Anda di halaman 1dari 20

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF) 1.

Definisi Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa, disebabkan oleh virus dengue (tergolong arbovirus Arthropod-borne viruses) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (betina) dan Aedes albopictus yang dapat menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan (Sumarmo, 1983). Dengue Haemoragic Fever (DHF) biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi disertai bintik merah (Sir,Patrick manson, 2001). Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.

2. Etiologi Penyebab utama: virus dengue tergolong albovirus Vektor utama


Aedes aegypti. Aedes albopictus.

Adanya vektor tesebut berhubungan dengan: kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperlauan sehari hari. Sanitasi lingkungan yang kurang baik. Penyediaan air bersih yang langka.

Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah padat penduduk karena. Antar rumah jaraknya berdekatan yang memungkinkan penularan karena jarak terbang aedes aegypti 40-100 m.

Aedes aegypti betina mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat (Noer, 1999).

3. Klasifikasi Berdasarkan derajat beratnya penyakit secara klinis, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4 derajat (WHO, 1986): 1. Derajat I (Ringan) Demam mendadak 2 7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi tanpa perdarahan atau perdarahan ringan yaitu tes tourniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi. 2. Derajat II (Sedang) Golongan ini lebih berat dari derajat I karena ditemukan perdarahan pada kulit dan disertai pula perdarahan spontan lain, yaitu epistaksis (mimisan), perdarahan gusi, hematemesis atau mekna (muntah darah). 3. Derajat III (Berat) Penderita mengalami syok dengan gejala klinik pada derajat I & II, serta ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan) 4. Dejarat IV Penderita syok berat dengan tekanan darah yang tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba. (Junaidi, P, Soemasto, A, Amelz, H. 1982).

4. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis DHF hampir sama seperti infeksi virus lain, maka DHF juga merupakan self limiting infection diseaser yang akan berakhir sekitar 2-7 hari. a. Masa inkubasi Sesudah nyamuk mengigit penderita dan memasukkan virus dengue ke dalam kulit, berlangsung masa laten selama 4-5 hari diikuti timbulnya gejala demam, sakit kepala, dan malaise. Selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut: b. Demam Demam secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari (38 400C), kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Pada fase awal ditandai dengan demam mendadak tinggi dengan sebab yang tidak jelas dan hampir tidak bereaksi terhadap pemberian antipiretik (mungkin hanya turun sedikit kemudian naik kembali). Bersamaan dengan demam muncul kemerahan di muka, sakit kepala, kehilangan nafsu makan, muntah, nyeri uli hati. selanjutnya, muncul gejalagejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia, nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah. (Soedarmo, 1990). Bila tidak disertai syok maka panas akan turun dan penderita sembuh sendiri (self limiting). c. Perdarahan Perdarahan disebabkan karena kurangnya trombosit (trombositopeni), biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada fungsi vena kulit. Pada uji torniquet, tampak adanya bintik-bintik merah (purpura) dan petekia (Soedarto, 1990). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis (Nelson, 1993). Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995).

Perdarahan juga dapat mengenai semua organ echymosis, perdarahan konjungtiva, epistaksis (mimisan), perdarahan gusi, hematemesis, melena (buang air besar berwarna hitam berupa lendir bercampur darah) dan hematuria (darah dalam urin). d. Hepatomegali Pada permulaan demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita (Soedarita, 1995). e. Dengue shock Syndrom (Syok) Shock Syndrome adalah syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorraghic Fever (DHF).. 30-50% penderita DHF mengalami renjatan yang berakhir dengan suatu kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat (Rampengan dan Laurentz,1993). Syok pada DBD terjadi karena kebocoran pembuluh darah sehingga cairan plasma darah dapat merembes keluar dari pembuluh darah dan berkumpul di rongga-rongga tubuh yaitu ronga perut dan rongga dada. Akibatnya pembuluh darah menjadi kolaps dan jalan mengatasinya ialah dengan infus (Rampengan dan Laurentz,1993) Fase syok merupakan fase kritis DHF dengan tanda-tanda: Suhu badan cenderung turun Penderita terlihat lemah dan berkeringat Kulit dingin, lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki Gelisah dan sianosis disekitar mulut Nadi cepat, lemah, kecil sampai tidak teraba Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang dari 80 mmHg) Tekanan nadi menurun (sampai 20mmHg atau kurang)

f.

Leukosit Jumlah leukosit dapat normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil. Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukosit dan sel neutrofil bersama sama menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat. Peningkatan jumlah sel lifosit atipikal atau limfosit plasma biru >15 % dapat dijumpai pada hari sakit ketiga, sebelum suhu tubuh turun atau sebelum syok terjadi (Hadinegoro,1990).

g. Trombositopeni: Jumlah trombosit < 150.000 /mm3 dan terjadi pada hari ke- 3 sampai ke-7 h. Hemokonsentrasi: Meningkatnya nilai hematokrit diatas 20% dari normal dan merupakan indikator kemungkinan terjadinya syok. i. Gejala-gejala lain : Mual muntah, Anoreksia Sakit perut Diare atau konstipasi Menggigil Kejang Sakit kepala Penurunan kesadaran Muncul bintik merah pada kulit (petechie)

5. Patofisiologi DHF Nyamuk Aedes Aegypti

Toksin masuk dalam tubuh

Terjadi Infeksi

Merangsang Hipotalamus

Kontraksi Hepar

Permeabilitas vascular

Suhu tubuh

Hepatomegali

Kebocoran Plasma

Hipokonsentra si Hipoproteinem ia Efusi Serosa

Hipertermi

Hipovolemik

Volume plasma

Hipotensi Hiponatremia Syok

Trombosit

< Volume cairan

Resiko perdarahan

Hipoksia jaringan

Resiko Syok hipovolemik

Asidosis Metabolik

pH

Mual muntah

Anoreksia

< nutrisi

6. Proses Penularan DHF Penyebaran penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, sehingga pada wilayah yang sudah diketahui adanya serangan penyakit DBD akan mungkin ada penderita lainnya bahkan akan dapat menyebabkan wabah yang luar biasa bagi penduduk disekitarnya.

7. Pemeriksaan Diagnostik 1. Uji torniquet Tes ini dilakukan untuk menguji ketahanan kapiler darah dengan cara membendung vena dengan toriquet. Dengan pembendungan vena tersebut menyebabkan menekan kapiler darah, Jika dinding kapilernya kurang kuat akan rusak oleh pembendungan dan darah dalam kapiler tersebut keluar merembes kedalam jaringan sekitarnya sehingga sehingga nampak bercak-bercak merah (petechia). Jika ada > 10 petechia, tes baru dianggap positif (Gandasoebrata, 2001). 2. Hemoglobin (Hb) Kadar Hb dapat ditentukan dengan berbagai cara yaitu sahli dan sianmethemoglobin (foto elektrik). Dalam laboratorium sianmethemoglobin (foto elektrik) paling sering digunakan karena hasilnya lebih akurat dan lebih cepat. Nilai normal pada pria 13-15 gr/dl dan wanita 10-12 gr/dl. Kadar hemoglobin pada hari pertama biasanya normal atau sedikit menurun, kemudian kadanya akan naik mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi paling awal (Rejeki, S, Satari, H. 1999).

3. Hematokrit (Ht) Hematokrit merupakan nilai semua eritrosit dalam 100 ml darah dengan satuan persen (%). Nilai normal untuk pria 40-48% dan wanita 37-43%. Nilai hematokrit mulai meningkat pada hari ketiga. Peningkatan hematokrit merupakan manifestasi Hemokonsentrasi yang terjadi akibat kebocoran plasma. Akibat kebocoran ini volume plasma menjadi berkurang yang dapat menyebabkan syok hipovolemik dan kegagalan sirkulasi. Namun pada kasus perdarahan berat umunya nilai hematokirt tidak meningkat tetapi menurun (Rejeki, S, Satari, H. 1999). 4. Trombosit Trombosit sukar dihitung karena mudah pecah, namun biasanya trombosit turun sampai 100.000 mm3. 5. Sediaan hapusan darah tepi terdapat fragmentosit yang menandakan terjadinya hemolisis 6. Sumsum tulang Terdapatnya hipoplasi sistem eritropoetik disertai hiperplasi sistem RE dan terdapatnya makrofag dengan fagositosis dari bermacam jenis sel 7. Elektrolit: Hiponatremi (135 mEq/l) karena adanya kebocoran plasma,anoreksia, keluarnya keringat, muntah dan intake yang kurang Hiperkalemi asidosis metabolic

Tekanan onkotik koloid menurun, protein plasma menurun, Serum transaminasi meningkat.

8. Pemeriksaan Serologi Melakukan pengukuran titer antibodi pasien dengan cara Haemaglutination Inhibition Test (HI Test) atau dengan uji pengikatan komplemen (Complement Fixation Test/CFT). Pada pemeriksaan ini dibutuhkan 2 bahan pemeriksaan yaitu pada masa akut atau demam dan pada masa penyembuhan (1-4 minggu setelah awal gejala penyakit). Untuk pemeriksaan serologi ini diambil darah vena 2-5 ml.

9. Pemeriksaan Diagnosis yang Menunjang Antara lain foto torax yang mungkin dijumpai adanya pleural efusion pada pemeriksaan USG hepatomegali dan splenomegali.

8. Pencegahan Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada penderita DBD nya. Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui metode pengontrolan atau pengendalian vektornya adalah : Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat. perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) pada tempat air kolam, dan bakteri (Bt.H-14). Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion). Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain. Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain : 1. Menggunakan insektisida. Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk

membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air. 2. Tanpa insektisida Caranya adalah: Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 10 hari). Menutup tempat penampungan air rapat-rapat. Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang

9. Komplikasi Komplikasi dari penyakit demam berdarah menurut Suroso, dkk (2004) antara lain: 1. Ensefalopati dengue Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Ensefalopati dengue dapat menyebabkan kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau somnolen, dapat juga disertai kejang. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati

berhubungan dengan kegagalan hati akut (Hadinegoro,1999). 2. Kelainan ginjal Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun

jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah

dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin (Hadinegoro,1990). 3. Oedem paru Oedem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedem paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih ( kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa

memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran oedem paru pada foto rontgen dada.

10. Pengobatan Obat obat pada penyakit Demam Berdarah Dengue terdiri dari beberapa golongan, yaitu : 1. Obat rehidrasi Cairan diberikan untuk mengurangi rasa haus dan dehidrasi akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Penderita perlu cairan sebanyak (1 2 liter dalam 24 jam ) berupa air teh dengan gula ,sirup susu atau oralit. Indikasi pemberian cairan IV ialah:

Apabila penderita terus menerus muntah, sehingga tidak mungkin dilakukan pemberian secara oral Hematokrit bertendensi terus meningkat pada pemeriksaan rutin. Jumlah cairan yang diberikan, disesuaikan dengan kebutuhan cairan pada tiap pasien. Berupa cairan RL IV line. Plasma atau ekspander plasma diberikan bila penderita dengan syok berat dan tidak dapat diatasi dengan RL. 2. Antipiretik Bila suhu lebih dari 400 c berikan antipiretik golongan asetaminofen (parasetamol). 3. Antikonvulsi Bila penderita kejang dapat diberikan luminal. 4. Antibiotik Antibiotik diberikan bila terdapat syok yang berkepanjangan atau terdapat komplikasi infeksi bakteri ( amcilin, kloramfenikol, bactrim).

11. Analisa Data No 1. Data DS: Pasien mengatakan Terjadi Infeksi menggigil Pasien mengatakan Merangsang Hipotalamus Etiologi Virus masuk dalam tubuh Masalah Keperawatan Hipertemia

badan panas Suhu tubuh meningkat DO: Kenaikan suhu tubuh diatas 37,50C) Kulit memerah Kulit teraba panas Takikardi RR > 20 x/mnt Kejang 2. DS: Pasien bagian berdarah DO: Volume plasma Ht turun Volume plasma turun Hb turun Resiko perdarahan Trombosit turun 3. DS: Pasien mengatakan Permeabilitas vaskular Infeksi Kurang nutrisi Trombosit mengatakan Permeabilitas vaskular tubuhnya Kebocoran plasma Infeksi Resiko Perdarahan normal (> Hipertermia

kejang abdomen Pasien mengatakan Kebocoran plasma

mual dan muntah Pasien mengatakan

Hipovolemik

nyeri abdomen DO: Nafsu makan pasien kurang Pasien tampak lemah Konjungtiva anemis Denyut nadi lemah Bising usus berlebih

Hipotensi

Syok hipovolemik

Hipoksia jaringan

Asidosis metabolik

pH

Mual muntah

Anoreksia

Nutrisi <

4.

DS: Pasien mengatakan

Infeksi

Kurang volume cairan

Permeabilitas vaskular sering haus DO: Mukosa bibir kering Hipovolemik Konjungtiva anemis CRT > 2 detik Penurunan kulit TTV turun Suhu tubuh turgor < Volume cairan Volume plasma Kebocoran plasma

meningkat Ht meningkat

12. Diagnosa Keperawatan 1. Hipertermia b.d: mikroorganisme, sakit 2. Resiko perdarahan b.d: trombositopenia 3. Ketidakseimbangan nutrisi b.d: ketidakmampuan untuk memasukkan nutrisi karena faktor biologis 4. Kurang volume cairan b.d kehilangan volume cairan secara aktif

