Anda di halaman 1dari 4

ANALISA KELAYAKAN EKONOMI & KEUANGAN TERKAIT PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG GELORA PANCASILA MENJADI GEDUNG OLAHRAGA PANCASILA

SEBAGAI SALAH SATU BENTUK DARI PEMANFAATAN GEDUNG-GEDUNG YANG MANGKRAK DI SURABAYA
YOSA DESIKA WIJAYA (2107 100 134) Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

ABSTRAK
Gedung Gelora Pancasila adalah termasuk gedung yang mangkrak dan tidak dimaksimalkan kegunaannya oleh pemerintah. Padahal disekitarnya pertumbuhan ekonominya sangat berkembang cukup pesat. Analisa kelayakan proyek dalam studi kasus ini harus memenuhi syarat NPV 0 dan BCR >1. Dasar perhitungan kelayakannya akan dipengaruhi oleh pajak dan depresiasi. Selain itu penetapan harga MARR juga turut andil dalam kelayakan proyek, karena MARR adalah tingkat bunga minimum yang dipakai sebagai patokan untuk proyek tersebut bisa diterima. Dari hasil perhitungan didapat nilai ic = 17%, MARR ditetapkan 20%, depresiasi Rp 20.000.000/tahun dengan umur ekonomis proyek 20 tahun, Pajak Rp 30.000.000/tahun, nilai ROR = 22% dan BCR ratio = 1.78. Kesimpulan akhir dari analisa ini adalah terkait proyek pembangunan gedung tersebut adalah bisa diterima.

LATAR BELAKANG
Gedung Gelora Pancasila adalah salah satu dari gedung-gedung yang mangkrak di Surabaya. Karena gedung tersebut tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya, maka gedung tersebut dibiarkan mangkrak (tidak terpakai) dan kini hanya tinggal puing-puing dan gedung terlihat begitu lusuh seperti barang rongsokan yang sudah tidak ada gunanya lagi. Pemerintah yang mempunyai kekuasaan mutlak dalam pemanfaatan gedung dan tanah yang ada di tempat tersebut seharusnya lebih memperhatikan hal-hal semacam ini. Karena gedung tersebut terletak ditempat yang sangat strategis jika dibangun dan dimanfaatkan sebagai tempat yang baik untuk masyarakat. Misalnya adalah pembangunan gedung gelora pancasila menjadi gedung olahraga baru yang bisa dipakai untuk masyarakat umum. Tentunya akan banyak masyarakat yang mengapresiasi baik dalam pembangunan ini. Karena disekitar lokasi juga banyak sekolahan-sekolahan yang tidak memiliki lapangan olahraga sendiri. Kalaupun ada, itu pun dengan sarana dan prasarana yang sangat terbatas. Terlebih lagi anak-anak muda di Surabaya ini sedang senang-senangnya dengan olahraga basket dan bulu tangkis. Suatu hal mungkin juga untuk dilakukan adalah menggabungkan lapangan basket dan lapangan bulu tangkis di dalam satu gedung. Dan ini bisa disiasati dengan cara membuat design lapangan yang bertingkat.

RUMUSAN STUDI KASUS


Sebelum menganalisa kelayakan sebuah proyek, terlebih lagi mengobservasi data-data yang ada serta berkaitan dengan proyek tersebut, maka hal-hal yang harus dipenuhi dalam menganalisa suatu proyek berdasarkan kelayakan ekonominya adalah sebagai berikut : 1. Net Present Value (NPV) 0 Net Present Value adalah salah satu metode yang dasar perhitungannya adalah dengan mengkonversikan semua aliran kas yang terjadi pada suatu periode tertentu (yaitu periode yang ada pada suatu horizon perencanaan) ke dalam suatu nilai awal (present) yang dapat mencerminkan nilai netto dari seluruh aliran kas tersebut. Persamaan dasar dari NPV adalah : NPV = PVt - PVb PVt = Present Value dari semua pemasukan (arah panah aliran kas keatas) PVb = Present Value dari semua pengeluaran (arah panah aliran kas kebawah) NPV dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya : a) ROR (Rate of Return) Adalah tingkat suku bunga yang menyebabkan seluruh aliran kas pemasukan dan pengeluaran/(NPV) adalah (paling tidak) sama dengan nol pada suatu horizon perencanaan. Proyek yang dapat memberikan tingkat pengembalian (ROR) yang lebih besar dari pada MARR maka proyek tersebut dapat diterima. b) MARR (Minimum Attractive Rate of Return) Adalah tingkat bunga minimal yang menyebabkan suatu proyek dapat diterima/dikerjakan. MARR juga menunjukkan suatu nilai tingkat pengembalian minimum yang dapat diterima oleh penanam modal agar proyek yang digagas layak untuk dikerjakan. Hubungan ROR dan MARR

dengan kaitannya terhadap kelayakan suatu proyek adalah jika ROR yang dihitung nanti lebih kecil dari MARR, maka proyek harus di-reject. Oleh sebab itu, suatu proyek untuk bisa dikatakan layak adalah dengan memiliki nilai ROR yang sama dengan MARR. Setiap perusahaan/instansi memiliki metode sendiri-sendiri dalam menentukan MARR. Namun pada dasarnya, MARR yang ditetapkan harus lebih besar dari Cost of Capital (COC). COC adalah ongkos yang digunakan untuk membiayai suatu proyek dan biasanya dinyatakan sebagai tingkat pertahun atau persen. Perhitungan dari COC adalah :

ic = rd.id + (1-rd).ie
ic = Cost of Capital rd = rasio antara hutang dengan modal keseluruhan (%) id = tingkat pengembalian yang diharapkan pada modal yang berasal dari pinjaman (%) ie = tingkat pengembalian yang diharapkan pada modal diri sendiri (%) c) Pajak Pajak merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah terhadap wajib pajak tertentu berdasarkan undang-undang yang ada tanpa harus memberikan imbalan langsung. Ada berbagai macam pajak, diantaranya pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak ekspor, bea materai, dan pajak bumi dan bangunan. Persamaan dasar perhitungan pajak adalah : P = (GI-E-D)T P = besarnya pajak (rupiah) GI = pendapatan kotor E = pengeluaran D = penyusutan/depresiasi T= tingkat pajak (%) Pajak sangat dipengaruhi oleh metode depresiasi yang dipakai walaupun secara tidak langsung depresiasi tidak berupa aliran kas. Pemilihan model depresiasi yang tepat sangat mempengaruhi nilai PV pajak yang harus ditanggung oleh perusahaan. ini disebabkan karena besar dan waktu dari masing-masing model depresiasi adalah berbeda-beda. Depresiasi Pengertian mendasar dan paling sederhana dari depresiasi adalah penurunan nilai suatu aset disebabkan oleh waktu dan pemakaian. Maksud dari kata penurunan nilai adalah penurunan nilai buku pada aset tersebut. Ada 3 macam depresiasi dan yang akan dipakai dalam studi analisa ini adalah metode straight line (SL). Dasar perhitungan depresiasi SL adalah : Dt = (P-S)/N Dt = besar depresiasi N = jumlah umur ekonomis t = periode (tahun) P = nilai buku tahun ke-0 S = nilai sisa Benefit Cost Ratio (BCR) > 1 Selain nilai NPV 0, syarat lain yang harus dipenuhi supaya rancangan dari sebuah proyek dapat diterima adalah BCR-nya lebih besar dari satu. BCR adalah perbandingan antara nilai manfaat ekivalen yang bisa didapat oleh pemerintah dengan nilai ongkos ekivalen yang harus ditanggung oleh pemerintah sebagai pihak yang ingin membangun gedung tersebut. Harus diidentifikasi terlebih dahulu tentang manfaat apa saja yang bisa didapat pemerintah dengan adanya pembangunan gedung olahraga tersebut dan ongkos apa saja yang harus ditanggung oleh pemerintah sebagai konsekuensi dari dibangunkannya gedung tersebut. Yang akan menjadi masalah tambahan adalah mengkuantifikasikan manfaat dan ongkos ekivalen ke dalam nilai-nilai mata uang (rupiah), sedemikian rupa sehingga hasil kuantifikasi tersebut dapat menggambarkan kondisi nyata masyarakat secara kualitas ekonomi. Perumusan dasar dari perhitungan BCR adalah :

2.

Contoh manfaat yang bisa diterima pemerintah dengan adanya gedung olahraga ini adalah : turut membentuk masyarakat yang sehat dan peduli olahraga mencetak atlit-atlit muda berbakat khususnya yang ada didaerah Surabaya

meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah gedung tersebut karena akan banyak bermunculan PKL, pedagang aksesoris olahraga, dan lain sebagainya terbukanya fasilitas gedung olahraga untuk sekolah-sekolah yang tidak memiliki lapangan olahraga sendiri gedung tersebut dapat dimanfaatkan masyarakat untuk acara-acara tasyakuran, kampanye, pernikahan, dan lain sebagainya Sedangkan ongkos-ongkos yang harus ditanggung pemerintah adalah : Ongkos konstruksi bangunan Ongkos perawatan gedung Ongkos administratif Hal-hal tersebut diatas harus dikuantifikasikan nilai ekonominya ke dalam bentuk nilai mata uang (rupiah) sehingga dengan begitu dapat dihitung BCR-nya. Dalam rumusan studi kasus ini, diberlakukan asumsi-asumsi yang akan sangat membantu dalam kaitannya dengan penginterpretasian dari tema yang ingin dibahas. Untuk studi kasus tersebut diatas diasumsikan beberapa hal sebagai berikut : Gedung Gelora Pancasila tidak dalam masalah sengketa Pemerintah berhak sepenuhnya untuk memanfaatkan gedung tersebut menjadi sarana/fasilitas umum yang diprioritaskan untuk masyarakat Data-data yang terkait dengan analisa perhitungan seperti berbagai macam tingkat suku bunga, modal awal, pendapatan, rutinitas pengeluaran, nilai sisa, tingkat pajak efektif, dan lain sebagainya adalah didapat dari nilai- nilai perkiraan yang boleh dikatakan hampir mendekati nilai sesungguhnya jika disimpulkan dari hasil observasi statistik Penulis studi kasus menempatkan diri sebagai bagian dari pemerintah

METODOLOGI PEMECAHAN
Penentuan MARR : 40% dari modal pemerintah ternyata harus dibantu dari pinjaman bank yang dikenakan bunga 18% per tahun. Sedangkan selebihnya adalah modal pemerintah sendiri yang diambil dari dana APBD dan diinginkan menghasilkan tingkat pengembalian sebesar 16% per tahun. Cost of Capital-nya adalah sebagai berikut :

ic = rd.id + (1-rd).ie ic = (0.40)(0.18) + (1-0.40)0.16 ic = 0.168 17%


Karena MARR ditetapkan lebih besar dari COC, maka diambil keputusan bahwa MARR adalah 20%. Perhitungan Depresiasi : Modal awal dari proyek tersebut adalah Rp 500.000.000. Pendapatan pertahun adalah Rp 200.000.000 Sedangkan pengeluaran per tahun adalah Rp 60.000.000. Nilai sisa Rp 100.000.000. Umur ekonomi proyek 20 tahun, sehingga : untuk t = 1 Dt = (P-S)/N D1 = (Rp500.000.000-Rp100.000.000)/20 D1 = Rp 20.000.000 begitu seterusnya hingga t = 20 Perhitungan NPV (dengan mengikutkan ROR) : Tingkat pajak efektif diasumsikan 25%. Tahun ke0 1-19 20 Pendapatan (juta Rp) 200 200 90 Pengeluaran (juta Rp) -700 60 60 BTCF (juta Rp) -700 140 140 Depresiasi (juta Rp) 20 20 TI (juta RP) 120 120 Pajak (juta Rp) 30 30 ATCF (juta Rp) -700 110 110 90

NPV = 0 -500 juta + 110 juta(P/A,i%,20)+ 90 juta(P/F,i%,20) = 0 atau : 110 juta(P/A,i%,20)+ 90 juta(P/F,i%,20) = 500 juta dengan mencoba i = 20% sebagai tingkat bunga batas bawah, maka : 110 juta(P/A,20%,20)+ 90 juta(P/F,20%,20) = 500 juta 110 juta(4.8696) + 90 juta(0.0261) = 538 juta > 500 juta, sedangkan dengan mencoba i = 25% sebagai tingkat bunga batas atas, maka :

110 juta(P/A,25%,20)+ 90 juta(P/F,25%,20) = 500 juta 110 juta(3.9539)+ 90 juta(0.0115) = 435.964 juta < 500 juta dengan menggunakan interpolasi, didapat : ROR = 20% + [(538 500)/(538-435.964)]5% ROR = 21.8 % 22 % Perhitungan BCR : Diestimasikan manfaat yang diterima pemerintah adalah Rp 80.000.000/tahun. Dan ongkos-ongkos pengeluaran diperkirakan sekitar Rp 45.000.000/tahun. MARR 20 %, maka : BCR = manfaat/ongkos BCR = [80 juta(F/A,20%,20)]/[45 juta(F/A,20%,20)] BCR = 1.77 1.78

ANALISA & INTERPRETASI


Dalam proyek tersebut, total modal awal yang dimiliki pemerintah adalah juga berasal dari pinjaman bank. Ini menyebabakan ketika dalam memperhitungkan COC, nilai rd dan id tidak disama dengan nol-kan. Karena bisa jadi pada kegiatan proyek yang lain, modal walnya berasal sepenuhnya dari modal sendiri (tanpa pinjaman). Itu memberikan penafsiran bahwa nilai rd dan id boleh sama dengan nol dan yang ada hanya nilai ie. Nilai ie merupakan tingkat pengembalian yang ingin sengaja didapatkan dari penanaman modal yang sepenuhnya berasal dari modal sendiri. Selain nilai MARR dipengaruhi oleh rd dan id, MARR juga dipengaruhi oleh tingkat inflasi dan peraturan pajak, namun studi kasus ini dilakukan perhitungan mengenai pengaruhi inflasi dan pajak terhadap MARR. Dipakai metode depresiasi SL dalam menganalisa proyek ini. Ini diasumsikan bahwa penyusutan nilai buku suatu aset (dalam hal ini adalah proyek tersebut diatas), dianggap sama dari tahun ke tahun hingga mencapai umur tahun ekonomisnya. Sebetulnya metode SL memang kurang tepat jika diterapkan dikondisi lapangan yang sebenarnya. Karena memang sangat sulit untuk menjaga suatu aset agar peyusutan nilai bukunya adalah proposional terhadap waktu atau umur dari aset tersebut. Jika dibandingkan dengan metode SOYD (sum of year digit), dimana penyusutan yang terjadi diawal-awal tahun adalah lebih besar dari pada tahun-tahun ketika hampir mendekati umur ekonomisnya. Metode SL dipakai hanya untuk penyederhanaan perhitungan. Dalam perhitungan NPV kita mengenal istilah BTCF dan ATCF. BTCF adalah aliran kas sebelum dikenakan pajak, sedangkan ATCF adalah aliran kas setelah dikenakan pajak. Kalau kita terus melakukan evaluasi-evaluasi terhadap modal awal yang ingin diinvestasikan dalam pembangunan proyek, dan diambil tindakan penghematan dari hasil evaluasi tersebut, maka didapat perhitungan yang menyebabkan nilai ROR semakin besar dengan pendapatan dan pengeluaran yang sama. Atau dengan kata lain kelayakan dari proyek ini semakin lebih besar untuk diterima. Dalam benefit cost ratio (BCR), nlai-nilai kemanfaatannya diambil sudut pandang pemerintah. Maksudnya, dalam studi kasus ini hanya dianalisa manfaat apa saja dari pembangunan gedung tersebut yang dapat diterima oleh pemerintah yang mana nilai manfaat dan ongkos ekivalen-nya didapat dengan cara mengkuantifikasikan manfaat dan ongkos dalam rumusan studi kasus ke dalam bentuk rupiah. Misalnya sebagai berikut, masyarakat yang ingin memanfaatkan gedung tersebut untuk kepetingan kampanye, pernikahan dan lain-lain harus memberikan iuran dengan jumlah tertentu kepada pemerintah yang memiliki hak sepenuhnya terhadap gedung tersebut. Jumlah iurannya bisa didasarkan atas lamanya waktu penyelenggaraan acara tersebut atau didasarkan oleh hal-hal yang lain. Yang pasti kedua belah pihak menyetujuai dan sama-sama untung dalam pemanfaatan gedung tersebut. Nilai-Nilai yang didapt dari hasil perhitungan adalah perkiraan. Namun yang pasti dalam menganalisa kelayakan suatu proyekdari segi ekonomi, runtutan dari perhitungannya harus memenuhi syarat NPV>0 dan BCR>1 supaya proyeknya dapat diterima.

KESIMPULAN
Proyek pembangunan Gedung Gelora Pancasila menjadi gedung olahraga pancasila yang terletak di Jalan Indragiri Surabaya ini adalah dapat diterima dan layak untuk dikerjakan. Dasar pengambilan kesimpulannya adalah dari metodologi didapat nilai-nilai sebagai berikut : ROR yang positif dan lebih besar dari MARR yaitu 22% BCR-nya sebesar 1.78 Depresiasi yang terjadi adalah Rp 20.000.000/tahun Beban pajak yang dikenakan adalah Rp 30.000.000/tahun

DAFTAR PUSTAKA
Pujawan, I Nyoman. Ekonomi Teknik (Edisi Kedua). Guna Widya. Surabaya : 2009

Anda mungkin juga menyukai