Anda di halaman 1dari 13

ABDOMINAL COMPARTMENT SYNDROME 2.

1Definisi Sindrom kompartemen didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan di dalam suatu rongga anatomis tubuh yang mempengaruhi sirkulasi dan mengancam fungsi dan kelangsungan hidup jaringan di sekitarnya.4 Sindrom kompartemen abdominal (ACS) muncul bila disfungsi organ terjadi sebagai hasil dari hipertensi intra-abdomen. Sindrom ini didefinisikan dengan menetap atau berulangnya tekanan intra-abdomen lebih dari 20 mmHg atau tekanan perfusi abdomen kurang dari 60 mmHg dengan disertai onset satu atau lebih kegagalan system organ.5 Tekanan intra-abdomen normal antara 0 dan 5 mmHg, tapi pada pasien dewasa yang kritis normal IAP dapat mencapai antara 5 dan 7 mmHg. Hipertensi intra-abdomen didefinisikan dengan menetap atau berulangnya tekanan intra-abdomen (IAP) lebih dari 12 mmHg atau tekanan perfusi abdomen (APP) kurang dari 60 mmHg, dimana tekanan perfusi abdomen (APP) = tekanan arteri rata-rata (MAP) tekanan intra-abdomen (IAP). Berbeda dengan hipertensi intra-abdomen (IAH), sindrom kompartemen abdominal tidak diberi tingkatan tetapi lebih didasarkan sebagai fenomena all or none. 2.2Etiologi Peningkatan tekanan intra abdomen terjadi pada 4 hingga 15% pasien dengan penanganan intensive bedah pada berbagai kondisi klinis termasuk pembedahan abdomen yang lama, akumulasi ascites, trauma tumpul abdomen, ruptur aneurisma aorta abdomen, pancreatitis hemoragik, fraktur pelvis, ileus dan obstruksi usus, pneumoperitoneum dan syok septic.7 Penyebab peningkatan tekanan intra abdomen dapat dibedakan berdasarkan tipe ACS yang disusun dalam Tabel 1. Tabel 1. Etiologi hipertensi intra-abdomen Waktu dan kategori
-

Etiologi Perdarahan Intraperitoneal Trauma tumpul hepar

Primer akut

Intraperitoneal

Obstruksi bowel Ileus Dilatasi gaster akut Pneumoperitoneum Abdominal packing Abses Ascites Edema visceral Mesenteric revascularization Transplantasi ginjal Pankreatitis Pendarahan pelvis atau retroperitoneal Ruptur aneurisma aorta abdomen Abses Hematom Rectus sheath Skar luka bakar MAST trousers Repair hernia besar dengan loss of domain Repair gastroschisis atau omphalocele Laparotomy closure under extreme tension Luka bakar Trauma nonabdomen signifikan Obesitas Ascites Kehamilan

Retroperitoneal

Dinding abdomen

Sekunder akut

Kronik

Tumor abdomen besar Dialisis peritoneal 2.3Klasifikasi 1.Akut primer ACS Keadaan yang berhubungan dengan cedera atau penyakit di region pelvis-abdomen yang sering memerlukan penanganan bedah atau intervensi radiologis intervensional. 2.Sekunder ACS ACS yang bukan berasal dari region pelvis-abdomen 3.Kronik Keadaan dimana ACS kembali terjadi akibat tindakan bedah sebelumnya atau terapi medis pada primer atau ACS sekunder 2.4Patofisiologi Patofisiologi dampak ACS pada berbagai system organ Disfungsi ginjal

Disfungsi ginjal merupakan dampak yang paling sering terjadi. Efek klasik IAH/ACS pada system ginjal yaitu oliguria hingga menjadi anuria dengan IAP yang meningkat. IAP 1520 mmHg dapat terjadi oliguria, sementara IAP lebih dari 30 mmHg dapat terjadi anuria. Mekanisme terjadinya disfungsi ginjal terdapat banyak factor. ACS membuat gangguan pada kardiovaskular dengan menurunkan curah jantung sehingga menurunkan aliran arteri ginjal, meningkatkan resistensi vascular ginjal, menurunkan filtrasi glomerulus dan kompresi vena ginjal. Disfungsi paru Peningkatan IAP berdampak langsung pada fungsi paru. Komplians paru mengalami resultan reduksi progresif pada kapasitas total paru, kapasitas residu fungsional dan volume residu. Ini ditunjukkan secara klinis dengan elevasi hemidiafragma pada radiografi dada. Perubahan ini ditunjukkan pada IAP diatas 15 mmHg. Terjadi kegagalan respirasi selanjutnya

akibat hipoventilasi dari hasil elevasi progresif IAP. Resistensi vascular paru meningkat sebagai hasil dari pengurangan tekanan oksigen alveolus dan peningkatan tekanan intra-torak. Pada akhirnya, disfungsi organ paru ditunjukkan dengan keadaan hipoksia, hiperkapnia dan peningkatan tekanan ventilasi. Disfungsi jantung

Peningkatan IAP secara konsisten berkorelasi dengan penurunan curah jantung. Ini ditinjukkan pada IAP diatas 20 mmHg. Penurunan jurah jantung merupakan hasil dari penurunan alur balik vena jantung dari kompresi langsung pada vena cava dan vena porta. Peningkatan tekanan intra-thorak juga membuat penurunan aliran vena cava superior dan inferior. Resistensi maksimal aliran darah vena cava terjadi di hiatus cavum diafragma. Ini berhubungan dengan gradient tekanan tiba-tiba antara abdomen dan rongga dada. Peningkatan tekanan intra-thorak menyebabkan kompresi jantung dan pengurangan volume akhir diastolik. Kenaikan resistensi vascular sistemik berasal dari efek gabungan vasokonstriksi arteriolar dan IAP yang meningkat. Gangguan ini membuat stroke volume berkurang dimana hanya satu-satunya yang dikompensasi dengan meningkatkan detak jantung dan kontraktilitas. Kurva Starling kemudian bergeser ke bawah dan ke kanan dan curah jantung secara progresif menurun dengan IAP yang meningkat. Kelainan ini terjadi eksaserbasi bersamaan dengan hipovolemia. Perubahan hemodinamik signifikan ditunjukkan pada IAP diatas 20 mmHg. Disfungsi hepar

Penurunan aliran darah arteri hepatic, vena porta dan sirkulasi mikro berhubungan dengan IAH. Ketika babi yang teranestesi IAP-nya meningkat hingga 20 mmHg, kebalikan dari Q konstan dan tekanan arteri rata-rata, aliran arteri hepatic berkurang hingga 55%, aliran vena porta menurun hingga 35% dan aliran sirkulasi mikro hepatic berkurang hingga 29% dibandingkan dengan control. Penurunan pada aliran sirkulasi mikro hepatik yang sama juga terjadi pada pasien dengan kolesistektomi per laparoskopi. Pasien dengan trauma kemungkinan meningkat resiko sekunder terhadap penurunan aliran darah portal dan visceral yang terjadi selama syok. Disfungsi Splaknik

Sama seperti dampak yang terjadi pada hati, ginjal dan vena cava inferior, efek predominan dari peningkatan IAP juga mengurangi perfusi splaknik. Hipoperfusi splaknik dapat terlihat pada IAP 15 mmHg dengan laporan kasus iskemia intestinal yang memerlukan intervensi operatif setelah laparoskopik elektif mempertahankan 15 mmHg pneumoperitonium. Bagaimanapun aliran darah arteri mesenterikum, mukosa usus, dan vena porta telah menurun dengan peningkatan IAP. Ini dapat diukur pada pengaturan klinis dengan tonometri gaster yang mengindikasikan penurunan perfusi pada perut. Sebuah studi menunjukkan bahwa penurunan perfusi gaster disimpulkan dengan penurunan pHi gaster yang berkurang lebih awal dari tanda-tanda ACS (oliguria, tekanan puncak inspirasi meningkat). Penurunan perfusi gastrointestinal ini terjadi tidak bergantung pada penurunan Q. IAP yang meningkat juga menunjukkan tekanan vena porta yang meningkat. Ini kemungkinan salah satu factor kontribusi pada patofisiologi varises esophagus pada pasien dengan gagal hati. Meningkatnya IAP hingga 10 mmHg menghasilkan peningkatan tekanan varises, volume, radius dan ketegangan dinding. Sebagai tambahan, penurunan perfusi splaknik dan cedera reperfusi ditunjukkan dengan produksi sitokin dari usus. Ini berperan dalam perkembangan komplikasi septic dan atau sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS) dan kegagalan organ multipel. Disfungsi system saraf pusat

Meskipun ACS tidak menyebabkan kegagalan system saraf pusat, terdapat hubungan erat antara IAH dan ICP yang meningkat dengan reduksi sekunder pada CPP yang ditunjukkan pada dua hewan percobaan. Ini akibat mekanisme peningkatan tekanan intrathora dimana dihasilkan dari IAH, elevasi media pada diafragma. Peningkatan tekanan intra-thorak meningkatkan tekanan vena jugular dan ICP. Pasien dengan ACS secara klinis dan ICP yang meningkat telah terkoreksi ICP dengan laparotomi dekompresi. Dengan demikian pemantauan IAP disarankan pada pasien dengan neurotrauma dan cedera abdomen atau curiga IAH dengan pemikiran untuk dekompresi pada peningkatan ICP. 2.5Gejala Klinis dan Faktor Resiko Gejala klinis ACS antara lain : - Distensi abdomen yang berat

- Gagal napas yang ditandai dengan PCO2 yang meningkat, volume tidal yang berkurang, tingginya tekanan puncak inspirasi. - Curah jantung yang menurun - Tekanan darah yang labil - pHi rendah yang menetap - Oliguria yang tidak respon terhadap terapi konvensional - Tekanan intra abdomen yang meningkat (> 40 mm Hg) Faktor resiko terjadinya ACS:

1. Penurunan daya komplians dinding abdomen Gagal napas akut khususnya dengan tekanan intra-thorakal yang meningkat. Pembedahan abdomen dengan jahitan primer fasia tertutup yang ketat. Trauma mayor/ luka bakar Posisi telungkup, tinggi kepala bed > 30 derajat Indeks massa tubuh yang tinggi, obesitas

2. Peningkatan isi intra-lumen Gastroparesis, Ileus, pseudo-obstruksi kolon

3. Peningkatan isi abdomen Hemoperitoneum / pneumoperitoneum, Ascites / disfungsi hati

4. Kebocoran kapiler/ resusitasi cairan Asidosis (pH <>

Politransfusi (>10 unit darah / 24 jam) Koagulopati (platelet <> 15 detik atau partial thromboplastin time (PTT) > 2 kali normal atau international standardised ratio (INR) > 1.5) Resusitasi cairan yang masif (> 5 L / 24 jam), Pankreatitis, Oliguria, Sepsis Trauma mayor/ luka bakar, laparotomi kontrol kerusakan.

2.6Diagnosis ACS ditetapkan dengan terjadinya peningkatan IAP dan adanya kegagalan sistem organ. Derajat Intra-abdominal hypertension (IAH): grade I IAP 12-15 mmHg grade II IAP 16-20 mmHg grade III IAP 21-25 mmHg grade IV IAP 25 mmHg

Pasien yang dirawat di ICU sebaiknya diskrining untuk melihat faktor resiko terjadinya IAH/ACS dan dengan kegagalan organ yang baru atau progresif. Bila dua atau lebih faktor resiko dijumpai, pengukuran IAP harus dilakukan. Dan bila IAH ditemukan, pengukuran IAP serial harus dilakukan pada pasien tersebut. Pengukuran IAP terdiri dari berbagai teknik yaitu penempatan metal intra-abdomen langsung (sudah lama ditinggalkan), tekanan vena kava inferior (beresiko thrombosis dan infeksi), tekanan gaster (jarang digunakan tetapi berguna bila terdapat trauma buli-buli dimana distensi buli merupakan kontraindikasi) dan tekanan buli-buli. Gold standard pengukuran IAP adalah dengan tekanan buli-buli. Untuk mengukur tekanan buli-buli, suntikkan 50-100 ml saline steril ke dalam Foley kateter melalui lubang aspirasi; klem silang selang steril dari drain kantong urin letak distal dari lubang aspirasi; hubungkan ujung selang drain kantong urin ke Foley kateter; lepaskan klem sesaat agar cairan dari buli keluar dan kemudian klem ulang; Y-connect transduser

tekanan ke kantong drain melalui lubang aspirasi menggunakan jarum G 16; pastikan IAP dari transduser menggunakan puncak dari tulang simfisis pubis sebagai titik nol dalam posisi telentang. Manometer tangan yang dihubungkan ke Foley kateter melalui kolom cairan di selang dapat digunakan untuk menentukan tekanan sebagai ganti transduser. Pada pasien dengan keadaan tertentu terdapat indikasi dilakukan pemantauan IAP untuk deteksi dini adanya IAH.

2.7Pemeriksaan Penunjang Laboratorium : Comprehensive metabolic panel (CMP) Complete blood cell count (CBC) Amylase and lipase assessment Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT) bila pasien diberi heparin Test untuk marker jantung Urinalisis and urine drug screen Pengukuran level serum laktat Arterial blood gas (ABG): cara cepat untuk mengukur deficit pH, laktat dan basa. Radiografi :

Abdomen serial untuk melihat udara bebas atau obstruksi usus. Radiografi polos abdomen sering tidak berguna dalam mengidentifikasi sindrom kompartemen abdominal.

CT scan abdomen dapat memberikan banyak temuan. Pada tahun 1999 Pickhardt dkk menemukan gambaran dibawah ini pada pasien dengan sindrom kompartemen abdominal: Round-belly sign distensi abdomen dengan rasio diameter abdomen anteroposterior ke transversal meningkat. (ratio >0.80; P <0.001) Kolaps vena kava Penebalan dinding usus dengan enhancement Hernia inguinal bilateral

USG Abdomen Aneurisma aorta, bila besar dapat terdeteksi Gas usus atau kegemukan mempersulit pemeriksaan

2.8Penanganan Penanganan harus berdasarkan pada pemeriksaan klinis dengan peningkatan IAP. IAP kritis yang menimbulkan berbagai disfungsi organ bergantung pada keadaan premorbid pasien. Pasien gemuk setiap saat meningkat IAP tetapi telah terkompensasi dengan hal tersebut. Grade I IAH secara umum hanya memerlukan resusitasi volume dengan pemantauan tekanan berkelanjutan. Beberapa pasien tidak membaik keadaannya. Pasien dengan grade II harus ditangani berdasarkan gejalanya. Bila oliguria ringan dengan kompresi jantung dan paru minimal, dapat diresusitasi lebih lanjut dan dilanjutkan dengan memantau tekanan. Bila pasien mengalami cedera intra-kranial atau kompresi berat yang lebih, operasi dekompresi harus dipikirkan. Grades III dan IV ditangani dengan operasi dekompresi. Saat ini sebagian besar penulis menyetujui bahwa tekanan kritis untuk ACS adalah antara 20 hingga 25 mmHg. Sistem grade kompartemen abdominal Tekanan buli-buliGrade (mmHg) Rekomendasi I. 1015 Pertahankan normovolemia

II. 1625 Resusitasi Hipervolemik III.2635 Dekompresi IV. >35Dekompresi dan re-eksplorasi Pilihan terapi medis untuk mengurangi IAP : 1. Memperbaiki komplians dinding abdomen
-

Sedasi dan analgesik Blokade neuromuskular Hindari ketinggian kepala tempat tidur > 30 degrees

2. Evakuasi isi intra-lumen


-

Dekompresi nasogaster Dekompresi rektum Agent gastro-/colo-prokinetik

3. Evakuasi kumpulan cairan abdominal


-

Parasentesis Drainase perkutan

4. Koreksi keseimbangan cairan positif


-

Hindari resusitasi cairan berlebih Diuretik Koloid / cairan hipertonik Hemodialisis / ultrafiltrasi

5. Organ Pendukung
-

Pertahankan APP > 60 mmHg dengan vasopressor

Optimalkan ventilasi, alveolar recruitment Gunakan tekanan jalan napas transmural (tm) Pplattm = Pplat - IAP Pikirkan untuk menggunakan volumetric preload indices Jika menggunakan PAOP/CVP, gunakan tekanan transmural PAOPtm = PAOP - 0.5 * IAP

CVPtm = CVP - 0.5 * IAP Terdapat manajemen nonoperatif pada IAH/ACS yang terdiri dari lima intervensi terapi, tiap terapi mengandung beberapa langkah tingkat terapi yang dijelaskan lebih detil pada 1. Evakuasi isi intralumen 2. Evakuasi space-occupying lesion intra-abdomen 3. Memperbaiki komplians dinding abdomen 4. Optimalkan kebutuhan cairan 5. Optimalkan perfusi jaringan regional dan sistemik Manajemen pembedahan: Laparotomi dekompresi merupakan gold standard dalam penanganan pasien dengan ACS. Pendekatan dekompresi abdomen sangat beragam. Temporary abdominal closure (TAC) telah banyak digunakan sebagai mekanisme mengembalikan dampak akibat peningkatan IAP. Beberapa penulis menganjurkan penggunaan TAC sebagai profilaksis untuk mengurangi komplikasi post operasi dan mempermudah re-eksplorasi yang telah direncanakan. Setelah laparotomi dekompresi, dilakukan temporer abdominal closure yang dilanjutkan dengan permanen abdominal closure pada hari berikutnya. Temporary abdominal closure

Beberapa metode dari temporary abdominal closure dapat digunakan. Keputusan pertama yang harus dibuat adalah apakah menutup fascia dengan bahan sintetis atau membiarkannya terbuka. Fascia tidak boleh ditutup primer, ini berkaitan dengan tingginya tingkat rekuren dari ACS. Jika fascia ditutup dengan bahan sintetis, berbagai bahan (absorbable/nonabsorbable; porous/nonporous) bisa digunakan. Berbagai tipe dari mesh dapat digunakan termasuk polyglycolic acid (Vicryl), polypropylene (Marlex), atau polytetrafluoroethylene (PTFE). Bahan yang dapat diserap lebih dipilih. Penutup dengan alat burr artificial (Velcro-like), kantung cairan intravena (Bogot bag), kantung kaset x-ray steril, dan kertas Silastic telah digunakan. Jika fasia dibiarkan terbuka dan abdomen penuh, kulit bisa tertutup atau dibiarkan terbuka. Kulit bisa ditutup menggunakan jahitan, penjepit kain, perban lateks Esmarch atau mesh. Jika mesh dijahit ke kulit, akan ditutup dengan adesif drape yang steril dan drape(Vidrape or Steri Drape). Menjahit bahan sintetis ke kulit bukan ke fasia, mempersiapkan fasia untuk definitive closure berikutnya. Jika penutupan kulit saja menyebabkan peningkatan IAP, kulit dibiarkan terbuka. Usus ditutupi dengan nonadhesive, nonporous materi (seperti tas atau perekat usus terlipat menggantungkan dirinya sendiri sehingga sisi perekat menempel pada dirinya sendiri). Tepi bahan nonadhesive, nonporous diselipkan di bawah tepi dinding abdomen anterior untuk mencegah pengeluaran isi dari usus. Selanjutnya, handuk steril ditempatkan, diikuti oleh tirai perekat (Vidrape atau tirai Steri ) yang menempel pada dinding perut dan mencegah lebih lanjut pengeluaran isi, pengeringan dari usus, dan cairan kerugian dari perut yang terbuka. Aplikasi langsung dari tirai perekat ke usus meningkatkan risiko enterocutaneous fistula dan tidak disarankan. Permanent abdominal closure. Penutupan perut permanen dilakukan setelah hipovolemia, hipotermia, coagulapathy, dan asidosis telah diperbaiki; yang biasanya tiga sampai empat hari setelah dekompresi abdomen. Beberapa metode penutupan perut telah dideskripsikan. Primer penutupan fasia dapat dilakukan atau cangkok kulit dapat ditempatkan diikuti oleh dinding perut tertunda rekonstruksi. Setelah mobilisasi signifikan cairan, dimungkinkan untuk menutup fasia tanpa ketegangan

yang signifikan. Namun, sebuah "pemisahan bagian" teknik mungkin diperlukan untuk reapproximate fasia. Jika mesh ditempatkan sebagai perut sementara penutupan (sebaiknya bahan yang diserap), jala dapat dibiarkan in situ selama dua minggu kemudian ditutup dengan kulit ketebalan parsial grafts ke jaringan granulasi yang mendasarinya. Jala biasanya akan dimasukkan ke dalam jaringan granulasi pada titik waktu ini. Jika fasia tidak ditutup dan pasien yang tersisa dengan cacat dinding perut, dinding perut rekonstruksi dapat dilakukan enam hingga dua belas bulan kemudian. Berbagai metode rekonstruksi telah dijelaskan, termasuk medial bilateral kemajuan abdominus rektus otot dan fasia dengan atau tanpa sayatan kulit-relaksasi. Expanders jaringan subkutan diikuti oleh flaps kemajuan myocutaneous bilateral juga telah digunakan. Garis tengah perut flap cacat mungkin memerlukan rekonstruksi atau rekonstruksi dengan nonabsorbable mesh.

Anda mungkin juga menyukai