Anda di halaman 1dari 8

KOMPONEN TRANSPORTASI PERKOTAAN

PEJALAN KAKI

Urban Mobility for Indonesia

D-2

2. Pejalan Kaki Setiap orang termasuk penduduk Indonesia adalah pejalan kaki. Setiap penduduk berhak untuk menikmati fasilitas pejalan kaki yang layak. Semakin padat kota yang dibangun, maka seharusnya semakin mudah pula fasilitas di kota-kota tersebut dapat diakses dengan berjalan kaki sehingga kota menjadi nyaman untuk ditinggali.

Emisi gas rumah kaca Polusi udara Konsumsi energy

Kesehatan masayarakat Komunikasi antar warga masyarakat Atraksi berupa rekreasi dan fasilitas wisata Bisnis di outlet (tempat yang berdekatan) Keselamatan

Gambar D.21 Fasilitas Pejalan Kaki di Kota Bogor (Kiri) dan Car Free Day (Kanan)

a. Kondisi Saat Ini Perkembangan kota-kota di Indonesia cenderung kurang mendukung penyelenggaraan Pejalan Kaki dikarenakan : a. Pertumbuhan populasi kota yang tidak teratur dan pertumbuhan daerah sekitar kota (urban sprawl); dan b. Pertumbuhan penggunaan kendaraan pribadi yang dominan dalam penggunaan ruang publik. Kondisi fasilitas trotoar di perkotaan masih minim, berdasarkan dari data BSTP tahun 2008, ketersediaan trotoar di Indonesia adalah sebagai berikut : - Kota metropolitan sebesar 3,2%
Urban Mobility for Indonesia Page 52

Kota Besar sebesar 1,5% Kota Sedang sebesar 5,3% Kota Kecil sebesar 7,8%

Namun, pihak BSTP sudah melakukan peningkatan fasilitas pejalan kaki di beberapa kota, seperti dilakukan peningkatan di kota Batam(2007), Pekanbaru (2008), Bukit Tinggi (2010), Balikpapan (2008), dan Sragen (2010). Permasalahan dalam penyelenggaraan pejalan kaki yaitu : a. Sebagian besar prasarana Pejalan Kaki terhadap kawasan pengembangan dan titik-titik transfer moda belum terkoneksi dengan baik; c. Upaya Kota-kota di Indonesia untuk menyediakan Jalur Pejalan Kaki masih terbatas;

Gambar D.22 Pejalan Kaki Menyebrang di Jalan Padjadjaran, Kota Bogor b. Tujuan yang Ingin Dicapai (Visi) Pada tahun 2030 budaya berjalan kaki (dan bersepeda) telah terimplementasikan di kota-kota di Indonesia dengan tolak ukur sebagai berikut : - Kota-kota di Indonesia menjadi kota-kota yang ramah bagi pejalan kaki. Jaringan jalur pejalan kaki tersedia dan terpelihara dengan baik guna menjamin mobilitas pejalan kaki yang berasal dari berbagai jenjang usia, status sosial dan ekonomi dan kemampuan fisik; - Mayoritas perjalanan di Pusat Kota dilakukan dengan berjalan kaki; dan - Mayoritas perjalanan di kawasan Sisi Luar Pusat Kota dilakukan dengan berjalan kaki yang terintegrasi dengan sistem angkutan umum.

Urban Mobility for Indonesia

Page 53

c. Strategi Mencapai Tujuan (Solusi) Prinsip Kebijakan Kebijakan Penyelenggaraan Pejalan Kaki ditetapkan berdasarkan pada prinsip : Keselamatan, Keterhubungan, Langsung dan Tidak Terputus, Kenyamanan dan Keamanan, Menarik, dan Kualitas Baik.

Safety Integrated

High Quality

Esthetique
Secure and comfort

Directness

Gambar D.23 Prinsip Penyelenggaraan Pejalan Kaki Kebijakan difokuskan guna mengakomodir Sasaran Pengembangan untuk : Perjalanan Sekolah, Perjalanan Bekerja, Kegiatan Wisata dan Perjalanan dalam Area Lokal Tertentu (perumahan, kampus, dll). Penetapan area pengembangan berlandaskan Hirarki Pengguna Jalan, yaitu Pejalan Kaki sebagai pertimbangan utama khususnya diutamakan untuk melindungi anakanak, orang tua dan orang cacat / berkebutuhan khusus.

Hirarki Pengguna Jalan


Pertimbangan Utama Pejalan Kaki Pesepeda Pengguna Angkutan Umum Kendaraan Khusus (layanan gawat darurat, kendaraan sampah, dll Pejalan Kaki

Pertimbangan Terakhir

Gambar D.24 Hirarki Pengguna Jalan


Urban Mobility for Indonesia Page 54

Di pusat kota diterapkan strategi car free area untuk membebaskan kawasan tersebut dari kendaraan bermotor. Kampanye dan Sosialisasi Kampanye dan sosialisasi hak dan kewajiban pengguna jalan yang melindungi Pejalan kaki terutama yang melindungi anak-anak, orang tua dan orang cacat / berkebutuhan khusus. Pihak-pihak yang berwenang, termasuk para penegak hukum terlibat aktif mensosialisasikan hak khusus pejalan kaki yang menyeberang atau menggunakan zebra cross. Penyediaan Prasarana Penyediaan jalur pejalan kaki yang lebarnya memadai dengan kriteria fisik : kerb yang lebih tinggi, rata dan tidak licin, permukaan yang tahan lama dengan kemiringan satu derajat untuk kemudahan drainase, terlindung, terpisah dari arus lalu lintas, lampu penerangan yang cukup di malam hari. Fasilitas penyeberangan pejalan kaki di badan jalan (on-street pedestrian crossing) bagi pejalan kaki dibuat koneksi paling pendek terutama di mulut persimpangan dan bersifat compact. Termasuk fasilitas penyeberangan di jalan utama perkotaan seperti jalan protokol dll. Pada area-area tertentu, fasilitas penyeberangan didukung dengan pengaturan lampu lalu lintas. Pada lokasi yang tidak memungkinkan untuk disediakan sarana penyeberangan Pejalan Kaki (misal di jalan tol). Tangga untuk jembatan pejalan kaki harus memiliki lebar yang memadai dan aksesibilitas yang nyaman, dengan penerangan yang cukup pada malam hari demi keamanan. Pembangunan jembatan pejalan kaki (JPO / Jembatan Penyeberangan Orang) diintegrasikan dengan pengembangan bangunan di sekitarnya, dapat langsung terhubung dengan lantai atas bangunan-bangunan seperti gedung perkantoran, pusat perbelanjaan dan dengan jalur mass rapid transit yang berapa di ketinggian terhadap permukaan jalan (elevated mass rapid transit lines).

Terkait dengan pengembangan BRT (Bus Rapid Transit) dan Sistem Transit di kota-kota di Indonesia, ditetapkan kebutuhan rata-rata jumlah halte transportasi umum untuk setiap jarak 1 Km adalah 3,33 (kawasan pusat kota) dan 2,5 (kawasan pinggir kota), sehingga jarak yang ditempuh oleh pejalan kaki untuk berpindah moda transportasi publik (jarak antar halte) adalah 300 meter (kawasan pusat kota) dan 400 meter (kawasan pinggir kota).

Urban Mobility for Indonesia

Page 55

d. Kendala dan Hambatan Kendala dan hambatan yang dihadapi dalam Penyelenggaraan Pejalan Kaki : Pengembangan jalan kota terlalu mengutamakan kendaraan bermotor Lemahnya penegakan hukum dalam berlalu lintas di jalan raya Kurangnya koordinasi antara institusi Kurangnya kesadaran masyarakat bahwa pejalan kaki dan pengguna kendaraan tidak bermotor adalah yang harus diutamakan dalam hirarki pengguna jalan. e. Roadmapping (Time Frame) Rencana Implementasi dari Program Kerja Penyelenggaraan Pejala Kaki ditetapkan berdasarkan rentang waktu pengembangan tertentu yang akan diukur berdasarkan pencapaian target di akhir setiap tahapannya, yaitu : a. Rencana Jangka Pendek, yaitu rencana pengembangan untuk 1 (satu) tahun ke depan dimulai sejak ditetapkannya kebijakan Penyelenggaraan Pejalan Kaki. b. Rencana Jangka Menengah, yaitu rencana pengembangan selama 5 (lima) tahun berjalan meliputi rencana Penyelenggaraan Pejalan Kaki yang mengakomodir kebutuhan perjalanan serta rencana penyediaan fasilitas pendukung Pedestrianisasi. c. Rencana Jangka Panjang, yaitu rencana pengembangan selama 20 tahun mendatang dalam upaya mencapai optimalisasi Jaringan Jalur Pejalan Kaki di wilayah rencana.

