Anda di halaman 1dari 5

TUGAS PENGEMBANGAN ORGANISASI KASUS INTERVENSI KEMANUSIAAN

Oleh:

Mirah Ayu Putri Trarintya (0990662073) Ni Nyoman Manik Yistiani (0990662074) Gst A.Pt.Ratih Kusuma Dewi (0990662075)

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2010

Kasus Intervensi Kemanusiaan

Kosovo Konflik ini bermula dimana etnis Albania menuntut supaya Kosovo menjadi Republik penuh, dalam artian ingin memisahkan diri dari Yugoslavia. Turut ambil bagian adalah mahasiswa di Universitas Pristina pada bulan Maret 1981 yaitu dengan mengadakan unjukrasa secara besar-besaran. Pemerintah Serbia menghadapi keadaan ini tidak lagi menggunakan cara-cara persuasif tetapi dengan kekuatan militer, bahkan pada saat itu seluruh institusi pendidikan di Kosovo di tutup. Puncak Konflik Kosovo adalah sekitar tahun 1999 dimana terjadi jatuhnya korban dari pihak Albania sekitar 100.000 orang meninggal dunia karena pembantaian yang dilakukan atas perintah Slobodan Milosovic. Pembantaian inilah yang mendapat perhatian khusus dari internasional, terutama Amerika serikat pada waktu itu khususnya NATO. Amerika serikat dan Negara Pakta Pertahanan Atlantik Utara menekan dan memaksa Presiden Serbia untuk segera berhenti melakukan aksinya. Masyarakat internasional berpikir apa yang harus dilakukan terhadap Negara yang melakukan pelanggar hak berat. Terjawab dalam piagam PBB bahwa perlu dilakukan Intervensi kemanusiaan untuk melindungi Hak Asasi Manusia. Piagam PBB inilah yang mendorong Amerika serikat melalui NATO untuk melakukan Intervensi. Tawaran dari Ameria Serikat pada saat itu melalui duta besar perdamaian, Richard Hoolbroke, adalah membujuk presiden Yugoslavia Slobodan Milsovic untuk berdamai dengan etnik Albania di Kosovo ditandai dengan pemberian otonomi khusus kepada Kosovo dan membolehkan pasukan perdamaian berada di propinsi tersebut. Saat bersamaan juga Amerika Serikat dan Negara Pakta Pertahanan Atlantik Utara lainnya mengeluarkan ultimatum kepada Milosovic bahwa akan dilakukan penyerangan terhadap Yugoslavia jika Negara tersebut tidak menerima tawaran perdamaian tersebut. Namun Milosovic bersikukuh untuk tidak menerima tawaran tersebut. Pada Tanggal 24 Maret 1999 berdasarkan laporan dari Penasehat Keamanan Nasionalnya, Sandy Berger

bahwa misi dari duta perdamaiannya telah gagal. Dengan tegas Bill Clinton memerintahkan untuk melakukan penyeranagan terhadap Yugoslavia. Awalnya Milosovic tetap pada pendirianya, namun akibat serangan militer NATO tersebut pada akhirnya dia menyerah dan mengikuti tuntutan dunia internasional yaitu Kosovo berada dibawah pengawasan KDOM pada tahun 1998.

Pertanyaan: 1. Bagaimana menurut anda tindakan yang diambil oleh Pemerintah Serbia dalam menghadapi konflik yang terjadi? 2. Apakah intervensi kemanusiaan (tertuang dalam piagam PBB) yang dilakukan Amerika serikat melalui NATO pada kasus di atas tepat adanya?

