Anda di halaman 1dari 17

A. PENDAHULUAN Selulosa merupakan biopolimer yang paling berlimpah di Bumi ini.

Selulosa dapat dihasilkan beberapa organisme, seperti tanaman, alga, dan bakteri. Beberapa anggota dari genus bakteri Acetobacter, terutama Acetobacter xylinum, dapat menghasilkan selulosa. Selulosa yang dihasilkan bakteri ini memiliki derajat kemurnian yang tinggi. Oleh karena itu, A. xylinum layak dikembangkan sebagai sumber alternatif penyediaan selulosa bagi berbagai bidang industri yang membutuhkannya. Pemanfaatan selulosa telah banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang yang berbeda, misalnya makanan serat (nata de coco), bidang industri pembuatan kertas, obat-obatan, dan kosmetik. Acetobacter xylinum menghasilkan selulosa sebagai produk metabolit sekunder, sedangkan produk metabolit primernya adalah asam asetat. Dalam memproduksi Acetobacter xylinum, semakin banyak kadar nutrisi, semakin besar kemampuan menumbuhkan bakteri tersebut, semakin banyak selulosa yang terbentuk. Berdasakan hasil penelitian ahli biologi molekuler dari Akademi Sahlgrenska di Universitas Gothen-burg, Swedia, Helen Fink, selulosa dari bakteri Acetobacter xylinum ini dapat dimanfaatkan sebagai pembuluh darah. Hal ini disebabkan karena bakteri selulosa ini sangat mirip dengan struktur kolagen, komponen pada arteri dan vena yang dapat memberikan kekuatan pembuluh darah. Selain itu, bakteri selulosa itu sangat potensial digunakan sebagai biomaterial, seperti jaringan tulang, obat luka bakar, serta bahan alternatif pengganti kulit. Bakteri itu memiliki kadar air hingga 99% dan terdiri dari jaringan fibril serta suatu material yang memiliki sifat mekanik kuat. Bila material tersebut direkayasa sedemikian rupa sebagai pembuluh darah buatan, dapat memiliki kekuatan mekanik yang penting untuk mencegah terjadinya kerusakan pembuluh. Bakteri selulosa sebagai biomaterial memiliki sifat unik karena dapat diproduksi dalam berbagai bentuk dan ukuran. Bakteri ini dapat dirancang dan dibentuk berupa lembaran atau dalam struktur tiga dimensi seperti tabung.

Selama proses produksi, bakteri ini juga mungkin diatur ukuran pori-pori-nya. Tidak cuma itu, bakteri ini bebas dari senyawa biogenik, seperti lignin, pektin, dan arabinan yang biasa terkandung dalam organisme penghasil selulosa lainnya.

B. TAKSONOMI Domain: Bacteria Kingdom: Bacteria Phylum: Proteobacteria Class: Alphaproteobacteria Order: Rhodospirillales Family: Acetobacteraceae Genus: Acetobacter Specific descriptor: aceti Subspecies: xylinum Scientific name: - Acetobacter aceti xylinum C. MORFOLOGI Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2-10 mikron dan lebar 0,5-1 mikron, dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bias membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel. Bersifat non-motil dan dengan pewarnaan gram menunjukkan gram negative. Bakteri ini tidak membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel koloninya. Pertumbuhan koloni pada medium cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk lapisan pelikel dan dapat dengan mudah diambil dengan jarum ose.

