Anda di halaman 1dari 24

Thursday, November 22, 2007 Posisi Pendidikan Kesehatan Dalam Menentukan Status Kesehatan Blum mengidentifikasi empat faktor

utama yang berpengaruh terhadap status kesehatan, yaitu keturunan, lingkungan, pelayanan kesehatan dan perilaku. Keturunan termasuk dalam faktor utama, karena sifat genetik diturunkan oleh orang tua kepada keturunannya. Sifat genetik ini sebagian bertanggung-jawab terhadap kapasitas fisik dan mental keturunannya. Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan sosial. Limgkungan fisik dapat menjadi kekuatan yang buruk dan merusak kesehatan manusia. Ketidaksetaraan dalam organisasi sosial mendorong terjadinya kemiskinan yang secara langsung memberikan kontribusi terhadap masalah-masalah kesehatan. Bagaimana masalahmasalah kesehatan dipecahkan sangat tergantung pada pengorganisasian dan pelaksanaan pelayanan kesehatan. Perilaku kesehatan (health behaviour) juga menentukan status kesehatan. Perubahan perilaku menuju ke arah hidup yang kondusif untuk kesehatan dilakukan melalui pendidikan kesehatan. Menurut WHO (1986), yang dimaksud dengan perilaku kesehatan (health behaviour) adalah aktivitas apapun yang dilakukan oleh individu tanpa memandang status kesehatan aktualnya maupun status kesehatan menurut persepsi individu tersebut- yang bertujuan untuk meningkatkan, melindungi atau mempertahankan kesehatannya, tanpa mempertimbangkan apakah perilaku tersebut efektif untuk mencapai tujuan tersebut. Istilah ini harus dibedakan dengan perilaku berisiko (risk behaviour) yang berarti perilaku yang berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap penyakit tertentu. Sebagaimana disebutkan dalam definisi di atas, pendidikan kesehatan adalah proses yang direncanakan dengan sadar untuk menciptakan peluang bagi individu-individu untuk senantiasa belajar memperbaiki literacy, meningkatkan pengetahuan dan life skills nya demi kepentingan kesehatannya. Dengan demikian perlu perencanaan. Ada beberapa model perencanaan pendidikan kesehatan, namun dalam makalah ini hanya dibahas sebagian dari model perencanaan PRECEDE yang dikemukakan oleh Green dan usulan praktisi (Departemen Kesehatan) dalam penerapannya. Selain itu, oleh karena tujuan pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku, maka perlu diketahui perilaku siapa yang akan diubah (sasaran) dan teori-teori apa yang mendasari proses perubahan perilaku tersebut itu. Kemudian baru dapat dipilih metode yang sesuai dengan tujuan spesifik pendidikan kesehatan yaitu perubahan pengetahuan (kognisi), perubahan sikap (pengertian, motivasi) atau perubahan praktek (mendapatkan akses informasi kesehatan, mempergunakan informasi) untuk meningkatkan atau mempertahankan kesehatannya. Jika kesehatan akan diperbaiki dengan membantu individu mengubah gaya hidupnya, maka kegiatan yang dilakukan bukan hanya ditujukan terhadap individu tersebut namun juga terhadap kondisi sosial dan kondisi kehidupan yang membuat individu mempertahankan pola perilakunya tersebut. Berdasarkan pemikiran tersebut, Lawrence Green mengusulkan perencanaan pendidikan kesehatan melalui PRECEDE framework (kerangka kerja Precede) dan PROCEED framework sebagai terapi terhadap perilaku lama. PRECEDE merupakan akronim predisposing, reinforcing and enabling constructs in ecosystem diagnosis and evaluation. Sedangkan PROCEDE merupakan akronim policy, regulating or resourcing, and organizing for educational and environmental development evaluation. Jika PRECEDE merupakan diagnosis, PROCEDE adalah terapi dalam pendidikan kesehatan. Dalam PRECEDE framework, berisi dua kegiatan yaitu diagnosis dan evaluasi ekosistem. Evaluasi ekosistem merupakan assessment yang hasilnya dipergunakan untuk mendiagnosis ekosistem. Diagnosis

ekosistem berisi kegiatan penilaian kualitas hidup melalui penilaian umum terhadap masalah-masalah sosial. Kemudian dilakukan identifikasi masalah-masalah kesehatan yang tampaknya berpengaruh terhadap masalah sosial ini. Selanjutnya diidentifikasi perilaku-perilaku khusus yang tampaknya berkaitan dengan masalah kesehatan tersebut dilanjutkan dengan melokalisir perilaku (diagnosis perilaku). Langkah selanjutnya adalah menegakkan diagnosis edukasional yaitu menentukan faktorfaktor predisposisi (predisposing factors), pemungkin (enabling factors) dan penguat (reinforcing factors) yang berpotensi mempengaruh perilaku kesehatan yang telah diidentifikasi tersebut. Ketiga faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1). Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factor) Faktor-faktor ini mencakup, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya : pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat pemeriksaan hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya. Disamping itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa hamil. Misalnya, orang hamil tidak boleh disuntik (pemeriksa hamil termasuk memperoleh suntikan anti tetanus), karena suntikan bisa menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor ini terutama yang positif akan mempermudah terwujudnya perilaku baru maka sering disebut faktor yang memudahkan. 2). Faktor-faktor pemungkin (Enabling factors) Faktor-faktor ini mencakup ketersedian sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, tersedianya makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek suasta (BPS), dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya : perilaku pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat periksa hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa hamil, misalnya : puskesmas, polindes, bidan praktik, ataupun rumah sakit. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung untuk atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin. 3). Faktor-faktor penguat (Reinforcing factors) Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undangundang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintahan daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif serta dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Seperti perilaku pemeriksaan hamil, serta kemudahan memperoleh fasilitas pemeriksaan hamil, juga diperlukan

peraturan atau perundang-undangan yang mengharuskan ibu hamil melakukan periksa hamil. Oleh sebab itu intervensi pendidikan hendaknya dimulai mendiagnosis 3 faktor penyebab (determinan) tersebut kemudian intervensinya juga diarahkan terhadap 3 faktor tersebut. http://ferryefendi.blogspot.com/2007/11/posisi-pendidikan-kesehatan-dalam.html

Model Precede-ProceedModel yang dikembangkan oleh Green dan Kreuter (1991) pada tahun1980, merupakan model yang paling cocok diterapkan dalamperencanaan dan evaluasi promosi kesehatan, yang dikenal denganmodelPRECEDE ( Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes inEducational Diagnosis and Evaluation ). PRECEDE merupakan kerangkauntuk membantu perencanaan mengenal masalah, mulai dari kebutuhanpendidikan sampai pengembangan program. Pada tahun 1991, model inidisempurnakan menjadi model PRECEDE-PROCEEDE. PROCEEDEmerupakan singkatan dari Policy, Regulatory, and OrganizationalContructs in Educational and environmental Development. Dalam aplikasinya, PRECEDE-PROCEED dilakukan bersama-sama dalamproses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. PRECEDE digunakanpada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas dan tujuan program,sedangkan PROCEED digunakan untuk menetapkan sasaran dan kriteriakebijakan, pelaksanaan, dan evaluasi. Menurut Schmidt dkk. (1990),model ini paling banyak diterima dan telah berhasil diterapkan dalamperencanaan program-program komprehensif dalam banyak susunanyang berlainan, serta model ini dianggap lebih berorientasi praktis.Gambar 6.1 meringkas gambaran model PRECEDE-PROCEED.LANGKAH=LANGKAH PERENCANAAN PROMOSI KESEHATANMenentukan Kebutuhan Promosi KesehatanDiagnosis masalahDilakuan dengan menggunakan kerangka PRECEDE-PROCEEDE sesuaigambar 6.1 dan 6.2. PRECEDE digunakan pada fase diagnosis masalah,penetapan prioritas masalah dan tujuan program, sedangkan PROCEEDdigunakan untuk menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan, sertaimplementasi dan evaluasi. Gambar 6.1 Kerangka PRECEDE-PROCEED. Sumber: Green, Lawrence andMarshall W. Kreuter, 1991:24 Gambar 6.2 Indikator, dimensi, dan hubungan di antara faktor-faktor yangdiidentifikasi pada fase 1,2, dan 3 pada kerangka PRECEDE-PROCEEDE.

umat, 26 Maret 2010


Target AKI MDGs 2015 Diprediksikan Sulit Dicapai
Membicarakan Target Millenium Development Goals (MDGs) sepertinya kita agak ketar-ketir. Setelah adanya kekhawatiran target di tahun 2015 sulit tercapai karena rendahnya komitmen pemerintah daerah, angka kematian ibu juga diprediksikan sulit tercapai targetnya. Target Millenium Developments Goals (MDGs) yang menetapkan angka kematian ibu 102/100.000 ibu melahirkan pada tahun 2015, dinilai beberapa kalangan akan sulit dicapai. Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas, Arum Atmawikarta, pada acara Orientasi Tujuan Pembangunan MDGs bagi wartawan di Hotel Santika Jakarta, Kamis (25/3), mengatakan, target menurunkan angka kematian ibu (AKI) dari 228/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 akan sulit tercapai. Perlu ada upaya yang lebih giat lagi untuk menangani angka kematian ibu. Saat ini 30 persen desa tidak punya bidan, padahal dokter/bidan berperan sangat penting dalam keberhasilan persalinan, katanya. Masih menurut Arum, meskipun pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih meningkat, namun masih memerlukan perhatian yang khusus, di antaranya dalam penyediaan tenaga kesehatan. Menurutnya, persebaran tenaga kesehatan saat ini belum merata, terutama di daerah tertinggal, terpencil, kawasan perbatasan dan kepulauan. Selain itu, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan bervariasi antar-provinsi dengan cakupan pertolongan persalinan di bawah angka rata-rata nasional, yakni di Lampung, Jambi, NTB, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Papua, Papua Barat, Gorontalo, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, NTT, Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Barat. Dijelaskannya, 15-30 persen penyebab tingginya AKI adalah pada aborsi yang tidak aman, kurang memadainya pelayanan kesehatan rujukan, rendahnya jaminan pembiayan untuk akses ke pelayanan kesehatan bagi masyarakat, serta rendahnya kualitas dan kemampuan tenaga kesehatan di unit pelayanan kesehatan. Sementara itu, Direktur Penelitian Women Research Institute, Edriana Noerdin, pada diskusi dan peluncuran buku "Target MDGs Menurunkan Angka Kematian Ibu Tahun 2015 Sulit Dicapai di Jakarta, Rabu (24/3) lalu mengatakan, angka AKI sampai tahun 2015 masih akan berkisar pada 163/100.000 kelahiran hidup. Ia menyebutkan bahwa Indonesia masih jauh tertinggal dari Malaysia dan Thailand yang angka AKI nya masing-masing antara 30 hinga 24 per 100.000 kelahiran hidup. Dikemukakannya, sulitnya tempat

persalinan yang memadai, menyebabkan ibu melahirkan meninggal bukan karena mengalami pendarahan dan eklamsia, tapi karena tidak memiliki akses ke pelayanan kesehatan dan persalinan yang berkualitas. Ada tiga hal yang membuat ibu meninggal saat melahirkan, yakni terlambat dalam mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas eksehatan, dan terlambat mendapatkan pelayanan, ujarnya. Ketiga jenis keterlambatan yang membuat ibu meninggal tersebut, katanya menambahkan, terkait erat dengan berbagai faktor, salah satunya karena sebagian besar ibu, yakni 59 persen, terutama di daerah perdesaan, melahirkan di rumah. Dari kasus tingginya AKI di 31 kecamatan se NTB ditemukan 95,7 persen persalinan dilakukan di rumah, dan 85 persen di antaranya ditolong oleh dukun, 32 persen ditolong oleh dukun tidak terlatih, dan hanya 2,6 persen saja persalinan yang dilakukan di rumah sakit, katanya. Menurutnya, beberapa penyebab itu merupakan hal yang bisa dicegah jika ada sarana dan prasarana bersalin yang memadai. Saat ini, penduduk miskin, terutama kaum ibu dan perempuan, mengalami kesulitan untuk menjangkau pelayanan kesehatan. http://pnpmbanjarnegara.blogspot.com/2010/03/target-aki-mdgs-2015-diprediksikan.html

Senin, 26 September 2011 16:00 Administrator Jakarta, Sumbawanews.com.- Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan bagian dari target Millenium Development Goals (MDGs) yang diharapkan bisa tercapai pada tahun 2015. AKI di Indonesia hingga hari ini masih yang tertinggi di Asia. Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1991, AKI di Indonesia mencapai 390/100.000 kelahiran hidup, dan hanya turun ke 228/100.000 di tahun 2007.Diperkirakan, Indonesia akan sulit mencapai target AKI sebesar 102/100.000 di tahun 2015. Menurut Dr. Sugiri Syarief, MPA, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), akses layanan reproduksi dan kontrasepsi dapat menjadi cara yang efektif untuk menurunkan AKI. Perdarahan pasca persalinan dan aborsi tidak aman menjadi penyebab tingginya AKI di Indonesia, ungkap Dr. Sugiri. SDKI 2007 mencatat angka kehamilan yang tidak diinginkan sebesar 9,1%, atau terjadi pada 9 juta perempuan setiap tahunnya. Program KB disini menjadi sangat penting, karena kehamilan yang tidak diinginkan dapat memicu aborsi yang tidak aman, jelas Dr. Sugiri lebih lanjut Bertepatan dengan Hari Kontrasepsi Sedunia (World Contraception Day) kali ini, BKKBN bersama DKT Indonesia, sebuah organisasi pemasaran sosial kontrasepsi yang berpusat di Amerika Serikat, melakukan penandatangan nota kesepahaman mengenai upaya peningkatan

partisipasi masyarakat dalam ber-KB. Hari Kontrasepsi Sedunia merupakan sebuah kampanye global yang bertujuan untuk menurunkan angka kehamilan yang tidak diinginkan di seluruh dunia. Tema pada tahun 2011 ini adalah Your Right, Your Right to Accurate (evidence based) and Balanced (unbiased) Information. Tema ini di ambil untuk membantu pasangan muda mendapatkan informed choice menangani kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi-nya, termasuk tentang penggunaan kontrasepsi. Bersamaan dengan penandatanganan nota kesepahaman hari ini, DKT berkomitmen untuk mendukung pemerintah meningkatkan peran serta masyarakat dalam Program KB. Nota kesepahaman ini mencakup inisiatif DKT di bawah Program KB Andalan-MSI untuk mempromosikan kontrasepsi permanen dan jangka panjang seperti tubektomi, vasektomi, dan IUD (Intrauterine Device/Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). Di Indonesia, hampir 80% perempuan dengan lebih dari 5 anak masih belum menggunakan kontrasepsi, walaupun sebenarnya mereka sudah tidak berniat punya anak lagi, lanjut Dr. Sugiri. Dalam rangka peningkatan akses pelayanan kontrasepsi, BKKBN sampai dengan tahun 2012 menargetkan untuk melakukan pelatihan pemasangan IUD ke 35.000 Bidan. Dalam Program KB peranan Bidan menjadi sangat strategis karena mudah diakses oleh sebagian besar masyarakat. Sekurangnya 28% dari pelayanan kontrasepsidi Indonesia saat ini dilakukan oleh Bidan Praktek Swasta (BPS). Todd Callahan, sebagai Country Director DKT Indonesia, menambahkan bahwa tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah masih banyak persepsi yang salah mengenai kontrasepsi. Karena itu melalui Program KB Andalan, kami terus berupaya meningkatkan partisipasi masyarakat untuk ber-KB dengan menyediakan berbagai macam pilihan kontrasepsi, ungkapnya lebih lanjut. Dengan konsepOne Stop Shop , Andalan menawarkan berbagai macam metode KB kepada akseptor seperti: Pil KB, IUD, Implan (Susuk), Suntikan KB, dan Kondom. DKT selalu menekankan pentingnya memberikan pilihan dalam penggunaan kontrasepsi, dan membantu akseptor menentukan kontrasepsinya dengan memberikan informasi yang tepat, Callahan kembali menambahkan. Sesuai dengan nota kesepahaman dengan BKKBN, ke depannya DKT juga akan berupaya meningkatkan akses untuk kontrasepsi mantap melalui peningkatan promosi dan program rujukan bagi calon akseptor. Menyadari pentingnya peranan Bidan dalam Program KB, DKT bersama Ikatan Bidan Indonesia (IBI) tahun ini akan mengadakan program Akademi Andalan, yaitu program pemberian penghargaan kepada mahasiswi kebidanan berprestasi. Melalui program ini, akan dipilih 12 orang mahasiswi kebidanan untuk menerima beasiswa pendidikan masing-masing senilai US$ 1.000 dari DKT. Mahasiswi yang terpilih juga akan mendapatkan leadership training sebagai bekal ketika mereka turun ke masyarakat nanti, jelas Callahan. Dra. Harni M. Kusno, MKM, Ketua Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PP IBI) menyambut dengan baik program Akademi Andalan ini. Dalam profesi-nya, Bidan memiliki kewenangan dalam memberikan pelayanan KB, persalinan normal, dan kesehatan masyarakat khususnya untuk ibu dan anak. Untuk Program KB, peran Bidan sangat signifikan dalam membantu calon akseptor menentukan pilihan kontrasepsi-nya, lanjut Ibu Harni. IBI sebagai organisasi selalu berupaya untuk memastikan Bidan memberikan yang terbaik dalam meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi di Indonesia. Program Akademi Andalan dan

pelatihan dari BKKBN kami harap dapat menciptakan Bidan yang mampu memberikan pelayanan profesional kepada masyarakat, jelas Ibu Harni. Program Akademi Andalan untuk ke depannya akan menjadi agenda tahunan DKT dan IBI. DKT merupakan organisasi pemasaran sosial dengan focus kegiatan pada program HIV/AIDS dan KB. Saat ini, DKT memiliki program di 18 negara, yang meliputi negara-negara Amerika Latin, Afrika, Timur Tengah, dan Asia.Di Indonesia, DKT merupakan pemegang merk Kontrasepi Andalan, Kondom Sutra, dan Kondom Fiesta.* http://sumbawanews.com/berita/nasional/akselerasi-program-kb-kunci-pencapaian-target-mdgs2015.html

Kamis, 15 September 2011 , 08:31:00 2015, AKI Ditarget 102 per 100 Ribu Kelahiran

TENGGARONG Bertempat di Pendopo Wakil Bupati Kukar Tenggarong, Rabu ( 14/9) berlangsung upacara peringatan ulang tahun ke-60 Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Acara dihadiri sejumlah kepala SKPD, Ketua Tim Penggerak PKK Kukar Hj Asih Qurnia Ghufron, Ketua Bhayangkari, Ketua Persit Kartika Chandra Kirana , mahasiswa Akbid Husada Kukar dan sejumlah organisasi wanita lainnya. Bupati Kukar dalam sambutan tertulis yang dibacakan Staf Ahli Bupati Bidang Pembangunan Akhmad Bakriansyah mengatakan, pembangunan kesehatan ditujukan untuk mewujudkan peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan mengacu pada indikator-indikator, antara lain Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI). Pada tahun 2010 data AKB di Kutai Kartanegara sebesar 34/1.000 kelahiran hidup dan data AKI adalah 228/100.000 kelahiran hidup. Diharapkan AKI dapat diturunkan menjadi 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 untuk mendukung pencapaian target MDGs 2015. Salah satu strategi yang dipergunakan untuk mendukung kondisi tersebut adalah penerapan Making Pregnancy Saver (MPS). Berbicara mengenai pencapaian indikator kesehatan dan strategi program yang diterapkan tidak terlepas dari ketersediaan sumber daya manusia kesehatan yang berkompeten dan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Dalam sejarahnya bidan sebagai tenaga kesehatan profesional telah banyak berperan dalam pembangunan kesehatan selama ini. Keberadaan bidan berkontribusi positif terhadap penurunan angka kematian ibu dan bayi. Namun permasalahan yang dihadapi di Kutai Kartanegara adalah kondisi geografis yang sulit sehingga tenaga bidan tidak dapat terdistribusi merata ke seluruh pelosok kabupaten. Sehingga masih terdapat kesenjangan terhadap pencapaian indikator kesehatan ibu dan anak. Di bagian lain Akhmad Bakriansyah mengatakan IBI yang merupakan salah satu stakeholders pembangunan kesehatan turut berperan secara signifikan dalam upaya penguatan dan peningkatan kapasitas tenaga bidan. Hal ini sejalan pula dengan visi dan misi Gerbang Raja terutama dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dengan peringatan HUT ke-60 ini IBI diharapkan dapat meningkatkan komitmen organisasi profesi khususnya IBI untuk berpartisipasi dalam problem solving pembangunan kesehatan di

Kutai Kartanegara. Di akhir sambutannya Achmad Bakhriansyah menekankan sebagai tenaga kesehatan profesional, para bidan hendaknya tetap terus mengembangkan wawasan dan ilmunya. Dalam era teknologi dan globalisasi saat ini mudah sekali untuk mengakses informasi-informasi terbaru sehubungan dengan keilmuan dan profesionalisme tenaga bidan. Saya yakin ilmu kebidanan dan standar mutu pelayanan berkembang dengan sangat pesat dan hal tersebut harus dapat Anda ikuti demi peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Tingkatkan pula upaya pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan dan promosi kesehatan kepada masyarakat. Peringatan hari ulang tahun IBI ini diharapkan mampu menjadi momen untuk refleksi dan introspeksi bagi IBI untuk melihat ke depan dan di belakang segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki agar dapat tetap menjaga komitment dan profesionalisme, katanya. ( hmp 04 ) http://kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=111970

cahyani : Target MDGs #6: menurunkan AKI sebesar -nya antara 1990-2015

Angka kematian ibu Indonesia belum memiliki data statistic vital yang langsung dapat menghitung angka kematian ibu (AKI). Estimasi AKI dalam survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) diperloleh dengan mengumpulkan informasi dari saudara perempuan yang meninggal semasa kehamilan, persalinan, atau setelah melahirkan. Meskipun hasil survey menunjukkan bahwa AKI di Indonesia telah turun menjadi 301 per 100.000 kelahiran hidup antara 1998-2002, hal itu perlu ditafsirkan secara hati-hati mengingat keterbatasan metode penghitungan yang digunakan. Dari lima juta kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan. Dengan kecenderungan seperti ini, pencapaian target MDG untuk menurunkan AKI akan sulit terwujud kecuali apabila dilakukan upaya yang lebih intensif untuk mempercepat laju penurunannya. Seperti indicator kesehatan lain pada umumnya, terdapat perbedaan AKI antarwilayah di Indonesia. Estimasi AKI menggunakan PMDF (proportion of maternal deaths of female reproductive age) tahun 1995 di lima provinsi menunjukkan bahwa jawa tengah mempunyai AKI yang lebih rendah, yaitu 248, dibandingkan papua 1025, Maluku 796, jawa barat 686, dan NTT 554 per 100.000 kelahiran hidup. AKI di Indonesia masih relative lebih tinggi jika dibandingkan dengan Negara-negara anggota ASEAN. Resiko kematian ibu karena melahirkan di Indonesia adalah 1 dari 65, dibandingkan dengan 1 dari 1100 di Thailand. http://www.medicalera.com/info_answer.php?thread=6925

Fase 1 (Diagnosis sosial )Diagnosis sosial adalah proses menetukan persepsi masyarakat terhadapkebutuhannya dan aspirasi masyarakat untuk meningkatkan kualitashidupnya,m elalui partisipasi dan penerapan berbagai informasi yangdidesain sebelumnya. Untuk mengetahui masalah sosial, digunakanindikator sosial seperti pada Gambar 6.2. penilaian dapat dilakukan atasdasar data sensus, vital statistik yang ada, atau pengumpulan data secaralangsung ke masyarakat. Apabila data langsung dikumpulkan darimasyarakat, cara pengumpulan data yang dapat dilakukan adalahwawancara dengan informan kunci, forum yang ada di masyarakat, FocusGroups Discussion (FGD), nominal group process , dan survei. Fase 2 (diagnosis epidemiologi )Pada fase ini, siapa atau kelompok mana yang terkena masalahkesehatan (umur, jenis kelamin, lokasi, dan suku) diidentifikasi. Disamping itu, dicari pula bagaimana pengaruh atau akibat dari masalahkesehatan tersebut (mortalitas, morbiditas, disabilitas, tanda dan gejalayang timbul) dan cara menanggulangi masalah tersebut (imunisasi,perawatan atau pengobatan, modifikasi lingkungan atau perilaku).Informasi ini sangat penting untuk menetapkan prioritas masalah, yangdidasarkan pertimbangan besarnya masalah dan akibat yang ditimbulkan,serta kemungkingan untuk diubah. Prioritas masalah harus tergambarpada tujuan program dengan ciri who eill benefit how much of what outcome by when . Fase 3 (Diagnosis perilaku dan lingkungan) Untuk fase ini, masalah perilaku dan lingkungan yang memengaruhoperilaku dan status kesehatan atau kualitas hidup seseorang ataumasyarakat diidentifikasi. Penting bagi promotor kesehatan untukmembedakan masalah perilaku yang dapat dikontrol secara individu atauharus dikontrol melalui institusi. Contohnya, pada kasus malnutrisi yangdisebabkan oleh ketidakmampuan membeli bahan makanan, intervensipendidikan tidak akan bermanfaat sehingga diperlukan pendekatanperubahan sosial untuk mengatasi masalah lingkungan.Indikator masalah perilaku yang memengaruhi status kesehatanseseorang adalah pemanfaatan pelayanan kesehatan (utilization), upayapencegahan ( prevention action), pola konsumsi akanan (consumptionpattern ), kepatuhan (compliance), dan upaya pemeliharaan kesehatan sendiri ( self care). Dimensi perilaku yang digunakan adalah earliness,quality, persistence, frequency, dan range. Indikator lingkungan yangdigunakan adalah keadaan sosial, ekonomi, fisik dan pelayanankesehatan, sedangkan dimensi yang digunakan terdiri atasketerjangkauan, kemampuan, dan pemerataan. 1.Langkah-langkah dalam melakukan diagnosis perilaku danlingkungan, yaitu 1) memisahkan faktor perilaku dan nonperilakusebagai penyebab masalah kesehatan, 2) mengidentifikasi perilakuyang dapat dicegah dan perilaku yang berhubungan dengantindakan perawatan atau pengobatan. Untuk faktor lingkungan,melakukan eliminasi faktor nonperilaku yang tidak dapat diubah(misalnya, faktor genetik dan demografi), 3) mengurutkan masalahperilaku dan lingkungan berdasarkan besarnya pengaruh terhadapkesehatan, 4) mengurutkan masalah perilaku dan lingkunganberdasarkan kemungkinan untuk diubah, 5) menetapkan perilakudan lingkungan yang menjadi sasaran pro

i gram. Setelah itu,tetapkan tujuan perubahan perilaku dan lingkungan yang ingindicapai program. Fase 4 (Diagnosis pendidikan dan organisasional )Identifikasi diagnosis pendidikan dan organisasional dilakukanberdasarkan determinan perilaku yang mempengaruhi status kesehatanseseorang atau masyarakat, yaitu 1) faktor predisposisi ( predisposingfactors ), meliputi pengetahuan, sikap, persepsi, kepercayaan dan nilaiatau norma yang diyakini seseorang, 2) faktor pendorong ( enablingfactors ), yaitu faktor ingkungan yang memfasilitasi perilaku seseorang,dan 3) faktor penguat ( reinforcing factors ), yaitu perilaku orang lain yangberpengaruh (toma, toga, guru,, petugas kesehatan, orang tua,pemegang kekuasaan) yang dapat menjadi pendorong seseorang untukberperilaku.Langkah selanjutnya adalah menetapkan tujuan pembelajaran yang akandicapai berdasarkan faktor predisposisi yang telah diidentifikasi, danmenetapkan tujuan organisasional berdasarkan faktor penguat dan faktorpendorong yang telah diidentifikasi elalui upaya pengembanganorganisasi dan sumber daya. Fase 5 (Diagnosis administrasi dan kebijakan Pada fase ini, dilakukan analisis kebijakan, sumber daya, dan peraturanyang berlaku yang dapat memfasilitasi atau menghambat pengembanganprogram promosi kesehatan. Untuk diagnosis administratif, dilakukan tigapenilaian, yaitu sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakanprogram, sumber daya yang terdapat di organisasi dan masyarakat, sertahambatan pelaksanaan program. Untuk diagnosis kebijakan, dilakukanidentifikasi dukungan dan hambatan politis, peraturan dan organisasionalyang memfasilitasi program serta pengembangan lingkungan yang dapatmendukung kegiatan masyarakat yang kondusif bagi kesehatan.Pada fase ini kita melangkah dari perencanaan dengan PRECEDE keimplementasi dan evaluasi dengan PROCEED. PRECEDE digunakan untukmeyakinkan bahwa program akan sesuai dengan kebutuhan dan keadaanindividu atau masyarakat sasaran. Sebaliknya, PROCEED untukmeyakinkan bahwa program akan tersedia, dapat dijangkau, dapatditerima dan dapat dipertanggungjawabkan kepada penentu kebijakan,administrator, konsumen atau klien, dan stakeholder terkait. Hal inidilakukan untuk menilai kesesuaian program dengan standar yang telahditetapkan.Data yang dibutuhkan untuk perencanaan promosi kesehatan dapatdiperoleh dari

berbagai sumber berikut.1. Dokumen yang ada2. Langsung dari masyarakat, untuk mengetahui status kesehatanmasyarakat, perilaku kesehatan, dan determinan perilaku itu3. Petugas kesehatan di lapangan4. Tokoh masyarakatPengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut 1. Key informant approach Cara ini cukup sederhana dan relatif murah, karena informasi yangdiperoleh mewakili berbagai perspektif dan selain untuk membuatperencanaan, data yang ada juga dapat membantupengimplementasian promosi kesehatan. Informasi yang siperolehdari informan kunci melalui Focus Group Discussion sangatmenolong untuk memahami masalah yang ada. 2. Community forum approach Data dikumpulkan melalui forum diskusi. Promotor kesehatanbersama masyarakat mendiskusikan masalah yang ada dan jalan keluarnya. Jika dilihat dari sudut program, cara ini sangat ekonomisdan promotor kesehatan dapat memahami masalah dari berbagaisudut pandang masyarakat. 3. Sample survey approach Cara pengumpulan data kebutuhan masyarakat yang paling validdan akurat, karena estimasi kesalahan dapat diseleksi. Namun caraini sangat mahal. Metode yang digunakan adalah wawancara danobservasi (terutama jika ingin melihat skills ).Menetapkan prioritas masalahLangkah-langkah untuk menetapan prioritas masalah kesehatan meliputihal-hal berikut.1. Menentukan status kesehatan masyarakat2. Menentukan pola pelayanan kesehatan masyarakat yang ada3. Menentukan hubungan antara status kesehatan dan pelayanankesehatan di masyarakat4. Menentukan determinan masalah kesehatan masyarakat (meliputitingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, ras, letak geografis,kebiasaan atau perilaku dan kepercayaan yang dianut).Beberapa faktor yang haru dipertimbangkan dalam menentukan prioritasmasalah dan akibat yang ditimbulkan, pertimbangan politis, dan sumberdaya yang ada di masyarakat.Mengembangkan Komponen Promosi KesehatanMenentukan tujuan promosi kesehatanPada dasarnya, tujuan utama promosi kesehatan mencakup tiga hal yaitupeningkatan pengetahuan dan atau sikap masyarakat, peningkatanperilaku masyarakat, dan peningkatan status kesehatan masyarakat. Agartujuan dapat dicapai dan dijalankan sesuai keinginan, penetapan tujuanharus memenuhi syarat: Specific, Measurable, Appropriate, Reasonable,Time bound, dan dinyatakan dalam bentuk performance, bukan effort .Tujuan promosi kesehatan terdiri atas tiga tingkatan (Green, 1991), yaitutujuan program, tujuan pendidikan, dan tujuan perilaku

Tujuan program ( program objective

). Tujuan program merupakan refleksidari fase sosial dan epidemiologi, berupa pernyataan tentang apa yangakan dicapai dalam periode tertentu yag berhubungan dengan statuskesehatan. Tujuan ini harus mencakup who will in how much of what by when . Tujuan program juga sering disebut sebagai tujuan jangka panjang(contohnya, kortalitas akibat kecelakaan kerja pada pekerja menurun 50%setelah promosi kesehatan berjalan lima tahun).Tujuan pendidikan ( educational objective ). Merupakan tujuan jangkapendek, yang merupakan gambaran perilaku yang akan dicapai dalammengatasi maslaah kesehatan. Tujuan perilaku berhubungan denganpengetahuan, sikap, dan tindakan (contohnya, pengetahuan pekerjatentang tanda-tanda bahaya di tempat kerja meningkat 60% setelahpromosi kesehatan berjalan 6 bulan).Menentukan sasaran promosi kesehatanPada tahap ini, ditentukan sasaran langsung (primer) dan sasaran tidaklangsung (sekunder dan tersier). Sasaran promosi kesehatan adalahindividu dan kelompok, atau keduanya.Menentukan isi promosi kesehatanKomponen isi promosi kesehatan berisi bahan yang akan disampaikankepada sasaran untuk meningkatkan pencapaian tujuan. Adapunpersyaratan isi promosi kesehatan meliputi berorientasi pada tujuan,harus menunjang pencapaian tujuan (khususnya tujuan jangka pendek),dan harus disusun berdasarkan masing-masing tujuan jangka pendekpaling sedikit jumlahnya sama dengan tujuan jangka pendek yangdirumuskan.Isi pesan dapat dibuat dengan menggunakan gambar dan bahasasetempat sesederhana ungkin agar mudah dipahami oleh sasaransehingga mereka merasa pesan tersebut benar-benar ditujukan untukmereka dan diharapkan sasaran mau melaksanakan isi pesan tersebut.Menentukan metode yang akan digunakanBeberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan metodepromosi kesehatan adalah sebagai berikut.1. Aspek yang akan dicapai- Aspek pengetahuan. Metode yang dapat digunakan, misalnyapenyuluhan langsung, pemasangan poster, spanduk, danpenyebaran leaflet-

Aspek sikap. Metode yang dapat digunakan berupa contohkonkret yang dapat menggugah emosi, perasaan, dan sikapsasaran misalnya memperlihatkan foto, slide , film atau video.- Aspek keterampilan. Metode yang dapat digunakan berupamemberi kesempatan kepada sasaran untuk mencobaketerampilan tersebut.2. Sumber daya yang dimiliki masyarakat3. Jenis atau jumlah sasaranMenentukan media yang akan digunakanMedia dibuat untuk memudahkan pemahaman materi yang akandisampaikan. Media yang dipilih harus bergantung pada jenis sasaran,tingkat pendidikan sasaran, aspek yang ingin dicapai, metode yangdigunakan , dan sumber daya yang ada. Media dapat digunakan diberbagai tempat antara lain sebagai berikut.1. Rumah tangga (leaflet, model buku bergambar, benda nyata sepertibuahbuahan, dan sayuran) 2. Tempat kerja dan sekolah (papan tulis, flipchart , poster, leaflet,buku cerita bergambar, kotak gambar gulung dan boneka)3. Masyarakat umum (poster, spanduk, leaflet, flannel graf, danwayang)Menyusun rencana evaluasiDi tahap ini,

dijabarkan kapan evaluasi akan dilaksanakan, di manadilaksanakan, kelompok sasaran yang mana yang akan dievaluasi, dansiapa yang akan melaksanakan evaluasi.Menyusun jadwal pelaksanaanMerupakan penjabaran waktu, tempat dan pelaksanaan, yang biasanyadisajikan dalam bentukGantt chart . http://www.scribd.com/doc/52998460/Model-Precede

"Soal KB, Pria Egois & Munafik"


Senin, 26 September 2011 - 14:19 wib Fitri Yulianti - Okezone

Soal Kb, pria egois dan munafik. (Foto: Getty Images)

ALAT kontrasepsi hanya untuk wanita, jelas ini pandangan lama. Pria ternyata punya posisi strategis untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. DKT Indonesia mencatat data, bahwa ketika organisasi pemasaran sosial kontrasepsi yang berpusat di Amerika Serikat memulai aktivitasnya di Indonesia pada 15 tahun lalu, penggunaan kondom mencapai 20 juta buah per tahun. Kini, angka tersebut meningkat hingga 140 juta buah per tahun. "Karena banyak promosi, pemakaian kondom pun meningkat. Model promosi yang diterapkan pada kondom sangat bisa diterapkan untuk mempromosikan alat KB lainnya. Dengan promosi lebih banyak di media, universitas, dan sebagainya, angka akseptor di atas 60 persen pada 2012 pasti bisa dicapai," kata Todd Callahan selaku Country Director DKT pada Media Briefing "Akselerasi Program KB Kunci Pencapaian Target MDGs 2015" dalam rangka Hari Kontrasepsi Sedunia di Hotel Gran Melia, Kuningan, Jakarta, Senin (26/09/2011). Selain terbukanya akses dan informasi mengenai kontrasepsi, peningkatan pengguna KB juga dipengaruhi peran pria. Todd sendiri masih melihat adanya pandangan kaum adam yang menganggap KB hanya diperuntukkan bagi kaum hawa alias pasangannya.

"Sulit, di mana-mana pria egois dan munafik, bukan hanya di sini (Indonesia). Menurut saya, pria adalah kunci keberhasilan penggunaan kontrasepsi; bagaimana dia duduk bersama istri mendiskusikan ingin berapa punya anak, kapan punya anak lagi, kapan berhenti punya anak, dan sebagainya," imbuhnya. Senada dengan Todd, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief menuturkan, pria merupakan pihak yang paling egois jika bicara tentang alat kontrasepsi. "Laki-laki biang egois, menganggap kalau KB hanya untuk wanita. Egoisme memang ada di kedua belah pihak, tapi kampanye untuk pria tidak mudah, misalnya setiap Desember ada kampanye Pekan Kondom Nasional dalam rangka Hari AIDS Sedunia, baru jalan tiga hari kampanye, kita sudah diminta untuk menghentikannya," sahut Sugiri Syarief di kesempatan yang sama. Lebih lanjut Sugiri menuturkan, belum lagi stigma banyak pasutri yang mengatakan pakai kondom menjadikan hubungan seks kurang nyaman. "Padahal kalau mereka tahu. Sekarang kondom sudah dibuat variatif, ada yang beraroma pisang, durian, bahkan ada yang bisa bergetar yang sensasi kenikmatannya tidak kalah hebat," paparnya. Derasnya kampanye penggunaan kontrasepsi ini secara luas dikaitkan dengan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI di Indonesia mencapai 228/100.000 ibu melahirkan setiap tahunnya. Dengan semakin bertambah penggunaan kontasepsi, angka ini diharapkan menurun. Satu lagi jalan yang diharapkan bisa memuluskan niat menurunkan AKI di Indonesia adalah pil KB pria berbahan herbal gandarussa. Hasil penelitian oleh peneliti asal Unair ini sendiri akan dipresentasikan pada Konferensi Alat Kontrasepsi Baru di Seatle, Amerika Serikat, 29 November 2011. "Soal gandarusa yang memiliki efek kontrasepsi untuk pria, saya rasa fatwa ulamanya akan gampang keluar (dibanding vasektomi)," imbuh Sugiri. Dengan berbagai upaya yang dilakukan, angka AKI di Indonesia diharapkan berkurang hingga 102/100.000 pada 2015. http://lifestyle.okezone.com/read/2011/09/26/196/507131/soal-kb-priaegois-munafik

Suntikan, Alat KB Paling Laku


Selasa, 4 Oktober 2011 - 17:52 wib Fitri Yulianti - Okezone

(Foto: gettyimages)

PENDUDUK Indonesia kini telah mencapai 237 juta jiwa. Jumlahnya akan meningkat hingga 300 juta jiwa pada 2015 jika program Keluarga Berencana (KB) tidak berjalan seperti yang diharapkan. Faktanya, saat ini penggunaan kontrasepsi di Indonesia baru mencapai 57 persen dan didominasi kontrasepsi jangka pendek. Yang paling tinggi itu suntikan, hampir 36 persen. Selanjutnya pil sekira 20 persen, lalu implan karena dianggapnya susuk kecantikan. Angka yang paling rendah adalah MOP sekira 0,5 persen dari catatan keseluruhan. Semua terpengaruh faktor budaya, kita harus menyadari itu, kata Sugiri Syarief selaku Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Jakarta, belum lama ini. Ia menambahkan, penduduk Indonesia saat ini berjumlah 237 juta jiwa. Jika tingkat pemakai alat kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate/CPR) tetap 57 persen, maka jumlahnya bisa menjadi 255,5 juta jiwa. Namun apabila CPR turun 0,5 persen saja, penduduk Indonesia bisa bertambah menjadi 264,4 juta jiwa. "Setiap masyarakat memerlukan informasi akurat agar bisa memilih kontrasepsi yang tepat. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Jangan sembunyikan bila terdapat kekurangan, tapi juga jangan dilebih-lebihkan keuntungannya, imbuhnya. Selain budaya dan keakuratan informasi, angka konseptor KB juga dipengaruhi tingkat pemahaman masyarakat. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukan bahwa pengetahuan wanita dan pria menikah terhadap salah satu metode kontrasepsi sudah tinggi, yaitu 98 persen dan 99 persen, namun pengetahuan tentang metode KB jangka panjang masih rendah, yaitu hanya 39 persen tahu vasektomi, hanya 66 persen tahu tubektomi, dan 85 persen tahu IUD. Faktor teman juga berpengaruh. Kalau temannya bilang, Wah pakai IUD itu enggak enak, biasanya wanita gampang terpengaruh. Terakhir, faktor provider driven. Kadang-kadang dia sudah datang dan niat pakai IUD, tapi sampai di petugas pelayanan, disarankan pakai KB suntik saja, ujarnya.

Sugiri menambahkan, faktor ketersediaan alat kontrasepsi juga memengaruhi pilihan seseorang, tapi pengaruhnya sangat kecil. http://lifestyle.okezone.com/read/2011/10/04/196/510746/suntikan-alat-kb-paling-laku

Determinan Kinerja Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) pada Era Desentralisasi di Empat Provinsi di Indonesia Tahun 2009 Hasil penelitian Disertasi oleh Dr. Ukik Kusuma Kurniawan, SKM, MPS, MA

Program KB di Indonesia terbukti efektif menurunkan angka kelahiran penduduk sejak awal diperkenalkan pada tahun 1970 hingga tahun 2004. Hal ini terlihat dari angka kelahiran total atau TFR wanita Indonesia yang berhasil diturunkan dari 5,6 per wanita (1970) menjadi 2,6 per wanita (2004). Juga dari angka pemakaian kontrasepsi atau CPR yang berhasil ditingkatkan dari 15% (1970) menjadi 61% (2004). Namun sejak tahun 2004, ketika kebijakan Desentralisasi mulai diberlakukan, program KB tampak menyurut di lapangan. Menurunnya program KB juga tampak dari hasil studi empiris. Data hasil SDKI 2007 menunjukkan untuk pertama kali selama 6 kali penyelengaraan SDKI, angka TFR Indonesia saat ini tidak menunjukkan trend menurun, menetap (stagnant) pada angka 2,6 per wanita dalam kurun 4 tahun (2003-2007). Hal itu berpotensi terjadinya peledakan angka kelahiran (baby booming) dalam beberapa dekade mendatang, ketika bayi yang dilahirkan pada kohort sekarang, tiba saatnya mereka dewasa dan bereproduksi. Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) adalah petugas pemerintah yang berwenang menjalankan program KB tingkat desa/kelurahan, sebagai ujung tombak pelaksana program KB serta berhadapan langsung dengan masyarakat/klien KB. Sejak kebijakan desentralisasi diterapkan tahun 2004, program Keluarga Berencana (KB) mengalami pendelegasian wewenang dan manajemen dari Pusat kepada Pemerintah Daerah, termasuk pengelolaan tenaga PKB. Beragamnya komitmen Pemerintah Kab/Kota terhadap program KB, mempengaruhi pencapaian kinerja PKB. Berdasarkan hal diatas maka promovenda Program Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Dr. Ukik Kusuma Kurniawan, SKM, MPS, MA melakukan penelitian untuk mengidentifikasi bagaimanakah kinerja PKB dilaksanakan pada era desentralisasi, determinan apakah yang mempengaruhi kinerja pada tingkat individual PKB, kecamatan, dan kab/kota, sekaligus menelaah apakah pedoman kerja 10 Langkah PKB masih relevan di terapkan pada era desentralisasi ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa median skor kinerja PKB 2% (CI95%) lebih baik dibandingkan target BKKBN pertumbuhan jumlah akseptor KB 1% per tahun. Dari total 24 variabel yang ditelaah pengaruhnya terhadap variabel dependen kinerja PKB dalam pencapaian cakupan calon akseptor KB, terdapat 15 variabel yang berhubungan dengan variabel dependen

secara bermakna, yaitu: 9 variabel level individual (insentif, supervisi bagi PKB, mekanisme operasional, lama bekerja, jumlah desa binaan, jumlah kader KB/PPKBD, umur, dukungan dana desa/kelurahan, dan pelaksanaan tugas fungsi); 4 variabel level kecamatan (jumlah PKB per kecamatan, dukungan dana kecamatan, supervisi bagi Pengawas PKB, dan keterlibatan Camat); serta 2 variabel level kab/kota (kepemimpinan dan dukungan dana kab/kota). Variabel dengan nilai odds (OR maupun IOR) tertinggi di seluruh level yang diteliti adalah dukungan ketersediaan dana bagi program KB, disusul oleh variabel supervisi, dan pelaksanaan tugas fungsi. Sebaliknya, variabel insentif pribadi bagi PKB justeru berisiko protektif bagi kinerja PKB (OR<1). Melalui analisis multi level, diidentifikasi faktor kab/kota sebagai kontributor terbesar bagi kinerja PKB dalam pencapaian cakupan (ICC=66%). Sebanyak 47% responden PKB menyatakan pedoman tugas fungsi 10 langkah PKB perlu revisi; adapun 50% responden PKB menyatakan pedoman 10 langkah sudah tidak relevan dengan situasi desentralisasi sekarang. Hasil studi menerima hipotesis adanya perbedaan kontribusi tiap faktor tingkatan administratif dalam mempengaruhi kinerja PKB, dan adanya hubungan bermakna antara ketersediaan dana, dan perubahan mekanisme operasional terhadap kinerja PKB. Namun penelitian gagal menolak hipotesis bahwa tidak ada hubungan berrmakna antara kelembagaan terhadap kinerja PKB. http://www.fkm.ui.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=202&Itemid=2

Banda Aceh Sebanyak 46 orang peserta orientasi KKB bagi tokoh agama dan tokoh masyarakat dari seluruh 23 Kabupaten/Kota dan Seluruh Kepala SKPD-KB 23 Kabupaten/Kota menghadiri Kegiatan Orientasi KKB Bagi Toga/Toma dan Workshop BIdang ADPIN.

Kegiatan Ini Bertujuan agar para tokoh agama dan tokoh masyarakat dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang Program KKB dan Pentingnya KB agar dapat menciptakan Keluarga Sejahtera dan Harmonis sehingga dapat merubah pola pikir masyarakat ang dulunya sangat anti atau meremehkan programKB sekarang ikut menjalankan program KKB tersebut.

Dalam sambutannya Kepala Perwakilan BkkbN Prov. Aceh Drs. Nasrullah Jakfar, MA mengatakan bahwa Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat adalah orang-orang yang dianggap penting bagi masyarakat dimana sebagian masyarakat dapat meminta pendapat dan memberikan saran tentang masalah yang ada. Oleh sebab itu kami tidak pernah melupakan peran serta para tokoh agama dan tokoh masyaarakat dalam mensosialisasikan program KB bagi masyarakat. Dengan diadakannya orientasi ini diharapkan bagi tokoh agama dan tokoh masyarakat agar lebih mengerti dan dapat memberikan arahan kepada masyarakat tentang pentingnya program KKB.

Beberapa orang peserta kegiatan mengatakan dengan adanya orientasi ini kami dari para tokoh agama dan tokoh masyarakat dapat lebih mudah dalam menjelaskan kepada masyarakat di desa kami bagaimana program KB itu dan apa keuntungan bagi masyarakat sehingga tercipta masyarakat yang Sejahtera dan Harmonis baik dari segi kasing sayang terhadap anak dan dari segi ekonomi keluarga.

PENDUDUK Indonesia kini telah mencapai 237 juta jiwa. Jumlahnya akan meningkat hingga 300 juta jiwa pada 2015 jika program Keluarga Berencana (KB) tidak berjalan seperti yang diharapkan. Faktanya, saat ini penggunaan kontrasepsi di Indonesia baru mencapai 57 persen dan didominasi kontrasepsi jangka pendek. Yang paling tinggi itu suntikan, hampir 36 persen. Selanjutnya pil sekira 20 persen, lalu implan karena dianggapnya susuk kecantikan. Angka yang paling rendah adalah MOP sekira 0,5 persen dari catatan keseluruhan. Semua terpengaruh faktor budaya, kita harus menyadari itu, kata Sugiri Syarief selaku Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Jakarta, belum lama ini. Ia menambahkan, penduduk Indonesia saat ini berjumlah 237 juta jiwa. Jika tingkat pemakai alat kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate/CPR) tetap 57 persen, maka jumlahnya bisa menjadi 255,5 juta jiwa. Namun apabila CPR turun 0,5 persen saja, penduduk Indonesia bisa bertambah menjadi 264,4 juta jiwa. "Setiap masyarakat memerlukan informasi akurat agar bisa memilih kontrasepsi yang tepat. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Jangan sembunyikan bila terdapat kekurangan, tapi juga jangan dilebih-lebihkan keuntungannya, imbuhnya. Selain budaya dan keakuratan informasi, angka konseptor KB juga dipengaruhi tingkat pemahaman masyarakat. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukan bahwa pengetahuan wanita dan pria menikah terhadap salah satu metode kontrasepsi sudah tinggi, yaitu 98 persen dan 99 persen, namun pengetahuan tentang metode KB jangka panjang masih rendah, yaitu hanya 39 persen tahu vasektomi, hanya 66 persen tahu tubektomi, dan 85 persen tahu IUD. Faktor teman juga berpengaruh. Kalau temannya bilang, Wah pakai IUD itu enggak enak, biasanya wanita gampang terpengaruh. Terakhir, faktor provider driven. Kadang-kadang dia sudah datang dan niat pakai IUD, tapi sampai di petugas pelayanan, disarankan pakai KB suntik saja, ujarnya. Sugiri menambahkan, faktor ketersediaan alat kontrasepsi juga memengaruhi pilihan seseorang, tapi pengaruhnya sangat kecil. (ftr) http://lifestyle.okezone.com/read/2011/10/04/196/510746/suntikan-alat-kb-paling-laku

