Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH SEREBRAL PALSY

Dosen Pembimbing: Yunarsih, S.Kep,Ners

Di Susun Oleh: 1. Baitul Kiptiyah 2. Firman Pujo S. 3. Henita Ayu 4. Maria Lian J. 5. Prasetyo 6. Ria Damayanti 7. Riza Adi S.

AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA HUSADA KEDIRI TAHUN AKADEMIK 2010/2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan rasa terima kasih yang tidak terhingga kami sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dengan izin dan ridho-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini,setelah melewati waktu dan proses yang panjang akhirnya terselesaikan makalah ini. Kami menyadari usaha kami selaku mahasiswa dalam membuat makalah ini masih banyak kekurangan.Namun tetap kami harapkan makalah ini dapat memberikan sumbangan yang bermakna.kegiatan in i bisa terlaksana tentu ats kerjasama dan bantuan semua pihak.Untuk itu kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya dalam menyusun makalah ini.teriring salam dan doa kami mengucapkan terima kasih.

Kediri, April 2012

Tim penyusun

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Cerebral palsy merupakan kelainan motorik yang banyak diketemukan pada anak-anak. Di Klinik Tumbuh Kembang RSUD Dr.Soetomo pada periode 19881991,sekitar 16,8% adalah dengan cerebral palsy. William Little yang pertama kali mempublikasikan kelainan ini pada tahun 1843, menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia neonatorium. Pada waktu itu kelainan ini dikenal sebagai penyakit dari Little. Sigmund Freud menyebut kelainan ini dengan istilah Infantil Cerebral Paralysis. Sedangkan Sir William Osler adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy. Nama lainnya adalah Static encephalopathies of childhood. Angka kejadiannya sekitar 1-5 per 1000 anak laki-laki lebih banyak daripada wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin karena anak pertama lebih sering mengalami kesulitan pada waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR dan anak-anak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara. Franky (1994) pada penelitiannya di RSUP sanglah Denpasar, mendapat bahwa umur 58,3% penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki,62,5% anak pertama, ibu semua dibawah 30 tahun, 87,5% berasal dari persalinan spontan letak kepala dan 75% dari kehamilan cukup bulan. B. TUJUAN 1. Tujuan umum Untuk memenuhi tugas 2. Tujuan khusus Mengetahui cerebral palsy Memberikan penatalaksanaan yang tepat terhadap penderita cerebral palsy Memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan cerebral palsy B. RUMUSAN MASALAH Dari uraian latar belakang makalah diatas, kami ingin menguraikan beberapa rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apa pengertian dari Cerebral Palsy ? 2. Bagaimana insidensi dari kasus Cerebral Palsy ? 3. Apa etiologi dari Cerebral Palsy ? 4. Apa saja gejala klinis pada klien yang mengalami Cerebral Palsy ? 5. Bagaimana Penatalaksanaannya ? 6. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan Cerebral Palsy ?

BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI Berbagai definisi telah dikemukakan oleh para sarjana. Clark (1964) mengemukakan, yang dimaksud dengan CP ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak pada pusat motorik atau jaringan penghubungnya, yang kekal dan tidak progresif, yang terjadi pada masa prenatal, saat persalinan atau sebelum susunan saraf pusat menjadi cukup matur, ditandai dengan adanya paralisis, paresis, gangguan kordinasi atau kelainan-kelainan fungsi motorik. Pada tahun 1964 World Commission on Cerebral Palsy mengemukakan definisi CP sebagai berikut : CP adalah suatu kelainan dari fungsi gerak dan sikap tubuh yang disebabkan karena adanya kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Sedangkan Gilroy dkk (1975), mendefinisikan CP sebagai suatu sindroma kelainan dalam cerebral control terhadap fungsi motorik sebagai akibat dari gangguan perkembangan atau kerusakan pusat motorik atau jaringan penghubungnya dalam susunan saraf pusat. Definisi lain : CP ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan), dan merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinik yang dapat berubah selama hidup, dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologik berupa kelumpuhan spastik, gangguan ganglia basalis dan serebelum. B. INSIDENSI Para peneliti dari berbagai negara melaporkan insidensi yang berbeda-beda yaitu: 1,3 per 1000 kelahiran di Denmark (Erik Hansen); 5 per 1.000 anak di Amerika Serikat (Gilroy), dan 7 per 100.000 kelahiran di Amerika (Phelps); 6 per 1.000 kelahiran hidup di Amerika (Ingram, 1955 dan Kurland,1957). Di Indonesia, belum ada data mengenai insidensi CP. Pada KONIKA V Medan (1981), R. Suhasim dan Titi Sularyo melaporkan 2,46% dari jumlah penduduk Indonesia menyandang gelar cacat, dan di antaranya 2 juta adalah anak. CP merupakan jenis cacat pada anak yang terbanyak dijumpai. Di Jaipur, Meenakshi Sharma dkk (1981) menyelidiki 219 CP, 150 di antaranya adalah laki-laki dan 69 perempuan. Terdiri dari

42 anak umur kurang 1 tahun, 113 antara 1 - 5 tahun, 52 antara 5 - 10 tahun dan 12 di atas 10 tahun. Angka kejadiannya sekitar 1 5 per 1000 anak. Laki-laki lebih banyak dari pada wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin anak pertama lebih sering mengalami kesulitan pad waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR dan anak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara. Franky (1994) pada penelitiannya di RSUP Sanglah Denpasar, mendapatkan bahwa 58,3 % penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki, 62,5 % anak pertama, umur ibu semua dibawah 30 tahun, 87,5 % berasal dari persalinan spontan letak kepala dan 75 % dari kehamilan cukup bulan. C. ETIOLOGI CP bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab. CP merupakan group penyakit dengan masalah mengatur gerakan, tetapi dapat mempunyai penyebab yang berbeda. Untuk menentukan penyebab CP, harus digali mengenai hal : bentuk CP, riwayat kesehatan ibu dan anak, dan onset penyakit. Di USA, sekitar 10 20 % disebabkan karena penyakit setelah lahir (prosentase tersebut akan lebih tinggi pada negara-negara yang belum berkembang). CP dapat juga merupakan hasil dari kerusakan otak pada bulan-bulan pertama atau tahun-tahun pertama kehidupan yang merupakan sisa dari infeksi otak, misalnya meningitis bakteri atau enchepalitis virus, atau merupakan hasil dari trauma kepala yang sering akibat kecelakaan lalu lintas, jatuh atau penganiayaan anak. Sebab-sebab yang dapat menimbulkan CP pada umulnnya secara kronologis dapat dikelompokkan sebagai berikut :

tumbuhan otak

talipusat

mboli/trombosis otak D. TANDA DAN GEJALA Gejala biasanya timbul sebelum anak berumur 2 tahun dan pada kasus yang berat,bisa muncul pada saat anak berumur 3 bulan. Gejalanya bervariasi,mulai dari kejanggalan yang tidak tampak nyata sampai kekakuan yang berat,yang menyebabkan bentuk lengan dan tungkai sehingga anak harus memakai kursi roda. Cerebral palsy Dibagi menjadi 4 kelompok : 1. Tipe spastic atau pyramidal (50% dari semua kasus CP,otot-otot menjadi kaku dan lemah Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah :

a) HIpertoni (fenomena pisau lipat) b) Hiperrefleksi yag disertai klonus c) Kecenderungan timbul kontraktur d) Reflex patologis Secara topografi distribusi tipe ini adalah sebagai berikut : a) Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama b) Spastik diplegia,mengenai keempat anggota gerak,anggota gerak atas sedikit lebih berat. c) Kuadriplegi,mengenai keempat anggota gerak,anggota gerak atas sedikit lebih berat. d) Monopologi,bila hanya satu anggota gerak. e) Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota gerak bawah,biasanya merupakn varian dan kuadriplegi. 2. Tipe disginetik (koreatetoid,20% dari semua kassus CP),otot lengan,tungkai dan badan secara spontan bergerak perlahan,menggeliat dan tak terkendali;tetapi bisa juga timbul gerakan yang kasar dan mengejang. Luapan emosi menyebabkan keadaan semakin memburuk,gerakan akan menghilang jika anak tidur. 3. Tipe ataksik, (10% dari demua kasus CP)terdiri dari tremor,langkah yang goyah dengan kedua tungkai terpisah jauh, gangguan kooordinasi dan gerakan abnormal. 4. Tipe Campuran (20% dari semua kasus CP),merupakan gabungan dari 2 jenis diatas ,yang sering ditemukan adalah gabungan dari tipe spastik dan koreoatetoid.

Berdasarkan derajat kemampuan fungsional : 1) Ringan : Penderita masih bisa melakukan pekerjaan/aktifitas sehari-hari sehingga sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus. 2) Sedang Aktifitas sangat terbatas.penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri,dapat bergerak dan berbicara. Dengan pertolongan secara khusus,diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri,berjalan atau berbicara sehingga dapat bergerak,bergaul ,hidup di tengah masyarsakat dengan baik.

3) Berat Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan khusus yang diberikan sangat sedikit hasilnya.sebaiknya penderita seperti ini ditampung dengan retardasi mental berat,atau yang akan menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi keluarganya maupun lingkungannya. Gejala lain yang juga bisa dimukan pada CP : Kecerdasan dibawah normal Keterbelakangan mental Kejang/epilepsy (trauma pada tipe spastik) Gangguan menghisap atau makan Pernafasan yang tidak teratur Gangguan perkembangan kemampauan motorik (misalnya menggapai sesuatu, duduk , berguling ,merangkak , berjalan) Gangguan berbicara (disatria) Gangguan penglihatan Gangguan pendengaran Kontraktur persendian Gerakan menjadi terbatas

E. FAKTOR RESIKO Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin besar antara lain adalah : 1. Letak sungsang. 2. Proses persalinan sulit.

Masalah vaskuler atau respirasi bayi selamaa persalinan merupakan tanda awal yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan otak permaanen. 3. Apgar score rendah. Apgar score yang rendah hingga 10 20 menit setelah kelahiran. 4. BBLR dan prematuritas. Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir <> 5. Kehamilan ganda. 6. Malformasi SSP. Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP sejak dalam kandungan. 7. Perdarahaan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan. Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan jumlah protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya CP pada bayi. 8. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang. 9. Kejang pada bayi baru lahir. F. NEUROFISIOLOGIK DAN PATOLOGIK Perubahan neuropatologik pada CP bergantung pada patogenesis, derajat dan lokalisasi kerusakan dalam susunan saraf pusat (SSP). Semua jaringan SSP peka terhadap kekurangan oksigen. Kerusakan yang paling berat terjadi pada neuron, kurang pada neuroglia dan jaringan penunjang (supporting tissue) dan paling minimal pada pembuluh darah otak. Derajat kerusakan ada hubungannya acute neuronal necrosis tanpa kerusakan pada neuroglia. Penyembuhan terjadi dengan fagositosis bagian yang nekrotik, proliferasi neuroglia dan pembentukan jaringan parut yang diikuti dengan retraksi sekunder. Pada hipoksia yang lebih

berat, terjadi kerusakan baik pada neuron maupun neuroglia, mengakibatkan terjadinya daerah dengan perlunakan, penyembuhan yang lambat, atrofi dan pembentukan jaringan parut yang luas. Kerusakan-kerusakan yang paling berat terjadi pada bagian SSP yang sangat peka terhadap hipoksia yaitu korteks serebri, agak kurang pada ganglia basalis dan serebelum, sedangkan batang otak dan medula spinalis mengalami kerusakan yang lebih ringan. Perdarahan ringan oleh trauma persalinan biasanya diabsorpsi tanpa kerusakan yang menetap. Hematoma subdural yang biasanya unilateral tersering ditemukan pada bagian verteksi dekat sinus longitudinalis, menyebabkan kerusakan jaringan otak yang berada di bawahnya oleh karena nekrosis tekanan, menghasilkan ensefalo malaria yang akhirnya terjadi atrofi dan pembentukan jaringan parut. Perdarahan intraserebral jarang menghasilkan porencephalic cavity. Menurut Perlstein dan Barnett, suatu trauma kepala dan perdarahan intrakranial pada umumnya akan melibatkan sistem piramidal, sedangkan anoksia terutama mengenai sistem ekstrapiramidal. Manifestasi klinik kelainan ini bergantung pada hebatnya dan lokalisasi lesi yang terjadi, apakah ia di korteks serebri, ganglia basalis ataukah di serebelum. Kernikterus menyebabkan kerusakan pada masa nukleus yang dalam, ditandai dengan warna kuning, kerusakan berupa nekrosis dan lisis neuron yang diikuti dengan proliferasi neuroglia dan pengerutan yang hebat. Pada kelainan bawaan otak, misalnya agenesis/hipogenesis bagianbagian otak dan hidrosefalus, akan terjadi gangguan perkembangan. G. GAMBARAN KLINIS Manifestasi klinis cerebral palsy tergantung dari bagian dan luas jaringan otak yang mengalami kerusakan : 1. Spastisitas Terdapat peninggian tonus otot dan reflek yang disertai dengan klonus dan reflek Babinski kerusakan yaitu : a. Monoplegia / monoparesis Kelumpuhan keempat anggota gerak,tapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya. b. Hemiplegia / hemiparisis Kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama.

c. Diplegia / diparesis Kelumpuhan keempat anggota gerak,tapi tungkai lebih hebat dari pada lengan. d. Tetraplegia / tetraparesis Kelumpuhan keempat anggota gerak,tapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai yang lain. 2. Tonus otot yang berubah Bayi pada usia bulan pertama tampak flasid dan berbaring seperti kodok terlentang, sehingga tampakseperti keainan pada lower motor neuron menjelang umur 1 tahun berubah menjadi tonus otot dari rendah hingga tinngi. Golongan ini meliputi 10-20% dari kasus cerebral palsy 3. Ataksia Ialah gangguan koordinasi kerusakan terletak di serebulum, terdapat kira-kira 5% dari kasus cerebral palsy 4. Gangguan pendengaran Terdapat pada 5-10% anak dengan cerebral palsy.gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nada tinggi,sehingga sulit menangkap kata-kata. 5. Gangguan bicara Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya dibibir dan dilidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot sehingga sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur. 6. Gangguan mata Biasanya berupa strabismus convergen dan kelainan refraksi, asfiksia berat, dapat terjadi katarak, hampir 25% penderita cerebral palsy menderita kelainan mata.

H. KLASIFIKASI Berdasarkan manifestasi klinik CP, American Acedemy for Cerebral Palsy mengemukakan klasifikasi sebagai berikut. Klasifikasi neuromotorik 1. Spastik, ialah adanya penambahan pada stretch reflex dan deep tendon reflex

meninggi pada bagian-bagian yang terkena. 2. Atetosis, karakteristik ialah gerakan-gerakan lembut menyerupai cacing, involunter, tidak terkontrol dan tidak bertujuan. 3. Rigiditas. Jika bagian yang terkena digerakkan akan ada tahanan kontinu, baik dalam otot agonis maupun antagonis. Menggambarkan adanya sensasi membongkokkan "pipa timah" (lead pipe rigidity). 4. Ataksia. Menunjukkan adanya gangguan keseimbangan dalam ambulasi. 5. Tremor. Gerakan-gerakan involunter, tidak terkendali, reciprocal dengan irama yang teratur. 6. Mixed. Distribusi topografik dari keterlibatan neuromotorik 1. Paraplegi. Yang terkena ialah ekstremitas inferior, selalu tipe spastik. 2. Hemiplegi. Terkena hanya 1 ekstremitas inferior dan 1 superior pada pihak yang sama. Hampir selalu spastik, kadang-kadang ada yang atetosis. 3. Triplegi. Terkena 3 ekstremitas, biasanya spastik. 4. Quadriplegi atau tetraplegi. Terkena semua ekstremitas. Klasifikasi berdasarkan beratnya. lalah berdasarkan beratnya keterlibatan neuromotorik yang membatasi kemampuan penderita untuk menjalankan aktifitas untuk keperluan hidup (activities of daily living). 1. Ringan. Penderita tidak memerlukan perawatan oleh karena ia tidak mempunyai problema bicara dan sanggup mengerjakan keperluan sehari-hari dan dapat bergerak tanpa memakai alat-alat penolong. 2. Sedang. Penderita memerlukan perawatan oleh karena ia tidak cakap untuk memelihara diri, ambulasi dan bicara. Ia memerlukan brace dan alat-alat penolong diri. 3. Berat. Penderita memerlukan perawatan. Derajat keterlibatan demikian hebat, sehingga prognosis untuk memelihara diri, ambulasi dan bicara adalah jelek.

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Diagnosis dini dan tepat adanya lesi di otak sangat penting sebagai dasar dalam seleksi prosedur-prosedur terapeutik yang akan diambil. Pada anamnesis perlu diketahui mengenai riwayat prenatal, persalinan dan post natal yang dapat dikaitkan dengan adanya lesi otak. Tahap-tahap perkembangan fisik anak harus ditanyakan, umpamanya kapan mulai mengangkat kepala, membalik badan, duduk, merangkak, berdiri dan berjalan. Pada pemeriksaan fisik diperhatikan adanya spastisitas lengan/tungkai, gerakan involunter, ataksia dan lain-lain. Adanya refleks fisiologik seperti refleks moro dan tonic neck reflex pada anak usia 4 bulan harus dicurigai adanya CP, demikian pula gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan menelan, asimetri dari kelompok otot-otot, kontraktur dan tungkai yang menyilang menyerupai gunting. DIAGNOSIS BANDING CP perlu dibedakan dengan : proses degenerasi SSP, miopati, neuropati, tumor medula spinalis, tumor otak, hidrosefalus, poliomielitik atipik, idiocy, trauma otak atau saraf perifer, korea sydenham s, subdural higroma dan tumor intrakranial. J. PEMERIKSAAN KHUSUS Untuk menyingkirkan diagnosis banding maupun untuk keperluan penanganan penderita, diperlukan beberapa pemeriksaan khusus. Pemeriksaan yang sering dilakukan, ialah : 1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis CP ditegakkan. 2. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan suatu proses degeneratif. Pada CP likuor serebrospinalis normal. 3. Pemeriksaan Elektro Ensefalografi dilakukan pada penderita kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang berkejang maupun yang tidak. 4. Foto kepala (X-ray) dan CT Scan.

5. Penilaian psikologik perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pendidikan yang diperlukan. 6. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain retardasi mental. Selain pemeriksaan di atas, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan arteriografi dan pneumoensefalografi individu. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, penderita CP perlu ditangani oleh suatu Team yang terdiri dari: dokter anak, ahli saraf, ahli jiwa, ahli bedah tulang, ahli fisioterapi, occupational therapist,guru luar biasa, orang tua penderita dan bila perlu ditambah dengan ahli mata, ahli THT, perawat anak dan lain-lain. K. PENATALAKSANAAN Pada umumnya penanganan penderita CP meliputi : 1) Reedukasi dan rehabilitasi. Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP perlu mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat oleh masing-masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan kepada orang tua/famili penderita, sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya mendapat perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan perawatan tadi di lingkungan hidupnya sendiri. Fisio terapi bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang diperlukan untuk memperoleh keterampilan secara independent untuk aktivitas sehari-hari. Fisio terapi ini harus segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisio terapi dilakukan sepanjang hidup penderita. Selain fisio terapi, penderita CP perlu dididik sesuai dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. Di Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech therapy dan occupational therapy yang disesuaikan dengan keadaan penderita. Mereka sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan kendaraan bersanrm-sama sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja sosial dapat membantu di rumah dengan melihat seperlunya.

2) Psiko terapi untuk anak dan keluarganya. Oleh karena gangguan tingkah laku dan adaptasi sosial sering menyertai CP, maka psiko terapi perlu diberikan, baik terhadap penderita maupun terhadap keluarganya. 3) Koreksi operasi. Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang antagonis, menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas. Tindakan operasi lebih sering dilakukan pada tipe spastik dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada anggota gerak bawah dibanding -dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang dilakukan disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah operasi itu dilakukan pada saraf motorik, tendon, otot atau pada tulang. 4) Obat-obatan. Pemberian obat-obatan pada CP bertujuan untuk memperbaiki gangguan tingkah laku, neuromotorik dan untuk mengontrol serangan kejang. Pada penderita CP yang kejang. pemberian obat anti kejang memeerkan hasil yang baik dalam mengontrol kejang, tetapi pada CP tipe spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Demikian pula obat muskulorelaksan kurang berhasil menurunkan tonus otot pada CP tipe spastik dan atetosis. Pada penderita dengan kejang diberikan maintenance anti kejang yang disesuaikan dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, obat golongan benzodiazepine, misalnya : valium, librium atau mogadon dapat dicoba. Pada keadaan choreoathetosis diberikan artane. Tofranil (imipramine) diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang hiperaktif dapat diberikan dextroamphetamine 5 -- 10 mg pada pagi hari dan 2,5 -- 5 mg pada waktu tengah hari. L. PENCEGAHAN Pencegahan merupakan usaha yang terbaik. CP dapat dicegah dengan jalan menghilangkan faktor etiologik kerusakan jaringan otak pada masa prenatal, natal dan post natal. Sebagian daripadanya sudah dapat dihilangkan, tetapi masih banyak pula yang sulit untuk dihindari. "Prenatal dan perinatal care" yang baik dapat menurunkan insidens CP. Kernikterus yang

disebabkan "haemolytic disease of the new born" dapat dicegah dengan transfusi tukar yang dini, "rhesus incompatibility" dapat dicegah dengan pemberian "hyperimmun anti D immunoglobulin" pada ibu-ibu yang mempunyai rhesus negatif. Pencegahan lain yang dapat dilakukan ialah tindakan yang segera pada keadaan hipoglikemia, meningitis, status epilepsi dan lain-lain. M. PROGNOSIS Prognosis bergantung pada banyak faktor, antara lain : berat ringannya CP, cepatnya diberi pengobatan, gejala-gejala yang menyertai CP, sikap dan kerjasama penderita, keluarganya dan masyarakat. Menurut Nelson WE dkk (1968), hanya sejumlah kecil penderita CP yang dapat hidup bebas dan menyenangkan, namun Nelson KB dkk (1981) dalam penyelidikannya terhadap 229 penderita CP yang.didiagnosis pada usia 1 tahun, ternyata setelah berumur 7 tahun 52% di antaranya telah bebas dari gangguan motorik. Dilaporkan pula bahwa bentuk CP yang ringan, monoparetik, ataksik, diskinetik dan diplegik yang lebih banyak mengalami perbaikan. Penyembuhan juga lebih banyak ditemukan pada golongan anak kulit hitam dibanding dengan kulit putih. Di negara maju, misalnya diInggris dan Scandinavia, terdapat 20--25% penderita CP bekerja sebagai buruh harian penuh dari 30--50% tinggal di" Institute Cerebral Palsy". Makin banyak gejala penyerta dan makin berat gangguan motorik, makin buruk prognosis. Umumnya inteligensi anak merupakan petunjuk prognosis, makin cerdas makin baik prognosis. Penderita yang sering kejang dan tidak dapat diatasi dengan anti kejang mempunyai prognosis yang jelek. Pada penderita yang tidak mendapat pengobatan, perbaikan klinik yang spontan dapat terjadi walaupun lambat. Dengan seringnya anak berpindah-pindah tempat, anggota geraknya mendapat latihan bergerak dan penyembuhan dapat terjadi pada masa kanak-kanak. Makin cepat dan makin intensif pengobatan maka hasil yang dicapai makin lebih baik. Di samping faktor-faktor tersebut di atas, peranan orang tua/keluarga dan masyarakat juga ikut menentukan prognosis. Makin tinggi kerjasama dan penerimaannya maka makin baik prognosis.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Biodata


Laki-laki lebih banyak dari pada wanita.

Kejadin lebih tinggi pada bayi BBLR dan kembar. Umur ibu lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara.

2. Riwayat kesehatan. Riwayat kesehaataan yang berhubungan dengan factor prenatal, natal dan post natal serta keadaan sekitar kelaahiran yang mempredisposisikan anoksia janin. 3. Pemeriksaan fisik a. Muskuluskeletal : - spastisitas Ataksia

b. Neurosensory : - gangguan menangkap suara tinggi gangguan bicara anak berliur bibir dan lidah terjadi gerakan dengan sendirinya strabismus konvergen dan kelainan refraksi

c. Eliminasi : - konstipasi d. Nutrisi : - intake yang kurang. 4. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang Pemeriksaan pendengaran (untuk menetukan status pendengaran) Pemeriksaan penglihatan (untuk menentukan status fungsi penglihatan) Pemeriksaan serum, antibody : terhadap rubela, toksoplasmosis dan herpes MRI kepala / CT scan menunjukkan adanya kelainan struktur maupun kelainan bawaaan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel.

EEG : mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum (ensefalins) / volsetasenya meningkat (abses) Analisa kromosom Biopsi otot Penilaian psikologik

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko cidera b/d gangguan pada fungsi motorik 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kesukaran menelan dan meningkatnya aktivitas 3. Gangguan aktivitas b/d kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif 4. Kurangnya pengetahuan b/d perawatan dirumah dan kebutuhan terapi C. INTERVENSI 1. Resiko cidera b/d gangguan pada fungsi motorik Tujuan : setelah dilaksanakan perawatan, diharapkan berkurangnya resiko cidera. Kriteria hasil : - menyatakan pemahaman faktor yang menyebabkan cidera - menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan untuk melindungi diri dari cidera. Intervensi: a. Ajarkan pola makan yang teratur b. Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan / kegiatan, pertahankan kebersihan mulut anak c. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi Rasional: a. Memberikan intake yang adekuat dan menghindari terjadinya komplikasi / memperberat penyakit lebih lanjut b. Meningkat kerja sistem endorphin sehingga meningkatkan kemauan untuk makan

c. Meningkatkan gizi anak 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebuthan tubuh b/d kesukaran menelan dan meningkatnya aktivitas Tujuan : setelah dilaksanakan perawatan, klien diharapkan nutrisi menjadi adekuat. Kriteria hasil : - adanya kemajuan peningkatan berat badan - tidak mengalami tanda-tanda malnitrisi Intervensi: a. Ajarkan gerakan Px dalam melaksanakan ADL b. Bantu Px untuk memenuhi kebutuhannya c. Perhatikan posisi penderita pada waktu istirahat / tidur Rasional: a. Mengurangi terjadinya cidera yang dapat memperparah kondisi Px b. Anak mempunyai banyak kebutuhan yang tidak dapat dilakukan sendiri karena keterbatasan c. Untuk mencegah kontraktor 3. Gangguan aktifitas b/d kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif Tujuan : setelah dilaksanakan perawatan, tidak terjadi gangguan aktivitas lagi. Kriteria hasil : - aktivitas berjalan normal - tidak ada keluhan terhadap gerakan yang dilakukan Intervensi: a. Berikan aktifitas ringan yang dapat dikerjakan anak b. Libatkan anak dalam mengatur jadwal harian dan memilih aktifitas yang diinginkan c. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi d. Anjurkan keluarga turut membantu program latihan di rumah Rasional:

a. Anak dapat meningkatkan kemampuan yang dimiliki anaknya walaupun terbatas b. Membantu pemenuhan kebutuhan 4. Kurangnya pengetahuan b/d perawatan dirumah dan kebutuhan terapi Tujuan : setelah dilaksanakan perawatan, diharapkan pengetahuan akan perawatan dan terapi meningkat. Kriteria hasil : - menyatakan pemahaman terhadap perawatan dirumah dan kebutuhan terapi - melakukan perilaku / perubahan pola hidup untuk memperbaiki status kesehatan - kebutuhan terapi dapat dipenuhi Rasional: a. Berikan informasi dalam bentuk-bentuk dan segmen yang singkat dan sederhana b. Diskusikan mengenai kemungkinan proses penyembuhan yang lama c. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk diet tinggi protein / karbohidrat yang dapat diberikan / dimakan dalam jumlah kecil tetapi sering Rasional: a. Menurunnya rentang perhatian pasien dapat menurunkan kemampuan untuk menerima / memproses dan mengingat / menyimpan informasi yang diberikan b. Proses pemulihan dapat berlangsung dalam beberapa minggu / bulan dan informasi yang tepat mengenai harapan dapat menolong pasien untuk mengatasi ketidakmampuannya dan juga menerima perasaa tidak nyaman yang lama c. Meningkatkan proses penyembuhan, makan-makanan jumlah kecil tetapi sering akan memerlukan kalori yang sedikit pada proses metabolisme, menurunkan iritasi lambung dan mungkin juga meningkatkan pemasukan secara total

BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN Cerebral Palsy adalah suatu kerusakan jaringan otak yang bersifat permanen dan tidak progresif. Walaupun demikian, gambaran kliniknya masih dapat berubah dalam perjalanan hidup penderita. Insidensi penyakit ini di luar negeri bervariasi antara 0,07 -- 6per 1.000 kelahiran hidup. Di Indonesia masih belum diketahui. Faktor penyebab mungkin terletak pada masa prenatal, natal dan post natal. Perubahan neuropatologik pada CP berlokasi pada korteks motorik, ganglia basalis dan serebelum. Manifestasi klinik bergantung pada lokalisasi dan luasnya kerusakan jaringan otak. Dibedakan 3 bentuk dasar gangguan motorik pada CP, yaitu spastisitas, atetosis dan ataksia. Diagnosis ditegakkan atas adanya riwayat yang berkaitan dengan kemungkinan adanya kerusakan jaringan otak dan kelainan fisik/neurologik yang sesuai. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan penunjang. Penanganan meliputi : reedukasi/rehabilitasi, psiko terapi, tindakan operasi dan pemberian obat-obatan, yang melibatkan suatu team yang terdiri dari berbagi disiplin keahlian. Prognosis bergantung pada : berat ringannya CP, gejala-gejala penyerta, cepatnya dimulai dan intensipnya penanganan, sikap dan kerjasama penderita/keluarga serta masyarakat. B. SARAN
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami pengertian dan etiologi dari Cerebral palsy. Dengan demikian, diharapkan nantinya dapat melakukan pencegahan dan pengobatan terhadap Cerebral palsy.

DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta. Darto saharso. (2006). Cerebral Palsy Diagnosis dan Tatalaksana. Kelompok Studi Neurodevelopmental Bagian Ilmu Kesehtan Anak FK Unair RSU Dr. Soetomo. Surabaya. L.Wong, Donna. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik . (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta. M.Sacharin, Rosa. (1986). Prionsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2, Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta. Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta. Soetjiningsih,dr. (1998). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13_CerebralPalsy.pdf/13_CerebralPalsy.html www.medicastore.com http://heri-rahmat.blogspot.com/2005/06/case-study-cerebral-palsy.html

Anda mungkin juga menyukai