Anda di halaman 1dari 10

Organizational Citizenship Behavior

Motivasi seseorang dalam bekerja bermacam-macam: ada yang memerlukan penghargaan, pengakuan, uang dan bahkan ada pula yang perlu tempat bersosialisasi. Kadang terjadi bahwa karyawan yang kompeten suatu perusahaan menolak tawaran pekerjaan perusahaan lain kendati fasilitas dan gaji yang ditawarkan jauh lebih baik. Karyawan tersebut dengan tegas memilih tetap bertahan bekerja di perusahaannya. Dalam kehidupan sehari-hari, ada pula seorang karyawan yang bersedia membantu sesame rekan kerja, padahal ia sendiri masih harus menyelesaikan banyak pekerjaan dan bahkan pertolongan yang diberikan pada koleganya tidak masuk dalam penilaian kinerjanya. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang kurang positif ditujukan pada orang tersbut akan tetapi kecurigaan tersebut lambat laun lenyap dengan sendirinya setelah waktu menunjukkan bahwa karyawan tersebut sering membantu rekan sekerjanya.. McShane dan Von Glinow (2010) menyebut perilaku tersebut sebagai OCBs (Organizational Citizenship Behaviors) yaitu various forms of cooperation and helpfulness to others that support the organizations social and psychological context along with task performance. Seandainya karakteristik dan nilai-nilai calon karyawan yang berperilaku tersebut dapat diidentifikasi di samping kompetensi mereka, maka perusahaan akan dapat diidentifikasi di samping kompetensi mereka, maka perusahaan akan dapat dengan mudah merekrut karyawan-karyawan yang memiliki karakteristik yang mendukung pencapaian sasaran perusahaan. Perilaku sukarela tersebut disebut sebagai extra-role behavior yang dalam artikel ini disebut Organizational Citizenship Behavior (OCB). Perilaku OCB tidak terdapat pada job description karyawan tetapi sangat diharapkan karena mendukung peningkatan keefektifan dan kelangsungan hidup organisasi atau perusahaan khususnya dalam lingkungan bisnis yang persaingannya semakin tajam. Perilaku sukarela/extra-role atau OCB (Organizational Citizenship Behavior) menawarkan beberapa model penelitian. Sejauh ini banyak hasil penelitian yang berkaitan dengan yang pada umumnya menekankan pada pengaruh karakteristik individu terhadap OCB, atau pengaruh OCB terhadap Organizational Effectiveness, OCB dengan tujuh dimensi perilakunya menjelaskan pola perilaku karyawan yang baik dan bertanggung

jawab/sukarela tersebut serta berupaya memberi suatu landasan teoritik untuk memahami dan mengidentifikasi perilaku individu. Berdasarkan konsep OCB, penelitian praktis dapat dilakukan untuk pengembangan ilmu dan penggunaan praktis dalam mengelola suatu perusahaan agar mencapai sasarannya secara efektif dan efisien. OCB memfokuskan pada perilaku orang dan tidak menelusuri motif atau motivasi yang mendasarinya; OCB adalah discretionary dan tidak diganjar secara langsung. Williams dan Anderson (1991) mengidentifikasi dua kategori besar dari OCB: a0. OCBO (Organization Citizenship Behavior Organization) yaitu perilaku yang menguntungkan organisasi secara umum, misalnya memberi pemberitahuan sebelumnya ketika tidak bisa datang bekerja dan B). OCBI (Organization Citizenship Behavior Individual) yaitu perilaku yang secara langsung menguntungkan individuindividu tersebut dapat berkontribusi lebih pada perusahaan misalnya membantu seorang karyawan melaksanakan tugas tertentu. Pengertian OCB Istilah OCB diperkenalkan oleh Organ diawal tahun 1980an, namun jauh sebelum tahun tersebut Barnard, (1938) telah menggunakan konsep sejenis OCB dan menyebutnya sebagai kerelaan bekerja sama (willingness to cooperate). Pada tahun 1964, Katz menggunakan konsep serupa dan menyebutnya sebagai inovatif dan perilaku spontan (innovative and spontaneous behaviours). Organ (1988: 4) mendefinisikan OCB: individual behavior that is discretionary, not directly or expilicitly recognized by the formal reward system, and that in the aggregate prompts the effective functioning of the organization. By discretionary, we mean that the behavior is not an enforceable requirement of the role or the job description, that is, the clearly speciable terms of the persons employment contract with the organization; behavior is rather a matter of personal choice, such that is omission is not generally understood as punishable. Secara singkat, OCB menunjukkan suatu perilaku sukarela individu (dalam hal ini karyawan) yang tidak secara langsung berkaitan dalam sistem pengimbalan namun berkontribusi pada keefektifan organisasi. Dengan kata lain, OCB merupakan perilaku seorang karyawan bukan karena tuntutan tugasnya namun lebih berdasarkan pada kesukarelaannya. Di awal tahun 1980an tidak lebih dari sepuluh artikel diterbitkan dalam jurnal setiap tauhunnya; akhir-akhir ini banyak artikel diterbitkan setiap tahunnya. Penelitianpenelitian berkaitan dengan OCB meningkat dan perkembangan OCB relative cepat

