi jaringan WLL DECT

Salah satu ciri khas sistem DECT adalah tidak adanya bagian dari sistem yang
menjalankan fungsi-fungsi switching. Fungsi-fungsi switching, routing serta
charging dan billing dilakukan oleh sentral lokal atau Local Exchange. Standar
DECT memungkinkan antarmuka udara diakses oleh berbagai perangkat dari
manufaktur yang berbeda. Berikut ini adalah fungsi dari masing-masing perangkat
pada gambar di atas:
Local Exchange (LE) : menjalankan fungsi-fungsi switching, routing serta
mengolah data-data pelanggan termasuk didalamnya charging dan billing.
Controller : selain berfungsi untuk mengendalikan RFP, juga berfungsi
sebagai penghubung antara Jarlokar dengan LE dan sebagai antarmuka
dengan terminal OA&M.
Radio Fixed Part : berfungsi sebagai base station. RFP memiliki kemampuan
untuk menerima dan memancarkan sinyal informasi dan signalling dari dan ke
CTA disamping mempertahankan hubungan radio.
Cordless Terminal Adapter : memiliki kemampuan untuk mengakses
antarmuka udara DECT dan dapat mendukung layanan ISDN.
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
18
Interface pada DECT :
! Interface antara LE dengan FP (I/F1), menghubungkan jaringan akses DECT
dengan jaringan telepon publik (PSTN). Interface ini digunakan untuk
membawa informasi antara controller dengan LE berdasarkan layanan yang
diakses oleh pengguna RLL. Interface yang digunakan pada I/F1 yaitu dapat
berupa saluran analog atau saluran digital 2Mbps misalnya V.5.1 atau V.5.2.
! Radio Interface (I/F3), interface udara yang digunakan untuk menghubungkan
CTA dengan FP menggunakan standar DECT, dan disinilah dapat
ditunjukkan karakteristik utama lapisan fisik dari sistem DECT. Interface ini
digunakan untuk membawa informasi yang berhubungan dengan call control,
manajemen radio resource, manajemen mobilitas, pesan OA&M.
! Interface antara CTA dengan terminal (I/F4), digunakan untuk membawa
informasi sehingga dapat diakses sesuai dengan layanan yang digunakan.
Menggunakan saluran analog 2 kawat pada frekuensi suara (voice).
! Interface OA&M, digunakan untuk membawa informasi yang berhubungan
dengan konfiigurasi, unjuk kerja, dan manajemen sistem RLL. Untuk
menghubungkan OA&M dengan FP menggunakan koneksi TCP/IP dengan
V.24.

4.2. Sistem PHS (Personal Handy-Phone System)
Personal Handy-Phone System (PHS) adalah salah satu standar komunikasi
cordless digital yang termasuk sistem komunikasi PCS (Personal Communication
System) dengan menggunakan teknologi wireless. PHS didesain untuk
menyediakan layanan voice dan multimedia baik untuk indoor maupun outdoor.
Konfigurasi jaringan PHS termasuk konfigurasi mikrosel dengan diameter 100m
sampai dengan 500m dan menngunakan re-use frequency agar pemakaian
bandwidth menjadi lebih hemat. Daya pancar pada sistem ini termasuk rendah
dengan ukuran handset relatif lebih kecil dan hemat daya (100 jam stand by dan 4
jam waktu bicara). Sistem yang digunakan untuk PHS dapat melakukan
interworking dengan PSTN, ISDN, dan teknologi mobile lainnya.

PHS memiliki spesifikasi sebagai berikut :
Band frekuensi : 1895,150 1917,950 MHz
Carrier spacing : 300 kHz
Metode akses : TDMA-TDD
Jumlah time slot /RF : 4 time slot tiap RF
Modulasi : /4 QPSK
Transmission rate : 384 kbps
Speech coder : 32 kbps / ADPCM
Output power (CS) : 10 mW 500 mW
Output power (PS) : 10 mW or less

4.2.1. Konsep PHS (Personal Handy-Phone System)
Hubungan komunikasi kepada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.
Pocket-sized portable terminal
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
19
Dapat digunakan didalam rumah, kantor ataupun diluar (outdoor).
Kapasitas tinggi
Kualitas suara tinggi
ISDN compatibility
Low cost portable terminals and changes
Memiliki service multimedia

Aplikasi Layanan pada PHS :
Layanan Dasar
$ Public Mode
$ Using signal repeater (public mode)
$ PBX mode
$ Home cordless mode
$ Transceiver mode
Layanan tambahan
$ Call forwarding
$ Voice message services
$ Call transfer
$ Call waiting
$ Three party
$ Calling line identification
$ DTMF sending
Layanan lain-lain
$ Berdasarkan fasilitas dari handset user atau PS (Personal Station)

4.2.2. Konfigurasi Sistem PHS

1 2 3
4 5 6
7 8 9
* 8 #
CCS7
PHS database
Local switch
Local switch
PBX
PHS adapter
PS PS PS CS CS CS
CS = Cell Station
PS = Personal Station
Digital Network

Gambar 9 Konfigurasi sistem PHS

Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
20
Teknologi Akses Radio PHS :
# Satu standar air interface untuk seluruh aplikasi (public, office, and home)
# Kapasitas tinggi dan menggunakan frekuensi 1,9 GHz dengan bentuk
mikrosel
# Dynamic Channel Allocation (DCA)
! seluruh kanal yang dialokasikan dapat digunakan dalam setiap cell
! dimungkinkan penggunaan kanal yang sama (frekuensi dan time slot)
untuk panggilan yang berbeda pada cell yang berdekatan
! performansi sistem lebih baik dibandingkan dengan fixed channel
allocation (traffic capacities)
! keputusan untuk pemilihan kanal ditangani oleh handheld dan the
base station control logic
# Compact PS dan CS dengan output power kecil

Konsep Kanal PHS
Physical Channel :
a. Satu time slot frame TDMA merupakan satu kanal fisik.
b. Dalam 1 carrier RF terdapat 4 kanal fisik (ch 0 3)
Logical Channel :
a. Tergantung dari jenis informasi yang ditransmisikan antara CS dan PS
b. Jenis informasinya adalah user data dan control signalling
c. Kanal logic ditumpangkan pada kanal fisik

Blok Diagram CS

RF
Switch
Synthesizer
CPU
Network
interface
and
ADPCM
Codec
TDMA
channel
Codec
Modulator
Power
Amplifier
Receiver Demodulator
Antenna
Air Interface


Gambar 10 Blok Diagram CS (Cell Station)

Dilihat dari besar daya pancar, CS dibagi menjadi tiga macam :
o CS 20 mW : mempunyai radius daya pancaran sampai dengan 100 m
o CS 200 mW : mempunyai radius daya pancaran sampai dengan 300 m
o CS 500 mW : mempunyai radius daya pancaran sampai dengan 500 m




Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
21
Blok Diagram PS

BPF
Channel
Codec
Rx
Tx
Synthesizer
Control
ID-ROM
LCD
Key matrix
ADPCM
Codec
LED ringer
Ear piece
mic

Gambar 11 Blok Diagram PS (Personal Station)

5. WIRELESS LAN
Wireless LAN dikembangkan oleh para pionir akar rumput pada tahun 1985 ketika
regulator telekomunikasi Amerika Serikat, FCC, mengizinkan sekerat
radio/frekuency spectrum untuk keperluan eksperimental. Berbagai penelitian
dilakukan di laboratorium utama untuk membangun jaringan nirkabel yang
menghubungkan berbagai macam peralatan dari komputer, mesin kas register,
dan lain-lain.

Tahun 1997 lahir standar pertama, yang masih prematur dan dikenal dengan IEEE
802.11b atau disebut sebagai wireless fidelity (Wi-Fi). Standar untuk W-LAN ini
beroperasi pada spektrum frekuensi 2,4 GHz. Karena pola operasinya terbatas
pada spot tertentu, maka layanan ini mempunyai sebutan popular, hot spot.

W-LAN bukanlah mobile, tetapi dikembangkan untuk mendukung pengguna
stasioner didalam sebuah area yang kecil (small reach), yaitu hanya beberapa
ratus meter jaraknya dari centric access point, ini juga merupakan unsur inti pada
setiap W-LAN. Akan tetapi W-LAN dapat juga mendukung para pemakai mobile,
dengan melakukan akses didaerah-daerah tertentu atau disebut dengan hot spot.
Walaupun hot spot masih ditemukan hanya pada tempat dengan konsentrasi
pemakaian tinggi, seperti hall/aula konferensi, ruang bersantai pelabuhan udara,
hotel atau caf. Namun hal ini justru memudahkan para professional yang
membutuhkan dukungan konektifitas akses internet selagi tengah berada di luar
kantor. Mereka yang tidak berada dalam jangkauan jaringan (wired maupun
wireless intranet), boleh menghubungkan ke internet via publik W-LAN dan
memanfaatkan kecepatan data yang tinggi.

Satu akses point bisa menangani banyak client dengan beberapa aplikasi. Akses
point mempunyai jarak yang terbatas, yaitu 500 feet (150 m) dalam ruangan dan
1000 feet (300 m) di luar ruangan. Pada tempat yang luas dibutuhkan lebih dari
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
22
satu akses point. Posisi akses point disesuaikan dengan lokasi, artinya melingkupi
semua area dalam lokasi yang diinginkan, sehingga hubungan client dengan
jaringan tidak akan terputus. Kemampuan jaringan untuk bergerak dari cakupan
akses point satu ke lainnya disebut roaming. Ketika terjadi roaming, level daya
pancar akan berubah dan kualitas sinyal juga akan berbeda. Akan tetapi, semakin
baik performansi jaringan maka semua akibat dari psoses perpindahan itu tidak
akan dirasakan oleh client.

Kehadiran teknologi wireless ditengah perkembangan teknologi komunikasi
mendapat perrhatian besar dari para operator di dunia. Pada mulanya teknologi ini
hanya bersifat elementer disamping jaringan tembaga, tetapi karakteristik wireless
yang fleksibel menjadikannya sebagai salah satu teknologi utama yang
diaplikasikan dalam jaringan telekomunikasi. Kondisi ini menciptakan peluang
besar bagi para vendor dan supplier untuk membangun industri wireless secara
besar-besaran.

Penggunaan wireless LAN tidak mengurangi keuntungan yang kita peroleh dari
aplikasi LAN dengan kabel. Konektifitas tidak mempengaruhi pemasangan. Lokal
Area tidak lagi diukur dalam satuan kaki/meter tetapi mil/kilometer. Infrastruktur
tidak lagi harus ditanam dibawah tanah atau tersembunyi dibalik dinding.
Infrastrukturnya kini bisa berpindah dan berubah sesuai kecepatan pertumbuhan
organisasi / perusahaan.

5.1. Standar Wireless LAN
Ketentuan-ketentuan mengenai LAN mempunyai standar yang telah diatur oleh
IEEE 802. Dimana berdasarkan tingkatan OSI terbagi menjadi beberapa bagian,
diantaranya IEEE 802.11 yang mengatur tentang Wireless LAN. Dalam
perkembangannya standar IEEE 802.11 berkembang menjadi IEEE 802.11a, IEEE
802.11b, IEEE 802.11g. Masing-masing standar tersebut menggunakan aturan-
aturan yang berbeda meskipun tidak terlalu mencolok. Kebanyakan produk dari
wireless LAN menggunakan standar IEEE 802.11b.

5.2. Band Frekuensi
Standar IEEE 802.11b beroperasi pada band frekuensi 2,4 GHz ISM (industri
science dan medical), yang mampu menyediakan 83 MHz spektrum dari semua
traffic wireless yang ada. Pada standar IEEE 802.11b, karena beroperasi pada
ISM band yang juga digunakan oleh banyak perangkat, maka akan mudah
diganggu oleh peralatan yang bekerja pada frekuensi ISM, antara lain telepon dan
microwave oven.

5.3. Data Rate dan Jangkauan
Standar IEEE 802.11a memiliki data rate maksimum 54 Mbps yang secara
substansial dibandingkan dengan 11 Mbps pada IEEE 802.11b. Untuk komunikasi
jarak jauh, kecepatan access p[oint pada kedua standar akan menurun. Untuk data
yang disalurkan optimal dan jangkauan yang maksimum, IEEE 802.11b memiiliki
skala rate pada 1; 2; 5.5; dan 11 Mbps.
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
23
5.4. Modulasi
Standar IEEE 802.11b menggunakan DS-SS (direct sequence spread spectrum)
dimana skema enkodingnya menggunakan 3 non overlapping cahnnel.

Secara umum sistem LAN nirkabel ini mempunyai dua konfigurasi, yaitu :
Konfigurasi Ad-hoc
Konfigurasi infrastruktur (client server)

5.5. Konfigurasi Wireless LAN
Laptop
Laptop
Server AAA Hotspot Manager
AP
APC
ModemBank ModemBank
ISP Lokasi Hotspot Jaringan akses
- Cable modem
- xDSL

Gambar 12 Konfigurasi hotspot Wireless Lan berbasis non seluler

6. KLASIFIKASI AREA
Dalam penentuan daerah layanan, perlu diketahui bagaimana kondisi real
lapangan. Berapa luas wilayah layanan yang direncanakan untuk mengetahui
kebutuhan jumlah sel dan pemilihan lokasi base station yang tepat. Kondisi
topologi daerah perlu diketahui, apakah berbukit-bukit, datar, atau memiliki
kemiringan terhadap permukaan bumi. Perlu diketahui bagaimana kondisi
kerapatan dan ketinggian bangunan, serta kepadatan pemukiman penduduk untuk
mengetahui daerah tersebut termasuk kualifikasi urban, suburban, atau rural.

Secara umum klasifikasi area adalah sebagai berikut :
Daerah terbuka (Open Land)
Daerah belum berkembang atau hanya sebagian kecil dari daerah sudah
berkembang, populasi penduduk masih sedikit.
Daerah terbuka industri (Industrialized Open Land)
Daerah yang sudah berkembang, daerah pertanian skala besar, dengan
industri yang terbatas.
Daerah pedesaan (Suburban Area)
Gabungan antara daerah pemukiman penduduk dengan sejumlah kecil
industri.
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
24
Kota kecil sampai menengah (Small to Medium City)
Populasi pemukiman penduduk cukup rapat, jumlah bangunan tinggi yang
juga cukup banyak.

7. PENGUMPULAN DATA DENGAN SURVEY
Survey lapangan diperlukan untuk mengevaluasi desain yang sudah dibuat
kemudian dicocokkan dengan kondisi real di lapangan. Beberapa hal yang
diperlukan dan harus dipertimbangkan untuk melakukan survey di lapangan
adalah:
Letak lokasi stasiun pemancar, stasiun-stasiun pengulang (bila ada) dan
stasiun penerima secara lebih tepat, termasuk bangunan, dan menara
antena (antenna tower) nya. Penjelasan mengenai lokasi juga mencakup
jenis tanah, struktur, syarat pelaksanaan, dan sebagainya.
Survey tentang EMI (Electromagnetic Interference). Survey ini adalah untuk
mendapatkan data tentang gelombang elektromagnetik yang dipancarkan
oleh stasiun-stasiun lain di sekitar lokasi. Parameter yang di ukur adalah
EIRP (Effectiveness Isotropic Radiated Power), kuat medannya, bandwidth,
dan emisi spurious-nya. Sehingga nantinya dapat dipastikan, bahwa stasiun
baru yang akan dibangun nanti tidak akan mengganggu stasiun yang sudah
ada.
Ketersediaan sumber (catu) daya dekat dengan lokasi juga perlu
dipertimbangkan. Sehingga bisa dipertimbangkan apakah catu daya
menggunakan PLN, genset, atau baterai dan sebagainya. Juga beberapa
watt/kilowatt daya yang dibutuhkan.
Pengetahuan tentang data geografi dan seismografi, untuk mengatahui
tentang musim dan cuaca di sekitar lokasi.
Peraturan Daerah. Misalnya bila lokasi stasiun yang akan dibangun berada
dekat bandara, sehingga ketinggian antena dan jarak antar stasiun harus
dipertimbangkan.
Pelaksanaan lapangan. Perlu dipertimbangkan dan diusahakan juga jika
daerah yang akan dibangun mudah dijangkau dengan kendaraan. Sehingga
memudahkan pembangunan serta operasional/perawatan di kemudian hari.
Untuk itu diperlukan data : apakah sudah ada jalan (beraspal, masih jalan
tanah, dan sebagainya) atau bila belum ada mungkin membangun jalan
baru, dan sebagainya.

7.1. Peramalan Kebutuhan
Prediksi pertambahan jumlah pelanggan hingga beberapa tahun kedepan
merupakan faktor yang sangat penting dalam perencanaan jaringan karena
menentukan kebijaksanaan dan strategi dalam pengembangan sistem untuk
mengantisipasi pertumbuhan pelanggan agar kelak semua target pelanggan dapat
terlayani.

Ada beberapa metode untuk melakukan prediksi pelanggan, diantaranya :
Metode Deret Berkala (Time Series)
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
25
Metode Eksponensial Smoothing
Metode Regresi
Metode Iteratif

Untuk menghindari kompleksitas yang tidak terlalu perlu maka hanya metode
pertama saja (time series) yang dibahas di sini, selain juga karena metode inilah
yang paling populer dipakai.