D. FISIOLOGI Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil alkohol, dan propil alkohol, tidak membentuk indol, dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O. Sifat yang paling menonjol dari bakteri itu adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata. Faktor lain yang dominan mempengaruhi sifat fisiologi dalam pembentukan nata adalah ketersediaan nutrisi, derajat keasaman, temperatur, dan ketersediaan oksigen. Ketebalan jalinan selulosa sebagai hasil dari proses fermentasi meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah bekatul yang ditambahkan pada medium fermentasi. Hal ini mengindikasikan bahwa ketersediaan nutrien yang cukup pada medium tumbuh menyebabkan bakteri mampu melakukan metabolisme dan reproduksi yang cukup tinggi, sehingga produk metabolismenya pun semakin banyak. Monomermonomer selulosa hasil sekresi Acetobacter xylinum terus berikatan satu dengan yang lainnya membentuk lapisan-lapisan yang terus menerus menebal seiring dengan berlangsungnya metabolisme Acetobacter xylinum. Semakin banyak hasil sekresi Acetobacter xylinum, maka semakin tebal pula selulosa yang dihasilkan dari proses fermentasi. Berat selulosa yang dihasilkan semakin besar seiring dengan meningkatnya jumlah nutrien yang ditambahkan pada medium tumbuh. Semakin banyak nutrien yang tersedia, maka semakin banyak pula jalinan-jalinan selulosa yang dihasilkan sebagai produk metabolit sekunder. Jalinan-jalinan selulosa tersebut terus berikatan membentuk ikatan yang kokoh dan kompak. Berat selulosa yang dihasilkan selain dipengaruhi oleh tebal tipisnya selulosa, juga dipengaruhi oleh kekompakan ikatan. Semakin kompak ikatannya akan semakin bertambah beratnya. Kadar serat selulosa hasil fermentasi menunjukkan semakin besar konsentrasi bekatul pada medium, semakin besar pula kadar serat yang dihasilkan. Hal ini mengindikasikan semakin besar pula kemampuan Acetobacter xylinum menghasilkan metabolit sekunder, yang berupa jalinan serabut selulosa yang termasuk serat kasar.

Banyaknya kandungan nutrien pada medium ini berpengaruh terhadap kadar serat yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi, nutrien terus menerus dipakai oleh Acetobacter xylinum untuk membentuk produk metabolisme. Nutrien yang dibutuhkan oleh bakteri selama proses kehidupannya adalah makanan yang mengandung unsur C, H, O dan N yang berguna untuk menyusun protoplasma. Nutrien yang berperan utama dalam proses fermentasi oleh Acetobacter xylinum adalah karbohidrat sebagai sumber energi dan untuk multiplikasi sel. Pada proses metabolismenya, selaput selulosa ini terbentuk oleh aktivitas Acetobacter xylinum terhadap glukosa. Karbohidrat pada medium dipecah menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan asam lemak (Guanosin trifosfat) membentuk prekursor penciri selulosa oleh enzim selulosa sintetase, kemudian dikeluarkan ke lingkungan membentuk jalinan selulosa pada permukaan medium. Selama metabolisme karbohidrat oleh Acetobacter xylinum terjadi proses glikolisis yang dimulai dengan perubahan glukosa menjadi glukosa 6-fosfat yang kemudian diakhiri dengan terbentuknya asam piruvat. Glukosa 6-P yang terbentuk pada proses glikolisis inilah yang digunakan oleh Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa. Selain metabolit sekunder, A. xylinum juga menghasilkan metabolit primer berupa asam asetat, air dan energi yang digunakan kembali dalam siklus metabolismenya. Asam asetat dimanfaatkan oleh A. xylinum sebagai substrat agar tercipta kondisi yang optimum untuk pertumbuhannya dan untuk membentuk CO2 dan H2O. Menurut Mandel (2004), bakteri Acetobacter xylinum bersifat overoxidizer yaitu dapat mengubah asam asetat dalam medium fermentasi menjadi CO2 dan H2O, apabila gula dalam medium fermentasi telah habis dimetabolisir. Banyaknya mikroba yang tumbuh pada suatu media sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang terkandung di medium. Acetobacter xylinum yang difermentasi di dalam medium dengan suasana asam (pH 4) dan kadar gula yang tinggi akan membentuk nata. Terjadinya peningkatan kadar selulosa diindikasikan sebagai akibat penambahan bekatul yang meningkatkan kadar glukosa pada medium. Menurut Mandel (2004) bakteri Acetobacter xylinum yang ditumbuhkan pada medium yang mengandung gula akan menggunakan sebagian glukosa untuk aktivitas metabolisme dan 19% gula menjadi selulosa. Selama fermentasi terjadi penurun pH dari 4 menjadi 3. Derajat keasaman medium yang tinggi ini merupakan syarat tumbuh bagi Acetobacter xylinum.

Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6. Pada medium yang asam sampai kondisi tertentu akan menyebabkan reproduksi dan metabolisme sel menjadi lebih baik, sehingga metabolitnya pun banyak. Penurunan pH medium ini salah satunya disebabkan karena terurainya gula menjadi etanol oleh Acetobacter xylinum yang kemudian berubah menjadi asam asetat. Bakteri Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel didefinisikan sebagai pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Bakteri A. xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu fase adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju kematian, dan fase kematian. Apabila bakteri dipindah ke media baru maka bakteri tidak langsung tumbuh melainkan beradaptasi terlebih dahulu. Pada fase terjadi aktivitas metabolisme dan pembesaran sel, meskipun belum mengalami pertumbuhan. Fase pertumbuhan adaptasi dicapai pada 0-24 jam sejak inokulasi. Fase pertumbuhan awal dimulai dengan pembelahan sel dengan kecepatan rendah. Fase ini berlangsung beberapa jam saja. Fase eksponensial dicapai antara 1-5 hari. Pada fase ini bakteri mengeluarkan enzim ektraseluler polimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa (matrik nata). Fase ini sangat menentukan kecepatan suatu strain Acetobacter xylinum dalam membentuk nata. Fase pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi telah berkurang, terdapat metabolisme yang bersifat racun yang menghambat pertumbuhan bakteri dan umur sel sudah tua. Pada fase ini pertumbuhan tidak stabil, tetapi jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak dibanding jumlah sel mati. Fase pertumbuhan tetap terjadi keseimbangan antara sel yang tumbuh dan yang mati. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini. Fase menuju kematian terjadi akibat nutrisi dalam media sudah hamper habis. Setelah nutrisi habis, maka bakteri akan mengalami fase kematian. Pada fase kematian sel dengan cepat mengalami kematian. Bakteri hasil dari fase ini tidak baik untuk strain nata.

E. GENETIKA

Acetobacter xylinum adalah bakteri asam asetat yang memiliki kemampuan untuk memproduksi selulosa secara ekstra selular. Genus A. xylinum mengandung beberapa spesi yang sedang dipelajari mengenai hubungannya dalam pembentukan asam asetat dan pembentukan selulosa. Kebanyakan strain A. xylinum diketahui mengandung sistem plasmid yang amat kompleks. Perubahan dalam sifat plasmid ditemukan dalam selulosa mutan negative dan selulosa yang dibuat oleh jenis lain A. xylinum. Dalam plasmid ini terdapat gen yang mengatur sintesi selulosa ,gen tersebut dinamai gen beta-glukosidase (bglxA) . Gen beta-glukosidase in adalah awal dari selulosa sintase sebuah polipeptida dengan massa molekuler 79 kDa. Jumlah gen beta-glucosidase ini secara berlebihan akan meningkatkan aktivitas 10 kali lipat dibandingkan dengan strain tipe liar dari A. xylinum. Berdasarkan urutan asam aminonya, gen beta-

glukosidase termasuk dalam keluarga ketiga dari glikosil hidrolase. Gen selulosa sintase subunit katalitik dan gen pengkode polipeptida 93 kDa, bersama dengan gen lain mungkin, akan menyusun sebagai suatu operon untuk biosintesis selulosa di mana gen pertama adalah gen subunit katalitik dan yang kedua kode gen untuk polipeptida 93 kDa. Fungsi polipeptida 93 kDa belum jelas pada saat ini, namun tampaknya terkait erat dengan selulosa sintase subunit katalitik. Phosphodiesterase A1 protein dari Acetobacter xylinum, AxPDEA1, adalah kunci regulator dalam sintesis selulosa bakterial. Sel dari A. xylinum menghasilkan sejumlah besar eksopolisakarida yang dapat menggangu ekstraksi dari plasmid A. xylinum. Pasangan nukleotida yang analisis menunjukkan operon selulose synthase 9217 panjang pasangan basa nitrogen dan terdiri dari empat gen. Empat gen tersebut bcsA, bcsB, bcsC, and bcsDtampaknya diterjemahkan berpasangan dan ditranskripsikan sebagai mRNA polistrinic dengan wilayah inisiasi 97 basa upstream dari daerah kode dari gen pertama (bcsA) di operon.