BUMI baru saja memperingati jumlah penduduk 7 miliar akhir Oktober kemarin. Apa arti angka itu? Angka jumlah penduduk bumi mencapai 1 miliar terjadi pada 1804. Satu abad setelah itu, sekitar 1930, jumlah manusia berlipat lagi jadi dua miliar. Sejak itu pertambahan jumlah penduduk mencengangkan. Pada 1987, jumlahnya naik jadi 5 miliar. Dua belas tahun kemudian, pada 1999, naik lagi jadi 6 miliar. Pada Februari 2006, bertambah setengah miliar jadi 6,5 miliar jiwa. Hanya dalam waktu 5 tahun penduduk bumi sudah mencapai 7 miliar. Menurut Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) DR. Dr. Sugiri Syarief, MPA, angka 7 miliar sepatutnya dimaknai sebagai sebuah sinyal peringatan. Angka 7 miliar adalah sinyal, kita harus hati-hati, kata Sugiri ditemui di ruang kerjanya di gedung BKKBN di Jakarta pekan lalu. Karen bagaimanapun dunia kita tidak bertambah, tapi peduduknya tambah terus. Sugiri memberi pemisalan, ibarat bumi adalah sebuah ruangan berisi manusia, ruangan itu terus ditambah manusia. Luas ruang itu tidak bertambah. Saat orang dalam ruangan diberi makanan, maka akan terjadi perebutan makanan. Pada satu saat, pada titik tertentu ada kemungkinan bumi tidak bisa menampung pertumbuhan manusia yang begitu banyak lagi, kata Sugiri memperingatkan. Apa kontribusi Indonesia pada angka 7 miliar penduduk bumi? Indonesia saat ini merupakan penduduk terbesar ke-4 di dunia. Artinya, negeri kita menjadi penyumbang keempat dalam petambahan penduduk dunia. Saat ini, jumlah penduduk Indonesia sekitar 240 juta jiwa dengan laju pertambahan penduduk Indonesia masih terbilang tinggi, mencapai 1,49 persen per tahun. Artinya, dalam setahun penduduk Indonesia bertambah 4 juta jiwa. Angka ini jika dibandingkan negara lain ya besar. Pertambahannya saja sama dengan penduduk Singapura. Sampai 2050, kita masih masuk 5 terbesar dalam laju pertambahan penduduk dunia, sesudah Nigeria, Pakistan, India, dan Brasil, papar Sugiri. Indeks Pembangunan Manusia Melorot, Apa Solusinya?

Sinyal lain yang juga jadi pertanda persoalan penduduk harus dibenahi adalah laporan survey Indeks Pembangunan Manusia (IPM, Human Development Index) yang dirilis belum lama ini oleh Badan Kependudukan PBB (UNDP). Posisi Indonesia melorot dari posisi 108 menjadi 124 tahun ini. Sebetulnya, melorotnya angka Indonesia ada alasannya. Yakni, ada negara-negara lain yang baru masuk survey. Sebab, dari indikator IPM Indonesia mengalami peningkatan. Untuk usia harapan Indonesia mengalami kenaikan. Angka harapan hidup kita sekarang 69,9 tahun. Untuk pendapatan perkapita kita naik 181 persen. Itu hasil yg sangat bagus dibandingkan negara lain, kata Sugiri. Indikator yang membuat IPM Indonesia melorot adalah unsur pendidikan. Angka lama sekolah di Indonesia masih dicatat UNDP berjumlah 5,8 tahun. Angka ini berbeda dengan angka terbaru dari Biro Pusat Statistik (BPS) yang menyebut lama pendidikan 7,9 tahun. Dari angka lama sekolah kita dianggap lamban untuk menggerakkan penduduk agar tetap bersekolah, kata Sugiri. Pemerintah sebetulnya sudah mencanangkan program wajib belajar 9 tahun. Tapi, pada kenyataannya, angka lama sekolah Indonesia belum mencapai angka yang dicanangkan pemerintah. UNDP menyebut 5,8 tahun sedang BPS mengatakan 7,9 tahun.

Apa solusi agar program wajib belajar 9 tahun berhasil? Menurut Sugiri, keberhasilan program pemerintah itu hendaknya tidak bergantung pada pemerintah semata. Diperlukan partisipasi aktif setiap elemen masyarakat. Salah satu solusi yang penting, menggerakan semua masyarakat. Karena tidak bisa oleh pemerintah saja agar anak-anak jangan sampai putus sekolah. Masyarakat tinggal tegur kalau ada anak tidak sekolah. Kalau ada tetangga di RT, ada keluarga anaknya tidak sekolah, datangi saja, jelas Sugiri. Sebab, jika anak putus sekolah masalah yang timbul karenanya beragam. Jika anak perempuan yang putus sekolah, kecenderungannya segera dinikahkan. Banyak ditemui, lulus SD, saat usia masih 12 tahun sudah dinikahkan. Masalah umur dipalsukan. Masyarakat harus bergerak untuk mecegah hal ini, kata Sugiri. Angka Kepesertaan KB dan Penyuluhan Bagi Remaja

Walau angka pertambahan penduduk masih terbilang tinggi, ada kabar baik soal keluarga berencana (KB). Angka kepesertaan KB penduduk Indonesia sudah tinggi, mencapai 61,4 persen. Indikasinya penggunaan alat kontrasepsi dari 2009 ke 2010 naik. Data yang diungkap BKKBN menyebutkan penggunaan kondom naik 25 persen, MOW (metode operasi wanita) naik 15 persen, MOP (metode operasi pria) naik 79 persen, serta penggunaan IUD (intraurine device) naik 44 persen. Dibanding Malaysia (36 persen), angka kepesertaan KB kita jauh di atas. Namun, angka fertilitas Malaysia kecil. Sebab, di sana ada faktor soal-budaya yang mendorong berperilaku fertilitas rendah. Dari sini bisa kelihatan, fertilitas sangat berkaitan dengan pendidikan dan kesejahteraan. Semakin tinggi pendidikan biasanya anaknya sedikit. Semakin rendah kesejahteraannya, anaknya banyak, jelas Sugiri. Untuk itu diperlukan lebih banyak penyuluhan bagi masyarakat dari berbagai lapisan. BKKBN memiliki program penyuluhan bagi remaja yang dinamai Pusat Informasi dan Konseling (PIK) Remaja. BKKBN menargetkan di setiap sekolah dan universitas, baik negeri atau swasta, terdapat PIK. Sekarang jumlah PIK mendekati 6000. PIK Remaja tidak memilih para orangtua untuk menjadi penyuluh bagi remaja, melainkan memilih remaja menjadi konselor bagi sebayanya.

Cara ini dianggap lebih efektif. Kami mendidik remaja, dan lalu dia yang menjelaskan ke anak SMA yang lain. Konselornya juga remaja. Supaya tidak ada gap psikologis, kata Sugiri. Salah satu program BKKBN bagi remaja adalah Penyiapan Kehidupan Keluarga bagi Remaja (PKbR). Program ini betujuan agar remaja lebih siap saa memasuki kehidupan keluarga. Program ini ingin menyadarkan bahwa membentuk keuarga tidak semata didasari cinta antara pasangan.

Fungsi keluarga ada fungsi perlindungan. Karena keluarga itu di mana kita bisa pulang ke rumah merasa kenyamanan tersendiri. Seusai pulang kerja langsung ke rumah. Begitupun anak-anak, pulang main pasti ingin pulang karena merasa di rumah dilindungi, merasanyaman. Karena anak-anak merasa nyaman pulang ke rumah. Kalau dia merasa tidak nyaman, ke mana dia pulang ya ke kelompoknya. Kalau kelompoknya pengguna narkoba, ya dia kena narkoba, urai Sugiri. Program penyuluhan bagi remaja juga mencegah kehamilan tak diinginkan pada remaja. Kalau sampai terjadi, biasanya aborsi. Aborsi di sini ilegal, tempat aborsi ilegal itu tidak save. Risikonya bisa mati waktu diaborsi, jelas Sugiri lagi. Semua program BKKBN betujuan agar target laju pertumbuhan penduduk 1 persen pada 2015 tercapai. Kepesertaan KB ditargetkan naik dari 61,4 persen saat ini menjadi 61,7 persen pada 2015. Tahun depan ada survey demografi. Pada survey demografi 2007, fertilitas kita 2,6. Kalau pada surveydemografi 2012 angka fertilitas kita 2,3, saya bisa jamin pada 2015 fertilitas kita jadi 2,1. Tren itu akan kita pelihara sampai 2015, papar Sugiri. http://www.tabloidbintang.com/gaya-hidup/kesehatan/17860-menuju-laju-pertambahanpenduduk-1-persen-pada-2015.html

Anda mungkin juga menyukai