Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN Ikterus merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi Baru Lahir (BBL).

Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL berkisar 50 % pada bayi cukup bulan dan 75 % pada bayi kurang bulan. Perawatan Ikterus berbeda diantara negara tertentu, tempat pelayanan tertentu dan waktu tertentu. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pengelolaan pada BBL, seperti ; pemberian makanan dini, kondisi ruang perawatan, penggunaan beberapa propilaksi (misal; luminal) pada ibu dan bayi, fototherapi dan transfusi pengganti. Asuhan keperawatan pada klien selama post partum juga terlalu singkat, sehingga klien dan keluarga harus dibekali pengetahuan, ketrampilan dan informasi tempat rujukan, cara merawat bayi dan dirinya sendiri selama di rumah sakit dan perawatan di rumah. Perawat sebagai salah satu anggota tim kesehatan mempunyai peranan dalam memberikan asuhan keperawatan secara paripurna. Untuk itu dalam penulisan makalah ini mempunyai maksud : 1. Agar perawat memiliki intelektual dan mampu menguasai ketrampilan dan tehnik terutama yang berkaitan dengan perawatan klien dan keluarga dengan bayi Ikterus (Hiperilirubinemia), 2. Agar Perawat mampu mempersiapkan klien dan keluarga ikut serta dalam proses perawatan selama di Rumah Sakit dan perewatan lanjutan di rumah. Atas dasar hal tersebut diatas maka kami menyusun makalah dengan judul Asuhan Keperawatan dan Aplikasi Discharge Planing pada klien dengan Bayi Hiperbilirubinemia Adapun yang menjadi permasalahan adalah bagaimana memberikan Asuhan Keperawatan pada klien dengan bayi Hyperbilirubinemia yang mendapat Fototherapi. Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode Studi Kepustakaan, wawancara, Partisipasi Aktif dalam pemberian Asuhan Keperawatan.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Batasan-Batasan 1. Ikterus Fisiologis Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987): Timbul pada hari kedua-ketiga Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan. Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg % Ikterus hilang pada 10 hari pertama Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu 2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%. Kern Ikterus Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

3.

D. Etiologi 1. Peningkatan produksi : Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis . Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid). Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia. 2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine. 3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Siphilis. 4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik. 5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif E . Metabolisme Bilirubin Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.

Diagram Metabolisme Bilirubin ERITROSIT

HEMOGLOBIN HEM BESI/FE BILIRUBIN INDIREK ( tidak larut dalal air ) GLOBIN Terjadi pada Limpha, Makofag Terjadi dalam plasma darah

BILIRUBIN BERIKATAN DENGAN ALBUMIN

MELALUI HATI BILIRUBIN BERIKATAN DENGAN GLUKORONAT/ GULA RESIDU BILIRUBIN DIREK ( larut dalam air ) BILIRUBIN DIREK DIEKSRESI KE KANDUNG EMPEDU Melalui Duktus Billiaris KANDUNG EMPEDU KE DEUDENUM BILIRUBIN DIREK DI EKSKRESI MELALUI URINE & FECES Hati

F. Patofisiologi Hiperbilirubinemia Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991). G. Penata Laksanaan Medis Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan : 1. Menghilangkan Anemia 2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi 3. Meningkatkan Badan Serum Albumin 4. Menurunkan Serum Bilirubin Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat. Fototherapi Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah. Tranfusi Pengganti Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor : 1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.

2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir. 3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama. 4. Tes Coombs Positif 5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama. 6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama. 7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl. 8. Bayi dengan Hidrops saat lahir. 9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus. Transfusi Pengganti digunakan untuk : 1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal. 2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan) 3. Menghilangkan Serum Bilirubin 4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil. Therapi Obat Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika. Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus: 1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama. Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb: Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain. Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri) Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD. Pemeriksaan yang perlu dilakukan: Kadar Bilirubin Serum berkala. Darah tepi lengkap. Golongan darah ibu dan bayi. Test Coombs. Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila perlu. 2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir. Biasanya Ikterus fisiologis. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam. Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin. Polisetimia. Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll).

Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan: Pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan darah Bilirubin berkala. Pemeriksaan skrining Enzim G6PD. Pemeriksaan lain bila perlu. 3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama. Sepsis. Dehidrasi dan Asidosis. Defisiensi Enzim G6PD. Pengaruh obat-obat. Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert. 4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya: Karena ikterus obstruktif. Hipotiroidisme Breast milk Jaundice. Infeksi. Hepatitis Neonatal. Galaktosemia. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan: Pemeriksaan Bilirubin berkala. Pemeriksaan darah tepi. Skrining Enzim G6PD. Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi. ASUHAN KEPERAWATAN Untuk memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses keperawatan yang meliputi Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi. Pengkajian 1. Riwayat orang tua : Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI. 2. Pemeriksaan Fisik : Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas. 3. Pengkajian Psikososial : Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak. 4. Pengetahuan Keluarga meliputi : Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988)

2. Diagnosa, Tujuan , dan Intervensi Berdasarkan pengkajian di atas dapat diidentifikasikan masalah yang memberi gambaran keadaan kesehatan klien dan memungkinkan menyusun perencanaan asuhan keperawatan. Masalah yang diidentifikasi ditetapkan sebagai diagnosa keperawatan melalui analisa dan interpretasi data yang diperoleh. 1. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya volume cairan sehubungan dengan tidak adekuatnya

intake cairan, fototherapi, dan diare. Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat Intervensi : Catat jumlah dan kualitas feses, pantau turgor kulit, pantau intake output, beri air diantara menyusui atau memberi botol. 2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan suhu tubuh (hipertermi) sehubungan dengan efek fototerapi Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan Intervensi : Beri suhu lingkungan yang netral, pertahankan suhu antara 35,5 - 37 C, cek tandatanda vital tiap 2 jam. 3. Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit sehubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan Intervensi : Kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau bilirubin direk dan indirek , rubah posisi setiap 2 jam, masase daerah yang menonjol, jaga kebersihan kulit dan kelembabannya. 4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan parenting sehubungan dengan pemisahan Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku Attachment , orang tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding. Intervensi : Bawa bayi ke ibu untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk stimulasi sosial dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya, libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua mengekspresikan perasaannya. 5. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan meningkat sehubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi. Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala-gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan Intervensi : Kaji pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah. 6. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan efek fototherapi Tujuan : Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat fototherapi Intervensi : Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida menutupi hidung dan bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam; buka penutup mata setiap akan disusukan; ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan. 7. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan tranfusi tukar Tujuan : Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi Intervensi : Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam sebelum tindakan, pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan Rhesus serta darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar; pantau tanda-tanda vital; selama dan sesudah tranfusi; siapkan suction bila diperlukan; amati adanya ganguan cairan dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang; monitor pemeriksaan laboratorium sesuai program. Aplikasi Discharge Planing. Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan hiperbilirubin (seperti rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan selama perawatan di Rumah Sakit dan perawatan lanjutan dirumah. Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang terbaik dalam perawatan bayi hiperbilirubinimea (warley &Wong, 1994): 1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguan-gangguan kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui menurun. 2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari untuk mempertahankan kelancaran air susu. 3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk menurunkan kadar

bilirubin bayi. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan pemberhentian ASI dalam hal mencegah peningkatan bilirubin. 5. Mengajarkan tentang perawatan kulit : Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat. Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerah sekitar kulit yang rusak. Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankan kelembaban kulit. Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit. Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapat mengakibatkan lecet karena gesekan Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit seperti penekanan yang lama, garukan . Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah karena bab dan bak. Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti : turgor kulit, capilari reffil. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah : 1. Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38 celsius) 2. Perawatan tali pusat / umbilikus 3. Mengganti popok dan pakaian bayi 4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan, kontak dengan sesuatu yang baru 5. Temperatur / suhu 6. Pernapasan 7. Cara menyusui 8. Eliminasi 9. Perawatan sirkumsisi 10. Imunisasi 11. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya : letargi ( bayi sulit dibangunkan ) demam ( suhu > 37 celsius) muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x) diare ( lebih dari 3 x) tidak ada nafsu makan. 12. Keamanan Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau, gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita. Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakan mobil atau sarana lainnya. Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara - saudaranya. 4.

BAB III PERMASALAHAN Tinjauan Kasus : Nama Klien : By. Ny. X Tanggal Lahir Bayi : 19 - 10 - 1996, Jam : 22.20 WIB. Apgar 1 menit : 9 dan 5 menit : 9. Berat badan lahir : 2750 gram, Berat badan sekarang : 2550 gram. Panjang badan : 47 cm, Lingkar kepala : 33 cm, lingkar dada : 36 cm. Denyut Jantung : 129 x/mt, pernafasan : 44 x/mt. Bunyi pernafasan paru-paru kiri kanan : Vesikuler, Rinchi/whezing : tidak terdengar. Suhu : 36C. Kepala : Molding, Caput Sucsadenium, Cephal hematom : tidak ada. Ubun-ubun besar : ada, Bentuk : Jajaran genjang datar, Ubun-ubun kecil : ada, Bentuk : segitiga datar. Sutura : ada. Mata, Posisi : simetris, jarak : + 3 cm, Kotoran di mata sebelah kiri : ada, perdarahan : tidak ada. Telinga : simetris/ datar dengan kepala, perdarahan : tidak ada, Lubang : ada. Mulut : simetris, Palatum mol/durum : ada, Gigi : tidak ada. Hidung : lubang hidung ada, keluaran : tidak ada , pernafasan cuping hidung : tidak ada. Pergerakan leher : positif, tanda lahir : tidak ada. Tubuh : Warna kulit : kuning pada seluruh tubuh. Pergerakan : aktif. Lanugo : ada pada punggung. Vernix : tidak ada. Pengeluaran : mekonium. Keadaan kulit : pada kedua pergelangan kaki dan tangan, serta di tubuh tampak terkelupas, Hidrasi : baik. Dada : simetris, retraksi, ngorok dan see saw : tidak ada. Perut : lembek, Bising usus : 9x/mt. Tungkai : Jari tangan : Kanan : jumlah 5 , Kiri : jumlah 5 Jari kaki : Kanan : Jumlah 5, Kiri : jumlah 5 Pergerakan : aktif Nadi branchial : teraba, 120 x/menit Nadi femoral : teraba, 120 x/menit Tremor : tidak ada Rotasi paha : normal Garis telapak tangan : jelas, telapak kaki : jelas Posisi kaki : fleksi Punggung Fleksibelitas tulang punggung : normal Simetris, pretudal dumple Lobang anus : ada Genitalia Jenis kelamin : laki-laki Lubang penis : hipospadia B.a.b. : pertama : tanggal B.a.k : pertama : tanggal Jenis makanan : ASI ditambah susu formula Refleks Mengisap : baik, rooting : baik, menggenggam : baik. Moro : baik, berjalan menapak, tonus leher : baik.

Menangis : kuat Keadaan umum : agak lemah Hasil Laboratorium : Tanggal 22 Oktober 1996 Hb : 18,2 gr. % Bilirubin : 17,8 gr % Tanggal 23 Oktober 1996 Bilirubin Indirek : 10,84 gr % Bilirubin Direk : 0,99 gr % Bilirubin total : 11, 83 gr % Terapi yang diberikan Tanggal 19 Oktober 1996 Vitamin K 1 mg peroral Tanggal 20 Oktober 1996 Vitamin K 1 mg peroral Tanggal 22 Oktober 1996 Infus N-4 dilengan sebelah kiri, dengan tetesan microdrip 10 tetes / menit Sinar ultra violet (jam 12.00 Wib) Parficillin 4 x 75 mg Luminal 2 x 5 ml FFP 50 cc, belum diberikan, masih dalam proses untuk mendapatkannya. Ringkasan riwayat kehamilan dan persalinan Masalah-masalah kehamilan : tidak ada Persalinan Kala I : 10 jam 10 menit Kala II : 10 menit Pecah ketuban : 1 jam 20 menit Jenis Persalinan : pervaginam Obat-obat yang diberikan : Citosinon 5 unit IM. Pengkajian Keluarga Adaptasi Psikologi Ibu Perasaan ibu setelah bayi lahir : merasa senang dan mulai tercipta hubungan yang baru, tetapi bayi harus dipisah karena mengalami hiperbilirubinemia. Adanya ikatan kasih : terjadi pada saat baru lahir. Data obyektif : ibu bertingkah laku pasif, lebih banyak berdiam diri, masih tergantung dan perlu bantuan orang lain. Adaptasi psikologi ayah Respon ayah setelah bayi lahir: merasa bahagia dapat melahirkan dengan selamat. Keterlibatan dalam persalinan : mengantar, menunggu sampai bayi lahir. Ketidaleluasaan karena peraturan Rumah Sakit : ayah ingin ikut dalam proses persalinan. Tanggapan tentang penyakitnya : tidak tahu-menahu tentang penyakitnya, beranggapan penyakit ini sebagai penyakit keturunan / kesalahan dari orang tua. Adaptasi psikologi keluarga Menimbulkan perubahan : ya, terutama perubahan peran karena bertambahnya anggota keluarga. Apakah terjadi sibling: belum terpikirkan oleh keluarga . Apakah ada anggota keluarga yang terlibat dalam perawatan bayi : semua anggora keluarga terlibat dalam merawat bayinya. Tanggapan terhadap penyakitnya : tidak tahu-menahu dan belum mempunyai pengalaman dalam riwayat keluarga belum pernah terjadi penyakit tersebut.

MASALAH KEPERAWATAN : 1. Perawatan pemenuhan kebutuhan cairan, Asi, Pasi (bila Asi belum ada) harus sesuai dengan kebutuhan tubuh bayi untuk mengatasi efek samping fototherapi 2. Perawatan perubahan suhu tubuh sebagai efek fototherapi 1. Perawatan Integritas kulit . 3. Bimbingan pada keluarga karena dipisahkan dengan bayinya 4. Bimbingan pada kecemasan keluarga karena ketidaktahuan tentang penyakit dan therapi yang diberikan pada bayinya. 5. Mempersiapkan keluarga untuk perawatan lanjutan dirumah.

ASUHAN KEPERAWATAN Nama Klien : Bangsal/Tanggal : Dx. Keperawatan 1. Potensial kurangnya volume cairan sehu-bungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi dan diare. Data Obyektif : Bayi di fototherapi. Bayi diare Bayi Ny. X RSB. Budi Kemuliaan Tanggal 22 Oktober 1996 Tujuan Meningkatka n intake cairan yang adekuat. Mata Ajaran : Maternitas Intervensi Rasional Pemberian makan sedini mungkin (waktu 4 - 6 jam) cenderung untuk mengurangi / menekan hasil bilirubin yang tinggi. Menstimulasi aktivitas usus dan pem-buangan pigmen mekonium yang mengandung bilirubin sehingga dapat mencegah reabsorpsi dari intestinum. Hidrasi yang adekuat mem-permudah pengeluaran / eliminasi dan ekskresi bilirubin. Mengganti cairan yang hilang melalui feses jika difototherapi. Meningkatkan peristaltik dan ekskresi empedu sebelum terjadi resirkulasi entero-hepatik. Cairan intravena diberikan bila bayi mengalami dehidrasi atau jika ada komplikasi lain. Untuk mengetahui sedini mungkin adanya tanda-tanda bahaya. Bayi mungkin mengalami pengeluaran feses yang hijau dan cair. Untuk mengetahui tanda-tanda dehidrasi secara dini dan dapat pencegahanya terjadi-nya dehidrasi. Metabolisme meningkat bila suhu meningkat. Mencegah ketidak seimbang-an panas secara bertahap pada bayi. Respon adanya peningkatan metabolisme menyebabkan peningkatan kebutuhan O2 (Asidosis Respiratorik) Hipertermi akan mempenga-ruhi sistim sirkulasi sehingga terjadi fasodilatasi untuk mengeluarkan keringat dalam mempertahankan suhu tubuh Modalitas pemngobatan ter-gantung pada tingkat kadar bilirubin, waktu serangan dan adanya penyakit lain Suhu axila lebih dari 37,5C dianggap hipertermia dan dianggap pengeluaran panas yang berlebihan pada bayi Implementa si Evaluas i

Berikan Asi/Pasi segera dalam waktu 4 - 6 jam setelah pindah ke ruang post partum Berikan Asi\Pasi setiap 3 - 4 jam dan diselingi pemberian air minum tambahan . Berikan makanan sesuai dengan petunjuk Berikan cairan per infus Kaji pola menelan, bising usus, eliminasi urin, pola tidur dan iritabilitas setiap hari Catat adanya tanda-tanda dehidrasi seperti : ubun-ubun cekung, suhu meningkat, turgor kulit jelek atau membran mukosa kering.

2. Potensial gangguan suhu tubuh (hipertermi) sehu-bungan dengan efek fototherapi

Kesetabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahanka n. Kriteria: Suh u kulit dan ketiak 36,5C37C. Suh u rektal 36,7C37,2C. Tid ak ada tandatanda

Monitor suhu axila kulit dan suhu rektal setiap 30-60 menit selama penyinaran. Pertahankan suhu Box dengan mengatur fentilasi /pintu box perta-hankan suhu 37C Observasi tanda-tanda vital, catat adanya : tachipnoe. Catat adanya tanda-tanda stress: gelisah, kulit kering dan warna kemerahan Pertahankan modalitas foto-therapi Catat adanya tanda-tanda dehidrasi seperti : ubun-ubun cekung, suhu meningkat, turgor kulit jelek atau membran mukosa kering.

hipertermi a 2. Gangguan Integritas kulit sehubungan dengan hiperbilirubinimea dan diare. Data Obyektif : Kulit pada kedua per- gelangan tangan serta tubuh terkelupas. Warna kulit bayi kuning (Ikterus) 4. Gangguan parenting sehubungan dengan pemisahan Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan. Kaji tanda-tanda ikterus / jaundice selengkap-lengkap-nya dgn menggunakan sinar matahari bila mungkin., observasi skelra, observasi warna kulit, dan kaji dengan menekan kulit pada bagian yang keras, cek mukosa mulut, bagian belakang dari palatum keras dan kantung kojungtiva (untuk bayi yang berkulit hitam). Bersihkan dan mengganti popok setiap b.a.b. Jaundice merupakan tanda-tanda awal adanya hiperbilirubinemia. Karena lampu buatan akan mengaburkan pengkajian. Jaundice perta-ma kali terlihat pada sklera yang menguning. Dengan menekan akan muncul warna kuning setelah tekanan dilepaskan. Pigmen pada orang kulit hitam normal akan terlihat kuning. Seringnya b.a.b. merupakan faktor resiko kerusakan kulit.

Orang tua dan bayi menunjukkan tingkah laku Attachment, orang tuadapatmengekspresik an proses Bonding. Orang tua menegerti tentang perawatan, keluarga dapat berpartisipasi mengidentifikasi gejala-gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan

5. Kecemasan meningkat sehubungan dengan ketidaktahuan tentang perjalanan penyakit dan therapi yang diberikan pada bayi. Data Subyektif: Klien/keluar ga selalu menanyakan tindakan yang akan diberikan. Data Obyektif : Program therapi yang harus dilakukan Ibu tampak takut saat melihat keadaan bayinya.

Buka tutup mata bayi saat disusui. Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya. Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkin-kan. Menganjurkan orang tua mengekspresikan perasaannya Kaji pengetahuan keluarga tentang Memberikan bahan perawatan bayi ikterus masukan bagi perawat sebelum me- lakukan pendidikan kesehat Berikan penjelasan tentang: an kepada keluarga Penyebab ikterus, proses terapi, dan perawatanya. Dengan mengerti penyebab ikterus, program terapi yang diberikan keluarga dapat menerima segala tindakan yang diberikan kepada bayinya. Berikan penjelasan setiap akan melakukan tindakan . Informasi yang jelas sangat penting dalam membantu mengurangi kecemasan keluarga Diskusikan tentang keadaan bayi dan Komunikasi secara terbuka program-program yang akan dilakukan dalam memecahkan satu perselama di rumah sakit masalahan dapat mengurangi kecemasan keluarga. Ciptakan hubungan yang akrab dengan keluarga selama melakukan Hubungan yang akrab perawatan dapat meningkatkan partisipasi keluarga dalam merawat bayi ikterus

Melakukan pengkajian tentang pengetahuan keluarga dimana keluarga belum mengerti sama sekali tentang bayi ikterus dan cara merawatnya. Memberikan penjelasan tentang penyebab bayi ikterus, tindakan keparawatan yang diberikan selama di rumah sakit dan di rumah, jika pulang. Seperti : cara mempertahankan suhu tubuh normal, memberikan ASI, memandikan bayi, merawat tali pusat, mengganti pakaian, dan pemberian imunisasi. Memberikan penjelasan sebelum melakukan tindakan, seperti; memasang infus, memberikan fototerapi dan obat-obat injeksi atau obat lainnya. Melakukan diskusi bersama keluarga tentang prinsip-prinsip yang bisa dilakukan oleh keluarga dalam merawat bayi ikterus selama di rumah sakit dan di rumah Mengajak keluarga untuk bersamasama merawat bayinya, seperti

6. Gannguan proses keluarga sehubungan dengan respon keluarga yang kurang terhadap kondisi bayi. Nama Klien :

Keluarga dapat menerima kondisi bayi

ASUHAN KEPERAWATAN Mata Ajaran : Maternitas Tujuan Intervensi Kaji tanda-tanda ikterus / jaundice selengkap-lengkapnya dengan meng-gunakan sinar matahari bila mungkin., observasi skelra, observasi warna kulit, dan kaji dengan menekan kulit pada bagian yang keras, cek mukosa mulut, bagian belakang dari palatum keras dan kantung kojungtiva (untuk bayi yang berkulit hitam) Jaga bayi untuk tetap hangat. Tidak mengalami kerusakan mata, dehidrasi dan hipertermi selama fototerapi. Rasionalisasi Jaundice merupakan tanda-tanda awal adanya hiperbilirubinemia. Karena lampu buatan akan mengaburkan pengkajian. Jaundice pertama kali terlihat pada sklera yang menguning. Dengan menekan akan muncul warna kuning setelah tekanan dilepaskan. Pigmen pada orang kulit hitam normal akan terlihat kuning. Menjaga agar tidak terjadi hipotermia. Modalitas pemngobatan tergantung pada tingkat kadar bilirubin, waktu serangan dan adanya penyakit lain Menurunkan serum bilirubin dengan memperlancar ekskresi bilirubin tak terkojugasi Melindungi retina dari kerusakan akibat cahaya dengan intensitas tinggi Memungkinkan stimulasi visual

Bangsal/Tanggal : No Diagnosa Keperawatan 1.

2.

Potensial injuri sehubungan dengan kojungtivitis, hipotermia, dan dehidrasi karena penggunaan fototerapi. Data Obyektif : Mendapat fototerapi Tidak menggunakan pakaian dengan mata dan genitalia tidak tertutup selama fototerapi.

Mempertahankan modalitas pengobatan Berikan fototerapi Tutup mata selama penyinaran Pindahkan bayi dari cahaya fototerapi dan lepas penutup mata selama pemberian makan. Kaji mata terhadap konjungtivitis dan abrasi kornea Gunakan penutup yang minimal Rubah posisi tiap 2 jam Monitor suhu kulit dan suhu inti tiap 1 jam sampai suhu tubuh stabil Berikan ekstra cairan Kaji tanda-tanda dehidrasi, yakni : turgor kulit jelek, depresi fontanela, mata cekung, penurunan berat badan, perubahan elektrolit, penurunan output urin. Observasi adanya kemerahan pada kulit Cek suhu inkubator Matikan waktu saat mengambil darah untuk pemeriksaan bilirubin.

Mungkin disebabkan oleh iritasi dari penutup mata Memungkinkan penyinaran yang merata Mengefektifkan penyinaran dan mencegah penekanan pada satu tempat Hipotermi dan hipertermi merupakan komplikasi yang umum dari fototerapi Untuk menjamin hidrasi yang adekuat.

Fototerapi dapat menyebabkan peningkatan IWL. Bayi kadar bilirubin yang tinggi dapat menjadi letargi dan sulit untuk makan. Kemerahan dihubungkan dengan fototerapi yang meningkatkan kadar bilirubin direk atau kerusakan hati dapat hilang 2 - 4 mg/dl Penambahan panas dari fototerapi sering meningkatkan suhu badan dan suhu cove. Karena pemaparan darah pada mempengaruhi kadar bilirubin 4. Potensial terjadinya gangguan volume cairan sehubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi dan diare. Keseimbangan cairan terpenuhi/terpeli hara Observasi intake dan out put, turgor kulit, Observasi tanda-tanda vital : Nadi, Respirasi,Kesadaran, refleks,tiap 30 - 60 menit. Berikan minum air diantara pemberian ASI. fototerapi akan

Suhu

4.

Kecemasan orang tua sehubungan dengan punya anak yang mengalami jaundice. Data obyektif : Orang tua tampak cemas Data subyektif : Menanyakan tentang keadaan anak dan proses penyakit.

Orang tua mendapatkan informasi mengenai proses penyakit, penyebab, dan hasi yang dicapai. Orang tua memahami alasan untuk mengaktifkan pemberian ASI sesaat dan cara memompa susu.

Berikan penjelasan mengenai : Kondisi bayi, modalitas pengobatan, alasan mengapa ibu harus menghentikan pemberian ASI. Jelaskan pemberian ASI dihentikan sementara : Kaji pengetahuan ibu mengenai pemompaan ASI dan memberikan informasi serta dukungan sesuai yang dibutuhkan. Bantu ibu dalam menyusui ulang Berikan rangsang taktil selama memberi makan dan mengganti popok. Melakukan sentuhan dan kontak mata ibu dan bayi selama pemberian ASI, bayi diajak bicara. Dukung orang tua untuk masuk ke dalam ruang perawatan dalam memberi makan dan menyentuh bayi.

Orang tua tidak memahami mengapa dan apa terjadi keadaan tersebut. Pengobatan bermacam-macam ; orang tua tidak memahami pengobatan yang diberikan ASI merupakan penyebab jaundice yang belum jelas. Kadar bilirubin serum menurun dalam waktu 48 jam setelah pemberian ASI dan dihentikan. Pendapat dari dokter, para ahli yang lain tentang hal ini masih berbeda-beda. ASI merupakan penyebab jaundice yang belum jelas. Kadar bilirubin serum menurun dalam waktu 48 jam setelah pemberian ASI dan dihentikan. Pendapat dari dokter, para ahli yang lain tentang hal ini masih berbeda-beda. Ibu mungkin perlu dukungan dan informasi untuk memulai kembali memberikan ASI Neonatus perlu stimulasi taktil Memberikan rasa nyaman dan menurunkan gangguan sensorik Adanya alat di ruang perawatan menyebabkan orang tua tidak mau atau segan untuk masuk ke dalam ruang perawatan

DAFTAR PUSTAKA H. Markum : Ilmu Kesehatan Anak. Buku I, Jakarta, FKUI, 1991. Bobak, J. : Materity and Gynecologic Care, Precenton, 1985. Cloherty, P. John : Manual of Neonatal Care, USA, 1981. Harper : Biokimia, Jakarta, EGC, 1994. Jack A. Pritchard dkk : Obstetri Williams, Edisi XVII, Surabaya, Airlangga University Press, 1991 Marlene Mayers, et. al. : Clinical Care Planes Pediatric Nursing, New York, Mc.Graw-Hill. Inc, 1995. Mary Fran Hazinki : Nursing Care of Critically Ill Child, Toronto, The Mosby Compani CV, 1984. Susan R. J. et. al. : Child Health Nursing, California, 1988.

Anda mungkin juga menyukai