Sumber : Seoul Development Institute

Gambar D.25 Pembongkaran Fly Over Menjadi Sarana Pejalan Kaki


Urban Mobility for Indonesia Page 56

f. Evolusi Peningkatan Fasilitas Pejalan Kaki

Gambar D.26 Evolusi Peningkatan Fasilitas Pejalan Kaki Dari gambar evolusi di atas dapat diuraikan sebagai berikut : Tahap 1 : Kondisi saat ini, dimana fasilitas pejalan kaki masih belum tersedia secara menyeluruh di semua kota, dan masih belum memenuhi prinsip keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki. Tahap 1 ini direncanakan dimulai pada tahun 2011. Tahap 2 : Adanya program perbaikan dan pemeliharaan pada sarana/fasilitas pejalan kaki yang ada, seperti melakukan perbaikan pada trotoar yang rusak atau perbaikan pada kondisi jalan yang sudah tidak sama dengan kondisi sebelumnya. Selain itu perlu dilakukan upaya pemeliharaan dan inspeksi jalan secara teratur, untuk tetap menjaga kualitas sarana jalan kaki tetap baik dan nyaman. Tahap ini direncanakan dimaksimalkan tahun 2012 - 2013. Tahap 3 : Perlu adanya integrasi jaringan pedestrian antar kawasan-kawasan vital, selain itu diperlukan juga integrasi jaringan pedestrian dengan NMT dan moda transportasi lainnya, sehingga jalan kaki bisa dianggap sebagai feeder transportasi. Tahap ini direncanakan dapat diimplementasikan pada 25 kota dengan periode waktu 2013-2018 Tahap 4 : Pada tahap ini adanya jaringan jalur pejalan kaki yang baik dan terintegrasi dari pusat kota ke wilayah luar pusat kota, serta didukung oleh pembatasan perjalanan menggunakan kendaraan pribadi.Program ini dimaksimalkan tercapai tahun 2030.
Urban Mobility for Indonesia Page 57

Tabel D.3 Rencana Aksi Penyelenggaraan Pejalan Kaki


Rencana Aksi Pengurangan : Pejalan Kaki No 1. Rencana Aksi Penyusunan Standar Desain Prasarana dan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pejalan Kaki Perbaikan dan pemeliharaan sarana pejalan kaki yang sudah ada, serta inspeksi jalan secara teratur Pengintegrasian jaringan pedestrian dengan NMT dan moda transportasi lain Indikator Sasaran Periode Volume Biaya (Milyar) Instansi Penanggung Jawab Kementerian Perhubungan, Dirjen Perhubungan Darat, BSTP Keterangan

2.

Mengacu kepada GD, PP, UU dan Peraturan Menteri tentang Penyelenggaraan Pejalan kaki 5 Kota Implementasi Percontohan Penyelenggaraan Pejalan Kaki

2012 2013

5 kegiatan

2013 2018

1 kegiatan

Kementerian Perhubungan, Dirjen Perhubungan Darat, BSTP

3.

Mengacu kepada GD, PP, UU dan Peraturan Menteri tentang Penyelenggaraan Pejalan kaki

2011 2012

1 kegiatan

Kementerian Perhubungan, Dirjen Perhubungan Darat, BSTP Pemerintah Kota dan Pemerintah Daerah yang bersangkutan

Mengacu kepada GD, PP, UU dan Peraturan Menteri tentang Penyelenggaraan Pejalan kaki Mengacu kepada GD, PP, UU dan Peraturan Menteri tentang Penyelenggaraan Pejalan kaki

4.

5 Kota Percontohan Kota-kota 25 Kota Percontohan Mengimplementasika 40 Kota Percontohan n Penyelenggaraan Pejalan Kaki yang terintegrasi penuh dengan moda transport lain dan angkutan umum

Tahap 1 : 2012 2013 Tahap 2 : 2011 2016 Tahap 2 : 2011 2030

5 kegiatan 25 kegiatan 40 kegiatan

rban Mobility f o

Urban Mobility for Indonesia

Page 58

Anda mungkin juga menyukai