banyak penelitian dilakukan diberbagai bidang seperti misalnya MSDM, strategi manajemen, bisnis internasional dan kepeimpinan. Bahkan topic OCB sudah masuk dalam banyak buku teks. Kenyataan ini menunjukkan bahwa OCB mulai diminati oleh para peneiliti. Mahasiswa S1, S2 dan S3 di Indonesia mulai banyak yang melakukan penelitian OCB. Seperti layaknya perkembangan ilmu lainnya, diskusi dan debat mengenai konsep OCB di antara para pakar, peneliti dan praktisi semakin meningkat. Van Dyne et al. (1995) menyatakan bahwa riset empiris OCB yang banyak dilakukan tidak berkaitan dengan validitas konstruk. Dengan kata lain, penelitian yang dilakukan lebih bersifat pragmatic, misalnya mengkorelasikan OCB dengan konstruk lain dan tidak mendalami pengertian konstruk OCB tersebut sendiri. Di tengah perdebatan antar para ilmuwan, perkmebangan OCB terus jalan, dan bahkan banyak pakar yang mengembangkan penelitian tersebut pada bidang yang lebih luas seperti pemasaran, psikologi dan ekonomi. Johns (1996) mengemukakan bahwa OCB memiliki karakteristik perilaku sukarela (extra-role behavior) yang tidak termasuk dalam uraian jabatan, perilaku spontan/tanpa sasaran atau perintah seseorang, perilaku yang bersifat menolong, serta perilaku yang tidak mudah terlihat serta dinilai melalui evaluasi kinerja. Berdasarkan survey literatur, terdapat banyak definisi Organizational Citizenship Behavior dan hingga kini tampaknya belum ada consensus mengenai konstruk tersebut. Kendati terdapat nama untuk suatu konstruk; tumpang tindih antar konstruk tidak jarang terjadi. Organ, Podsakoff & MacKenzie (2006: 297) mengintegrasikan berbagai konstruk OCB menjadi tujuh dimensi konstruk sebagai berikut: Helping behavior/altruism/courtesy Menunjukkan suatu perilaku membantu orang lain secara sukarela dan bukan merupakan tugas dan kewajibannya. Dimensi ini menunjukkan perilaku membantu karyawan yang berkaitan dengan persolan-persoalan yang dihadapi karyawan lain misalnya membantu dalam menggunakan perlatan tertentu. Dimensi ini kadang juga disebut altruism, peacemaking atau cheerleading. Sportmanship Menunjukkan suatu kerelaan/toleransi untuk bertahan bekerja pada suatu organisasi/perusahaan tanpa mengeluh kendati keadaan di perusahaan tersebut kurang menyenangkan. Perilaku ini menunjukkan daya toleransi yan

tinggi terhadap lingkungan yang kurang atau bahkan tidak menyenangkan. Menurut Podsakoff (2000) dimensi ini kurang mendapat perhatian pada penelitian empiris. Dikatakannya pula bahwa konstruk ini seyogjanya memiliki cakupan yang lebih luas; dalam pengertian individu tidak hanya mampu bertahan dalam ketidakpuasan akan tetapi ia juga harus tetap bersikap positif serta bersedia mengorbankan kepentingannya sendiri demi kelompok Organizational compliance/general compliance/organizational obedience Menunjukkan suatu sikap individu yang menerima peraturan dan prosedur yang berlaku di suatu organisasi. Hal tersebut dicerminkan oleh perilaku individu tersebut yang tidak pernah melanggar peraturan kendati tanpa diawasi atau sanksi sekalipun. Smith (1983) menyebutnya sebagai generalized compliance. Organizational loyalty/spreading goodwill Perilaku individu yang berkaitan dengan upaya mempromosikan citra organisasinya ke pihak luar; di samping itu ia berupaya melindungi organisasi dari ancaman eksternal serta ia tetap bertahan bekerja di organisasi atau perusahaan tersebut kendati keadaan organisasi kurang menguntungkan dan penuh dengan resiko. Civic virtue/organizational participation Keterlibatan individu dalam suatu aktivitas organisasi dan peduli terhadap kelangsungan hidup organisasi. Secara sukarela ia berpartisipasi, bertanggung jawab dan terlibat dalam mengatasi persoalaan-persoalan yang dihadapi oleh organisasi demi kelangsungan hidup organisasi. Ia juga aktif mengemukakan gagasan-gagasannya serta melalui pengamatannya pada lingkungan bisnis baik dalam hal ancaman maupun peluang. Individual initative/Conscientiousness Suatu perilaku individu yang menunjukkan upaya sukarela dalam meningkatkan cara dalam menjalankan tugasnya secara kreatif agar kinerja organisasi meningkat. Perilaku tersebut melibatkan tindakan kreatif dan inovatif secara sukarela untuk meningkatkan kemampuannya dalam menjalankan tugas demi peningkatan kinerja organisasi. Ia melakukan tindakan-tindakan yang menguntungkan organisasi melebihi dari yang

diisyaratkan, misalnya berinisiatif meningkatkan kompetennya dan secara suka rela mengambil tanggung jawab. Self-development Suatu perilaku individu yang berkaitan dengan upaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta kemampuan tanpa diminta. Dimensi ini, menurut George dan Brief (1992) juga mencakup pengembangan kompetensi diri secara swadaya dengan kemauan dan bila perlu dengan biaya sendiri, misalnya mengikuti kursus atau pelatihan agar tidak ketinggalan dari kemajuan di bidangnya. Bahkan lebih dari itu, seorang karyawan belajar ilmu atau keterampilan baru agar dapat berkontribusi lebih pada organisasi. Sebelum ketujuh konstruk tersebut di-ciptakan dari hasil sintesis berbagai konsep,, pada awalnya Podsakoff, MacKenzie, Moorman dan Fetter (1990) mengidentifikasi lima kategori OCB yaitu: Altruism Conscientiousness Sportmanship Courtesy Civic Virtue

Penambahan dua kategori yaitu organizational loyalty dan organizational compliance/obedience antara lain memasukkan konsep yang ditawarkan oleh Graham (1991). Aplikasi OCB OCB merupakan suatu perilaku sukarela (volunteer), tampak (overt) dan dapat diamati. Karena OCB fokusnya adalah perilaku maka OCB sebenarnya didasari oleh suatu motif atau nilai tertentu sebab itu kesukarelaan dalam bentuk perilaku belum tentu mencerminkan nilai kerelaan yang sebenarnya. Dalam kenyataan hidup banyak terjadi perilaku sukarela didasari oleh nilai kerelaan semu; namun, karena perilaku tersebut dipersepsi oleh sebagian besar orang positif maka perilaku semu tersebut cenderung dilakukan bereulang dan bisa menjadi nilai. Suatu contoh seorang yang rajin berderma senantiasa karena dia ikhlas dan mau menolong sesama sebenarnya belum tentu perilaku derma tersebut didasari nilai-nilai social yang dominan (theoryin-use). Bisa jadi perilaku sosialnya tersebut mempunyai maksud-maksud tertentu

yang tidak diketahui oleh sebagian besar orang. Perilaku sosialnya bisa terjadi didasari oleh nilai-nilai non-sosial. Namun karena perilaku yang dapat dilihat maka akibatnya ia dipuji dan dijadikan teladan; padahal mungkin saja ia mempunyai tujuan yang kurang baik dari perilaku sosialnya tersebut. Dalam ilmu psikologi sering dibahas bahwa salah satu pendorong perilaku seseorang adalah nilai dominan yang dianutnya namun perilaku yang sama dari dua orang yang berbeda bisa di drive oleh nilai dominan yang berbeda. Suatu contoh perilaku seseorang yang memberi uang pada orang miskin bisa dilandasi oleh nilai social tetapi bisa juga dilandasi oleh nilai kekuasaan. Memang untuk mengetahui nilai diri seseorang secara passti tidak selalu mudah sebab itu secara pragmatic manajemen dalam perusahaan sering berorientasi pada apa yang dapat diamati yaitu perilaku. Pembentukan atau pemodifikasian perilaku sering didasarkan pada reward dan punishment yang bersifat eksternal, misalnya peraturan perusahaan yang memotong gaji karyawan dan memberi nilai kinerja buruk pada mereka yang terlambat datang. Alhasil semua karyawan datang tepat waktu; pertanyaannya adalah apakah tepat waktu sudah menjadi nilai para karyawan? Bisa jadi sebagian besar karyawan datang tepat waktu karena takut kena hukuman pemotongan gaji dan kinerja buruk jadi bukan didasari oleh nilai punctuality (tepat waktu). OCB berorientasi pada perilaku individu dan diharapkan perilaku tersebut didasari oleh nilai yang dihayati. OCB sangat menarik untuk didiskusikan serta diteliti karena sifatnya yang pragmatis sehingga dapat diaplikasi pada manajemen perusahaan khususnya yang berkaitan dengan manajemen Sumber Daya Manusia. OCB mendorong para peneliti untuk melakukan berbagai tema penelitian seperti misalnya korelasi antara OCB dengan produktivitas kerja, hubungan antara OCB dengan produktivitas kerja, hubungan antara OCB dengan kinerja perusahaan, serta OCB dengan kemampuan perusahaan melakukan adaptasi pada lingkungan bisnis. Organ (1988) dalam penelitiannya membuktikan bahwa OCB terutamanya dimensi helping, sportsmanship dan civic virtue berhubungan erat dengan kinerja perusajaan. Hasil penelitian ini berimplikasi cukup luas misalnya pada program perekrutan karyawan; manajemen berupaya menerima calin karyawan yang ber-OCB tinggi dan jika sebagian besar karyawan ber-OCB tinggi maka akan mendorong terbentuknya budaya perusahaan yang berorientasi pada OCB. Di samping penelitian tersebut, komitmen organisasi juga diidentifikasi berkorelasi secara signifikan dengan hampir

semua dimensi OCB. Hingga kini, penelitian OCB masih belum banyak dilakukan dan penggeneralisasiannya masih terbatas. Di Indonesia khusunya, penelitian OCB dapat dikatakan masih sangat kurang padahal peran OCB cukup signifikan dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Penelitian OCB dapat berhubunga dengan berbagai disiplin ilmu dan tujuan, misalnya identifikasi karakteristik karyawan yang ber-OCB tinggi, hubungan antara OCB dengan kinerja organisasi. Pertanyaannya adalah Apakah OCB itu muncul karena seorang calon karyawan dengan sengaja memilih suatu posisi tertentu pada perusahaan tertentu; dan semuanya ia dapatkan? Seorang calon karyawan yang secara sadar memilih suatu posisi tertentu pada perusahaan yang bermisi tertentu, dan ia berhasil diterima bekerja di perusahaan tersebut maka ia akan puas dan berkomitmen tinggi. Keselarasan antara nilai-nilai pribadi dan perusahaan akan menyebabkan karyawan committed. Kepuasan dan komitmen afektif diasumsikan dapat mendorong perilaku OCB. Jika hal ini benar, maka pada proses rekrutmen dan seleksi perulu mempertimbangkan motif dan komitmen seorang calon karyawan dalam memilih suatu pekerjaan. Manajemen perusahaan perlu mempertimbangkan personal scorecard para calon karyawan. Allen & Meyer (1990) membedakan komitmen menjadi tiga a). Affective yaitu komitmen yang terjadi karena kedekatan emosional seseorang dengan organisasi, misalnya dalam hal visi, misi dan nilai-nilai organisasi; b). Normative yaitu ikatan emosional antara seseorang dengan organisasi sehingga ia memiliki suatu obligasi untuk tetap berada atau bekerja dalam organisasi tersebut; hal tersebut bisa disebabkan oleh faktor budaya atau hubungan keluarga; c). Continuance yaitu komitmen yang didasarkan pada suatu kalkulasi; seorang karyawan tetap bekerja dalam suatu perusahaan karena jika ia keluar atau pindah kerja maka biaya yang harus dibayar sangat besar. Hubungan antara komitmen, motif, OCB dan kinerja tersebut secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:

Motif

Organizational Citizenship Behavior Komitmen

Kinerja Individu

Kinerja Organisasi

Gambar 1. Model Hubungan Motif & Komitmen dengan OCB dan Kinerja Sebaliknya bisa terjadi bahwa perilaku OCB sudah dimilikinya relative tinggi karena didasari oleh nilai-nilai tertentu. Jika hasil penelitian membuktikan bahwa OCB berkorelasi dengan kinerja, padahal masalah motif dan komitmen calon karyawan tersebut rendah (lihat gambar 2) maka seleksi perlu mengindahkan nilai-nilai individu yang mendorong OCB. Hal tersebut berimplikasi pada perlunya berupaya nilai-nilai yang melandasi OCB misalnya melalui seleksi awal, training serta pembudayaan nilai-nilai tersebut. Kedua model sederhana tersebut merupakan contoh untuk menjelaskan bahwa penelitian praktis berimplikasi luas pada manajemen sumber daya manusia seperti misalnya pada proses rekrutmen dan seleksi, pelatihan. Berangkat dari model sederhana tersebut dapat dikembangkan model-model yang lain yang lebih kompleks, misalnya memasukkan variabel nilai-nilai perusahaan dan kepemimpinan. Snape & Redman (2010) misalnya melakukan penelitian mengenai OCB yang digabungkan dengan konsep sumber daya manusia; mereka meneliti sejauh mana hubungan antara HRM practices yang dalam hal ini dikonseptualisasi dalam bentuk workplace level, individual employee attitude & behavior dengan employees OCB dan in-role performance. Model penelitian mereka sebagai berikut:

Nilai-nilai individu

Organizational Citizenship Behavior

Kinerja Individu

Kinerja Organisasi

Budaya Organisasi dan OCB Menurut Smircich (1985:64) organizations exist as system of meanings which are shared to various degree. A sense of commonality, or taken for grantedness is necessary for continuing organized activity so that interaction can take place without constant interpretation and re-interpretation of meaning. Hofstede et al. (1990) mengemukakan bahwa culture memiliki tujuan karakteristik antara lain holistic, berkaitan dengan sejarah, berada di dalam individu (inert) dan sulit berubah, fenomena yang terkonstruksikan secara social, lunak (soft), tercermin dalam mitos, ritual, symbol, cara berpikir. Dengan demikian culture memiliki multi dimensi yang kompleks; seandainya yang dituju adalah bagian yang paling dalam basic assumption (Schein 1985) akan berbeda dengan jika dituju adalah bagian yang relatif yaitu tampak yaitu nilai dan norma dan berbeda pula jika dituju adalah bagian terluar

yaitu artifact, simbol-simbol, ritual (Schein, 1985; Smircich 1983). Keterkaitan antara perilaku OCB dan budaya dalam hal ini nilai-nilai yang mendasarinya menarik untuk diungkap. Perilaku OCB tersebut efektif dan bersifat sukarela serta dapat meningkatkan kinerja organisasi (beberapa penelitian empiris membuktikannya) maka pembudayaan nilai-nilai yang mendasari OCB perlu dilakukan secara efektif. Gordon & Cummins (1979) misalnya mengemukakan sepuluh nilai budaya perusahaan: individual initiative, risk tolerance, direction, integration, management support, control, identity, reward system conflict tolerance dan communication patterns. Mengacu pada nilai-nilai tersebut, dapat dikaji sejauh mana hubungan antara nilai-nilai ini dan OCB. Berdasarkan bahasan di atas, beberapa hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
Workplace Level HRM Practices

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Individual Level

Perceived organizational support, perceived job influence

Compliance, Altruism, in-role behavior

Gambar 3. Model Hipotesis (Sumber: Snape dan Redman, 2010) Individual initiative berpengaruh pada perilaku OCB (individual initiative). Integration berpengaruh pada perilaku OCB (helping behavior). Identity berpengaruh pada perilaku OCB (organizational loyalty).

Pembuktian hipotesis-hipotesis tersebut akan mengungkap sejauh mana pengaruh nilai-nilai organisasi pada perilaku OCB yang pada akhirnya hipotesis lain bisa dikembangkan yaitu pengaruh perilaku OCB dengan kinerja organisasi dan seterusnya. Jika nilai-nilai organisasi berpengaruh pada perilaku OCB dan perilaku OCB berpengaruh positif pada kinerja perusahaan maka penemuan tersebut akan memberi implikasi yang sangat bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai