Anda di halaman 1dari 7

PEMBAHASAN

A. Optimasi Metode dan Spesifikasi Instrument Optimasi merupakan upaya untuk memperoleh kondisi optimum dari instrument yang akan digunakan untuk analisis analit dalam sampel. Tujuan dilakukan optimasi metode dan spesifikasi instrument adalah untuk mengoptimalkan kemampuan analisis dari instrument yang akan digunakan (AAS) dalam mendeteksi kadar zinc dalam sampel dan menentukan setting spesifikasi instrument sehingga dapat menghasilkan absorbansi yang optimum. Prinsip metode AAS adalah absorbsi radiasi

elektromagnetik oleh atom dalam keadaan nyala. Pada praktikum dilakukan optimasi tinggi burner dan laju aliran asetilen. Optimasi tinggi burner penting untuk dilakukan karena tinggi burner menentukan letak atau posisi pembakaran sampel dan juga berpengaruh terhadap pendeteksian oleh detector Hollow Cathode Lamp. Detector yang digunakan khusus untuk mendeteksi adanya Zinc dalam sampel yang dianalisis sehingga metode AAS ini dapat dikatakan spesifik untuk Zn. Tinggi burner yang optimum akan menghasilkan posisi pembakaran sampel yang tepat sehingga proses atomisasi terjadi secara sempurna dan mampu memberikan hasil pengukuran yang optimal. Berikut ini hasil dari optimasi tinggi burner : Tinggi burner 8 10 12 Absorbansi 0,749 0,752 0,739

Dari hasil data tersebut diperoleh tinggi burner skala 10 menghasilkan absorbansi yang paling besar. Hal ini menunjukkan bahwa pada tinggi burner skala 10 merupakan tinggi burner optimal. Optimasi laju aliran asetilen juga perlu dilakukan karena akan menentukan optimalnya proses pembakaran. Bahan bakar yang digunakan adalah udara dan asetilen. Asetilen berfungsi sebagai gas pembakar bersama dengan udara sebagai gas pengoksidasi. Pembakaran dan proses atomisasi yang optimal dapat menghasilkan

pemaparan atom yang optimal pula pada detektor sehingga diperoleh absorbansi yang optimum. Berikut ini adalah hasil optimasi laju alir asetilen : Laju alir asetilen Skala 6 Skala 10 Absorbansi 0,757 0,718

Keterangan : optimasi dilakukan pada laju alir asetilen, sedangkan laju alir udara dibuat tetap pada skala 20. Dari hasil optimasi tersebut diperoleh laju alir asetilen paling optimal adalah pada skala 6 dan udara pada skala 20 karena didapatkan nilai absorbansi yang paling besar.

B. Validasi Metode Analisis Validasi metode dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang digunakan benar-benar akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan terhadap kisaran analit yang akan dianalisis. Parameter validasi yang dilakukan dalam praktikum adalah akurasi, presisi, dan linearitas. Linearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang digunakan. Linearitas menunjukan hubungan konsentrasi analit dengan respon detector yang dihasilkan. Syarat linearitas yang baik adalah nilai r0,999 (nilai r mendekati 1), yang menunjukan kurva baku yang dihasilkan linear. Dengan demikian, hubungan antara kenaikan kadar dengan absorbansi semakin proporsional. Absorbansi seri larutan baku Konsentrasi 5,19 ppm 15,57 ppm 25,95 ppm 36,33ppm 46,71 ppm Absorbansi 0,271 0,564 0,709 0,787 0,829

Pada validasi diperoleh persamaan kurva baku y= 0,0129 + 0,2972 dengan nilai r= 0,9381. Hal ini menunjukkan linearitas kurva baku yang dihasilkan kurang baik.

GAMBAR KURVA BAKU

Akurasi menunjukan ketelitian metode analisis atau menyatakan kedekatan nilai terukur dengan nilai yang sebenarnya. Akurasi ditunjukan dengan nilai recovery atau perolehan kembali. Dari pengukuran diperoleh hasil : Konsentra si (ppm) Rep. Absorbansi (y) Kons.terukur (ppm) Ratarata kons. Kons.1 (Low) 1 2 3 Kons.2 (medium) 1 2 3 Kons.3 (high) 1 2 3 0,287 0,251 0,291 0,706 0,697 0,700 0,817 0,818 0,813 -0,7907 -3,5814 -0,4806 31,6899 30,9922 31,2248 40,2946 40,3721 39,9845 40,217 1 31,302 3 -1,6176 -15,4434 -71,6279 -9,350 123,7887 123,9690 121,4973 87,4449 89,7158 86,4343 87,865 0,2051 123,085 0,3552 -32,1404 1,7078 Recover y (%) Rata-rata rec. (%) Nilai CV (%)

Akurasi dikatakan baik apabila nilai % recovery berada antara 98% 102 %. Bila berada pada rentang tersebut dapat dikatakan bahwa kadar yang ditetapkan dengan kadar yang sebenarnya tidak berbeda signifikan secara statistik. Diperoleh bahwa metode analisis ini kurang akurat dalam penetapan kadar Zinc dalam shampoo karena tidak ada yang memenuhi % recovery sebesar 98% 102 %. Presisi menyatakan keterulangan hasil atau reprodusibilitas metode analisis. Presisi ditunjukkan dengan nilai koefisien variasi (%CV). Syarat presisi yang baik adalah nilai CV 2% maka hasil yang diperoleh memiliki nilai yang berbeda tidak

signifikan secara statistik, dengan kata lain hasilnya reprodusibel. Dari data diperoleh bahwa metode analisis ini memiliki presisi yang baik karena pada semua konsentrasi menghasilkan CV kurang dari 2%.

C. Pembuatan Seri Larutan Baku untuk Penetapan Kadar Sampel Larutan stok zinc dibuat dengan cara melarutkan ZnCL2 dalam HCl encer. ZnCL2 akan terionisasi membentuk Zn2+. Reaksinya : ZnCL2 Zn2+ + 2ClIon Zn2+ akan terbaca oleh detektor FID. Seri larutan baku dibuat dengan konsentrasi 5; 15; 25; 35; dan 45 g/mL. Sebelum dilakukan pengukuran dengan AAS, maka larutan dimilipore untuk menghilangkan pengotor. Dari pengukuran diperoleh hasil : Konsentrasi Absorbansi 5 ppm 15ppm 25ppm 36, ppm 46ppm
0,325 0,513 0,672 0,752 0,794

Persamaan kurva baku yang diperoleh y = 0,01145x + 0,31695 dengan nilai r = 0,9966. Hal ini menunjukan kurva baku yang dihasikan kurang memenuhi syarat linearitas yakni nilai r 0,999. Jika nilai r makin mendekati 1, maka kurva baku yang dihasilkan makin linear. Hal ini berarti adanya hubungan yang proporsional antara kenaikan kadar dengan respon detector (absorbansi). Nilai slope (b) menunjukkan sensitivitas metode analisis. Suatu metode analisis yang bail memiliki nilai alpha 450 (b=1). Apabila nilai b mendekati 1 maka hal ini menunjukkan bahwa kenaikan kadar diikuti dengan kenaikan absorbansi yang optimum (sensitivitas metode tinggi). Namun dari percobaan diperoleh nilai alpha 0,66 0. Hal ini menunjukkan metode yang digunakna memiliki sensitivitas yang kurang baik. Nilai intersep (a) menunjukkan adanya noise dari system yang digunakan, nilai intersep yang paling baik adalah 0. Hal ini menunjukkan pada kadar 0 akan menghasilkan

nilai absorbansi 0 pula. Dari hasil percobaan nilai intersep 0,31695, hal ini menunjukkan pada kadar 0 menghasilkan absorbansi sebesar 0,31695. Dalam pengukuran diperlukan blanko yang berfungsi sebagai auto zero yang berisi pelarut yang digunakan yakni HCl encer (HCl 5% v/v).

Kurva baku

D. Preparasi Sampel Sampel yang digunakan adalah shampoo merk X yang mengandung zinc pyrhitione. Hal ini diketahui karena kandungan zinc tercantum dalam etiketnya yakni 0,5% zinc pyrhitione. Sampling dilakukan dengan cara mengambil 5 sachet

shampoo dengan nomor batch yang sama. Pengambilan 5 sachet shampoo dianggap cukup representative sehingga dapat mewakili populasi. Pemilihan nomor batch yang sama bertujuan untuk menjamin keseragaman kondisi sampel selama proses produksi dan distribusi. Sampel dihomogenkan dan diambil 1,0 mL cuplikan untuk tiap

replikasi dan dilakukan proses destruksi basah. Destruksi basah bertujuan untuk menghilangkan molekul organic yang terdapat dalam sampel menggunakan asamasam pengoksidasi seperti HNO3 dan H2SO4 sehingga molekul organic teroksidasi menjadi CO2 dan H2O. Reaksinya adalah sebagai berikut: a CxHyOz + b HNO3 a CxHyOz + b H2SO4 c CO2 + d NO2 + e H2O c CO2 + d SO2 + e H2O

Dalam shampoo terdapat banyak senyawa organic sehingga dapat mengganggu pengukuran dengan AAS. Hal ini karena molekul organic akan membentuk arang pada proses atomisasi (pembakaran) yang menyebabkan penyumbatan dan kerusakan pada instrument AAS. Proses oksidasi disertai dengan pemanasan untuk mempercepat reaksi. Jika pada sampel masih terdapat endapan hitam, maka hal ini menunjukkan masih adanya senyawa organic dalam sampel. Oleh sebab itu perlu ditambahkan HNO3 hingga molekul organic tersebut hilang. Proses destruksi dihentikan ketika sampel telah berwarna jernih. Dalam sampel, analit berada dalam bentuk kompleks yakni Zinc pyrithione. Setelah melalui proses destruksi maka analit

berbentuk ZnO yang berupa endapan putih. Kemudian dilarutkan dalam HCl encer sehingga membentuk ZnCl2 (garam) dan dapat larut.
N O Zn S O N S

destruksi ZnO (s)

dilarutkan dalam HCl encer

ZnCl2

Zinc Pyrithione

Reaksinya adalah sebagai berikut : Zn2+ + O2ZnO + 2 HCl ZnO ZnCl2 + H2O

E. Penetapan Kadar Zinc dalam Sampel Volume hasil destruksi tidak seragam (masing-masing kurang dari 20 mL), maka filtrate diencerkan hingga diperoleh volume seragam yakni 25 mL. Hal ini bertujuan untuk menyeragamkan volume sehingga perhitungan secara kuantitatif dapat dilakukan. Kemudian masing-masing larutan dimilipore untuk menghilangkan kontaminan atau pengotor dan didegassing untuk mengilangkan gelembung udara yang dapat mengganggu pengukuran. Absorbansi larutan diukur menggunakan metode AAS dengan parameter hasil optimasi. Kadar zinc dalam sampel yang diperoleh sebesar.. Kadar zinc dalam sampel dibandingkan etiket, CV..

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 1. Metode penetapan kadar zinc secara spektrofotometri serapan atom tidak memenuhi persyaratan akurasi dan linearitas tetapi memenuhi persyaratan presisi yang baik. 2. Kadar rata-rata zinc yang diperoleh pada analisis penetapan kadar zinc dalam shampoo merk X adalah...... 3. Kadar zinc dalam sampel shampoo sesuai/tidak sesuai dengan kadar zinc yang tercantum pada kemasan shampoo

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai