Anda di halaman 1dari 12

Skenario 2

Mekanisme miksi: Peregangan otot di vesika (M. Detrussor urine) urinaria saat terisi urine-> impuls afferent menuju ke N. Sphlancnicus pelvicus dan masuk ke segmen sacralis 2-4 medula spinalis-> impuls efferent segmen sacralis 2-4 medula spinalis menuju serabut saraf preganglioner parasimpatis (N.sphlancnicus pelvicus dan plexus hypogastricus inferior), menuju dinding vesika urinaria-> kontraksi m. Detrusor urine dan relaksasi m. Sphincter vesicae& relaksasi musculus sphincter urethrae yang dihasilkan melalui impuls efferent N.pudendus. Penghambatan: oleh cortex cerebri, Serabut penghambatan berjalan bersama tractus corticospinalis-> segmen sacralis 2-4 medula spinalis->kontraksi m. Sphicter urethrae. (volunter) Pada dasarnya proses berkemih dapat dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase penyimpanan dan fase pengosongan. Fase penyimpanan ialai fase di mana kandung kemih terisi oleh urin hingga mencapai nilai ambang batas. Setelah nilai ambang tersebut dicapai, maka akan masuk ke dalam fase kedua yaitu fase pengosongan atau disebut dengan refleks mikturisi. Refleks ini dikendalikan oleh sistem saraf otonom tetapi dapat dihambat atau difasilitasi oleh pusat-pusat saraf di korteks serebri atau batang otak. Kedua proses tersebut melibatkan struktur dan fungsi komponen saluran kemih bawah, kognitif, fisik, motivasi dan lingkungan. Persarafan kandung kemih dikendalikan oleh saraf-saraf pelvis, berhubungan dengan pleksus sakralis terutama segmen S-2 dan S-3. Perjalanan impuls melalui dua jalur, sensorik dan motorik. Peregangan yang terjadi pada dinding kandung kemih akan dibawa oleh saraf sensorik kemudian diteruskan ke pusat saraf kortikal dan subkortikal. Pusat saraf subkortikal menyebabkan dinding kandung kemih semakin meregang sehingga menunda desakan untuk segera berkemih. Sedangkan, pusat saraf kortikal akan memperlambat produksi urin. Sehingga, proses berkemih dapat ditunda. Gangguan pada pusat saraf tersebut menurunkan kemampuan seseorang untuk menunda berkemih. Proses berkemih akan terjadi bila otot destrusor kandung kemih berkontraksi. Kontraksi ini disebabkan oleh aktivitas saraf parasimpatis yang dibawa oleh saraf-saraf motorik pelvis. Sedangkan pada fase pengisian, saraf simpatis akan menghambat kerja parasimpatis dan dinding kandung kemih. Mekanisme berkemih pada usia dewasa dan usia lanjut tidak jauh berbeda. Hanya saja, akibat proses penuaan, fungsi dan fisiologis berkemih mengalami penurunan. Pada usia

tua terjadi penurunan kadar hormon estrogen pada wanita dan androgen pada pria. Akibatnya, terjadi perubahan anatomis dan fisiologis termasuk pada struktur saluran kemih. Misalnya, penurunan elastisitas pada otot polos uretra sehingga menurunkan tekanan penutupan uretra dan tekanan outflow. Melemahnya otot dasar panggul yang berperan dalam mempertahankan tekanan abdomen dan dinamika miksi menyebabkan prolapsnya kandung kemih dan melemahnya tekanan akhiran pengeluaran urin.

Mekanisme defekasi:

Seperti halnya berkemih, proses defekasi juga melibatkan koordinasi dari sistem saraf, otot dan kesadaran. Ketika feses sampai di rektum akan memberikan respon keinginan untuk defekasi. Reaksi ini diawali dengan perangsangan pada saraf enterik setempat. Kemudian impuls akan disebarkan oleh pleksus mienterikus sehingga terjadi gerakan pendorongan feses. Penghambatan oleh pleksus mienterikus terhadap sfingter ani internus akan menyebabkan sfingter berelaksasi. Dan jika, sfingter ani eksternus yang dipersarafi oleh nervus pudendus secara sadar berelaksasi maka akan terjadi defekasi. Selain itu, kontraksi otot-otot abdomen juga akan membantu mendorong feses ke rektum dan secara bersamaan juga menyebabkan otot dasar pelvis berelaksasi ke bawah dan menarik cincin anus keluar untuk mengeluarkan feses.

GANGGUAN TIDUR PADA LANSIA Gangguan tidur-bangun dapat disebabkan oleh perubahan fisiologis pada proses penuaan normal. Riwayat masalah tidur, higiene tidur, riwayat obat yang digunakan, laporan pasangan, catatan tidur, serta polisomnogram malam hari perlu dievaluasi pada lansia yang mengeluh gangguan tidur. Keluhan gangguan tidur yang sering diutarakan oleh lansia yaitu insomnia, gangguan ritme tidur,dan apnea tidur. Pola tidur-bangun berubah sesuai dengan bertambahnya umur. Pada masa neonatus sekitar 50% waktu tidur total adalah tidur REM. Lama tidur sekitar 18 jam. Pada usia satu tahun lama tidur sekitar 13 jam dan 30% adalah tidur REM. Waktu tidur menurun dengan tajam setelah itu. Dewasa muda membutuhkan waktu tidur 7-8 jam dengan NREM 75% dan REM 25%. Kebutuhan ini menetap sampai batas lansia. Lansia menghabiskan waktunya lebih banyak di tempat tidur, mudah jatuh tidur, tetapi juga mudah terbangun dari tidurnya. Perubahan yang sangat menonjol yaitu terjadi pengurangan pada gelombang lambat, terutama stadium 4, gelombang alfa menurun, dan

meningkatnya frekuensi terbangun di malam hari atau meningkatnya fragmentasi tidur karena seringnya terbangun. Gangguan juga terjadi pada dalamnya tidur sehingga lansia sangat sensitif terhadap stimulus lingkungan. Selama tidur malam, seorang dewasa muda normal akan terbangun sekitar 2-4 kali. Tidak begitu halnya dengan lansia, ia lebih sering terbangun. Walaupun demikian, rata-rata waktu tidur total lansia hampir sama dengan dewasa muda. Ritmik sirkadian tidur-bangun lansia juga sering terganggu. Jam biologik lansia lebih pendek dan fase tidurnya lebih maju. Seringnya terbangun pada malam hari menyebabkan keletihan, mengantuk, dan mudah jatuh tidur pada siang hari. Dengan perkataan lain, bertambahnya umur juga dikaitkan dengan kecenderungan untuk tidur dan bangun lebih awal. Toleransi terhadap fase atau jadual tidur-bangun menurun, misalnya sangat rentan dengan perpindahan jam kerja. Adanya gangguan ritmik sirkadian tidur juga berpengaruh terhadap kadar hormon yaitu terjadi penurunan sekresi hormon pertumbuhan, prolaktin, tiroid, dan kortisol pada lansia. Hormon-hormon ini dikeluarkan selama tidur dalam. Sekresi melatonin juga berkurang. Melatonin berfungsi mengontrol sirkadian tidur. Sekresinya terutama pada malam hari. Apabila terpajan dengan cahaya terang, sekresi melatonin akan berkurang Macam-Macam Gangguan Tidur A. Gangguan tidur primer Gangguan tidur primer adalah gangguan tidur yang bukan disebabkan oleh gangguan mental lain, kondisi medik umum atau zat. Gangguan tidur ini dibagi dua yaitu disomnia dan parasomnia. Disomnia ditandai dengan gangguan pada jumlah, kualitas, dan waktu tidur. Parasomnia dikaitkan dengan perilaku tidur atau peristiwa fisiologis yang dikaitkan dengan tidur, stadium tidur tertentu atau perpindahan tidur-bangun. Disomnia terdiri dari insomnia primer, hipersomnia primer, narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan, gangguan ritmik sirkadian tidur, dan disomnia yang tidak dapat diklasifikasikan. Parasomnia terdiri dari gangguan mimpi buruk, gangguan teror tidur, berjalan saat tidur, dan parasomnia yang tidak dapat diklasifikasikan. B. Gangguan tidur terkait gangguan mental lain Gangguan tidur terkait gangguan mental lain dapat diartikan sebagai terdapatnya keluhan gangguan tidur yang menonjol yang diakibatkan oleh gangguan mental lain tetapi tidak memenuhi syarat untuk ditegakkan sebagai gangguan tidur tersendiri. Gangguan tidur ini terdiri dari: Insomnia terkait aksis I atau II dan Hipersomnia terkait aksis I atau II. Gangguan cemas dan depresi merupakan gangguan mood yang menyebabkan gangguan tidur. Pada depresi terjadi gangguan pada setiap stadium siklus tidur. Efisiensi tidurnya buruk, tidur gelombang pendek menurun, latensi REM juga turun, serta peningkatan aktivitas REM.

