Dragonizer Bimbingan dan Kaunseling Info Kaunseling & Kerjaya TEORI KECERDASAN PELBAGAI
BARU DIBUKA! Klik butang Like dan temui ribuan pengguna laman web ini.
Dragonize r
nota: Artikel di bawah akan diterjemah ke dalam Bahasa Melayu, apabila ada kelapangan. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------SRIWIJAYA POST Senin, 17 Februari 2003 http://www.indomedia.com/sripo [size=7]Biarkan Kecerdasan Linguistik Anak Berkembang[/size] TAK jarang kita dibuat terperangah oleh sikap seorang ibu, yang memarahi putra atau putrinya nan tengah berceloteh dengan manis. Lebih mengenaskan lagi, ada orangtua yang memarahi anak-anak mereka dengan mengatakan,Bicara pinter, tetapi matematika bodoh. Tampaknya orangtua tersebut tidak berbeda dengan kebanyakan orangtua lainnya, tidak tahu bahwa anaknya memiliki aspek Kecerdasan Linguistik yang menonjol. Tetapi mereka justru menganggap matematika sebagai tolok ukur kecerdasan anak-anak.
Umumnya para orangtua sangat sedih bila anak-anak mereka tidak mendapat nilai bagus untuk pelajaran matematika. Berbagai upaya dilakukan agar si anak menjadi pintar, termasuk dengan memaksa mereka mengikuti les matematika bahkan dengan menggaji guru privat. Para orangtua mestinya menyadari bahwa kecerdasan, menurut perkembangan teori terbaru, mempunyai sembilan aspek yang disebut dengan istilah Multiple Intelligences. Kesembilan aspek itu adalah Kecerdasan Linguistik, Kecerdasan Logika-Matematika, Kecerdasan Kinestetik, Kecerdasan Spasial (Ruang-Tempat), Kecerdasan Bermusik, Kecerdasan Interpersonal, Kecerdasan Intrapersonal, Kecerdasan Naturalis, dan Kecerdasan Moral. Setiap anak memiliki Multiple Intelligences (Kecerdaan Berganda) itu, tetapi pada masing-masing mereka ada aspek-aspek yang paling menonjol. Dari sini terlihat, anak yang mempunya Kecerdasan Linguistik atau Kemampuan Berbahasa lebih baik dari anak-anak lain, akan mendapat nilai tinggi untuk pelajaran bahasa. Artinya, ia memiliki Kecerdasan Linguistik di atas rata-rata. Ini prestasi bagus. Kecerdasan Linguistik sendiri adalah kemampuan berbicara, berbahasa, dan menggunakan kata-kata secara efektif. Setiap anak bahkan setiap orang memiliki kecerdasan linguistik berbeda-beda. Ada yang mampu berbicara dan menguasai bahasa dengan lebih mudah dibandingkan orang-orang lain, karena memiliki kecerdasan linguistik di atas rata-rata. Ciri-ciri anak dengan Kecerdasan Linguistik yang menonjol antara lain; Mempunyai keterampilan pendengaran sangat berkembang l Menikmati bermain-main dengan bahasa bunyi l Paling cepat belajar dengan menggunakan kata-kata, mendengar, atau melihatnya l Gemar membaca l Sibuk menulis cerita atau puisi l Suka bercerita atau mendongeng l Sangat mudah menghafal lirik lagu, kalimat ringkas. Dalam kehidupan, Kecerdasan Linguistik memberikan kemampuan dalam berbicara, mendengarkan, membaca berbagai simbol dan tanda, karya tulis mulai dari sebuah memo, koran, majalah, buku hingga karya sastra yang bermutu tinggi. Dalam hal menulis pun, orang dengan Kecerdasan Linguistik tinggi akan mampu membuat tulisan mulai dari menulis memo, kalimat pendek, pantun, puisi, ringkasan laporan hingga laporan yang butuh analisa lengkap. Di era modern ini, banyak orang memiliki Kecerdasan Linguistik yang menonjol menjadi seleberiti atau figur-figur publik yang sukses. Sebut saja di ataranya, Dr Andi Alfian Mallarangeng, yang di samping seorang ahli tata negara, juga merupakan pembicara sekaligus presenter hebat. Demikian pula dengan para penyiar, pengamat sosial, sekretaris, bahkan politisi. Para pakar kecerdasan menyarankan ibu-ibu merangsang Kecerdasan Linguistik anak-anak dengan;
Dragonize r
nota: Artikel di bawah akan diterjemah ke dalam Bahasa Melayu, apabila ada kelapangan. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------SUMBER: http://www.mail-archive.com/balitaanda@in...m/msg07186.html Untuk netters sekalian berikut ini saya coba untuk melengkapi makalah seminar yang dikirim oleh M'ba Rika yang hanya separuh. Semoga bermanfat untuk para netter sekalian. [size=7]"MEMPERSIAPKAN ANAK UNGGUL MILENIUM KE: III"[/size] OIeh Kak Seto
Pengantar Pada dasamya anak-anak sebagai generasi yang unggul tidak akan tumbuh dengan sendirinya. Mereka sungguh memerlukan Iingkungan yang
Dragonize r
nota: Artikel di bawah akan diterjemah ke dalam Bahasa Melayu, apabila ada kelapangan. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------KOMPAS CYBER MEDIA Selasa, 6 Agustus 2002 http://www.kompas.com/kompas-cetak/ [size=7]Kecerdasan Intelektual Tak Cuma Logika dan Bahasa[/size]
Yogyakarta, Kompas -Praktisi pendidikan anak Dr Seto Mulyadi menilai, sistem pendidikan nasional yang mengukur tingkat kecerdasan anak didik semata-mata pada kemampuan logika (matematis) dan bahasa perlu direvisi. Kecerdasan intelektual tidak hanya mencakup dua parameter itu, tetapi juga bisa dilihat dari aspek kinetis, musikal, visual spasial, interpersona, intrapersona, serta naturalis. Seto Mulyadi mengutarakan itu saat berbincang-bincang dengan pers
di Yogyakarta, pekan lalu. Mantan pembawa cara anak-anak di TVRIlalu ia pun lebih akrab disapa Kak Seto-itu berada di Yogyakarta dalam rangka merintis pembukaan cabang Kelompok Bermain "Si Komo", taman bermain yang dikelolanya di Jakarta selama ini. "Begitu banyak orang-orang unggul tidak terpantau kecerdasannyabahkan dianggap bodoh-hanya karena tidak mahir pelajaran matematika yang mengandalkan logika atau bahasa yang mengandalkan kemampuan berbicara. Selama sistem pendidikan nasional kita masih mengukur kecerdasan anak dengan dua parameter itu, selama itu pula kita memasung kreativitas anak," katanya. Ditegaskan, ada banyak parameter lain yang hendaknya juga menjadi acuan dalam mengukur kecerdasan intelektual anak. Kecerdasan kinetis, misalnya, bisa dilihat dari kemampuan anak melakukan gerakan-gerakan olahraga yang memungkinkan anak bersangkutan berprestasi di bidang olahraga. Ada juga kecerdasan musikal, yang ditandai dengan kemampuannya memainkan alat musik dan menyanyi. Selanjutnya, kecerdasan visual spasial, ditandai dengan kemampuan mendesain ruangan, busana, rambut dan sebagainya. Ada pula kecerdasan interpersona. Ini ditandai dengan kemampuan seorang anak mempengaruhi orang lain, seperti ahli organisasi, ahli memimpin, politikus, pedagang, dan semacamnya. Sebaliknya, ada juga kecerdasan intrapersona, yang diukur dari kemampuan seorang anak mengendalikan emosi jiwanya, serta memotivasi dirinya sendiri untuk berbuat lebih baik. "Ada juga kecerdasan yang sifatnya diukur dari kemampuan bergaul dan memahami alam. Namanya kecerdasan naturalis, seperti Ully Sigar yang mampu menangkap gejala alam untuk dijadikan lagu," papar Seto Mulyadi. Kekeliruan besar Jadi, tambahnya, keliru besar jika setiap masa kenaikan kelas prestasi anak didik hanya diukur dari kemampuan matematis dan bahasa. Begitu banyak aspek yang mestinya jadi penentu. "Kalau kita terus menganut paradigma yang sempit, ibaratnya kita mengukur jarak Yogya-Solo dengan satuan kilogram. Menggunakan pengukuran yang salah, berarti kita bergelimang dengan kerancuan," paparnya. Menurut Seto, akibat kerancuan yang dianut selama ini, anak didik cenderung berpikir seperti robot, apalagi jika kondisi sekolahnya tidak menyenangkan bagi anak untuk bermain. Anak cenderung menjadi pemikir pasif, yakni berpikir dengan pola menghafal. Pola berpikir ini tingkatannya tergolong paling rendah karena tidak kritis. "Dari dulu mereka cuma bisa menghafal masa Perang Diponegoro tahun 1825-1830, tanpa berupaya membandingkannya dengan Perang Imam Bonjol. Mereka cuma diminta menghafal bahwa kambing kakinya empat, tanpa diarahkan mencari persamaan dan perbedaannya dengan ayam," kata Seto seraya menambahkan bahwa
Dragonize r
nota: Artikel di bawah akan diterjemah ke dalam Bahasa Melayu, apabila ada kelapangan. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Tak Ada Anak Bodoh atau Pintar [size=7]Kembangkan Kreativitas dan Kemampuan Anak[/size] SUMBER: http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/
BANDUNG, (PR).Tidak ada anak yang bodoh, hal ini perlu dipahami oleh semua orang. Saat ini, masih banyak orang yang berpendapat ada anak bodoh dan anak pintar, padahal setiap anak pasti mempunyai satu kemampuan. Dengan begitu, yang terpenting bagaimana mengembangkan kemampuan yang dimiliki anak tersebut. "Dalam ilmu pengetahuan modern, tidak ada istilah anak bodoh. Yang ada, anak yang belum dijuruskan kepada kreativitas yang dimilikinya. Hal ini perlu dipahami, karena masih banyak orang yang berpendapat ada anak bodoh dan anak pintar," ungkap Direktur Perguruan Darul Hikam, Drs.H. Djadja Djahari, M.Pd. Ia mengatakan hal tersebut kepada "PR", seusai memberikan sambutan pada Lomba Kreativitas Anak Indonesia, belum lama ini, di halaman barat Gedung Sate Bandung. Kreativitas tersebut, lanjut Djadja, oleh Thomas Amstrong disebut sebagai delapan kecerdasan anak. Kecerdasan itu meliputi kecerdasan matematika - logika, kecerdasan bahasa (linguistik), kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis "Setiap anak pasti memiliki satu dari delapan kecerdasan itu. Namun, tidak tertutup kemungkinan, seorang anak bisa saja memiliki lebih dari satu kecerdasan. Misalnya seorang wartawan, karena memiliki kemampuan linguistiknya, maka bisa dikatakan mempunyai kecerdasan linguistik. Sebab, tidak semua orang bisa menjadi seorang wartawan. Namun, wartawan sendiri belum tentu ia bisa menari, atau membuat desain. Jadi bisa dikatakan, seseorang hanya memiliki satu kemampuan,"
Dragonize r
nota: Artikel di bawah akan diterjemah ke dalam Bahasa Melayu, apabila ada kelapangan. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------[size=7]Sistem Penjurusan di SMU, tidak Maksimalkan Potensi Siswa[/size] Oleh TUSSIE AYU RIEKASAPTI http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/ ADA hal yang harus kita kritisi dalam pendidikan di Indonesia, yaitu sistem penjurusan di SMU. Saya merasakan sendiri, betapa kurikulum 1994 begitu memberatkan siswanya, terutama sistem penjurusannya yang saya nilai tidak efektif. Pada kurikulum 1994, siswa SMU memasuki jurusan pada kelas tiga, sesuai dengan nilai-nilai yang diperolehnya selama kelas dua (bukan berdasarkan minat). Ada tiga jurusan yang dapat menjadi pilihan siswa, yaitu IPA, IPS dan bahasa. Namun sebagian sekolah hanya memiliki jurusan IPA dan IPS, karena kurangnya tenaga guru bahasa asing. Saya adalah siswa IPS, dan saya ingat benar, IPA adalah jurusan favorit. Sehingga stereotipe siswa IPA adalah siswa-siswa pintar. Sedangkan stereotipe siswa IPS adalah siswa bodoh dan malas, sehingga ketika pertama kali saya masuk kelas tiga, yang pertama kali