F. EKOLOGI Faktor-faktor yang mempengaruhi Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan adalah nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, tingkat keasaman media, suhu, dan udara (oksigen). Senyawa karbon yang dibutuhkan dalam fermentasi nata berasal dari monosakarida dan disakarida. Sumber dari karbon ini yang paling banyak digunakan

adalah gula. Sumber nitrogen biasanya berasal dari bahan organic seperti ZA, urea. Meskipun bakteri A. xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 7,5, namun akan tumbuh optimal bila pHnya 4,3; suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri A. xylinum pada suhu 2831C. Bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Sehingga dalam fermentasi tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran masuk ke dalam media yang dapat mengakibatkan kontaminasi. Sel-sel Acetobacter xylinum mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor pada membran sel, kemudian keluar bersama-sama enzim yang mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa di luar sel. Prekursor dari polisakarida tersebut adalah GDP-glukosa. Pembentukan prekursor ini distimulir oleh adanya katalisator seperti Ca2+ dan Mg2+. Prekursor ini kemudian mengalami polimerisasi dan berikatan dengan aseptor membentuk selulosa. Bakteri A. xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon dan nitrogen, melalui proses terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Apabila rasio antara karbon dan nitrogen diatur secara optimal, dan prosesnya terkontrol dengan baik, maka semua cairan akan berubah menjadi nata tanpa meninggalkan residu sedikit pun. Untuk mendukung pertumbuhan aktivitas bakteri dapat berasal dari nitrogen organik, seperti misalnya protein dan ekstrak yeast, maupun nitrogen anorganik seperti ammonium fosfat, urea, dan ammonium sulfat. Namun, sumber nitrogen anorganik sangat murah dan fungsinya tidak kalah jika dibandingkan dengan sumber nitrogen organik. Bahkan di antara sumber nitrogen anorganik ada yang mempunyai sifat lebih yaitu ammonium sulfat. Kelebihan yang dimaksud adalah murah, mudah larut, dan selektif bagi mikroorganisme lain. Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam asetat glacial (99,8%). Asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,55,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asam asetat, asam-asam organik dan anorganik lain juga digunakan.

Acetobacter xylinum tidak memiliki sukrosa sintase namun setidaknya ada 4 enzim yang terlibat dalam jalur dari sukrosa menjadi UDP-glukosa. A. xylinum memiliki berbagai jalur pembentukan UDP-glukosa. Sebagai contoh level aktivitas UDP-glukosa pirofosforilase dalam A. xylinum ATCC 23768 berbeda dengan ATCC 23769 walaupun produksi selulosanya mirip.

G. APLIKASI Dalam kehidupan jasad renik, bakteri dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu bakteri yang membahayakan, bakteri yang merugikan dan bekteri yang menguntungkan. Adapun yang termasuk dalam kelompok bakteri yang

membahayakan antara lain adalah bakteri yang menghasilkan racun atau menyebabkan infeksi, sedangkan ternasuk dalam kelompok bakteri yang merugikan adalah bakteri pembusuk makanan. Sementara yang termasuk dalam kelompok bakteri yang menguntungkan adalah jenis bakteri yang dapat dimanfaatkan oleh manusia hingga menghasilkan produk yang berguna. Acetobacter xylinum merupakan salah satu contoh bakteri yang menguntungkan bagi manusia seperti halnya bakteri asam laktat pembentuk yoghurt, asinan dan lainnya. Nata merupakan selulosa yang dibentuk oleh bakteri Acetobacter xylinum, berkalori rendah, kadar serat 2,5 %, dan memiliki kadar air 98 %. Serat yang ada dalam nata tersebut sangat penting dalam proses fisiologis, bahkan dapat membantu para penderita diabetes dan memperlancar pencernaan makanan atau dalam saluran pencernaan. Oleh karena itu dapat dipakai sebagai sumber makanan kalori rendah dan untuk keperluan diet. Bahan baku yang sudah umum digunakan sebagai media untuk membuat nata adalah air kelapa, yang produknya dikenal dengan nama nata de coco. Nata juga dapat dibuat dengan bahan-bahan media lainnya yang cukup mengandung gula. Gula yang terkandung dalam bahan tersebut dapat dimanfaatkan oleh A. xylinum untuk membentuk nata. Bahan-bahan yang bisa digunakan sebagai media tersebut antara lain adalah kedelai (nata de soya), tomat (nata de tomato), bekatul (nata de katul) dan nanas (nata de pina). Pada prinsipnya medium nata adalah cairan yang mengandung gula, oleh karena itu limbah buah-buahan, termasuk limbah nanas juga bisa digunakan sebagai

medium nata de pina. Bekatul juga dapat digunakan untuk pembuatan nata de katul karena banyaknya karbohidrat yang terkandung di dalamnya cukup untuk fermentasi. Bentuk, warna, tekstur dan rasa berbagai jenis nata tersebut tidak berbeda. Pembuatan nata tidak sulit, dan biaya yang dibutuhkan juga tidak banyak. Usaha pembuatan nata ini merupakan alternatif usaha yang cukup menjanjikan (prospektif). Beberapa keuntungannya antara lain: Nata adalah produk berserat. Kebutuhan masyarakat akan serat memang sesuatu hal mutlak, terutama masyarakat menengah ke atas. Sejalan dengan berkembangnya era globalisasi masyarakat mendatang mulai melirik masalah kesehatan. Nata sangat baik untuk kesehatan karena serat yang dikandungnya dan merupakan produk alami. Kecendrungan masyarakat adalah lebih tertarik kepada produk alami dibandingkan produk sintetis seperti suplemen yang mengandung serat. Nata kaya akan gizi. Terkandung di dalamnya protein, lemak, gula, vitamin, asam amino, dan hormon pertumbuhan. Nata memberikan perisa yang berbeda dengan rasa medium aslinya. Proses pembuatan nata relatif mudah (bahkan pada skala rumah tangga), ramah lingkungan, dan murah. Fermentasi Nata dilakukan melalui tahap-tahap berikut: a. Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum Fermentasi nata memerlukan biakan murni Acetobacter xylinum. Biakan murni ini harus dipelihara sehingga dapat digunakan setiap saat diperlukan. Pemeliharan tersebut meliputi:

Penyimpanan: Proses penyimpanan sehingga dalam jangka waktu yang cukup lama viabilitas (kemampuan hidup) mikroba tetap dapat dipertahankan. A.xylinum biasanya disimpan pada agar miring yang terbuat dari media Hassid dan Barker yang dimodifikasi dengan komposisi sebagai berikut: glukosa (100 gram), ekstrak khamir (2,5 g), K2HPO4 (5 g),

(NH4)2SO4 (0,6 g), MgSO4 (0,2 g), agar (18 g) dan air kelapa (1 liter). Pada agar miring dengan suhu penyimpanan 4-7C, mikroba ini dapat disimpan selama 3-4 minggu.

Penyegaran: Penyegaran kembali mikroba yang telah disimpan sehingga terjadi pemulihan viabilitas dan mikroba dapat disiapkan sebagai inokulum fermentasi. Setiap 3 atau 4 minggu, biakan A. xylinum harus dipindahkan kembali pada agar miring baru. Setelah 3 kali penyegaran, kemurnian biakan harus diuji dengan melakukan isolasi biakan pada agar cawan. Adanya koloni asing pada permukaan cawan menunjukkan bahwa kontaminasi telah terjadi. Biakan pada agar miring yang telah terkontaminasi, harus diisolasi dan dimurnikan kembali sebelum disegarkan.