Pembahasan: 1. Menurut kami tindakan yang diambil oleh Pemerintah Serbia dalam menghadapi konflik yang terjadi dengan menggunakan kekuatan militer yang menewaskan sekitar 100.000 orang dari pihak Albania karena pembantaian yang dilakukan atas perintah Slobodan Milosovic sangat tidak terpuji dan sudah melampaui batas kewajaran. Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Serbia ini sangat melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Akibat dari konflik ini juga mengakibatkan seluruh institusi pendidikan di Kosovo di tutup. Menurut JJ .Rousseau, negara dibentuk berdasarkan kontrak yang salah satu tujuannya adalah kewajiban untuk melindungi setiap manusia baik warga negaranya dan warga negara asing, dari terjadinya pelanggaran atas hak asasinya.Setiap negara pasti memiliki kedaulatan, dimana kedaulatan negara artinya negara memiliki kekuasaan absolut atas kebijakan politik,ekonomi maupun militer tanpa intervensi negara lain. Kedaulatan negara dapat dilihat dari dua aspek yaitu internal dan eksternal. Aspek internal sangat terkait dengan kewenangan yang dimiliki negara dalam wilayahnya yang meliputi hak menentukan sistem politik, hukum dan ekonomi yang dianut sebuah negara. Aspek ini berkaitan dengan status negara sebagai aktor atau subyek hukum internasional yang kemudian menimbulkan aspek eksternal yaitu bahwa setiap negara memiliki posisi sama sederajat dalam berinteraksi dengan negara lain. Oleh karena itu satu negara tidak berhak untuk melakukan intervensi terhadap negara lain. Namun prinsip kedaulatan negara pada saat ini yangberhubungan dengan konflik yang terjadi antara etnis Albania dan pemerintah Serbia tidak bisa dilihat hanya sebagai hak negara, karena sangat terkait dengan kewajiban negara untuk melakukan perlindungan Hak asasi manusia. Dikuranginya kedaulatan yang dimiliki suatu negara untuk sementara merupakan konsekuensi dari pelanggaran kewajiban negara dalam perlindungan hak asasi manusia. Sehingga aspek eksternal dari kedaulatan tidak lagi menempatkan dalam posisi sederajat. Masyarakat internasional memiliki tanggungjawab sisa (residual responsibility) untuk mengembalikan upaya demi memulihkan pelanggaran HAM yang terjadi dalam sebuah negara.

2. Intervensi kemanusiaan (tertuang dalam piagam PBB) yang dilakukan Amerika serikat melalui NATO pada kasus di atas tepat adanya karena Pemerintah Serbia telah melakukan pelanggaran HAM yang sangat berat. Intervensi kemanusiaan dibenarkan menurut hukum internasional dan piagam PBB yaitu dunia internasional melalui DK PBB berhak melakukan intervensi apabila terjadi pelangaran HAM yang berat di suatu negara atau kondisi dimana terjadi ancaman terhadap perdamaian dan keamanan interasional. Dalam situasi seperti ini negara yang bersangkutan kedaulatannya terbatas, jika dia tidak bisa melindungi hak asasi manusia warga negaranya, atau dengan sengaja melakukan pelanggaran hak asasi manusia.Penjelasan soal intervensi kemanusiaan diatas memiliki elemen sebagai beikut: adanya penggunaan militer sebagai kekuatan pemaksa, kedua, biasanya intervensi itu dilakukan tanpa persetujuan negara target; ketiga, intervensi adalah melindungi warga negara negra target; keempat adalah aktor intervensi bisa negaranegara secara unilateral ataupun organisasi internasional seperti PBB. Pada tahun 2001 internasional commsion on intervention and states sovereignty (ICISS), menghasilkan sebuah konsep yang dikenal dengan Responsibility to Protect (R2P) artinya adalah intervensi kemanusiaan merupakan sebuah tanggungjawab bagi masyarakat internasional untuk mengambil tindakan yang memadai termasuk intervensi apabila terjadi pelanggaran HAM dalam sebuah negara. Dalam hal ini hanya berlaku pada pelanggaran HAM berat. Ini hanya adalah konsekuensi dari berhentinya kedaulatan sementara yang dimiliki negara karena tidak mampu melindungi HAM di wilayahnya.

Anda mungkin juga menyukai