Lansia dengan keluhan insomnia harus dipikir kemungkinan adanya depresi atau ansietas. Penderita depresi dapat mengalami gangguan kontinuitas tidur; episode tidur REMnya lebih awal daripada orang normal. Akibatnya, terbangun lebih awal, tidak merasa segar di pagi hari, dan mengantuk di siang hari. Sekitar 40% penderita lansia depresi mengalami gangguan tidur. Keluhan tidur dapat pula memprediksi akan terjadinya depresi pada lansia. Gangguan tidur sering ditemukan pada demensia. Berjalan saat tidur di malam hari sering ditemukan pada delirium, meski ada siang hari pasien terlihat normal. Pasien Alzheimer sering terbangun dan durasi bangunnya lebih lama. Tidur REM dan gelombang lambat meningkat C. Gangguan akibat kondisi medik umum Gangguan tidur akibat kondisi medik umum merupakan adanya keluhan gangguan tidur yang menonjol diakibatkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medik umum terhadap siklus tidur-bangun. Beberapa kondisi umum yang menimbulkan keluhan gangguan tidur: 1. Penyakit Kardiovaskuler Pasien angina dapat menderita insomnia akibat serangan angina di malam hari. Begitu pula pasien pasca infark jantung dan pasca bedah jantung sering mengeluh insomnia. Beberapa pasien pasca infark jantung yang diobati dengan benzodiazepin dapat mengalami apnea tidur berulang dengan durasi pendek. Selain itu, pasien gagal jantung kronik dapat pula mengalami apnea pernafasan yang sangat berat saat berbaring. Tekanan darah secara normal menurun ketika tidur dan meningkat ketika bangun. Kejadian kardiovaskuler mengikuti pola sirkadian yaitu gangguannya sering terjadi antara pukul 6-11 pagi. Aritmia juga berkaitan dengan tidurbangun. Takikardia ventrikel sering terjadi antara pukul 4 dan 9 pagi. Pasien stroke akut dapat mengalami gangguan tidur baik insomnia atau hipersomnia. Sering terbangun setelah onset tidur dikaitkan dengan buruknya keluaran stroke. Pasien stroke sering terbangun di malam hari. Nyeri kepala sering terjadi saat tidur - biasanya tidur REM, dapat menginterupsi tidur. 2. Penyakit Paru Pasien penyakit paru obstruktif kronik sering terbangun dan mengalami penurunan efisiensi tidur, juga lebih berisiko untuk apnea tidur; penggunaan triazolam 0,25 mg malam hari cukup aman. Selain itu, penyakit asma dan hipoventilasi juga dapat menyebabkan sindrom apnea tidur obstruktif. Insomnia juga sering pada penderita asma; sekitar 60%-70% lansia terbangun tengah malam karena serangan asmanya. Obat seperti xanthine, beta adrenergik, dan steroid sistemik yang digunakan untuk asma atau penyakit paru obstruktif kronik dapat pula menyebabkan insomnia. Bila pasien mengeluh gangguan tidur pertimbangkan kemungkinan apnea tidur. Dengkuran dapat menunjukkan adanya apnea tidur. 3. Gangguan Neurodegeneratif Sekitar 30% pasien Alzheimer mengalami gangguan tidur seperti kurang tidur, sering terbangun, bingung atau berjalan saat tidur, dan mengantuk di siang hari. Insomnia yang terjadi dikaitkan dengan perubahan pola tidur siang-malam yang biasanya terjadi pada awal penyakit. Agitasi nokturnal juga bisa menyebabkan insomnia. Agitasi nokturnal dan insomnia sering menjadi alasan penderita dibawa ke rumah sakit. Penderita Alzheimer yang gangguan tidurnya lebih berat dapat mengalami penurunan kognitif lebih cepat. Mereka lebih sensitif terhadap efek samping obat yang diresepkan untuk

Gangguan tidur dapat pula terjadi pada penyakit Parkinson. Gangguan tidur pada pasien ini dikaitkan dengan nokturia, nyeri, kekakuan, sulit membalikkan tubuh di tempat tidur, dan dapat pula akibat terapi levodopa dan bromocriptine.Gangguan degeneratif lain seperti Huntington atau penyakit lain yang menimbulkan mioklonus dan khorea dapat menimbulkan insomnia. 4. Penyakit endokrin Hipertiroidisme sering menimbulkan insomnia. Walaupun demikian, insomnia kadangkadang dapat pula ditemukan pada penderita hipotiroidisme. Gangguan tidur kronik dapat mengganggu regulasi glukosa. Sebaliknya, diabetes melitus dapat pula menimbulkan insomnia. Hipoglikemia nokturnal dan nokturia atau penurunan glukosa dapat meningkatkan rasa kantuk. Kurang tidur merupakan sinyal untuk meningkatkan makan. Kualitas tidur lansia penderita diabetes lebih buruk daripada yang tidak menderita diabetes. 5. Penyakit kanker mengalami insomnia 6. Penyakit saluran pencernaan Ulkus peptikum, hernia hiatus, refleks gastroesofagus, atau kolitis dapat menimbulkan insomnia. Hal ini dikaitkan dengan adanya nyeri nokturnal. Pasien gagal hepar juga dapat mengalami insomnia. Insomnia memburuk bila penyakit heparnya progresif. Ensefalopati hepatik ringan juga dapat menimbulkan insomnia. Pembatasan protein bermanfaat secara klinik. Tidur dapat pula terganggu karena diuresis nokturnal; gangguan jalan nafas dan refluks gastroesofagus dapat menyebabkan bronkospasme akut sehingga mengganggu tidur. 7. Penyakit Muskuloskeletal Tidur sering terganggu akibat artritis, rematik, dan sindrom nyeri lainnya. Terapi yang sesuai dapat memperbaiki tidur (misalnya, analgesik untuk nyeri). Pasien sindrom

fibromialgia sering mengeluh gangguan tidur. Gangguan tidur yang sering terjadi yaitu RLS. D. Gangguan tidur akibat zat Gangguan tidur akibat zat yaitu adanya keluhan tidur yang menonjol akibat sedang menggunakan atau menghentikan penggunaan zat (termasuk medikasi). Penilaian sistematik terhadap seseorang yang mengalami keluhan tidur seperti evaluasi bentuk gangguan tidur yang spesifik, gangguan mental saat ini, kondisi medik umum, dan zat atau medikasi yang digunakan, perlu dilakukan. Penatalaksanaan Langkah pertama untuk mengatasi insomnia sekunder terhadap gangguan medik atau psikiatrik adalah mengoptimalkan terapi terhadap penyakit yang mendasarinya. Cara farmakologik dan nonfarmakologik diperlukan untuk terapi gangguan tidur baik primer maupun sekunder. 1. Terapi Farmakologis Terapi farmakologik yang sering digunakan adalah Benzodiazepin tetap sebagai pilihan utama mengatasi insomnia primer dan sekunder. Kloralhidrat dapat pula bermanfaat dan cenderung tidak disalahgunakan. Antihistamin, precursor protein seperti l-triptofan yang saat ini tersedia dalam bentuk suplemen juga dapat digunakan. Penggunaan jangka panjang obat hipnotik tidak dianjurkan. Obat hipnotik hendaklah digunakan dalam waktu terbatas atau untuk mengatasi insomnia jangka pendek. Dosis harus kecil dan durasi pemberian harus

singkat. Benzodiazepin dapat direkomendasikan untuk dua atau tiga hari dan dapat diulang tidak lebih dari tiga kali. Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan masalah tidur atau dapat menutupi penyakit yang mendasari. Penggunaan benzodiazepin harus hati-hati pada pasien penyakit paru obstruktif kronik, obesitas, gangguan jantung dengan hipoventilasi. Benzodiazepin dapat mengganggu ventilasi pada apnea tidur. Efek samping berupa penurunan kognitif dan terjatuh akibat gangguan koordinasi motorik sering ditemukan. Oleh karena itu, penggunaan benzodiazepin pada lansia harus hati-hati dan dosisnya serendah mungkin. Benzodiazepin dengan waktu paruh pendek (triazolam dan zolpidem) merupakan obat pilihan untuk membantu orang-orang yang sulit masuk tidur. Sebaliknya, obat yang waktu paruhnya panjang (estazolam, temazepam, dan lorazepam) berguna untuk penderita yang mengalami interupsi tidur. Benzodiazepin yang kerjanya lebih panjang dapat memperbaiki anksietas di siang hari dan insomnia di malam hari. Sebagian obat golongan benzodiazepin dimetabolisme di hepar. Oleh karena itu, pemberian obat-obat yang menghambat oksidasi sitokrom (seperti simetidin, estrogen, INH eritromisin, dan fluoxetine) dapat menyebabkan sedasi berlebihan di siang hari. Triazolam tidak menyebabkan gangguan respirasi pada pasien COPD ringan-sedang yang mengalami insomnia. Neuroleptik dapat digunakan untuk insomnia sekunder terhadap delirium pada lansia. Dosis rendah-sedang benzodiazepin seperti lorazepam digunakan untuk memperkuat efek neuroleptik terhadap tidur. Antidepresan bersifat sedatif seperti trazodone dapat diberikan bersamaan dengan benzodiazepin pada awal malam. Antidepresan kadang-kadang dapat memperburuk gangguan gerakan terkait tidur (RLS). Mirtazapine merupakan antidepresan baru golongan noradrenergic and specific serotonin antidepressant (NaSSA). Ia dapat memperpendek onset tidur, stadium 1 berkurang, dan meningkatkan dalamnya tidur. Latensi REM, total waktu tidur, kontinuitas tidur, serta efisiensi tidur meningkat pada pemberian mirtazapine. Obat ini efektif untuk penderita depresi dengan insomnia tidur. Tidak dianjurkan menggunakan imipramin, desipramin, dan monoamin oksidase inhibitor pada lansia karena dapat menstimulasi insomnia. Lithium dapat menganggu kontinuitas tidur akibat efek samping poliuria. Khloralhidrat dan barbiturat jarang digunakan karena cenderung menekan pernafasan. Antihistamin dan difenhidramin bermanfaat untuk beberapa pasien tapi penggunaannya harus hati-hati karena dapat menginduksi delirium Melatonin merupakan hormon yang disekresikan oleh glandula pineal. Ia berperan mengatur siklus tidur. Efek hipnotiknya terlihat pada pasien gangguan tidur primer. Ia juga memperbaiki tidur pada penderita depresi mayor. Melatonin juga dapat memperbaiki tidur, tanpa efek samping, pada lansia dengan insomnia. Melatonin dapat ditambahkan ke dalam makanan. 2. Non farmakologik a. Penerapan Higene tidur yang baik: Bangun pada waktu yang sama setiap hari Batasi waktu di tempat tidur setiap hari pada jumlah yang sama sebelum terjadinya gangguan tidur

Hentikan obat yang bekerja pada SSP (kafein, nikotin, alcohol, stimulan) Hindari tidur sekejap di siang hari (kecuali jika kartu tidur menunjukkan hal itu menyebabkan tidur malam yang lebih baik) Dapatkan kebugaran fisik dengan program olahraga yang rajin dan bertahap di pagi hari Hindari stimulasi malam hari, gantikan televise dengan radio atau bacaaan santai Coba berendam dalam air hangat selama 20 menit untuk menaikan temperatur tubuh dekat dengan waktu tidur Makan pada waktu yang teratur setiap hari; hindari makan besar dalam jumlah besar sebelum tidur Lakukan rutinitas relaksasi malam seperti relaksasi otot progreif atau meditasi b. Terapi pengontrolan stimulus Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah yang sering dikaitkan dengan kesulitan memulai atau jatuh tidur. Terapi ini membantu mengurangi faktor primer dan reaktif yang sering ditemukan pada insomnia. c. Sleep Restriction Therapy Membatasi waktu di tempat tidur dapat membantu mengkonsolidasikan tidur. Terapi ini bermanfaat untuk pasien yang berbaring di tempat tidur tanpa bisa tertidur. Tidur di siang hari harus dihindari dan pada lansia hanya diperbolehkan sekitar 30 menit. Bila efisiensi tidur pasien mencapai 85%, waktu di tempat tidurnya ditambah 15 menit. Terapi pembatasan tidur berangsur-angsur, dapat mengurangi frekuensi dan durasi terbangun malam hari. d. Terapi relaksasi dan biofeedback Terapi ini harus dilakukan dan dipelajari dengan baik. Menghipnosis diri sendiri, relaksasi progresif, dan latihan nafas dalam sehingga terjadi keadaan relaks cukup efektif untuk memperbaiki tidur. Pasien membutuhkan latihan yang cukup dan serius. Biofeedback yaitu memberikan umpan-balik perubahan fisiologik yang terjadi setelah relaksasi. Umpan balik ini dapat meningkatkan kesadaran diri pasien tentang perbaikan yang didapat. Teknik ini dapat dikombinasi dengan higene tidur dan terapi pengontrolon tidur. 3. Terapi apnea tidur obstruktif Apnea tidur obstruktif dapat diatasi dengan menghindari tidur telentang, menggunakan perangkat gigi (dental appliance), menurunkan berat badan, menghindari obatobat yang menekan jalan nafas, menggunakan stimulansia pernafasan seperti acetazolamide, nasal continuous positive airway pressure (NCPAP), upper airway surgery (UAS). Nasal continuous positive airway pressure ditoleransi baik oleh sebagian besar pasien. Metode ini dapat memperbaiki tidur pasien di malam hari, rasa mengantuk di siang hari, dan keletihan serta perbaikan fungsi kognitif. Uvulopalatopharyngeoplasty (UPP) merupakan salah satu teknik pembedahan yang digunakan untuk terapi apnea tidur. Efikasi metode ini kurang. Trakeostomi juga merupakan pilihan terapi untuk apnea tidur berat. Penggunaan kedua bentuk terapi bedah ini sangat terbatas karena risiko morbiditas dan mortalitas. Keputusan untuk mengobati apnea tidur

didasarkan atas frekuensi dan beratnya gangguan tidur, beratnya derajat kantuk di siang hari, dan akibat medik yang ditimbulkannya (abnormalitas kardiorespirasi).
Orang usia lanjut membutuhkan waktu lebih lama untuk masuk tidur (berbaring lama di tempat tidur sebelum masuk tidur) dan mempunyai lebih sedikit waktu tidur nyenyaknya. Secara luas gangguan tidur pada usia lanjut dapat dibagi menjadi : kesulitan masuk tidur (sleep onset problems), kesulitan mempertahankan tidur nyenyak (deep maintenance problem), bangun terlalu pagi (early morning awakening).Pada usia lanjut juga terjadi perubahan irama sirkadian tidur normal yaitu menjadi kurang sensitive dengan perubahan gelap dan terang. Pada usia lanjut, ekskresi kortisol dan GH serta perubahan temperature tubuh berfluktuasi dan kurang menonjol. Melatonin, hormone yang diekskresi malam hari dan berhubungan dengan tidur, menurun dengan meningkatnya umur. Pada insomnia sementara, misalnya dalam keadaan stress ringan (jet lag) dapat digunakan hipnotik dengan waktu paruh singkat, kecuali bila ada kebutuhan sedasi siang hari. Pada insomnia jangka pendek, misalnya terjadi kesedihan yang dalam, sakit yang singkat. Pikiran yang risau, benzodiazepine dapat bermanfaat. Pengobatan dimulai dengan dosis kecil kemudian dinakkan bertahap bila diperlukan. Pemberian obat harus dihentikan 1 / 2 malam setelah tidur lelap dapat dicapai dan pemberian lebih dari 3 minggu terus menerus tidak dibenarkan. Penghentian harus dilakukan bertahap

Obat insomnia A. Obat sedatif-hipnotik 1. Golongan benzodiazepine Efek benzodiazepin hampir semua merupakan hasil kerja golongan ini pada system saraf pusat dengan efek utama : sedasi, hypnosis, pengurangan rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot dan antikonvulsi. Kerja benzodiazepine terutama merupakan postensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator yang akan menyebabkan pembukaan kanal Cl-. Membran sel yang akan menjadi permeable terhadap ion klorida sehingga memungkinkan masuknya ion klorida, meningkatkan potensial elektrik sepanjang membrane sel dan menyebabkan sel sukar tereksitasi. Efek samping yang relatif umum terjadi adalah lemah badan, sakit kepala, pandangan kabur, vertigo, mual dan muntah, diare, sakit epigastrik, sakit sendi, sakit dada dan dapat terjadi inkontinensia. Golongan Benzodiazepin

a. Diazepam, klordiazepoksid, klorazepat, halazepam, prazepam, lorazepam, flurazepam, oksazepam, nitrazepam, bromazepam, temazepam, estazolam, triazolam, midazolam & alprazolam. b. Obat pelemas otot c. Obat antikonvulsi d. Obat anti ansietas e. Obat sedatif hipnotik f. Long acting : flurazepam g. Intermediate acting : temazepam, lorazepam _ Short acting : triazolam, estazolam 2. Golongan barbiturate Barbiturat telah banyak digantikan oleh benzodiazepin sebagai hipnotik dan sedatif karena lebih aman. Pada susunan saraf pusat. Efek utama barbiturat adalah depresi SSP mulai sedasi sampai dengan kematian. Golongan Barbiturat a. Amobarbital, aprobarbital, barbital,butabarbital, heksobarbital, kemital, fenobarbital, sekobarbital, tiopental, mefobarbital, pentobarbital. b. Obat sedatif hipnotik: - Long acting (6 jam) : fenobarbital - Short acting (3 jam) : amobarbital, pentobarbital dan sekobarbital.

3. Lain-lain: Kloralhidrat, Paraldehid, Antihistamin (difenhidramin, doksilamin), obat baru (zolpidem, zaleplon, zolpiklon). B. Mekanisme Kerja Obat anti-insomnia bekerja pada reseptor BZ1 di susunan saraf pusat yang berperan dalam memperantarai proses tidur.

C. Efek Samping 1. Hipersomnia 2. Depresi napas 3. Alergi 4. Withdrawal syndrome 5. Rebound anxiety & rebound REM _ short acting > intermediate acting 6. Hangover (day time sleepiness) _ long acting 7. Menembus sawar janin _ efek (+) pada janin D. Masalah 1. Toleransi 2. Ketergantungan fisik & psikis 3. Penyalahgunaan obat 4. Toleransi silang terhadap alcohol

E. Cara Penggunaan 1. Dosis anjuran untuk pemberian tunggal 15-30 menit sebelum tidur. 2. Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat. 3. Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-lahan untuk menghidari oversedation dan intoksikasi. 4. Lama pemberian tidak lebih dari 2 minggu agar risiko ketergantungan kecil. F. Kontra indikasi 1. Sleep apnoe syndrome 2. Congestive heart failure 3. Chronic respiratory disease 4. Wanita hamil dan menyusui G. Dosis
No 1. Nama Generik Nitrazepam Golongan Benzodiazepin Sediaan Tab 5 mg Dosis Dewasa 2 tab Lansia 1 tab Dewasa 2 tab Lansia 1 tab Dewasa 2 tab Lansia 1 tab 1-2 mg/malam

2.

Triazolam

Benzodiazepin

Tab 0,125 mg Tab 0,250 mg

3.

Estazolam

Benzodiazepin

Tab 1 mg Tab 2mg Soft cap 500 mg 1-2 cap

4.

Chloral hydrate

NonBenzodiazepin

15-30 menit sebelum tidur

Perubahan Emosi pada Lansia

INDEKS ADL BARTHEL Indeks ADL Barthel adalah suatu penilaian fungsional tubuh dengan

menggunakan klasifikasi standard untuk mengukur ketrampilan, seperti activities of daily living dan mobilitas harian. Tujuan dari tes ini adalah untuk mengetahui kemampuan pasien dengan kelainan neuromuscular maupun musculoskeletal (khususnya pada post stroke) dalam merawat dirinya sendiri dan dengan mengulang tes ini secara rutin dapat dinilai peningkatannya. Tes ini menggunakan 10 indikator, yaitu : 1. Makan (feeding) 0 = unable

1 = butuh bantuan memotong, mengoles mentega, atau membutuhkan modifikasi diet 2 = independen 2. Mandi (bathing) 0 = dependen 1 = independen (atau menggunakan shower) 3. Perawatan diri (grooming) 0 = membutuhkan bantuan untuk perawatan diri 1 = independen dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan bercukur 4. Berpakaian (dressing) 0 = dependen 1 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan sebagian pekerjaan sendiri 2 = independen (termasuk mengancingkan resleting, menalikan pita, dan sebagainya 5. Buang air kecil (bowel) 0 = inkontinensia 1 = occasional accident 2 = kontinensia 6. Buang air besar (bladder) 0 = inkontinensia 1 = occasional accident 2 = kontinensia 7. Penggunaan toilet 0 = dependen 1 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal sendiri 2 = independen 8. Transfer 0 = unable, tidak ada keseimbangan duduk 1 = butuh bantuan besar (satu atau dua orang, fisik) tapi dapat duduk 2 = bantuan kecil (verbal atau fisik) 3 = independen 9. Mobilitas 0 = immobile 1 = menggunakan wheel chair

2 = berjalan dengan bantuan satu orang 3 = independen (tapi dapat menggunakan alat bantu apapun, tongkat) 10. Menaiki tangga 0 = unable 1 = membutuhkan bantuan (verbal, fisik, alat bantu) 2 = independen Interpretasi hasil : 20 : mandiri 12-19 9-11 : ketergantungan ringan : ketergantungan sedang

5-8 : ketergantungan berat 0-4 : ketergantungan total

Anda mungkin juga menyukai