13. Rencana Keperawatan Diagnosa 1 Tujuan Hasil Hipertermi mikroorganisme, sakit b.d Setelah tindakan selama suhu dilakukan 1. Monitor perawatan suhu 5. Peningkatan suhu pada tubuh pasien & Kriteria Intervensi Rasional

tubuh 1 jam sekali tekanan

1 x 24 jam 2. Monitor tubuh turun

darah, nadi dan RR 3. Monitor hidrasi status

DHF lebih cepat daripada biasa sakit

dengan kriteria hasil: - Suhu 36,5 37,5 - TD, Nadi, RR normal

seperti 6. Tekanan darah, nadi dan RR

tirgor, kelembaban 4. Tingkatkan intake cairan 5. Kompres air biasa 6. Kolaborasi Antipiretik : 7.

indicator utama perbahan dalam tubuh Mengetahui derajad hidrasi 8. Mengembalikan

volume sehingga

cairan

hidrasi adekuat 9. Menurunkan panas tubuh 10. Menurunkan hipertermi

Diagnosa 2

Tujuan Hasil

&

Kriteria Intervensi

Rasional

Resiko

Perdarahan Setelah tindakan selama

dilakukan 1. Monitor perawatan 3 x 24 jam tidak 2. penurunan trombosit Monitor Hb 3. Anjurkan Ht

tanda 11.

Penurunan

b.d trombositopenia

trombosit merupakan dan tanda kebocoran pembuluh darah pasien 12. Ht yang

perdarahan

terjadi dengan kriteria hasil: - Hb, Ht normal - Trombosit meningkat

banyak istirahat 4. Beri untuk penjelasan segera

menurun mengindikasikan pecahnya pembluh kapiler 13. Aktivitas yang terkontrol darah

melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut. 5. Jelaskan yang obat diberikan

pasien tidak dapat

dan manfaatnya

menyebabkan perdarahan.

14.

Membantu

pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin 15. Memotivasi untuk

pasien

mau minum obat sesuai dosis

yang diberikan

Diagnosa 3

Tujuan Hasil

&

Kriteria Intervensi

Rasional

Ketidakseimbangan nutrisi kurang

Setelah

dilakukan 1. Kaji adanya alergi perawatan makanan Gula

1. Menentukan makanan yang akan diberikan

dari tindakan

kebutuhan tubuh b.d selama ketidakmampuan

3 x 24 jam 2. Monitor darah

kurang nutrisi pasien

kepada pasien intake 2. Menghindari makanan yang keluhan sakit dan yang berpotensi meningkatkan gula darah 3. Mengetahui kebutuhan nutrisi saat 4. Untuk menetapkan

memasukkan nutrisi teratasi dengan kriteria 3. Monitor karena faktor biologis hasil: - Albumin serum - Hb, Ht normal - Tidak ada mual dan muntah 4. nutrisi Kaji mual, menelan, muntah

dialami pasien. 5. Monitor lingkungan makan

6. Kaji

cara

cara mengatasinya. 5. Lingkungan yang bersih

bagaimana makanan dihidangkan. 7. Berikan makanan yang ditelan bubur 8. Berikan makanan dalam porsi kecil dan sering. 9. Kolaborasi anti emesis, nutrisi frekuensi mudah seperti

menurunkan mual muntah 6. Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu pasien. 7. Membantu mengurangi kelelahan pasien dan makan

dengan ahli gizi

meningkatkan asupan makanan . 8. Untuk menghindari mual.

Diagnosa 4

Tujuan Hasil

&

Kriteria Intervensi

Rasional

Kurang

volume Setelah

dilakukan 1. Kaji perawatan 3 x 24 jam umum (lemah, takikardi)

keadaan pasien pucat, serta

1. Menetapkan data pasien dasar untuk

cairan b.d kehilangan tindakan volume cairan secara selama aktif

deficit volume cairan teratasi dengan kriteria hasil: - CRT 2 detik Mukosa lembab Konjungtiva anemis (-) turgor elastis kulit

mengetahui penyimpangan dari keadaan

tanda-tanda vital 2. Observasi tanda syock. tanda-

normalnya. cairan sesuai 2. Agar segera dilakukan tindakan untuk menangani syok. dapat

bibir 3. Berikan intravena

program dokter 4. Anjurkan untuk minum. 5. Catat output. 6. Kolaborasi line IV intake dan pasien banyak

3. Pemberian cairan IV

sangat penting bagi yang mengalami kekurangan cairan karena tubuh cairan langsung masuk dalam ke tubuh cairan karena pasien

pembuluh darah. 4. Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh. 5. Untuk mengetahui keseimbangan cairan.

Anda mungkin juga menyukai