7.2. Metode Deret Berkala (Time Series)
Metode ini merupakan metode dengan melakukan pendekatan secara makro.
Tujuan dari metode ini adalah menemukan pola dalam deret data yang lalu dan
mengekstrapolasikan data tersebut ke masa depan. Langkah penting dalam
memilih suatu metode pada Time Series adalah harus mempertimbangkan jenis
pola yang akan diramalkan. Ada beberapa macam jenis pola, salah satunya
adalah Pola Trend yang paling cocok untuk peramalan jumlah kebutuhan telepon.
Untuk prediksi pelanggan dengan Deret Berkala Pola Trend akan dibatasi metode
yang digunakan sampai tiga macam saja, yaitu metode Trend Linier, Trend
Kuadratik, dan Trend Eksponensial.

7.2.1. Prediksi pelanggan dengan Metode Trend Linier
Bentuk umum persamaan linier :
Y = a + b.X
Dimana: Y = variabel tak bebas hasil ramalan (kepadatan pelanggan)
X = variabel bebas berupa periode waktu
a & b = konstanta (dihitung dari data sample deret berkala)
Bila jumlah pengamatan sebanyak n, maka dari persamaan di atas diperoleh :
Y = n.a + b. X
XY = a X + b X
2
Keterangan : X = unit periode waktu pengamatan (mulai 0,1,2,3 dan seterusnya)
Y = data kepadatan pelanggan sebenarnya (per 100 penduduk)
Dengan cara eliminasi kedua persamaan tersebut di atas, maka diperoleh
konstanta a & b sehingga Y (variabel tak bebas hasil ramalan berupa kepadatan
pelanggan) dapat diperoleh.

7.2.2. Prediksi pelanggan dengan Metode Trend Kuadratik (Parabola)
Metode Trend Kuadratik biasanya sebagai persamaan parabola. Bentuk umum
persamaan ini adalah :
Y = a + b.X + c.X
2

Dimana : Y = variabel tak bebas hasil ramalan (kepadatan
pelanggan)
X = variabel bebas berupa periode waktu
a, b, dan c = konstanta (dihitung dari data sample deret berkala)
Cara menghitung konstanta a, b, dan c memakai persamaan normal :
Y = an + bX + cX
2

XY = aX + bX
2
+ cX
3

Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
26
X
2
Y = aX
2
+ bX
3
+ cX
4


Keterangan : 1. X = unit periode waktu pengamatan
Untuk n = ganjil (misal n = 3) maka : X1 = -1 ; X2 = 0 ; X3 = 1
Untuk n = genap (misal n = 2) maka : X1 = -1 ; X2 = 1
2. Y = data kepadatan pelanggan sebenarnya (per 100 penduduk)
Dengan cara mengeliminasi ketiga persamaan tersebut diatas, maka diperoleh
konstanta a, b, dan c sehingga Y (variabel tak bebas hasil ramalan berupa
kepadatan pelanggan) dapat diperoleh.

7.2.3. Prediksi pelanggan dengan Metode Trend Eksponensial
Bentuk persamaan metode Trend Eksponensial :
Y = a.b
X

Dimana : Y = variabel tak bebas hasil ramalan (kepadatan
pelanggan)
X = variabel bebas berupa periode waktu
a, b, dan c = konstanta (dihitung dari data sample deret berkala)
Bentuk persamaan metode Trend Eksponensial tersebut dapat diubah menjadi
bentuk persamaan linier sebagai berikut :
Y = a.b
X
........ Log Y = log a.b
X
Log Y = log a + log b
X

Log Y = log a + X (log b)

Bila log Y = Yo ; log a = a
o
dan log b = bo, maka persamaan Trend Eksponensial
tersebut menjadi :
Yo = a
o
+ b
o
.X
Sehingga :

) (
0 0
10 '
X b a
Y
+

Konstanta-konstanta ao dan bo dapat dicari dengan cara eliminasi kedua
persamaan di bawah ini :
Y
0
= a
0
.n + b
0
X


XY
0
= a
0
X + b
0
X
2

Y
0
= log Y

Keterangan : 1. X = unit periode waktu pengamatan
Untuk n = ganjil (misal n = 3) maka : X1 = -1 ; X2 = 0 ; X3 = 1
Untuk n = genap (misal n = 2) maka : X1 = -1 ; X2 = 1
2. Y = data kepadatan pelanggan sebenarnya (per 100 penduduk)

7.2.4. Langkah-langkah Prediksi Pelanggan
Tahapan dalam prediksi pertambahan jumlah pelanggan adalah sebagai berikut :
1. Dari data jumlah penduduk dari tahun ke tahun serta jumlah pelanggan yang
ada dari tahun ke tahun dapat ditentukan kepadatan pelanggan sebenarnya
(per 100 penduduk) untuk daerah yang direncanakan. Persamaan yang
digunakan :
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
27
Kepadatan pelanggan tahun ke-n = 100
n - ke ahun penduduk t
n - ke tahun pelanggan
x


Kepadatan pelanggan yang diperoleh dari persamaan diatas digunakan
sebagai variabel Y yang digunakan sebagai acuan dalam perhitungan untuk
metode Trend Linier, Kuadratik maupun Eksponensial untuk mencari variabel
Y (variabel tak bebas hasil ramalan).
2. Ketiga metode tersebut dicoba satu per satu untuk dibuktikan metode mana
yang paling sesuai untuk dipakai dalam prediksi pelanggan., dimana dipilih
yang mempunyai selisih jumlah sekecil mungkin antara kepadatan pelanggan
sebenarnya dengan kepadatan hasil perhitungan.
3. Setelah metode ditetapkan, maka dapat digunakan persamaannya dalam
menentukan kepadatan pelanggan untuk prediksi hingga tahun ke-n sesuai
kebutuhan perencanaan yang akan diterapkan sampai berapa tahun.
4. Prediksi pertambahan jumlah penduduk hingga tahun ke-n dihitung secara
terpisah. Persamaannya adalah sebagai berikut :
Pn = Po ( 1 + h )
n
Keterangan : Pn = prediksi jumlah penduduk hingga tahun ke-n
Po = jumlah penduduk tahun ke-0 (tahun yang dijadikan sebagai
acuan)
h = laju pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun
5. Sehingga prediksi pertambahan jumlah pelanggan hingga tahun ke-n dapat
diperoleh. Persamaannya adalah sebagai berikut :
Prediksi pelanggan tahun ke-n =
n
P x
100
n - ke tahun pelanggan kepadatan


Jumlah pelanggan hasil prediksi yang diperoleh akan dibagi luas wilayah dari
daerah layanan untuk memperoleh jumlah pelanggan per kilometer persegi.

Metode Time Series, adalah metode peramalan yang paling umum digunakan. Di
dalam analisis time series tersebut, seorang peramal akan melakukan peramalan
berdasarkan data historis yang mereka miliki. Analisis dilakukan berdasarkan pada
sifat statistik yang terlihat pada pola demand sebelumnya, yang selanjutnya akan
kita sebut sebagai demand pattern. Dari analisis demand pattern ini kemudian
peramal tersebut akan mengestimasikan bahwa kebutuhan pada jangka waktu
tertentu ke depan akan mengikuti pola sebelumnya.

Ada dua hal penting dalam melakukan estimasi tersebut, yaitu:
mengidentifikasi demand pattern dari data historis yang ada.
melihat adanya kemungkinan melakukan filtering terhadap data-data yang
tersedia yang sebenarnya merupakan anomali dari trend data yang
seharusnya.

Metode ini akan sangat tepat terutama apabila digunakan untuk melakukan suatu
peramalan suatu sistem/kondisi yang sudah stabil. Sebagai contoh untuk
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
28
meramalkan suatu pertumbuhan penduduk. Pola pertumbuhan penduduk biasanya
akan relatif sama. Sangat jarang terjadi pola-pola anomali kecuali dalam kondisi-
kondisi sangat spesifik atau darurat, misal: peperangan, wabah penyakit, bencana
alam, dan lain-lain.

Selain penentuan demand pattern, tugas penting bagi seorang peramal adalah
memastikan bahwa data historis yang mereka miliki merupakan data yang akurat,
bukan data-data yang mengandung kesalahan. Dalam mengatasi hal ini, kita dapat
melakukan filtering terhadap data yang dimiliki. Dengan filtering ini, maka proses
peramalan akan membuang data-data yang dianggap anomali.

8. SPECTRUM CLEARENCE
Teknologi CDMA berbasiskan kapasitas yang sangat tergantung sekali dengan
pengaruh interferensi, dengan kata lain bahwa kapasitas CDMA adalah
interference limited (dibatasi oleh besar interferensi yang terjadi). Sedangkan
spectrum clearence merupakan topik yang sangat penting dalam sistem CDMA.
Spectrum clearence digunakan untuk mengetahui tingkat penggunaan spektrum
untuk deployment CDMA, apakah digunakan untuk sistem yang lain. Band
spektrum yang akan digunakan untuk deployment CDMA seharusnya clear dari
penggunaan sistem lain, sehingga dapat meningkatkan kapasitas. Salah satu cara
untuk mengetahui apakah band spectrum frekuensi tersebut clear dari
penggunaan sistem lain maka dilakukan Drive Test langsung dengan
menggunakan spectrum analyzer.

Misalnya band spectrum CDMA2000 1x ditempatkan pada spektrum frekuensi
1900 MHz, maka beberapa kanal tersebut akan ditempati oleh kanal CDMA. Hal ini
dilakukan pada sel-sel di daerah core dan transition zones, terutama pada daerah
core. Sel-sel di dalam transition (guard) zones dapat diidentifikasi dengan prediksi
propagasi RF-nya atau pengukuran noise floor aktualnya. Spectrum Clearing
dilakukan pada coverage area tergantung dari kuat sinyal transmisinya, tinggi BTS,
keadaan daerah (pengaruh bangunan atau penghalang-penghalang lainnya).

Area yang perlu dilakukan clear harus dikontrol interferensinya terlebih dahulu,
sehingga didapatkan level C/I yang diterima. Pengontrolan interferensi ini bisa
dilakukan dengan penggunaan directional antenna, mengatur tinggi antena dan
downtilt, pengaturan power yang tepat pada pilot dan voice kanal, atau dengan
penggunaan elemen-elemen geografis (fisik) sebagai isolasi.

8.1. Pengukuran Background Noise
Kapasitas dan coverage dalam sistem CDMA (IS-95 dan IS-2000) merupakan
fungsi dari tingkat background thermal dan man-made interference noise. Untuk
kanal CDMA 1,23 MHz, background thermal noise sekitar -113 dBm. Man-made
interference meliputi automobile ignition (pembakaran) noise, spurius (lancung)
emission dari radio dan peralatan elektronik lainnya.


Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
29
Background man-made noise berbeda-beda dari site satu ke site lainnya,
tergantung dari banyaknya sumber interferensi dan kedekatannya terhadap sel.
Sehingga untuk mengoptimalkan operasi setiap sel site CDMA, seperti misalnya
Motorola merekomendasikan bahwa pengukuran noise floor dipertimbangkan
sebagai bagian dari proses penentuan sel site sistem CDMA. Disamping itu
pengukuran noise floor dapat juga digunakan untuk pengaturan parameter noise
margin pada analisa link budget. Dann pengukuran noise floor juga
direkomendasikan untuk digunakan dalam mengenali sumber interferensi pada in-
band atau out-band, sehingga dapat dikenali sumber interferensinya dan
pengaruhnya terhadap sistem CDMA untuk kemudian diambil tindakan yang tepat.

8.2. Metode Pengukuran
Interferensi adalah hal yang random di alam, dengan perubahan amplitudo dan
frekuensi sepanjang waktu. Beberapa sumber interferensi adalah thermal noise,
environment noise, dan noise dari sistem lainnya. Sumber out of band dapat
menimbulkan interferensi melalui Intermodulasi (IM).

Untuk mengetahui besar background noise diperlukan data-data hasil pengukuran
dalam suatu periode tertentu. Analisa statistik dari data yang terkumpul dapat
digunakan untuk menentukan rata-rata dan fungsi distribusi komulatif dari noise
floor rise. Fungsi distribusi komulatif mengindikasikan sejumlah waktu background
noise meningkat melampaui batas tertentu.

8.3. Gambaran Fungsional Pengujian Sistem
Test measurement calibration point (cal point) adalah pada jalur masuk feedline
pada antena atau port yang tidak dipakai pada multicoupler penerima. Band pass
filter digunakan untuk meredam (attenuate) sinyal-sinyal di luar band (out of band).
LNA (Low Noise Amplifier) digunakan untuk memperbaiki sistem noise figure dan
menyediakan gain yang cukup untuk pengukuran sinyal dengan level yang sangat
rendah.

Step attenuator diantara amplifier digunakan untuk membatasi gain sistem,
mengurangi intermodulasi yang didapat. Kemudian keluaran dari sistem terakhir
dipisah menggunakan two way splitter. Dua keluaran yang sama dari splitter
digunakan sebagai masukan untuk dua spectrum analyzer. Spectrum analyzer 1
beroperasi dalam mode manual. Spectrum analyzer ini dilengkapi dengan tracking
generator yang digunakan untuk kalibrasi gain sistem. Dan digunakan juga untuk
membuat polt noise floor dan memeriksa sifat interferensi yang muncul di layar.
Sedangkan spectrum analyzer 2 berada di bawah kontrol komputer. Hasil
pengukuran yang didapat akan disimpan ke dalam disk untuk pemrosesan
selanjutnya.

8.4. Kalibrasi System Test
Gain system test dan noise figure harus diukur sebelum pengumpulan data
dimulai. Gain dan noise figure yang diukur digunakan untuk membuat pengaturan
(adjustment) terhadap data yang dikumpulkan selama operasi analisis data. Gain
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
30
data diukur menggunakan generator tracking yang disediakan pada spectrum
analyzer 1. Noise figure sistem ditentukan dengan mengukur noise floor terlebih
dahulu menggunakan calibration point (input) yang diterminasi dengan 50 ohm,
kemudian dilakukan pengukuran noise floor dengan calibration point yang
dihubungkan dengan sumber noise yang terkalibrasi. Sehingga noise figure akan
dihitung dengan rumus :

,
_

,
_

1
log 10
Poff
Pon
ENR
NF

Dimana :
ENR : equivalent noise ratio dari sumber noise terkalibasi (linear ratio)
Pon : pengukuran noise floor dengan sumber noise dihubungkan ke input sistem
(Watt)
Poff : pengukuran noise floor input sistem diterminasi dengan 50 ohm (Watt)
NF : noise figure sistem (dB)

8.5. Prosedur Test
Jika sistem CDMA telah dideploy dalam area dimana teknologi yang lain telah ada,
ada dua metode dianjurkan. Pertama adalah melakukan clear semua co-channel
dari sistem lain dalam band sistem CDMA. Kemungkinan kedua adalah hanya
melakukan clear co-channel dari sel-sel yag dekat dengan sel CDMA. Sebelum
pengetesan noise floor dimulai maka harus diselesaikan co-channel clearing
terlebih dahulu. Karena co-channel didalam band CDMA akan muncul sebagai
interferensi dalam data yang dikumpulkan.

Setelah clearing spectrum dilakukan, tes pendahuluan dilakukan tanpa
menggunaan filter untuk mengidentifikasi channel-channel yang unclear, sinyal-
sinyal out-of band dan spurious emission. Pengetesan ini lebih baik dilakukan pada
jam sibuk dengan arah forward atau reverse, hasil pengetesan yang sudah
diperoleh harus dicatat untuk dijadikan data dalam perencanaan nantinya.

Plot sistem band downlink untuk mengidentifikasi kemungkinan uncleared co-
channel, sumber eksternal pada interferensi downlink, dan untuk memverifikasi
isolasi Tx-Rx dengan co-located sel site lainnya.

Plot band uplink untuk mengidentifikasi receive isolation dengan co-located sel site
lainnya dan untuk mengidentifikasi kemungkinan sumber-sumber interferensi pada
uplink. Periksa plot dari sistem frekuensi sistem yang berdekatan (adjacent) untuk
out-of band atau spurious emission dari sistem-sistem lain dalam band-band
berdekatan.2


Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
31
8.6. Analisa Data
Analisa data berupa analisa statistikal dari data-data yang dikumpulkan melalui
proses pengukuran gain sistem, noise figure dan bandwidth berguna untuk
memberikan penilaian dari pengaruh background interference terhadap
performansi CDMA pada setiap sel site-nya. Dengan dilakukan plot data-data tadi
maka dapat ditunjukkan besar amplitudo dan frekuensi penginterferensi sebagai
fungsi waktu sehingga dapat membantu untuk mengidentifikasi sumber
penginterferensinya. Dari data itu maka bisa dilakukan sebuah tindakan atau
metode untuk mengurangi interferensi tersebut.

9. TEORI TRAFIK
Secara umum trafik dapat diartikan sebagai perpindahan informasi dari satu
tempat ke tempat lain melalui jaringan telekomunikasi. Besaran dari suatu trafik
telekomunikasi diukur dengan satuan waktu, sedangkan nilai trafik dari suatu kanal
adalah lamanya waktu pendudukan pada kanal tersebut. Salah satu tujuan
perhitungan trafik adalah untuk mengetahui unjuk kerja jaringan (Network
Performance) dan mutu pelayanan jairngan telekomunikasi (Quality of Service).

9.1. Besaran Trafik
Volume Trafik, didefinisikan sebagai jumlah total waku pendudukan.
Intensitas Trafik, didefinisikan sebagai jumlah total waktu pendudukan
dalam suatu selang pengamatan tertentu (per satuan waktu).
Volume Trafik = V =

T t
t
dt t J
0
) (
Dimana :
T = periode waktu pengamatan
J(t) = jumlah kanal yang diduduki saat t

Tinjauan 1
p = jumlah saluran yang diduduki
t
p
= total waktu pemdudukan p saluran

Intensitas trafik = A =
T
V
T
ik VolumeTraf


< <
n
p
p
n
p
p
t
t
T
t
p A
pt
T
dt t J
T
A
dt t J
T T
V
A
0
0
0
0
p diskrit J(t)
1
) (
1
T t 0 dimana ) (
1

Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
32

Tinjauan 2
N = jumlah saluran yang diamati
T = peride pengamatan
T
n
= total waktu pendudukan saluran ke n (jam)

Pada tinjauan ini intensitas trafik merupakan jumlah seluruh waktu pendudukan
pada N buah saluran per satuan waktu pengamatan T

N
n
n t
T
A
1
1

Waktu pendudukan rata-rata tiap saluran

N
n
n r t
N
t
1
1

Jumlah pendudukan rata-rata per satuan waktu

T
N
t
A
C
r

9.2. Macam-macam Trafik
Offered Traffic (A)
adalah trafik yang ditawarkan atau yang mau masuk ke jaringan.
Carried Traffic (Y)
adalah trafik yang dimuat atau yang mendapat saluran.
Lost Traffic (R)
adalah trafik yang hilang atau yang tidak mendapat saluran.

A Y
R
G

G = elemen gandeng (switching network)

9.3. Pengukuran Trafik
Untuk melakukan pengukuran trafik harus diamati pola pendudukan selama n hari
kemudian baru dibuat grafik pendudukan kanalnya. Selanjutnya diambil jam sibuk
perhari, sehingga didapat n buah data jam tersibuk.

n
C
C
n
i
i

1



Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
33
Distribusi Probabilitas
- Distribusi Poisson
Beberapa asumsi pada distribusi Poisson :
Jumlah sumber panggilan tak terhingga
Jumlah saluran yang menumpang panggilan tak terhingga
Kedatangan panggilan acak dengan rata-rata jumlah panggilan yang datang
konstan
Pola pendudukan kanal eksponsif negatif
Harga mean = harga variansi
= mean jumlah saluran yang diduduki selama 1 jam, dalam 1
jam pengamatan
= jumlah Erlang (intensitas trafik)

Persamaan distribusi Poisson
P(n) =
! n
A
n
e
-A
Dimana :
P(n) = probabilitas n buah saluran diduduki
n = jumlah saluran diduduki
A = intensitas trafik rata-rata

- Distribusi Erlang
Beberapa asumsi pada distribusi Erlang
Jumlah sumber panggilan tak terhingga
Jumlah saluran yang menumpang panggilan tak terhingga
Kedatangan panggilan acak dengan rata-rata jumlah panggilan yang datang
konstan
Pola pendudukan kanal eksponsif negatif
Harga mean = harga variansi
= mean jumlah saluran yang diduduki selama 1 jam, dalam 1
jam pengamatan
= jumlah Erlang (intensitas trafik)
Apabila semua saluran sedang terpakai maka panggilan berikutnya tidak
dapat dilayani (hilang/loss)
Semua saluran bebas selalu dapat diduduki oleh panggilan yang datang

Persamaan distribusi Erlang
P(n) =

n
i
i A
n A
i
n
0
! /
! /


N = jumlah saluran yang tersedia
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
34
Pada saat N buah saluran diduduki, maka semua panggilaan ditolak. P(N) tidak
lain adalah nilai probabilitas dari trafik yang hilang. P(N) disebut juga sebagai
rugi Erlang atau GOS (Grade Of Service) atau B.
B = P(N) =

n
i
i A
n A
i
n
0
! /
! /


- Relasi Rekursif Persamaan Rugi Erlang
Persamaan rugi rekursif Erlang dituliskan sebagai berikut :
P(n) = E
n
(A) =
) ( .
(A) A.E
1
1 - n
A E A n n +

Untuk menentukan jumlah kanal (n) pada besar trafik yang ditawarkan sebesar
A dengan kualitas layanan B dapat dilakukan dengan menggunakan
persamaan di atas, atau dengan menggunakan tabel Erlang.

9.4. Grade Of Service (GOS)
Grade of Service (GOS) adalah probabilitas panggilan ditolak (diblok) selama jam
sibuk. Secara sederhana pengertiannya adalah sebagai berikut, untuk GOS
sebesar 2% berarti dalam 100 panggilan akan terdapat 2 panggilan yang tidak
mendapatkan saluran atau di blok oleh sistem. Dalam lingkungan wireless, target
desain GOS adalah 2% atau 5%. Tabel GOS diperlukan untuk mengetahui berapa
kanal yang dibutuhkan untuk minimum GOS yang disyaratkan.

Terdapat perbedaan antara blocking rate dan blocking probability. Blocking rate
didefinisikan sebagai jumlah yang terukur dari suatu base station, sedangkan
blokcing probability didefinisikan sebagai peluang suatu panggilan di-block karena
ketiadaan kanal bebas pada suatu base station. Pada sejumlah kanal ketika beban
bertamba2h maka blocking probability juga mneingkat. Blocking probability
digunakan sebagai ukuran Grade Of Service (GOS).

- Erlang-B Model
Blocking probability, GOS berdasarkan Erlang-B adalah :
P(blocking) =

N
i
i A
N A
i
N
0
! /
! /


1. Pada model ini berlaku beberapa asumsi.
2. Sistem berada dalam kondisi statistical equilibrium.
3. Besar beban yang ditawarkan tertentu (diketahui).
4. Kedatangan panggilan berdasarkan proses Poisson, yaitu distribusi
kedatangan antar panggilan adalah eksponensial, dan panggilan yang di
block tidak dapat langsung membuat hubungan baru.
5. Distribusi waktu kedatangan panggilan eksponensial.

Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
35


Beban yang ditawarkan memenuhi persamaan :
A =



= pola kedatangan Poisson (panggilan/detik)
= waktu pelayanan panggilan (detik/panggilan)

- Erlang-C Model
Pada model ini panggilan yang ditolak atau di block langsung mencoba untuk
membangun hubungan hingga hubungan tersebut berhasil. Blocking
probability pada model Erlang-C dilihat dari waktu tunda panggilan.
P(delayed) =

,
_

+
N
i
i C
N
i
A
N
A
N
A
N
A
0
!
1
!
!


Blocking dalam system CDMA
1. Forward link Blocking : Sebuah panggilan akan di bloking ketika kapasitas yang
ada (daya HPA) turun dibawah batas konfigurasi yang ada.
2. Reverse Link Blocking : Sebuah panggilan akan di bloking ketika kapsitas yang
tersedia (rise over thermal) turun di bawah batas konfigurasi yang ada.
3. Code Channel Bloking : Sebuah panggilan akan di bloking ketika jumlah kanal
kode inactive yang ada pada FL turun di bawah batas konfigurasi yang ada.
4. Channel Element Blocking : Sebuah panggilan akan di bloking ketika jumlah kanal
elemen inactive yang ada turun di bawah batas konfigurasi yang ada.
Traffic Engineering Summary
1. Dalam sebuah sector : #TCs #TCEs jumlah panggilan
2. TCEs di sharing diantara sector pada BTS yang sama
3. TCs tidak disharing diantara sector, maksimum = 61
4. Panggilan dengan 2-3 cara softer handoff hanya memerlukan satu TCE
5. Panggilan dapat di bloking oleh air capacity meskipun TCEs tersedia
6. Waktu tunggu TC waktu tunggu TCE waktu tunggu panggilan
7. Kapasitas sector paling baik didefinisikan dalam bentuk TCs
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
36
8. Adanya perbedaan antara Call Erlang dengan TCE Erlang

10. APLIKASI CDMA
Pada analog base station panggilan ditolak bila tidak ada kanal bebas. Bentuk
penolakan ini disebut sebagai hard blocking. Terdapat kondisi blocking yang lain
pada sistem CDMA. Tidak seperti AMPS dan TDMA, CDMA idak menentukan
batasan dari blocking. Ketika jumlah pengguna/panggilan bertambah, level
interferensi juga bertambah, dan berdampak pada memurunnya kualitas. Karena
semua pengguna menggunakan RF yang sama, peningkatan interferensi akan
menghasilkan FER dan drop call yang tinggi. Dalam hal ini digunakan soft blocking
karena jumlah pengguna dapat ditingkatkan bila penyedia layanan mau
memberikan toleransi interferensi yang cukup tinggi dengan kualitas layanan yang
rendah. Soft blocking merupakan karakteristik sistem CDMA. Terdapat dua
skenario blocking pada base station CDMA :
- Jika terdapat banyak kanal pada base station, namun karea terdapat banyak
pengguna pada cell yang sama, penambahan level interferensi
mengakibatkan interferensi berada diatas threshold. Panggilan akan ditolak,
dan hal ini disebut skenario soft blocking.
- Jika panggilan mungkin memiliki kualitas yang baik tetapi tidak terdapat kanal
pada base station. Panggilan ditolak dan hal ini disebut skenario hard
blocking.

10.1. Soft Blocking
Diasumsikan bahwa terdapat kanal yang cukup pada base station sehingga
peluang hard blocking dapat diabaikan.
Beberapa asumsi yang digunakan :
1. Jumlah user M konstan
2. Kontrol daya sempurna
3. setiap pengguna memiliki E/I yang sama

Soft blocking terjadi ketika total interferensi mencapai level background noise yang
diizinkan (1/r).

Total interferensi = (interferensi sel yang sama) + (interferensi sel lain) + (noise
thermal)

Dalam CDMA :
I
total
= M(E
b
R) + M(E
b
R) + N

M = jumlah pengguna dalam sel
E
b
= energi per bit
R = data rate base band
N = thermal noise
= loading factor
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
37
Loading factor didefinisikan sebagai perbandingan interfernsi dari sel lain dengan
interferensi sel sendiri.

Persamaan diatas dapat ditulis ulang sebagai berikut :
I
total
= ME
b
R (1 + ) + N

Kondisi agar tidak terjadi soft blocking adalah :
I
total
ME
b
R (1 + ) + N

Dan
r =
total
I
N

,
_

,
_

1
1
/
/ r
I E
R W
M
o b


Persamaan di atas menjelaskan bahwa M merupakan fungsi dari maksimum level
interferensi yang diizinkan.
Dalam kenyataan ketiga asumsi yang disebutkan sebelumnya berlaku karena :
1. Jumlah panggilan aktif mempunyai distribusi Poisson.
2. Sehubungan dengan voice activity factor aktif bila memiliki probabilitas v dan
tidak aktif bila memiliki probabilitas (1 v).
3. Setiap pengguna membutuhkan Eb/No untuk mendapatkan FER yang
diinginkan.

Berdasarkan kondisi di atas :


+ +
m
i
K
j
m
i
ij b j i i b i total
N R E R E I
1
1
1 1
, , ,

dimana :
m = jumlah pengguna tiap sektor dan diasumsikan sama pada semua
sektornya

ij
= gating factor dari i di sektor j

i
= gating factor dari i pada sektor yang sama
E
b,ij
= energi per bit dari i di sektor j
K = total sektor

Dengan membagikan I
o
R didapatkan :
( )( )

,
_

,
_


m
i
K
j o
ij b
m
i
j i
o
b
i
I
E
I
E
r R W
1
1
1
,
1
,
1 /
adalah bilangan biner acak bernilai 0 atau 1. Karena nilai m, , dan Eb/Io maka
semua nilai dikanan dapat dianggap sebagai variabel acak Z

Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
38

,
_

,
_

m
i
K
j o
ij b
m
i
j i
o
b
i
I
E
I
E
Z
1
1
1
,
1
,


dan P(blocking) = P[Z . (W/R) (1- r)]

Pendekatan yang diberikan

, (
) 1 ( ) / (
) 1 )( / (
B F
v I E
r R W
o b
+


v = voice activity factor

1
1
]
1

,
_

+ +
B
B
B F
3
3
4
1 1
2
1
1
) , (


= exp (
2

2
/2)
= 0,2303
= deviasi standarkontrol daya

dan
) 1 )( / (
))] ( ( )[ / (
2 1
r R W
blocking P Q I E
B
o b



10.2. Perhitungan GOS
Hasil peramalan kebutuhan
Berdasarkan kondisi penyebaran penduduk pada suatu daerah biasanya
daerah pelayanan akan dibagi menjadi dua yaitu urban dan suburban.
Proses perhitungan kebutuhan trafik untuk layanan data dilakukan dalam
bit per second (bps). Sedangkan untuk layanan suara dilakukan dalam
Erlang yang kemudian dikonversi ke dalam bit per second (bps).

Parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan adalah :
- BHCA per Subscriber (call/BH/subs)
- Call Holding Time per Subscriber (second)
- Average Throughput per Subscriber at Busy Hour (kbytes/BH/subs)
- Voice Activity secara umum : voice = 0,4 dan data = 1

Sedangkan untuk penetrasi layanan (diasumsikan) :
Net User Jenis
Layanan
Faktor Penetrasi
Urban Suburban
Suara 70% N
Voice Urban
N
voiceSubUrb
an
Data 30 % N
Data Urban
N
DataSubUrba
n
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
39

Net user yang digunakan dalam perhitungan kebutuhan trafik adalah
prediksi banyaknya user pada tahun akhir perencanaan.
Estimasi kebutuhan trafik harus dibedakan antara kebutuhan trafik untuk
layanan suara atau data.

Kebutuhan Trafik Suara
Untuk menghitung kebutuhan trafik bagi setiap pelanggan akan
layanan suara digunakan rumus :
A
subs
=
3600
factor activity duration call BHCA

Dimana :
BHCA = rata-rata usaha yang dilakukan oleh pelanggan untuk
melakukan panggilan selama jam sibuk
(call/BH/subs)
Call duration = rata-rata lamanya sebuah panggilan (second)
Activity Factor = rata-rata waktu efektif yang digunakan untuk
melakukan suatu pembicaraan.

Offered Traffic seluruh net user layanan suara n ( A) adalah :
A = p x A
subs

p = jumlah pengguna pada area layanan

Setelah mendapatkan total trafik yang dibutuhkan oleh seluruh
pelanggan, maka dengan menggunakan rumus Erlang C dapat
diketahui jumlah trunk atau kanal yang dibutuhkan sebesar n.
Pada sistem CDMA2000 1x, untuk mengakomodasi layanan suara
digunakan fundamental channel dengan data rate sebesar 9,6
kbps/kanal (dari keluarga rate set I) atau 14,4 kbps/kanal (dari
keluarga rate set II). Jika pada perencanaan ini digunakan data rate
9,6 kbps/kanal maka offered traffic untuk layanan suara di daerah
urban sebesar :

Offered traffic
voice
= n kanal x 9,6 kbps/kanal

Sedangkan untuk menghitung kebutuhan trafik akan layanan data
digunakan rumus :
Offered Traffic
data
=
3600
/ 8

byte bit x Throughput x p




Dimana throughput adalah rata-rata jumlah byte yang dibutuhkan oleh
setiap pelanggan selama jam sibuk (byte/BH/subs).
Karena dalam prakteknya throughput tidak mungkin 100% dan jaringan
data juga mengalami blocking, maka offered traffic untuk layanan data
di atas harus ditambah agar dapat mengantisipasi blocking yang
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
40
terjadi. Jika diasumsikan bahwa blocking yang terjadi sebesar B, maka
offered traffic untuk layanan data di daerah urban sebesar :

Offered Traffic
data real
= Offered traffic
data
+ (B x Offered Traffic
data
)

Total Kebutuhan Trafik
Total kebutuhan trafik merupakan total kebutuhan trafik data dan
kebutuhan trafik suara.

Total Offfered Traffic = Offered Traffic
data real
+ Offered Traffic
voice


Perhitungan tersebut berlaku untuk area pelayanan urban maupun
suburban.

10.3. Jumlah kanal tersedia
Perhitungan Total Offered Traffic per Site
Rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah kanal per-sektor dengan
satu frekuensi pembawa adalah :
N
sel
=
] 1 [ ] / [
/
f N E
R W
o b
+

(kanal/sel)

E
b
/N
o
= energi per bit per noise
Bandwidth = W = 1,2288 MHz
Data rate = R = 9,6 kbps
Activity Factor = = 1 agar dapat mengakomodasi layanan suara dan
data
= gain sektorasi antena = 2,4
f = other cell relative interference factor = 0,6

N
sektor
=
sektor jumlah
N
sel


Berdasarkan standar 3GPP2, BTS yng berbasis CDMA2000 1x harus
mampu menyediakan radio konfigurasi 1, 3, dan 5. Dimana radio konfigurasi
tersebut menggunakan data rate dari keluarga rate set 1, yang terdiri dari
data rate 9,6 kbps; 19,2 kbps; 38,4 kbps; 76,8 kbps;2 153,6 kbps; dan 307,2
kbps. Sedangkan radio konfigurasi 2 dan 4 dapat juga diterapkan agar bisa
mengakomodasi layanan dengan data rate 14,4 kbps; 28,8 kbps; 57,6 kbps;
115,2 kbps; dan 230,4 kbps. Namun sebagai acuan awal dalam menghitung
kapasitas per-sektor dengan satu frekuensi pembawa digunakan data rate
dasar sebesar 9,6 kbps.

Dalam sistem komunikasi seluler tidak semua kanal dapat dipergunakan
karena harus mengalokasikan kanal untuk overhead, handover, serta untuk
mencegah terjadinya peningkatan daya pancar unit mobil yang berlebihan.
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
41
Pembebanan sel adalah prosentase sejumlah aktual panggilan yang etrjadi
dalam suatu sel terhadap jumlah maksimum panggilan / kanal yang dapat
diberikan oleh sistem. Pada saat pembebanan sel meningkat, maka jumlah
aktual panggilan dalam sel juga akan meningkat dan mendekati maksimum.
Dengan kata lain interferensi akan meningkat sehingga akan memperburuk
kualitas komunikasi dan mengurangi kapasitas sistem. Dengan interfensi
yang meningkat maka dapat menurunkan nilai E
b
/No yang disyaratkan.
Umumnya pembebanan sel diatur antara 70% sampai 90% dari kapasitas
maksimum. Biasanya pembebanan yang lebuh dari 75% akan membuat
stabilitas sistem sulit dipelihara. Pada perencanaan ini akan digunakan
pembebanan sebesar X% (cell-loading factor) dari jumlah kanal tersedia.

Dengan data rate 9,6 kbps/kanal, maka offered traffic yang dapat
diakomodasi oleh satu frekuensi pembawa dalam satu sektor adalah :

Total Offered Traffic
sektor
= N x Data rate (bps/sector)

Jika dalam perencanaan ini digunakan sistem antena three sectoral dengan
sector gain sebesar 2,64 , maka total offered traffic per site adalah :
Total Offered Traffic
site
= Total Offered Traffic
sector
x 2,64 (bps/site)

Perhitungan Jumlah Site yang Dibutuhkan
Jumlah site yang dibutuhkan adalah :

site =
site
traffic offered Total
traffic offered Total


Luas daerah dinyatakan dalam km
2
, mka setiap site memiliki luas sebesar :

Luas Site =

site
pelayanan area Luas
(km
2
/site)

Dan jari-jari setiap site adalah sebesar :
R
site
=
59 , 2
site Luas

Perhitungan di atas berlaku untuk urban atau suburban

10.5 PN Planning
Dua hal yang harus direncanakan dalam hal PN planning adalah :
1.PILOT_INC
2.PN offset reuse
PILOT_INC merupakan parameter dalam CDMA yang digunakan untuk mengeset
increment Pilot offset index. Masing-masing unit merepresentasikan 64 chip, sehingga
memungkinkan 512 kemungkinan offset. Jumlah offset yang mungkin terbentuk adalah
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
42
512/PILOT_INC. Rangenya berkisar antara [115]. Contoh ilustrasinya tampak sebagai
berikut :


10.5 Pilot Searching Proses
Langkah pilot searching dari sebuah Mobile Station (MS) adalah sebgai berikut :
1. MS akan mencari pilot space
2. MS akan melaporkan energi pilot yang terdeteksi dengan menggunakan PSMM
(Pilot Strength Measurement Message)
3. Energi pertama yang terdeteksi akan dilaporkan ke jaringan dalam unit-unit chip
4. Jaringan harus mampu mendefinisikan secara unik sector mana yang menyediakan
energi yang terdeteksi tersebut.
Jadi mobile station akan melaporkan energi yang dideteksinya, sedangkan
jaringan akan mengidentifikasi sel atau sector darimana energi itu berasal. Proses searching
tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut :


10.6 Aliasing
Time delay D antara sector dengan mobile dapat menyebabkan konfliknya PN offset
jika tidak direncanakan secara baik. Dua kemungkinan kasus yang menyebabkan keadaan
ini adalah :
1. Pilot aliasing yang berdekatan sector yang ada tidak boleh memiliki energi
pilot yang turun ke nilai active atau neighbor search window yang salah.
2. Co-Pilot Aliasing sector yang menggunakan PN offset yang sama tidak boleh
terdeteksi oleh mobile station secara terus-menerus.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisi PN Planning adalah :
a. Pilot dari sector yang lain tidak boleh masuk ke dalam search window yang sedang
active.
b. Jarak reuse dari sector yang menggunakan PILOT_INC yang sama tidak boleh
terjadi dalam neighbor search window
c. Interferensi dari sector yang menggunakan PN yang sama harus diminimalisasi.
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
43
d. Delay dari PN yang berjauhan harus lebih besar dari kali active search window.
e. Delay dari PN yang berjauhan tidak boleh muncul dalam neighbor set search
window.

Hubungan antara reuse dan ukuran kluster dapat ditentukan dengan menggunakan
analisa yang sama dengan metode yang digunakan untuk menghitung frekuensi reuse untuk
system analog. Dapat dibuktikan bahwa hubungan antara reuse dengan ukuran kluster
adalah :
D = r N 3
Dimana
D = jarak reuse
R = jari-jari sel
N = jumlah sel dalam sebuah cluster
Contoh perhitungan PN offset reuse dapat dilihat sebagai berikut :
! Sebuah cluster berukuran N = 37 menghasilkan struktur grid yang berulang.
!!Solusi : Untuk N 27,
3*37 = 111 offset yang digunakan dalam cluster yang terdiri dari 37 sel
Karena PILOT_INC = 4, maka terdapat 128 kemungkinan offset
Hail yang diperoleh adalah 17 untuk perkembangan dan untuk sel yang tidak
mengikuti pola yang sudah ditetapkan.
- Mikro sel
- Sel Hot Spot ditambahkan untuk perkembangan dan pertambahan
kapasitas.

10.7 Parameter-parameter Input

1. T_ADD
Parameter ini digunakan oleh mobile station untuk menentukan waktu
pemindahan sebuah Pilot dari Neighbor Set ke Candidate Set dan mengirimkan Pilot
Strength Measurement Message ke Base Station
Typical range untuk parameter ini adalah :
!Cellular : 24 28 (-12 -14 dB)
!PCS : 24 28 (-12 -14 dB)
! !! !WLL : 20 26 ( -10 -13 dB)

2. T_DROP
Jika daya Set Pilot Active atau Set Pilot Candidate berada di bawah T_DROP,
mobile station akan memulai sebuah drop timer handoff untuk Pilot tersebut
Typical range untuk parameter ini adalah :
!Cellular : 28 32 (-14 -16 dB)
!PCS : 28 32 (-14 -16 dB)
!WLL : 24 28 (-12 -14 dB)
3. SRCH_WIN_(A,N,R)
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
44
Parameter ini menentukan ukuran search window untuk Pilot dalam set (Active,
Neighbor, Remainder).

10.8 Spectrum Planning
Pada beberapa scenario, akan terjadi interferensi antar layanan yang ditawarkan
(contohnya, 800 MHz CDMA Base Station mentransmisikan ke 900 MHz GSM Base
Station).
Untuk menghindari masalah interferensi, harus dipastikan terdapat isolasi yang baik
antara antenna transmisi penginterferensi (interfererrs) dengan antenna penerima yang
terinterferensi (victims).
! Isolasi yang baik akan dicapai jika victim receiver tidak di desentisi.
! Secara umum akan dibutuhkan sebuah guard band dari satu setengah kali spread
bandwidth.
Faktor-faktor yang menyebabkan interferensi meliputi :
a. Isolasi antenna
- Jarak antara antenna interferer dengan antenna victim
- Karakteristik dari antenna interferer dengan antenna victim (seperti pola
gain, polarisasi).
- Orientasi spasial dari masing-masing antenna
- Clutter antara antenna interferer dengan antenna victim
b. Karakteristik system
- Karakteristik dari system penginterferensi (daya transmisi, spurious, dan
lain-lain). Dapat berubah dengan penambahan filter Tx jika terdapat pemisahan
frekuensi yang cukup antara Tx dengan Rx.
- Karakteristik dari system yang terinterferensi, sulit untuk berubah.

10.9 Antenna dan Isolasi Antenna
Isolasi yang dilakuakan terhadap antenna akan tergantung dari tipe antenna
yang digunakan. Terdapat dua tipe umum dari antenna, yaitu :
1. Directional (atau Sektoral) Antenna, dimana gain diperoleh dengan memfokuskan
energi radiasi pada azimuth dan sudut elevasi yang terbatas. Pemisahan veritikal
menggunakan antenna sektoral diilustrasikan sebagai berikut :

2. Omnidirectional Antenna, yang meradiasikan energi secara merata ke semua arah
azimuth. Sering kali sudut elevasinya diperkecil untuk menyediakan gain pada arah
horizontal. Cakupan antenna omnidirectional dapat dilihat sebagai berikut :
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
45

Strategi yang dapat dilakuakan untuk mengurangi interferensi antara lain :
a. Ko-lokasi antara antenna victim dengan antenna interferer dan melakukan
pemisahan vertical (> 10 kali panjang gelombang). Cara ini merupakan pendekatan
yang terbaik untuk dilakukan.
b. Ko-lokasi pada gedung yang sama dan menggunakan struktur pemisahan antara 2
antenna.
c. Memaksimalisasi pemisahan horizontal (jika tidak digunakan pemisahan vertical)
d. Menggunakan filtering transmisi tambahan pada sector penginterferensi, jika
dimungkinkan.

10.10 Persoalan dalam pengembangan CDMA2000-1X
Dengan menggunakan system IS-95 yang ada, pengembangan system 1X
mempunyai 4 dimensi masalah utama, yaitu :
1. Wilayah cakupan
2. Frequency assignment
3. Sistem terintegrasi dan non-integrasi
4. Versi protocol yang didukung oleh base station
Standar yang ada sangat fleksibel dan memungkinkan banyak cara
pengimplementasian.
Frequency assignment (FA) untuk system 1X dan IS-95
! Overlap dan non-overlap
! Sistem mana yang akan ditransmisikan dalam kanal primer atau kanal sekunder
atau ditempatkan pertama kali dalam Preferred Roaming List (PRL).
Sistem terintegrasi atau non-integrasi
! Handoff pada system terintegrasi dilakukan melalui BSC
! Handoff antara system non-integrasi dilakukan melalui MSC
! Secara umum, system yang dihasilkan oleh vendor yang berbeda merupakan system
non-integrasi.
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
46
Beberapa rekomendasi yang dapat digunakan untuk pengembangan 1X adalah :
a. Mengupgrade system IS-95A ke system 1X sebelum digunakan FA yang baru
- hanya diperlukan pengupgradedan software untuk layanan voice.
b. Menambahkan FA yang lain hanya jika diperlukan penambahan kapasitas.
c. Membuat 1X dan IS-95 sebagai system yang terintegrasi
d. Menggunakan Preferred Roaming List untuk menyederhanakan akuisisi.
e. Membuat wilayah cakuopan 1X sama atau merupakan subset dari system IS-95A
f. Menggunakan sel site yang sama
g. Mentransmisikan semua signal dari Base Station pada antenna yang sama
h. Menggunakan pilot beacon untuk pengembangan akuisisi dan handoff jika diperlukan.

Beberapa kemungkinan pengembangan dan solusi yang dapat dilakukan untuk 1X :
1. Bagaimana untuk tetap dapat melayani mobile 1X menggunakan kanal 1X ketika IS-95
dan 1X ditawarkan pada area geography yang sama ?
! Solusi :
Menggunakan Extended CDMA Channel List atau Global Service
Redirection untuk melayani 1X mobile pada kanal 1X.
Mobile IS-95 akan mengikuti CDMA Channel List dan Global
Service Redirection Message.
2. Pada jaringan hybrid IS-95/1X, mobile 1X harus mempunyai kanal 1X sebagai system
utama. Jika tidak diprogram secara baik, PRL yang ada dapat meminta handset untuk
mencari system yang lain, sehingga akan menghabiskan battery life dan kemungkinan
kehilangan sebuah panggilan.
!Solusi :
Menggunakan NID yang berbeda untuk mendefinisikan cakupan
untuk 1X
3. Beberapa phone IS-95 dapat mengalami kesulitan ketika membaca pesan kanal
sinkronisasi 1X yang baru
!Solusi :
Mengoperasikan system menggunakan versi IS-95A/B untuk pesan
kanal sinkronisasi pada kanal 1X.

10.11 Handoff Planning

Hard Handoff dalam CDMA
Hard Handof diperlukan dalam system CDMA ketika :
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
47
1. Kapasitas dari sebuah frekuensi CDMA tidak cukup untuk memenuni kebutuhan
sector.
2. Cakupan CDMA tidak cocok dengan cakupan AMPS dan dibutuhkannya boundary
hand-down.
3. Dalam hal terjadinya inter-switch dan inter-BSC.
4. CDMA digunakan pada frekuensi cellular dan frekuensi PCS

Metode Hard Handoff
a. Dua BTS (F1&F2) digunakan pada sel boundary
! Mekanisme trigger merupakan kombinasi antara signal strength, active set list dan
parameter-parameter lainnya
! Mahal namun merupakan solusi yang reliable
b. Delay round trip
! Handoff trigger digunakan ketika RTD treshold
! Murah namun beresiko cukup tinggi
c. Pilot Beacon Units (PBUs)
! Adanya keseimbangan performansi dan relatif murah

10.12 CDMA Pilot Beacon
CDMA Pilot Beacon (PB) melakukan mekanisme trigger untuk CDMA hard
handoff. PBU (Pilot Beacon Unit) akan memaksimalisasi cakupan dan kapasitas CDMA
dengan melakukan metode transisi hard handoff yang rasional. Pada handoff ini diperlukan
model sel hexagonal dan permukaan bumi yang datar. Ilustrasi hard handoff dengan
menggunakan pilot beacon tampak sebagai berikut :


10.13 Kriteria Pemilihan Site

Site Survey, selama observasi site, data-data yang biasanya diambil adalah :
!Foliage (ketinggian, tipe, densitas)
!Ketinggian gedung
!Lokasi dari sel yang ada
!Densitas gedung/spacing
!Kemungkinan wilayah cakupan
!Photography dari masing-masing site yang potensial
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
48


Analisis Zona
Analisis ini akan menyediakan informasi-informasi penting, diantaranya :
!Ketinggian tower yang diijinkan
!Batasan-batasn antenna mounting
!Lokasi untuk tower
!Typical timeframe yang diijinkan
!Kebutuhan RF untuk aplikasi
Search Ring
Search ring akan menghasilkan lokasi dimana site akan ditempatkan. Search
ring biasanya merupakan seperempat dari radius cakupan suatu sel, dan akan lebih kecil
jika sel tersebut sudah digunakan untuk melayani kapasitas traffik.

11. ANALISIS LINTASAN SINYAL
Dalam mendisain sistem komunikasi digital wireless, sangat penting untuk
memahami karakteristik kondisi lintasan propagasi sinyal. Rugi-rugi lintasan dapat
sangat besar dikarenakan adanya pengaruh dari tinggi antena terminal yang
rendah, banyaknya halangan pada kondisi lingkungan sekitar yang banyak
pepohonan atau bangunan-bangunan seperti di kota besar. Oleh karena itu kondisi
Line of Sight (LOS) sangat kecil atau jarang sekali kemungkinannya untuk terjadi.

11.1. Propagasi Gelombang Pada Sistem Komunikasi Radio
Macam propagasi gelombang yang dipilih dipengaruhi oleh frekuensi radio (RF)
dan sistem komunikasi radio yang digunakan. Jika dilihat dari frekuensi radio yang
digunakan, maka propagasi gelombang yang umum digunakan adalah sebagai
berikut.
o Gelombang permukaan, merambat relatif dekat dengan permukaan bumi
jika dibandingkan terhadap panjang gelombangnya, contohnya pada band
frekuensi LF ke bawah.
o Gelombang ruang (merupakan resultante antara gelombang langsung dan
gelombang pantul), merambat relatif jauh dengan permukaan bumi jika
dibandingkan terhadap panjang gelombangnya, contohnya pada Frekuensi
Radio > 1GHz, yang juga dikenal sebagai gelombang mikro.
o Gelombang langit (merupakan gelombang ruang yang dipancarkan ke
langit), contoh pada band frekuensi HF dan pada frekuensi > 250MHz.

Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
49

Elemen Penerima Elemen Radiasi
Gelombang pantulan tanah
Gelombang permukaan
Gelombang langsung


11.2. Propagasi Pada Gelombang Langsung
Lintasan gelombang langsung merupakan lintasan bebas pandang (Line of Sight
space propagation). Hubungan antara daya pancar dan daya terima telah
diturunkan oleh Friis dalam suatu fomula Friis Free Space Propagation Formula,
sebagai berikut :
L =
2
4

,
_

D


Sinyal informasi dipancarkan oleh antena pada stasiun radio. Pemancar ke udara
berupa gelombang elektromagnetik, kemudian di stasiun radio penerima diterima
oleh antena penerima. Pada pemodelan Friis semua kondisi di stasiun pemancar,
stasiun penerima dan kanal radio di udara diasumsikan berada pada kondisi ideal.

Pemodelan Friis ini digunakan untuk menentukan besarnya pengaruh ruang
bebas terhadap propagasi gelombang. Mula-mula diasumsikan antena di stasiun
pemancar dan stasiun penerima berupa antena model, antena isotropis, berupa
antena titik, dimana pola radiasinya berupa bola.

P
D
P
TX
P
RX
T
X
R
X
EIRP = P
Tx
Jarak, D
Lossless Lossless

Gambar 13 Sistem Transmisi Radio Ideal, pada Model Friis Transmission

Pada model sistem transmisi radio ideal di atas, rapat daya yang diterima di
antenna isotropis penerima :
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
50
P
D
=
2 2
4 4 D
P
D
EIRP
TX

watt/m
2

Jika antena di stasiun pemancar dan stasiun penerima diganti dengan antena real,
misalnya antena dipole, antena yagi atau antena lainnya. Sedangkan saluran
transmisi diasumsikan lossless, dengan :
EIRP = P
TX
.G
Tx
watt

maka rapat daya di antena penerima
2
4 D
EIRP
P
D

watt/m
2

Sedangkan receiver signal level, RSL adalah :
RSL = P
D
. A
eff



Dimana A
eff
adalah luas efektif antena adalah :
A
eff
= . A
Geometri


Dimana A
Geometri
adalah luas geometri dari antena, sedangkan hubungan antara
gain antena dan luas efektif antena A
eff
adalah sebagai berikut :
G
r
=
2
. 4

eff
A

4
.
2
r eff
G A
Sehingga RSL dapat ditulis kembali sebagai berikut :
=
2
2
4
1
.
4
. . .
D
G G P
Rx Tx Tx

,
_

watt
=
2
4
. . .

,
_

D
G G P
Rx Tx Tx

watt
Sedangkan rasio antara RSL terhadap daya pancar P
Tx
, adalah :

2
4
. .

,
_

D
G G
Rx Tx


Dari persamaan di atas terlihat bahwa rasio tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh
G
Tx
dan G
Rx
, tetapi juga oleh suatu parameter
2
4

,
_

yang merupakan 1/L


fs
. Jadi
L
fs
merupakan rugi-rugi ruang bebas yang dialami oleh pancaran gelombang
elektromagnetik, yaitu :

2
4

,
_

D
L
fs

L
fs _ dB
= 32.4 + 20 log d
km
+ 20 log f
MHz
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
51


11.3. Propagasi Pada Gelombang Pantul

1

2
a

a = koefisien refleksi

1
,
2
= sudut pantul gelombang
Dimana, harga koefisien refleksi tergantung dari polarisasi gelombang pantulnya.

Polarisasi Horizontal
( )
( )
1
cos sin
cos sin
.
2 / 1
1
2
1
2 / 1
1
2
1


C
C
j
h
h
e a




Polarisasi Vertikal
( )
( )


. . 60 .
1
cos sin
cos sin
.
2 / 1
1
2
1
2 / 1
1
2
1
j
e a
r C
C C
C C j
v
v





Dimana :

c
= konstanta dielektrik medium

r
= permitivitas medium
= konduktivitas dielektrik medium
= panjang gelombang

1
=
2
= sudut datang / pantul gelombang
a
h
= koefisien pantul untuk gelombang dengan polarisasi horizontal
a
v
= koefisien pantul untuk gelombang dengan polarisasi vertikal

h
= pergeseran fasa gelombang dengan polarisasi horizontal

v
= pergeseran fasa gelombang dengan polarisasi vertikal

Apabila, tinggi relatif antara MS dan BTS sangat kecil (<<) dan jarak relatif antara
BTS dan MS maksimum dengan tinggi MS sangat kecil (<<). Maka sudut datang
gelombang pada bidang pantul
1
juga sangat kecil (<<). Sehingga nilai koefisien
pantul -1 (a -1).

Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
52
11.3.1. Rugi Propagasi Pada Gelombang Langsung Dan Pada 1 (satu) Buah
Gelombang Pantul
Disisi penerima, jumlah antara gelombang langsung dan 1 gelombang pantul yang
diterima oleh penerima dapat dinyatakan dengan persamaan:
2
2
. 1 .
4
1

,
_

,
_

j
o r
e a
D
P P dimana a = -1

Model lintasan gelombangnya :

a

1
2
d
h
2
h
1
P
t
P
r

2
2
. 1 .
4

,
_

j o
r
e a
D
P
P

2
2
sin cos 1 .
4

,
_

j
D
P
P
o
r

( )
2
2 2
2
sin ) cos 1 ( sin cos 1 + j

= (1 cos )
2
+ sin
2

= 1 2 cos +cos
2
+ sin
2

= 2 2 cos
= 2.(1 - cos )
Persamaan P
r
menjadi :
2
sin .
4
4
2
sin 2 . 2 .
4
1
) cos 1 ( 2 .
4
2
2
2
2 2

,
_

,
_

,
_

D
P P
D
P
D
P
P
o r
o
o
r

Apabila terdapat 2 macam gelombang dengan perbedaan jarak tempuh d, maka
perbedaan fasa antara kedua gelombang tersebut adalah :
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
53
= . d =

2

d dapat dicari melalui penurunan secara geometris sebagai berikut :

1

2
h
1
- h
2
T
h
1
h
1
+ h
2
d
M
R
I
d
1
d
2 h
2
h
2
O

d = d
2
d
1

= TOR TR
= TOM TR

d
2
2
= (h
1
+ h
2
)
2
+ d
2

d
1
2
= (h
1
- h
2
)
2
+ d
2


d
2
2
d
1
2
= (h
1
+ h
2
)
2
+ d
2
[(h
1
h
2
)
2
+ d
2
]
= (h
1
+ h
2
)
2
+ (h
1
h
2
)
2

= h
1
2
+h
2
2
+ 2h
1
h
2
(h
1
2
+ h
2
2
+ - 2h
1
h
2
)
= 4h
1
h
2

maka : 4h
1
h
2
= (d
2
+ d
1
) . d
Jadi dapat diturunkan :
d =
1 2
2 1
. . 4
d d
h h
+

Karena tinggi efektif antara antena MS dengan antenna BTS sabgat kecil serta
rasio antara tinggi antenna BTS dengan d juga sangat kecil, maka dapat dilakukan
pendekatan bahwa :
Bila h
2
<< h
1
<< d dan <<
Maka d
2
d
1
d
Sehingga % d =
d
h h
2
. . 4
2 1
% d =
d
h h
2 1
. . 2

Perbedaan fasa = = . d % =

2

= =

2
d =

2
d
h h
2 1
. . 2

JADI : =
d
h h

2 1
. . 4

Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
54
2
sin .
4
4
2
2

,
_

d
P P
o r

karena << maka << , sehingga
untuk << %
2 2
sin


maka :
2
2
2
.
4
4

,
_

,
_

d
P P
o r

2
2 1
2
2
2
2 1
2
2 1
2
2
2 1
2
.
1
. 2
. 4
.
4
4

,
_


,
_

,
_


,
_

,
_

h h
d
P
d
h h
P P
d
h h
d
P
d
h h
d
P P
o
o r
o o r


Sehingga, Loss propagasi untuk gelombang langsung dan 1 gelombang pantul
pada bidang datar adalah :
2
2 1
2

,
_

h h
d
L
p

- Untuk perencanaan sel seragam, model 2 lintasan akan mendekati
kenyataan.
- Pada pola pengulangan frekuensi (frequency re-use), jika K = 1 (i = 1
dan j = 0 atau I = 0 dan j = 1), maka tidak terjadi pengulangan kluster.
- Re-use factor % R = 2 ( = 2 cluster)
Cluster size % K = 4 ( = 4 sel dalam satu kluster)

11.4. Propagasi Line Of Sight (LOS)
Sesuai dengan namanya, propagasi Line of Sight (LOS) mempunyai keterbatasan
pada jarak pandang penglihatan. Jadi ketinggian antena dan kelengkungan
permukaan bumi merupakan faktor pembatas. Jarak jangkauannya sangat
terbatas, kira-kira 30 50 mil per link, tergantung topologi dari permukaan
buminya. Kita akan mengalami kesulitan jika kita harus menghitung jarak antara
MS dan BTS dengan hanya melihat dari lintasan asli yang melengkung karena
pembiasan oleh atmosfer bagian bawah lebih rapat dibanding atmosfer bagian
atas, atau pada saat lintasan sinyal yang akan melengkung ke bawah dikarenakan
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
55
kondisi perairan bagian atas lebih rapat dibanding perairan bagian bawah. Oleh
karena itu kebanyakan desain adalah bagaimana mempermudah dua kondisi
diatas hanya menjadi satu garis lurus. Dan tentu saja ada kompensasi untuk itu,
karena dengan menggunakan metode ini, maka jari-jari bumi menjadi lebih
panjang dari sesungguhnya. Dari hal tersebut dibuatlah faktor K untuk
menandakan kompensasi tersebut. Faktor K yang banyak digunakan adalah 4/3.
Nilai K bervariasi untuk setiap karakteristik lingkungan yang berbeda. Di Indonesia
dimana kondisi humadity tidak terlalu besar, biasanya menggunakan nilai K
sebesar 1,2. Sedang di Eropa dengan kondisi humadity yang besar menggunakan
faktor K = 4/3. Daerah dengan kondisi perairan yang banyak atau dominan juga
akan mempengaruhi besar nilai K. Semakin banyak perairan dalam sebuah
daerah, maka faktor K juga akan semakin besar.

Propagasi garis pandang, disebut dengan propagasi gelombang langsung (direct
wave), karena gelombang yang terpancar dari antena pemancar langsung
berpropagasi menuju antena penerima dan tidak merambat di atas permukaan
tanah. Oleh karena itu permukaan tanah tidak meresapnya. Selain itu, gelombang
jenis ini juga disebut sebagai gelombang ruang (space wave), karena dapat
menembus lapisan ionosfer dan berpropagasi di ruang angkasa.

Propagasi garis pandang (Line Of Sight) merupakan andalan telekomunikasi masa
kini dan yang akan datang, karena dapat menyediakan kanal informasi yang lebih
besar dengan kehandalan yang lebih tinggi, dan tidak dipengaruhi oleh perubahan
alam seperti pada propagasi gelombang langit umumnya.

Band frekuensi yang digunakan pada jenis propagasi ini sangat lebar, yaitu
meliputi band VHF (30-300 MHz), UHF (0,3 3 GHz), SHF (3 30 GHz) dan EHF
(30 300 GHz), yang sering dikenal dengan band gelombang mikro (microwave).

Aplikasi untuk pelayanan komunikasi antara lain : untuk televisi (TV), komunikasi
data, komunikasi suara (voice), RADAR, komunikasi satelit, dan penelitian ruang
angkasa.

11.4.1. Free Space Propagation Model
Pada free space propagation model, diasumsikan menggunakan antena
hypothetical berupa antena isoptropis yang menjadi sumber titik, dengan satu buah
gelombang langsung. Daya dari sumber isotropis akan terbagi merata pada
permukaan bola. Power Flux Density (PFD) pada kulit bola dinyatakan sebagai :
PFD =
2
4 D
P
T



Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
56
Luas Bola = 4D
2
P
T
Sumber Isotropis


FSL =
2
4
1
]
1

D
P
P
R
T

P
R
= PFD x A
ER
=
2
4 D
P
T

x
2
2
4
4
1
]
1

D
P
T


Sehingga Free Space Loss-nya menjadi : FSL = 32,45 + 20 log f
MHz
+ 20 log D
km

11.4.2. Area to Area Prediction
Area to area prediction model umumnya adalah model prediksi empirik yang
mendasarkan rumusannya dari hasil pengukuran. Hasil yang didapatkan umumnya
akan diklasifikasikan kepada kategori-kategori wilayah yang memiliki slope
redaman yang berbeda-beda.

Secara umum klasifikasi area adalah sebagai berikut :
Daerah terbuka (Open Land)
Daerah belum berkembang atau hanya sebagian kecil dari daerah sudah
berkembang, populasi penduduk masih sedikit.
Daerah terbuka industri (Industrialized Open Land)
Daerah yang sudah berkembang, daerah pertanian skala besar, dengan
industri yang terbatas.
Daerah pedesaan (Suburban Area)
gabungan antara daerah pemukiman penduduk dengan sejumlah kecil
industri.
Kota kecil sampai menengah (Small to Medium City)
Populasi pemukiman penduduk cukup rapat, jumlah bangunan yang
tinggi juga cukup banyak.

Beberapa bentuk prediksi yang sudah banyak dipakai antara lain adalah sebagai
berikut :
A. Lee Prediction Model

Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
57
P
I
P
ro r
o
= 1 mil
= 1,6

Dalam persamaan linier :

o
n
o
r
o
ro r
f
f
r
r
P P . . .

,
_

,
_



o
o o
ro r
f
f
n
r
r
P P +

,
_

,
_

log 10 . log 10 . .

Dimana :
P
r
= daya terima pada jarak r dari transmitter
P
ro
= daya terima pada jarak r
o
= 1 mil dari transmitter
= slope / kemiringan path loss
n = faktor koreksi, digunakan apabila ada perbedaan frekuensi antara
kondisi saat eksperimen dengan kondisi sebenarnya

o
= faktor koreksi, digunakan apabila ada perbedaan frekuensi antara
kondisi saat eksperimen dengan kondisi sebenarnya

B. Model Okumura-Hata
Model Okumura Hata merupakan model yang disempurnakan dari
Okumura model, valid untuk lingkungan quasi smooth terrain dan tidak
mengakomodasi perubahan radio path profile yang cepat. Selain itu
model ini hanya cocok untuk makro sel (radius sel lebih dari 1km).
Dimana :
150 f
c
1500 MHz
30 h
b
200 km
1 d 20 km

Median path loss, L
propagasi urban
adalah :
L
U
= 69.55 +26.16 log f
c
13.82 log h
b
a(h
m
) + (44.9 6.55 log h
b
)
log d
! Untuk small to medium sized city, faktor koreksi tinggi antena MS
(1 h
m
10 m) adalah :
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
58
a(h
m
) = (1.1 log f
c
0.7) h
m
(1.56 log f
c
0.8)
! Untuk large city
a(h
m
) = 8.29 (log 1.54 h
m
)
2
1.1 dB for f
c
300
MHz
a(h
m
) = 8.29 (log 1.54 h
m
)
2
1.1 dB for f
c
300
MHz
Sedangkan median path loss, L
proppagasi suburban
adalah :
L
SU
= L
propagasi urban
2 [ log (f
c
/ 28)]
2
5.4
Dan median path loss, L
propagasi rural open area
adalah :
L
o
= L
U
4.78 (log f
c
)
2
18.33 log f
c
40.98

C. COST 231 Model
COST 231 model adalah pengembangan Hata model oleh EURO_COST
(the European Co_operative for Scientific and Technical Research)
untuk PCS.
Dimana :
1500 f 2000 MHz
30 h
b
200 m
1 h
m
10 m
1 d 20 km


Median path loss, L
propagasi urban
adalah :
L
U
= 46.3 + 33.9 log f
c
13.82 log h
b
a(h
m
) + (44.9 6.55 log h
b
) log
d
+ C
M

dimana faktor koreksi tinggi antena MS, a(h
m
) sama dengan Hata Model
dan
C
M
=

'

centers metropoli for dB


areas suburban and city sized medium for dB
tan 3
0


Setelah dilakukan prediksi redaman area to area, yang dimaksudkan
sebagai prediksi kasar kondisi redaman lintasan, baru kemudian
dilakukan prediksi redaman point to point yang bertujuan untuk
meningkatkan akurasinya. Model prediksi area to area akan memberikan
akurasi prediksi dengan standar deviasi 8 dB. Artinya, data aktual path
loss akan bervariasi 8 dB dari nilai yang diprediksikan oleh hasil
perhitungan. Dengan perhitungan point to point akurasi yang dapat
diharapkan adalah memiliki standar deviasi 3 dB.

Pada prediksi point to point, diperlukan gambar penampang kontur
wilayah pelayanan yang bisa diperoleh dari peta kontur bumi. Ditarik
garis lurus lintasan antara dua titik pada peta. Selanjutnya perbedaan
ketinggian bisa dilihat dari garis-garis kontur yang ada dalam peta.

Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
59
Kasus yang umum terjadi adalah timbulnya loss difraksi pada daerah
yang berbukit-bukit. Loss difraksi tersebut ditambahkan pada redaman
kontur datar / flat pada model prediksi area to area.

11.4.3. Prediksi Redaman Mikrosel
Pada mikrosel, terdapat cukup banyak komponen gelombang lintasan
langsungnya (LOS). Sehingga Mean Path Loss pada mikrosel akan berbanding
terbalik dengan kuadrat jarak. Pada jarak sekitar 200 - 400m, terdapat patahan
kurva, sehingga kemudian Mean Path Loss akan berbanding terbalik dengan jarak
pangkat empat (Plane Earth Propagation Model).
h
p
= t
p
t

Kondisi khusus ini memaksa kita untuk melakukan beberapa validasi dalam
perhitungan C/I (carrier to interference). Jika dalam sistem makrosel biasa
dilakukan perhitungan C/I sampai rantai pertama saja, maka dalam mikrosel kita
perlu menguji perhitungan kita sampai rantai kedua, bahkan ketiga, tergantung dari
kondisi daerah pelayanan.

Lee model untuk mikrosel memprediksi redaman propagasi berdasarkan dimensi
ketebalan bangunan total yang ditembus gelombang dari pengirim ke penerima.
Hal ini disebabkan karena dari hasil pengukuran, ternyata didapatkan keterkaitan
yang cukup merata antara dimensi total ketebalan bangunan dengan kuat sinyal
yang diterima. Pada sisi lain, ternyata ketinggian bangunan penghalang tidak
cukup penting dalam prediksi redaman mikrosel.

Dua kondisi yang dibandingkan Lee untuk memformulasikan prediksi redaman
mikrosel adalah :
Kondisi Line of Sight
Jika gelombang tidak terhalang ketebalan bangunan sama sekali, daya
yang diterima pada jarak d
A
adalah P
LOS
.
Kondisi Out of Sight
Jika gelombang terhalang ketebalan bangunan setebal B (feet), daya
yang diterima pada jarak d
A
adalah P
OS
.

11.5. Clutter dan Fresnel Zone
Clutter Loss adalah besar redaman gangguan yang tidak beraturan dalam suatu
daerah (Ah) . Pada tabel di bawah ini akan ditunjukkan kategori clutter untuk tiap
ketinggian yang diminta. Tinggi clutter nominal ha dan jarak nominal antara clutter
dengan antena penerima dk merupakan perkiraan yang menjadi nilai rata-rata
yang paling representatif untuk semua jenis clutter.
Persamaan redaman clutter didekati dengan :
Ah = 10,25 33 , 0 625 , 0 6 tan 1
1
]
1

,
_

,
_

ha
h
h e
dk

Dimana : h = tinggi antena penerima
ha = tinggi nominal clutter (m)
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
60
dk = jarak nominal clutter ke antena penerima (km)

Tabel 5 Parameter Clutter Loss
Kategori Daerah Tinggi nominal ha (m) Jarak nominal dk (km)
Terbuka 0 -
Rural 4 0,1
Confirous trees 20 0,05
Decidous trees 15 0,05
Sub Urban 9 0,025
Urban 20 0,02
Dense Urban 25 0,02

Difraksi Fresnel Zone
Huygen Fresnel menyusun teori difraksi yang diakibatkan oleh obstacle, dengan
asumsi difraksi terjadi pada medium yang homogen, dimana volume ruang
obstacle sangat kecil sehingga efek gradien bisa diabaikan. Medan
elektromagnetik yang diterima di penerima merupakan resultante/jumlahan dari
medan langsung maupun medan tidak langsung yang diakibatkan reradiasi small
meremental areas yang dekat dari pemancar. Medan magnet berada pada jarak
konstan, misal r
1
yang membentuk spherical surface, akan memiliki kecepatan
phasa yang konstan pada semua arah dalam ruang bebas. Permukaan phase
yang konstan ini disebut sebagai wave front.

Dengan menggunakan asumsi tersebut di atas, Fresnel mendefinisikan Fresnel
Zone sebagai berikut :
Fresnel Zone
Fresnel zone didefinisikan sebagai spherical surface yang merupakan
tempat kedudukan titik-titik sinyal tak langsung dalam lintasan gelombang
radio, dimana daerah tersebut dibatasi oleh gelombang tak langsung
(indirect signal) yang mempunyai beda panjang lintasan dengan sinyal
langsung sebesar 1/2 atau n. 1/2
Fresnel Zone I
Jika beda panjang lintasan sinyal langsung dan sinyal tak langsung (pada
batas zona) adalah 1/2.

Fresnel Zone II
Jika beda panjang lintasan sinyal langsung dan sinyal tak langsung (pada
batas zona) adalah 2 kali 1/2.
Dengan asumsi Fn >> maka :
F
n
= 3 . 17
. . .
2 1
2 1

+ d d
d d n

,
_

+
2 1
2 1
.
d d
d d
f
n
GHz


Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
61
Dimana :
F
n
= jari-jari Fresnel ke n (m)
n = Fresnel zone ke n
d
1
= jarak ujung lintasan (T
x
atau R
x
) ke titik refleksi (km)
d
2
= jarak ujung lintasan yang lain (T
x
atau R
x
) ke titik refleksi (km)
f = frekuensi (GHz)

11.6. Reliability dan Fading Margin

11.6.1. Fading
Fading adalah variasi/fluktuasi phase, polarisasi dan atau level daya terima/RSL
sebagai fungsi waktu. Umumnya fading disebabkan oleh pengaruh mekanisme
propagasi terhadap gelombang radio, berupa refleksi, refraksi, difraksi, hamburan,
atenuasi, dan ducting. Dengan kata lain fading diakibatkan oleh kondisi geometri
dan meteorologi lingkungan sistem tersebut.
Fading terdiri dari :
Fading cepat (Athmosferic Multipath Fading), Fading berfluktuasi dengan
cepat, dianalisis secara stokastik dan memberikan suatu model kanal yang
berubah setiap waktu. Fading cepat terdistribusi secara Rayleigh (Rayleigh
Fading) atau Rice (Rician Fading).
Fading lambat (shadowing), Fading berfluktuasi dengan lambat, dianalisis
secara stokastik dikaitkan denngan pathloss dan memberikan suatu model
kanal yang berubah terhadap waktu yang terdistribusi secara Lognormal
(Lognormal Fading).

Persamaan untuk menghitung kedua jenis fading tersebut adalah :
Fading cepat :
P(r
o
R) =

,
_

,
_

2
2
2
2
0 4
exp 1
4
exp
2
o
o
o
o
R
o
o
r
R
dr
r
r
r
r

Dengan r
o
= fading cepat sinyal penerimaan

o
r = mean local dari r
o

R
o
= level threshold penerimaan

Fading lambat :
P(x R) = 0,5 + 0,5 erf

,
_

2
x R

Dengan erf = error function
= standar deviasi

Sehingga besarnya cadangan fading total dirumuskan dalam persamaan :
r(t) dB = r
o
(t) dB + x(t) dB

dengan r(t) = sinyal fading
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
62
r
o
(t) = fading cepat
x(t) = fading lambat

Untuk mengurangi masalah fading ini, digunakan beberapa cara : seperti
memberikan Fading Margin, sehingga diharapkan sinyal yang diterima selalu
lebih besar dari ambang (threshold).

Fading Margin secara definitif adalah kenaikan daya pancar yang harus dilakukan
agar penerimaan lebih atau sama dengan level penerimaan minimum (threshold)
yang diizinkan. Penerimaan yang dimaksud adalah penerimaan pada tepi sel
(border cell) sebagai kasus yang terburuk, sehingga Fading Margin sesungguhnya
akan menaikkan reliabilitas sinyal pada tepi sel menjadi di atas 50%.

Pemberian Fading Margin tergantung dari berapa persen ketersediaan (availability)
coverage yang ingin dicapai, bisa 80%, 90%, dan seterusnya. Semakin besar
persentase availability, maka diperlukan fading margin yang semakin besar.
Namun tidak bisa diharapkan availabilitas cakupan sampai dengan 100%.

Jika dimisalkan pada suatu jarak tertentu ketersediaan (availability) sebesar 90%
memerlukan fading margin sebesar 10 dB, artinya adalah : Dapat diprediksi /
diharapkan bahwa 90% kuat sinyal berada di atas level thershold-nya.

Untuk kesimpulan, fading margin total adalah jumlah dari fading margin lognormal
(untuk kompensasi shadowing) dan fading margin Rayleigh / Rician (untuk
kompensasi multipath).

Sedangkan secara sistem, untuk mengurangi masalah fading yang terjadi kita bisa
menambahkan AGC (Automatic Gain Control) untuk stabilisasi penerimaan. Cara
lainnya adalah dengan menerapkan prinsip diversitas, atau penganekaragaman
penerimaan. Diversity adalah suatu proses memancarkan dan atau menerima
sejumlah gelombang pada saat yang bersamaan dan kemudian menambahkan
atau menjumlahkan semuanya di penerima atau memilih salah satu yang terbaik.

Beberapa jenis diversity adalah :
Space diversity, yaitu memasang atau menggunakan dua atau lebih antena
dengan jarak tertentu. Sinyal yang terbaik yang akan diterima, akhirnya
dipilih untuk kemudian diolah di penerima.
Frequency Diversity, yaitu mentransmisikan sinyal informasi yang sama
menggunakan dua buah frekuensi yang berbeda. Frekuensi yang berbeda
mengalami fading yangberbeda pula, sekalipun dipancarkan atau di terima
dengan antena yang sama. Kemudian pemilih akan memilih mana yang
terbaik.
Angle Diversity, yaitu mentransmisikan sinyal dengan dua atau lebih sudut
yang berbeda sedikit.

Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
63
12. LINK BUDGET
Dalam perencanaan RF pada sistem komunikasi bergerak memiliki 3
pertimbangan utama, yaitu : Coverage, Kapasitas, dan Kualitas. Coverage
berhubungan dengan kuat sinyal RF yang dipancarkan, kapasitas berhubungan
dengan kemampuan sistem (jumlah kanal) untuk menangani jumlah user, dan
kualitas tergantung pada reproduksi sinyal analog dan digital.
Catatan :
untuk meningkatkan kualitas harus mengorbankan kapasitas dan coverage.
untuk meningkatkan kapasitas harus mengorbankan kualitas dan coverage.
untuk meningkatkan daerah coverage harus mengorbankan kapasitas dan
kualitas.

Dalam CDMA secara mendasar terdapat 3 level/phase perencanaan mulai dari
inisialisasi sampai dengan implementasi jaringan.

Level I : Level Budgetting
- Menggunakan RF link budget secara kasar untuk mendapatkan jumlah sel
dan besar daerah cakupan dengan menghubungkan kondisi Urban,
Suburban, distribusi propagasi seluler.

Level II : Desain Sistem yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi propagasi detail di
lapangan
- Level ini mempergunakan parameter perangkat yang digunakan secara
lebih spesifik dan menggunakan survey lapangan, untuk mendapatkan
parameter demografis secara detail.
- Untuk mendapatkan setting daya dan lokasi sesungguhnya, perlu dianalisa
perhitungan Forward Link. Analisa ini mengandung parameter : kecepatan
pergerakan user, voice activity, dll.

Level III : Level Pengujian
- Pada level ini dilakukan perbaningan antara perencanaan teori dan
perencanaan survey lapangan. Bila diperlukan, maka diadakan
penyesuaian rancangan.

Pada perencanaan sistem transmisi radio digital, perhitungan power link budget
atau path analysis mengambil peranan penting agar hasil rancangan dapat
mencapai hasil yang optimum dan efisien baik dari segi kehandalan teknis maupun
biaya. Perhitungan Link Budget merupakan perhitungan loss dan gain pada
sebuah sistem dengan parameter yang sesuai dengan sistem tersebut. Parameter-
parameter tersebut antara lain frekuensi operasi, daya pancar, receiver sensitivity,
reciever noise figure, dan losses. Salah satu hasil yang diperoleh dari perhitungan
link budget adalah Maximum Allowable Path Loss (MAPL) yang sangat
menentukan untuk perhitungan jarak atau radius sel dalam menentukan coverage
area. Radius sel dapat ditentukan untuk tiga morfologi daerah yang berbeda yaitu
urban, suburban, dan rural dengan menggunakan berbagai macam model
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
64
propagasi antara lain Okumura-Hata, COST-231-Hata dan Walfisch Ikegami.
Didalam perhitungan power link budget kita juga dapat mengetahui level daya
terima (Receive Signal Level) yang diterima oleh penerima, hal ini akan
menentukan availability dari sistem yang kita rancang dan besarnya harus sesuai
dengan kualitas yang kita inginkan. Jika pada perancanaan awal, kualitas yang
diinginkan belum tercapai, maka rekonfigurasi dapat dilakukan sampai tercapai
suatu sistem yang efisien dan optimal.

12.1. Dasar pemahaman Link Budget
P
T
L
ft
Diagram Level
EIRP
G
T
Loss Propagasi (L
P
)
P
R
Threshold
G
R
L
fr
Fading Margin
Effective Noise
Spectral Density
C/N BER
Noise Figure
Noise Spectral Density
Daya terima naik
turun akibat fading



Lihat diagram di atas
P
T
= Threshold + FM + L
fr
G
R
+ L
p
G
T
+ L
ft

Dengan :
P
T
= daya pancar BTS
Daya Threshold = level tertentu, tergantung dari service yang diberikan, dan
QoS yang dicapai


FM = Fading Margin, diberikan jika diperlukan (pada
siskomsat tidak perlu FM)
L
fr
= Rx filter loss (dB)
G
R
= gain antena MS
L
p
= redaman propagasi (dB)
G
T
= gain antena BTS (dB)
L
ft
= Tx filter loss (dB)
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
65

Jenis hubungan komunikasi :
a. Komunikasi gelombang ruang
Tipikal kanal propagasi : diasumsikan terdapat gelombang langsung dan
gelombang pantul.
Yang termasuk kedalam komunikasi gelombang ruang adalah :
o Jarak dekat : sistem komunikasi bergerak.
o Jarak jauh (sampai dengan puluhan km) : komunikasi yang Line of
Sight (LOS).
b. Hubungan Difraksi
Kanal propagasi : sengaja memanfaatkan terjadinya hamburan atau
difraksi obstacle.
Jarak hubungan difraksi bisa sampai ratusan km, atau juga mungkin
untuk jarak dekat yang terhalang obstacle, sedangkan tidak mungkin
menaikkan antena lagi.
c. Hamburan Tropospheric
Kanal propagasi : sengaja memanfaatkan terjadinya hamburan atau
difraksi pada lapisan troposfer. Sebenarnya bisa diklasifikasikan sebagai
hubungan difraksi.
Jarak komunikasi : 200 800 km.
Daerah frekuensi kerja : 300 3000 MHz.
d. Sky Wave Communication (Gelombang Langit)
Kanal propagasi : memanfaatkan lapisan ionosfer untuk memantulkan
gelombang menuju belahan bumi yang lain.
Jarak komunikasi : 150 km sampai ribuan km.
Daerah frekuensi kerja : 3 30 MHz dengan bandwidth informasi yang
sempit.
e. Ground Wave (Gelombang Tanah)
Kanal propagasi : memanfaatkan permukaan bumi sebagai pembimbing
gelombang (wave guide).
Jarak komunikasi : sangat handal untuk jarak dekat maupun jarak jauh.
Daerah frekuensi kerja : hanya untuk frekuensi rendah sampai 3000
KHz.
Aplikasi : untuk navigasi siaran AM (400 1600 KHz), deteksi ledakan
nuklir.
f. Gelombang Ruang Bebas
Kanal propagasi : ruang bebas dengan asumsi hanya ada 1 gelombang
langsung.
Jarak komunikasi : ribuan km.
Aplikasi : umumnya untuk komunikasi satelit, gelombang mikro.

12.2. Parameter parameter RF Link Budget
Terdapat dua tujuan utama dalam perencanaan RF CDMA maupun RF lainnya,
yaitu:
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
66
mendapatkan nilai gain dan loss sistem secara detail dan menyeluruh
dengan tepat dari lintasan RF.
mendapatkan nilai loss yang diizinkan dalam jaringan.

Untuk mencapai tujuan diatas, designer perlu mengetahui parameter-parameter
dan komponen link budget. Parameter-parameter tersebut dibagi menjadi empat
kategori antara lain :

12.2.1. Parameter yang berhubungan dengan propagasi
Bulding Loss
Vehicle Loss
Body Loss
Ambient Loss
RF Feeder Loss
Antenna Gain
Parameter-parameter ini tergantung pada frekuensi yang digunakan. Untuk
CDMA yang beroperasi di Indonesia digunakan frekuensi operasi 800 MHz
dan 1900 MHz.
Bulding Loss
Bulding Loss adalah berkurangnya level kuat sinyal akibat struktur
bangunan yang dilewati propagasi untuk mencapai user yang berada di
dalam gedung.
Proses terjadinya building loss propagation dibagi menjadi dua buah
kasus :
1. Ketika pemancar (BTS) berada di luar gedung dan penerima (MS)
berada di dalam gedung (kasus into).
2. Pemancar dan penerima berada dalam gedung yang sama.

Metode guna mencari nilai loss propagasi pada kasus pertama adalah
pendekatan model propagasi pada outdoor. Dengan kata lain, kita
menggunakan faktor jarak user (pemodelan propagasi seluler umum)
ditambah dengan factor building loss.

Menurut literature, building loss berkisar antara 5 sampai dengan 40 dB
atau lebih dari itu.
Environment Penetration Loss
Dense Urban
Urban
Sub Urban
Rural
20 dB
15 dB
10 dB
8 dB
Metode lain yang digunakan untuk mendapatkan building loss adalah
dengan menggunakan parameter yang spesifik, yaitu dengan
memasukkan parameter material penyusun bangunan, tinggi antena,
panjang lintasan, luas lantai, jumlah ruang dan lantai.

Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
67
Vehicle Loss
Vehicle Loss adalah turunnya level daya terima yang diakibatkan oleh
pergerakan user dalam lingkungan sel yang dicakup.
Vehicle Loss biasanya berkisar antara 5-12 dB, tetapi dalam
perencanaan digunakan 5-8 dB.
Body Loss
Body Loss adalah turunnya level daya terima yang diakibatkan oleh
redaman tubuh user berdasarkan fungsi jarak tubuh user dengan MS.

Ambient Loss
Ambient Loss adalah turunnya level daya terima yang bersifat stabil
pada waktu yang lama yang disebabkan oleh kondisi lingkungan sekitar.
Loss ini terbesar disebabkan oleh perbuatan manusia seperti kendaraan
bermotor, pabrik, mesin dan lain sebagainya.
RF Feeder Loss
Feeder loss adalah loss atau hilangnya daya akibat adanya redaman
pada saluran transmisi (feedline) yang digunakan. Feeder loss biasanya
diberikan oleh vendor feedline dengan satuan dB/meter.
Antenna
Antena merupakan bagian penting dalam power link budget. Antena
biasanya memiliki keuntungan nilai cadangan daya yang disebut gain
antena. Gain merupakan fungsi dari luas apperture antenna, polarisasi,
dan faktor efisiensi. Bila digunakan antenna array, maka gain
merupakan fungsi dari polarisasi d2an jumlah elemen array antenna.
Gain antenna biasanya sesuai dengan ukuran antenna, semakin besar
ukurannya maka semakin besar gain-nya.

Beamwidth horizontal maupun vertikal direferensikan sebagai nilai
pattern pancaran daya. Untuk memilih antena dalam perencanaan
jaringan seluler perlu diperhatikan beberapa faktor :
1. Ukuran dan berat antena. Karena kita akan memasang antena di
atas tower, maka perlu diperhatikan bobot antena dan akibat
hembusan angin.
2. Pola beamwidth. Pola beamwidth akan mempengaruhi performa sel
site. Pola horizontal yang lebih lebar akan menginterferensi sektor
sebelahnya. Ini menjadi nilai sumber interferensi begi sektor lainnya.

Pola horizontal dan vertikal beamwidth digunakan untuk memastikan
daerah yang akan dicakup.

Gain pada antena memiliki satuan dBd atau dBi, dimana 0 dBd sama
dengan 2.14 dBi. Antena seluler biasanya menggunakan satuan dBd,
tetapi PCS RF link budget biasanya menggunakan dBi. Poin penting
yang perlu diingat adalah gain dilihat dari referensi antena isotropis atau
dipole.
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
68

Antena Base Station
Antena Base Station adalah antena yang dipasang pada BTS, antena
tersebut bisa menggunakan omni ataupun directional. Untuk
perencanaan tingkat awal, biasanya digunakan omni. Perlu diingat,
semakin sedikit antena yang dibutuhkan maka semakin ringan yang
harus dipasang.
Untuk permintaan trafik, biasanya digunakan antena sektoral untuk
mendapatkan trafik yang lebih banyak pada sisi sel tertentu, dan akan
mengurangi dampak interferensi dari sel lain.
Sistem PCS pada awalnya tidak membutuhkan kelimpahan kapasitas,
antena directional digunakan karena adanya gain extra yang tidak
dimiliki oleh antena omni. Peningkatan gain sebesar 4 dB dapat dengan
mudah dicapai bila mneggunakan antena directional sebagai pengganti
dari antena omni. Peningkatan 4 dB ini dapat mnegurangi kebutuhan site
yang harus ada pada 1900 MHz sampai dengan kira-kira 40%.
Seorang RF planner harus memilih menggunakan antena omni atau
directional untuk dapat mencakup area yang diinginkan.
Seperti yang disebutkan di atas, antena dibutuhkan untuk mendapatkan
area yang diinginkan, dan meminimalisasi level interferensi.
Pengurangan level interferensi akan dapat meningkatkan kapasitas dan
performansi sel. Pola-pola antena yang menyediakan kemampuan daya
3 dB akan dapat menyediakan potensi proteksi interferensi yang lebih
baik. Pada sistem frekuensi re-use yang digunakan pada sistem (AMPS,
GSM, USDC) dapat dikontrol terjadinya interferensi dengan pengesetan
ferkeunsi yang digunakan untuk jarak-jarak terdekat. Untuk CDMA,
karena menggunakan frekuensi yang sama, faktor interferensi juga
mendukung kapasitas sel.

Antena Subscriber Unit
Anten Subscriber Unit atau antena MS biasanya memiliki nilai gain dan
sensitivitas yang telah ditentukan oleh standarisasi CDMA. Gain antena
MS adalah 0 dBi atau -2,14 dBd tanpa adanya body loss. Gain akan
lebih rendah ketika MS berada di dalam gedung dan sebaliknya akan
lebih baik jika berada di luar gedung.
Untuk skenario fixed wireless didalam gedung, biasanya digunakan
antena WIP sebagai interface antara luar gedung dan dalam gedung.
Fungsi antena WIP adalah untuk meningkatkan kualitas sinyal yang ada.

12.2.2. Parameter yang berhubungan dengan spesifikasi CDMA
Interferensi noise rise antar user
E
b
/N
o

Processing Gain

Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
69
Untuk menyederhanakan permasalahan, biasanya seorang designer
menentukan E
b
/N
o
target yang konstan terlebih dahulu. Pada kenyataannya
nanti, E
b
/No akan berubah-ubah sesuai dengan kondisi propagasi yang ada.

12.2.3. Parameter yang berhubungan dengan spesifikasi produk RF
Daya Tx
Sensitivitas Rx

12.2.4. Parameter yang berhubungan dengan Reliability perangkat
- Shadow Fading Margin
Catatan :
Perencanaan RF harus dilakukan untuk tiap sektor (pada modul ini
digunakan asumsi bahwa tiap sektor adalah identik). Pada keadaan yang
sebenarnya setiap sektor memiliki keunikan sendiri sehingga perlu juga
dihitung.

12.3. Perhitungan Link Budget
Link Budget pada CDMA dibagi menjadi dua bagian, yaitu link reverse (dari MS
menuju BS) dan link forward (dari BS menuju MS).

12.3.1. Reverse Link Budget
Sebelum diakuakn perhitungan path loss harus diketahui dulu besarnya MAPL
(Maximum Allowable Path Loss) atau path loss maksimum yang diizinkan.
Parameter ini dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
L
max
= ERP Sensitivitas +G
BTS
L
cable
FM +G
SHO
L
penetration
Dengan :
ERP = P
MS
+ G
MS
- L
body

Sensitivitas = E
b
/N
o
+ N
o
+ I
m
+Information Rate + NF
BTS


Dimana :
L
max
= Loss maksimum yang diizinkan
ERP = ERP MS
Sensitivitas = Sensitivitas BTS
P
MS
= Daya pancar MS
G
BTS
= Gain BTS
FM = Fading Margin
G
SHO
= Gain soft handover
L
penetration
= Loss penetrasi
G
MS
= Gain MS
L
body
= Loss body
E
b
/N
o
= Kualitas kanal trafik
N
o
= Receiver Noise Density
I
m
= Receiver interference Margin
NF
BTS
= Noise Figure BTS

Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
70
Sedangkan untuk mengetahui loss yang terjadi pada site hasil perencanaan dapat
digunakan berbagai macam model propagasi sesuai dengan daerah frekuensi
kerjanya, antara lain Model COST 231 , Model Okumura Hata, atau untuk daerah
dengan obstacle atau penghalang yang cukup berpengaruh seperti daerah
perbukitan yang memerlukkan perhitungan redaman tambahan yang bisa
dilakukan dengan menggunakan model Lee.



Model Walfisch / Ikegami :

'

+
> + + +

0 ,
0 ,
ms rts f
ms rts ms rts f
L L L
L L L L L
L

dengan :
L
f
= 32.4 +20 log d +20 log f
c
(dB)
L
rts
= -16.9 10 log W + 10 log f
c
+20 log h
m
+ L
o
(dB)
L
ms
= L
bsh
+k
a
+k
d
log d + k
f
log f
c
9 log b (dB)

Dimana :
d = jarak (km)
f
c
= frekuensi carrier (MHz)
W = lebar jalan (m)
h
m
= h
r
h
m
(m)
( )
( )

'

90 55 55 114 , 0 4
55 35 35 075 , 0 5 , 2
35 0 646 , 9

o
L

= incident angle

'

<
> +

r b
r b b
bsh
h h
h h h
L
0
) 1 log( 18

'

< <
<
>

r b b
r b b
r b
a
h h m d d h
h h m d h
h h
k
; 500 . 6 , 1 54
; 500 8 , 0 54
54

Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
71

'

<

r b
r
b
r b
d
h h
h
h
h h
k 15
18
18

,
_

+ 1
925
7 , 0 4
c
f
f
k

,
_

+ 1
925
5 , 1 4
c
f
f
k

h
b
= h
b
h
r
(m)
h
r
= 3 x jumlah lantai + tinggi atap (m)

Model Okumura Hata :
Median path loss, L
propagasi urban
adalah :
L
U
= 69.55 +26.16 log f
c
13.82 log h
b
a(h
m
) + (44.9 6.55 log h
b
) log d
! Untuk small to medium sized city, faktor koreksi tinggi antena MS (1 h
m

10 m) adalah :
a(h
m
) = (1.1 log f
c
0.7) h
m
(1.56 log f
c
0.8)
! Untuk large city
a(h
m
) = 8.29 (log 1.54 h
m
)
2
1.1 dB for f
c
300 MHz
a(h
m
) = 8.29 (log 1.54 h
m
)
2
1.1 dB for f
c
300 MHz
Sedangkan median path loss, L
proppagasi suburban
adalah :
L
SU
= L
U
2 [ log (f
c
/ 28) ]
2
5.4
Dan median path loss, L
propagasi rural open area
adalah :
L
o
= L
U
4.78 (log f
c
)
2
18.33 log f
c
40.98

Model Lee :
Redaman dengan satu penghalang dihitung dengan metode Lee sebagai
berikut :
1
]
1

+
2 1
1 1 2
r r
h v
p


Dimana :
r
1
= jarak puncak penghalang ke BTS
r
2
= jarak puncak penghalang ke MS
= panjang gelombang
h
p
= tinggi puncak penghalang ke garis Line of Sight

Nilai redaman L
Lee
adalah ditentukan oleh nilai v itu sendiri, sehingga terdapat
beberapa kemungkinan, seperti berikut :
0 v < 1 L
Lee
= 20 log (0,5 + 6,2v)
v > 1 L
Lee
= 0
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
72
-1 v < 0 L
Lee
= 20 log (0,5 e
0,95.v
)
-2,4 v < -1 L
Lee
= 20 log { 0,4 (0,118 [0,1v + 0,38]
2
)
0,5
}
v < -2,4 L
Lee
= 20 log ( -(0,225/v) )

Sehingga untuk daerah dengan kontur datar berlaku persamaan :
L
dtr
= L
OH

Untuk daerah berbukit berlaku persamaan :
L
bkt
= L
OH
- L
Lee


12.3.2. Forward Link Budget
Forward Link Budget dilakukan untuk mengarahui kualitas link forward. Link
forward yang bagus memiliki nilai margin daya kanal overhead positif.

Margin overhead
M
ch
= (E
c
/ I
t
)
rec
(E
c
/ I
t
)
sp

Nilai (E
c
/ I
t
) yang terjadi :
(E
c
/ I
t
)
rec, ch
= P
r, ch
10 log R
ch
10 log

,
_

+
BW f
ch r tot r
o
P P
N
.
10 10
10
, ,
1 , 0 1 , 0
1 , 0

ERP kanal ch (ch : pilot, sync, traffic, atau paging)
P
r, ch
= P
ch
+G
m
- L
cable
L
body
L
pent
FM + G
SHO
L
p
+ G
b

Untuk kanal sync, paging, dan trafik (E
c
/ I
t
) iganti dengan (E
b
/ I
t
)

Dimana :
M
ch
= Margin daya kanal overhead
(E
c
/ I
t
)
rec
= Nilai (E
c
/ I
t
) yang terjadi
(E
c
/ I
t
)
sp
= Nilai (E
c
/ I
t
) yang diharapkan
P
r, ch
= ERP kanal ch (ch : pilot, sync, traffic, atau paging)
R
ch
= Data rate kanal overhead
N
o
= noise pada penerima di MS
P
r, tot
= ERP sinyal total
f = faktor intercell interference
BW = Bandwidth CDMA2000 1x = 1,2288 MHz
G
m
= Gain antena MS
L
cable
= Cable Loss
L
body
= Body loss
L
pent
= Loss penetrasi
FM = Fading Margin
G
SHO
= Gain soft handoff
L
p
= path loss maksimum yang terjadi
G
b
= Gain antena BTS
N
o
= Rapat noise receiver

Terpenuhi atau tidaknya syarat kualitas perencanaan ditentukan oleh margin daya
kanal. Jika margin tersebut bernilai positif maka link memenuhi syarat. Nilai
kualitas minimal yang disyaratkan :
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
73
(E
c
/ I
t
)
pilot
= -13 dB
(E
b
/ I
t
)
sync
= 7 dB
(E
b
/ I
t
)
paging
= 7 dB
(E
b
/ I
t
)
traffic / user
= 7 dB
Selain (E
b
/ I
t
) dan (E
c
/ I
t
) terdapat pula parameter kualitas lainnya yaitu (C/I)
yangdihitung dengan persamaan sebagai berikut :
(C/I) = (E
b
/ I
t
)
traffic / user
PG
(C/I) = perbandingan daya sinyal pembawa terhadap interferensi
(E
b
/ I
t
)
traffic / user
= nilai (E
b
/ I
t
) kanal trafik / user
PG = processing gain



12.3.3. Penyeimbang Forward Link dan Reverse Link
Link forward dengan daya besar dapat menyebabkan terjadinya interferensi pada
sel lainnya. Sebaliknya, link reverse yang berdaya besar akan menyebabkan
kapasitas sel berkurang. Untuk mengatasinya, dibuat suatu sistem penyeimbangan
antara link forward dan reverse untuk mengatasi masalah tersebut. Parameter
utama pada link reverse adalah pada parameter cell loading dan untuk link forward
adalah kualitas E
c
/I
t
. Parameter penyeimbang kedua link adalah faktor
penyeimbang B
f
dengan persamaan :
( )

,
_

+
+ + +

1
10 1 . 10
10log ] P - [P BW . ] NF N - NF [N ] ) /I (E - [(SIR) B
10 / 10 / It) / (Ec
m b m o b o min t c min f
min
p

Dimana :
B
f
= faktor balancing
(SIR)
min
= perbandingan daya
(E
c
/I
t
)
min
= Nilai (E
c
/I
t
) yang diharapkan
No = rapat noise receiver
NF
b
= Noise figure BTS
NF
m
= Noise figure MS
BW = Bandwidth
P
b
= Daya pancar BTS
P
m
= Daya pancar MS
p
= Persentase daya kanal pilot

= I
oc
/I
o
= cell loading factor

Dengan adanya faktor penyeimbang kita dapat menentukan link mana yang
merupakan link utama. Aturan pembatasannya adalah :
B
f
< - : link pembatas adalah link forward
B
f
: kedua link seimbang
B
f
> : link pembatas adalah link reverse


Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
74
13. PREDIKSI COVERAGE
Untuk menentukan jari-jari suatu sel harus ditentukan terlebih dahulu model
proagasi yang digunakan. Pemilihan model tersebut disesuaikan dengan kondisi
morfologi daerah yang akan ditentukan jari-jari selnya. Berdasarkan frekuensi kerja
CDMA 1900 MHz maka bisa digunakan model propagasi COST231-Hata. Radius
atau jari-jari sel dapat ditentukan setelah nilai redaman lintasan maksimum
diperoleh. Penentuan area cakupan difokuskan pada arah reverse, karena dengan
menentukan radius sel arah reverse maka secara otomatis radius sel arah forward
telah terakomodasi. Karena redaman propagasi dipengaruhi oleh jarak link, maka
terdapat suatu nilai jari-jari maksimal sektor pada arah tertentu yang masih
memenuhi syarat MAPL (Maximum Allowable Path Loss) tersebut. Bentuk umum
persamaan redaman propagasi sebagai fungsi jarak, juga parameter frekuensi dan
tinggi antena, dinyatakan dengan :

L(d
km
) = L
1
+ 10 log d
km

10 = [44,9 6,55 log (h
b
)]
Dimana :
d
km
= jarak link (km)
L
1
= redaman propagasi total pada jarak d
km

= propagation power law

Pada saat jari-jari sel d
km
= R
km
dan redaman sama dengan MAPL, maka
persamaan menjadi :
MAPL = L(R
km
) = L
1
+ 10 log R
km


Rumus model propagasi COST231-Hata adalah seperti persamaan dibawah ini :
Median path loss, L
propagasi urban
adalah :
L
U
= 46.3 + 33.9 log f
c
13.82 log h
b
a(h
m
) + (44.9 6.55 log h
b
) log d+ C
M

dimana faktor koreksi tinggi antena MS, a(h
m
) sama dengan Hata Model dan
C
M
=

'

centers metropoli for dB


areas suburban and city sized medium for dB
tan 3
0

Rumusan radius sel propagsi Hata adalah sebagai berikut :
10
1
10
L MAPL
km
R


Sehingga didapatkan rumus untuk daerah Urban dan Dense Urban :
R
km
= log
-1

,
_

+ +
b
m b c
h
h A h f MAPL
log 55 , 6 9 , 44
) ( ) log( 82 , 13 ) log( 9 , 33 3 , 46


14. ANALISIS INTERFERENSI
Cluster merupakan gabungan dari beberapa sel yang masing-masing selnya
memiliki satu set frekuensi yang berbeda dengan sel yang lain.

Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
75
Ukuran cluster (dilambangkan dengan K) adalah jumlah sel yang terdapat dalam 1
cluster.
Contoh :
K = 3 , artinya terdapat 3 sel dalam 1 cluster.
K = 4 , artinya terdapat 4 sel dalam 1 cluster.
Susunan ulangan frekuensi (frecuency re-use pattern) sel untuk ukuran kluster K =
3 dan K = 4, digambarkan sebagai berikut :

1
3
2
1
2
3
1
3
2
Frequency re-use pattern
/ cluster K=3
Frequency re-use pattern
/ cluster K=4
3
2
1
2
4
4 3
1
4
2 3
1

Yang harus diperhatikan adalah : dalam satu sel, tidak hanya mempunyai satu
frekuensi carrier, tetapi ada beberapa frekuensi carrier.

Kaidah Penentuan Nomor Sel
Definisi :
Sel referensi
i =1
j = 2
60
j
i
z
120
i, j = 0, 1, 2, 3...

Lalui sejauh i sel dari sel referensi sepanjang rantai heksagonalnya (garis lurus
yang menghubungkan dua pusat sel), lalu berputar 60 berlawanan dengan arah
jarum jam, kemudian lalui sepanjang j sel pada arah tersebut. Pada posisi akhir,
maka disitulah letak frekuensi re-use nya.
Z
2
= i
2
+ j
2
2 i.j. Cos 120
Z
2
= i
2
+ j
2
+ 2 i.j. (0,5)
Z
2
= i
2
+ j
2
+ i.j
Z
2
= K ---- K = ukuran kluster
K = i
2
+ j
2
+ i.j
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
76


Untuk i = 1 dan j = 1 ------ K = 3
i = 1 dan j = 2 ------ K = 7
i = 0 dan j = 2 ------ K = 4
i = 2 dan j = 0 ------ K = 4


Contoh :
Untuk i = 1 dan j = 1 ---- K = 3
i = 1, j = 1
K = 1
2
+ 1
2
+ 1.1 = 3
Sumber interferensi maksimum = 6

1
1
1
1
1
1
2
3
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
3
3

Konsep Cluster pada CDMA
PN
2
PN
1
PN
3
PN
4
PN
5
PN
6
PN
7
PN
2
PN
1
PN
3
PN
4
PN
5
PN
6
PN
7
PN
2
PN
1
PN
3
PN
4
PN
5
PN
6
PN
7
PN
2
PN
1
PN
3
PN
4
PN
5
PN
6
PN
7
PN
2
PN
1
PN
3
PN
4
PN
5
PN
6
PN
7
PN
2
PN
1
PN
3
PN
4
PN
5
PN
6
PN
7
PN
2
PN
1
PN
3
PN
4
PN
5
PN
6
PN
7

Dalam pengertian kluster yang sama seperti diatas, ukuran kuster di jaringan
CDMA, K
CDMA
= 1, artinya frekuensi operasi yang sama diterapkan di semua sel.
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
77
Tetapi CDMA memakai konsep clustering untuk perencanaan kode PN, hal ini
bertujuan untuk mencegah kemungkinan terjadinya aliasing antar kode di dalam
satu sel. Pada jaringan CDMA dikenal istilah PN re-use factor.
Macam-macam interferensi :
1. Co-channel Interference yaitu penggunaan frekuensi yang sama pada area
sel yang berbeda.
2. Adjacent Channel yaitu interferensi yang disebabkan oleh kanal dalam
satu sel.
Interferensi ini terjadi karena filter yang digunakan di penerima bukan merupakan
suatu filter ideal, sehingga sebagian daya dari kanal lain dapat diterima /
menginterferensi sinyal utama.

Ada beberapa untuk mengurangi pengaruh adjacent channel interference :
Mempertajam karakteristik peredaman pada filter
Memberi jarak / spasi frekuensi operasi dalam satu cakupan yang sama.

Co-channel Interference

1
st
tier



Pengaruh interferensi Co-channel :
Interferensi MS BTS
Interferensi BTS MS







Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
78
Interferensi MS BTS

1
st
tier
C
I
I
I
I
I
I




C = P
o
/ L(D)
I = P
o
/ L(R)
% C/I = f(R,D)
Dengan asumsi :
R = jarak MS
C
terjauh dari BTS terinterferensi (sinyal terlemah)
D = jarak MS
I
penginterferensi terhadap BTS terinterferensi atau pusat (karena
MS
I
selalu bergerak, maka letak MS
I
di generalisasi berada di pusat sel co-
channel / sel peginterferensi)
= jarak antara pusat sel co-channel (sel re-use)
sehingga perhitungan C/I diperoleh nilai optimis berupa asumsi C terlemah /
terkecil dan I seragam.

Interferensi BTS MS
1
st
tier
C
I
I
I
I
I
I
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
79
C = P
o
/ L(D)
I = P
o
/ L(R)
% C/I = f(R,D)

Dengan asumsi :
R = jarak MS terinterferensi terjauh dari BTS (sinyal terlemah)
D = jarak BTS penginterferensi terhadap MS terinterferensi (karena MS selalu
bergerak, maka letak MS di generalisasi berada di pusat sel / sel
terinterferensi)
= jarak antara pusat sel co-channel (sel re-use)
sehingga untuk perhitungan C/I diperoleh nilai optimis berupa asumsi C terlemah
/ terkecil dan I seragam.

15. PENENTUAN LOKASI PENEMPATAN RBS
Dalam mengalokasikan BTS harus dilakukan pertimbangan-pertimbangan
dimana letak dari BTS tersebut, apakah BTS dibangun pada daerah yang mudah
dijangkau dengan kendaraan, sehingga mempermudah pembangunan serta
operasional atau perawatan di kemudian hari.

Didalam perencanaan ini alokasi BTS dibagi menjadi beberapa daerah sesuai
dengan kondisi daerah perencanaan. Pembagian BTS menjadi daerah rural,
urban atau sub urban adalah dikarenakan dalam alokasi BTS ini juga
diperhitungkan berapa ketinggian dari bangunan yang ada pada daerah tersebut
serta penyebaran penduduknya.

Dalam penamaan BTS, dilakukan sesuai dengan nama-nama daerah lokasi dari
BTS tersebut, hal ini bertujuan agar mempermudah dalam pencarian lokasi dari
BTS tersebut pada peta.

16. OPTIMALISASI NETWORK
Ada banyak cara untuk melakukan optimalisasi, hal itu tergantung dari hasil yang
diperoleh pada saat pengukuran melalui drive test setelah penempatan dan
pembangunan BTS selesai.

Optimalisasi pada sistem CDMA berkaitan dengan keberhasilan penanganan
interferensi pada sistem. Konsep optimalisasi ini dapat dimulai dari rumusan
kapasitas sistem CDMA yang merupakan fungsi dari parameter-parameter yang
bisa berubah tergantung dari kondisi implementasi.

) 1 (
/
Capacity Pole Reverse
f
I N
E
R W
N
o o
b
+
1
]
1

+

W = lebar pita frekuensi spektral tersebar (Hz) = 1,2288 MHz
R = data rate sinyal informasi (kbps) = 9,6 kbps
E
b
/I
o
= rasio energi per bit terhadap rapat daya penginterfernsi (dB)
= gain aktifitas suara ( 2,67 untuk suara dan 1 untuk data)
= gain sektorisasi antena ( 2,4 untuk antena trisektoral)
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
80
f = rasio interferensi dari luar sel terhadap interferensi dari dalam sel
( 0,6)

Optimalisasi bisa dilakukan dengan mengubah :
1. Faktor interferensi (f)
Implementasi single cell (rural cell) menyebabkan f = 0, sehingga
kapasitas akan meningkat.
Antena yang memiliki karakteristik back lobe minimum akan
berdistribusi kepada pengurangan interferensi sehingga kapasitas
juga akan naik.
Kondisi derah turut juga berkontribusi terhadap kapasitas sistem
CDMA, sehingga probabilitas blocking juga merupakan fungsi dari
mean pathloss exponent.
2. Gain Sektorisasi (G
s
)
Implementasi sektor yang semakin banyak dapat menekan
interferensi lebih baik, sehingga akibatnya kapasitas akan semakin
besar.

Metode pengukuran dengan menggunakan Drive Test
Drive Test adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengamati dan melakukan
optimasi agar dihasilkan kriteria performansi jaringan. Yang diamati biasanya
kuat daya pancar dan daya terima, tingkat kegagalan akses (originating dan
terminating), tingkat panggilan yang gagal (drop call) serta FER.

Drive Test di sini di amati dari sisi penerima (MS) dan dilakukan dengan
menggunakan software ReMOT yang terintegrasi dengan laptop, pada
prinsipnya sama dengan alat drive test lain yaitu terhubung dengan handphone
dan GPS (Global Positioning Satellite) yang digunakan untuk membantu
menentukan letak dan koordinat posisi MS atau handphone yang digunakan
pada saat bergerak. Konfigurasi pengukuran drive test dapat dilihat pada
gambar:

GPS
Laptop + software ReMOT
Hub
Handset

Gambar 14 Perangkat Drive Test

Perlengkapan drive test antara lain satu unit note book yang telah diinstal
software ReMOT untuk CDMA, GPS 25-HVS VER 2.50, handset, power supply,
peta jalan, dan sebuah hub.
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
81

Prosedur optimasi sendiri dibagi dalam tiga tingkata, yaitu single cell function
test, cluster optimization dan system optimization.
Single cell function test
Dilakukan untuk menguji secara individu BTS.
Cluster optimization
Dilakukan untuk mneguji beberapa BTS dalam satu cluster, menguji
hubungan dan performansi antar BTS.
System optimization
Dilakukan untuk menguji perfomansi jaringan yang lebih luas.

Drive Test dilakukan pada beberapa kondisi :
# Drive Test awal yag dilaksanakan ketika suatu BTS telah selesai di-instal
untuk mengetahui data awal suatu BTS juga menunjukkan tingkat
kelayakan suatu jaringan.
# Drive Test maintaining dalam rangka memonitoring performansi BTS
sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
# Dilaksanakan dalam keadaan yang sangat diperlukan, yaitu jika ada
keluhan dari pelanggan ataupun terdapat penurunan performansi BTS
yang dilihat dari laporan harian.

Adapun hasil pengukuran ReMOT ini dapat ditampilkan dalam beberapa bentuk,
antara lain :
Statistical Mode
Hasil pengukuran dalam bentuk data statistik secara merata, sehingga
tidak bisa mengetahui secara tepat posisi daerah yang mengalami
masalah.
Trace Mode
Hasil pengukuran drive test bisa dilihat dalam bentuk peta, dimana pada
peta tersebut diperlihatkan plot-plot jalur yang ditelusuri saat drive test.
Sehingga dari indikasi warna pada peta tersebut dapat diketahui daerah
yang mengalami masalah.

Data-data yang bisa didapatkan dengan menggunakan ReMOT adalah sebagai
berikut:
Mengetahui informasi tentang BTS mana yang menangani MS, diketahui
dari pilot sektor BTS mana yang meng-handle.
Memuat informasi tentang site yang menangani MS dan site disekitarnya
yang memiliki sinyal pilot terkuat yang memungkinkan untuk handoff.
Mengamati level sinyal (Rx_lev), kualitas sinyal (Ec/Io), jarak antena BTS
dan MS ketika pengukuran dilakuakan, Tx power, Forward/Reverse FER
dalam %, kualitas call, persentase panggilan yang drop, active set,
candidate set, finger information, jumlah call yang dihubungi, persentase
call yang gagal, dan total call.

Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
82
Adapun parameter untuk mengetahui kualitas sinyal, level daya terima MS, dan
interferensi adalah sebagai berikut :
Ec/Io
Menunjukkan level daya minimum (threshold) dimana MS masih bisa
melakukan suatu panggilan. Biasanya nilai Ec/Io menentukan kapan MS
harus melakukan handoff.
Jarak BTS dan MS (near far effect)
Jarak BTS dan MS saat pengukuran juga memiliki pengaruh, dimana
pada jarak yang cukup dekat kualitas sinyal lebih bagus dan sangat
memungkinkan melakukan panggilan. Tetapi dalam CDMA perbedaan
jauh dekat jarak BTS-MS sudah diatasi dengan kontrol daya.
RSSI (Received Signal Strength Interference)
Hampir sama dengan Ec/Io tetapi PSSI digunakan dalam coverage.
Mobile Station (MS) Tx power
Kenaikan daya pancar pada MS akan menyebabkan interferensi terhadap
user lain. Sehingga user yang lain juga akan meningkatkan daya
pancarnya.
FER (Frame Error Rate)
FER didefinisikan sebagai rata-rata kesalahan frame.

17. NETWORK PLANNING TOOLS

Network Planning tool merupakan aplikasi software yang digunakan untuk
mendesign wireless network. Beberapa software didasarkan pada PC, dan beberapa
didasarkan pada Unix. Software ini mempunyai dua kemampuan utama, yaitu :
1.Memprediksikan wilayah cakupan didasarkan pada model actual dari data terrain.
2.Memberikan efek simulasi

Simulasi wilayah cakupan jaringan :
1. Tanpa mempertimbangkan densitas traffik
Menentukan path loss untuk masing-masing bin
Mengurutkan secara rangking wilayah cakupan untuk masing-masing bin
Mempertimbangkan daya transmisi untuk masing-masing sector
Menentukan daya MS Rx
Menentukan MS Tx (menggunakan persamaan open loop)
Menentukan MS E
c
/ I
o

Menentukan daya sector Rx
2. Dengan mempetimbangkan densitas traffik
Menentukan path loss untuk masing-masing bin
Mempertimbangkan daya transmisi untuk masing-masing sector
Menentukan daya MS Rx
Menentukan MS Tx (menggunakan persamaan open loop)
Menentukan MS E
c
/ I
o

Menentukan daya sector Rx
Mendistribusikan traffik berdasarkan pada spesifikasi Er/km^2
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
83
Menghitung ROT pada sector
Menghitung ulang daya Tx BTS dengan mempertimbangkan beban
Menghitung ulang daya Rx Ms
Simulasi ini dilakukan secara iterasi
Input input utama dari perlengkapan ini adalah :
Model-model traffik
Data topografik
Lokasi-lokasi sel site
Jumlah dari sector
Ketinggian dan tipe-tipe antenna
Informasi demografi dan informasi gedung
Data vehicular (jumlah mobil)
Data komersial (jumlah orang dalam sebuah kantor atau area shoppng)
Data event-event tertentu (stadium atau convention center)
Wilayah cakupan
Data daerah
Data output yang dihasilkan dari perlengkapan ini adalah :
Individual Forward Traffic
Individual Reverse Traffic
Individual Forward Pilot (dBm, E
c
/ I
o
)
Best Server Traffic
Best Server Pilot
Kelas-kelas layanan
Kecepatan bit error
Jumlah dari server
Handoff (soft2, soft3, softer, soft softer)
Interferensi ko-channel
Interferensi adjacent channel
Interferensi total
Konflik pilot offset
Model propagasi yang sering digunakan adalah Model Hata-Okamura,
Lee, COST231, Walfish-Ikegami. Ada beberapa macam software planning tool
yang digunakan dalam membuat perencanaan jaringan telekomunikasi. Contoh
software planning tool yang sering digunakan adalah Planet (MSI), Planet DMS
(Marconi), Wizard (Agilent) dan masih banyak yang lain. Software ini sangat
membantu untuk melihat hasil simulasi coverage perencanaan yang sudah
dibuat. Dari software tersebut juga bisa dilihat besar co-channel dan adjacent
channel interference yang terjadi. Selain itu, dengan menggunakan software ini
maka bisa juga dolakukan perencanaan frekuensi dan kode tiap sel secara
otomatis.

Cara penggunan software planning tool adalah memasukkan parameter data
lokasi site dan informasi peta (kontur dan bangunan). Setelah itu hasil simulasi
bisa segera didapatkan. Pada prinsipnya alat bantu (software) ini bisa
Basic Knowledge PL 5 Planning and Design
84
mengestimasi dengan cukup akurat kuat sinyal pada bagian-bagian wilayah
perencanaan.

Contoh lengkap tentang network palnning tool ini adalah Planet DMS (Marconi).
Planet DMS dari Marconi merupakan tool untuk RF planning baik generasi 2G
(GSM, TDMA IS-136 dan IS-54), 2.5 G (HSCSD,GPRS,EDGE)dan 3G (CDMA
system).
Kemampuan Planet DMS meliputi hal-hal berikut:
Microcell modeling
Hierarchical cell layers
Frequency planning
Frequency hopping support
Handover analysis
Traffic analysis
Link budget for cell balancing
Packet-switched data modeling (GPRS and E/GPRS)
Modeling WAP, Internet dan I-mode
Comprehensive management dari traffic maps
Coding Scheme availability maps
Display routing area codes
Support untuk berbagai tipe peta pelanggan, carrier dan traffic
PN offset automatic planner
Monte Carlo analysis untuk coverage, capacity, call quality, forward dan
reverse link balancing, serta soft handoff gain
Karakteristik Propagasi termasuk reverse dan forward link coverage
areas, handoff regions, traffic demands dan level daya yang diperlukan
untuk pilot dan traffic channels
Flexible carrier allocation

Anda mungkin juga menyukai