b. Pembuatan Starter Starter adalah populasi mikroba dalam jumlah dan kondisi fisiologis yang siap diinokulasikan pada media fermentasi. Mikroba pada starter tumbuh dengan cepat dan fermentasi segera terjadi. Media starter biasanya identik dengan media fermentasi. Media ini diinokulasi dengan biakan murni dari agar miring yang masih segar (umur 6 hari). Starter baru dapat digunakan 6 hari setelah diinokulasi dengan biakan murni. Pada permukaan starter akan tumbuh mikroba membentuk lapisan tipis berwarna putih. Lapisan ini disebut dengan nata. Semakin lama lapisan ini akan semakin tebal sehingga ketebalannya mencapai 1,5 cm. Starter yang telah berumur 9 hari (dihitung setelah diinokulasi dengan biakan murni) tidak dianjurkan digunakan lagi karena kondisi fisiologis mikroba tidak optimum untuk fermentasi, dan tingkat kontaminasi mungkin sudah cukup tinggi. Volume starter disesuaikan dengan volume media fermentasi yang akan disiapkan. Dianjurkan volume starter tidak kurang dari 5% volume media yang akan difermentasi menjadi nata. Pemakaian starter yang terlalu banyak tidak dianjurkan karenatidak ekonomis. c. Fermentasi

Fermentasi dilakukan pada media cair yang telah diinokulasi dengan starter. Fermentasi berlangsung pada kondisi aerob (membutuhkan oksigen). Mikroba tumbuh terutama pada permukaan media. Fermentasi dilangsungkan sampai nata yang terbentuk cukup tebal (1,0 1,5 cm). Biasanya ukuran tersebut tercapai setelah 10 hari (semenjak diinokulasi dengan starter), dan fermentasi diakhiri pada hari ke 15. Jika fermentasi tetap diteruskan , kemungkinan permukaan nata mengalami kerusakan oleh mikroba pencemar. Nata berupa lapisan putih seperti agar. Lapisan ini adalah massa mikroba berkapsul dari selulosa. Lapisan nata mengandung sisa media yang sangat masam. Rasa dan bau masam tersebut dapat dihilangkan dengan perendaman dan perebusan dengan air bersih. Selain nata, A. xylinum juga berfungsi sebagai salah satu bakteri pembuatan kombucha. Kombucha adalah jamur teh yang berasal dari Asia Timur dan berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit. Jamur kombucha merupakan membran jaringanjamur yang bersifat gelatinoid dan liat, serta berbentuk piringan datar. Bentuk dari jamur kombucha disebut pelikel. Kombucha hidup dalam larutan nutrisi teh-gula yang tumbuh dengan cara germinasi. Pada mulanya, piringan jamur tumbuh meluas pada permukaan teh lalu menebal. Bila dirawat secara benar, jamur ini akan tumbuh pesat dan sehat, sehingga akan hidup sepanjang umur pemilik serta keturunannya. Teh kombucha dibuat dengan starter jamur kombucha (terdiri atas Acetobacter xylinum, A. aceti, A. pasteurianus, Gluconobacter, Brettanamyces bruxellensis, B. intermedius, Candida fomata, Mycoderma, Mycotorula, Pichia, Saccharomyces cerevisiae, Schizosaccharomyces, Torula, Torulaspora delbrueckii, Torulopsis,

Zygosaccharomyces bailii, Z. rouxii). Khasiat yang diketahui antara lain: mengobati sembelit, memperbaiki kondisi tubuh / meningkatkan imunitas, bermanfaat melawan arteriosklerosis, hipertensi, kolesterol, gangguan persendian (Arthritis Chronic), asma, dan bronkitis, memulihkan fungsi alat pencernaan, bermanfaat bagi penderita stres mental, menawarkan racun, menambah nafsu makan, dan membunuh kanker. Proses fermentasi dimulai ketika kultur mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2, kemudian bereaksi dengan air membentuk asam karbonat. Glukosa berasal dari inversi sukrosa oleh khamir menghasilkan glukosa dan fruktosa. Acetobacter sebagai bakteri utama dalam kultur kombucha mengoksidasi etanol menjadi asetaldehid lalu

kemudian menjadi asam asetat. Aktivitas biokimia yang kedua dari bakteri Acetobacter adalah pembentukan asam glukonat yang berasal dari oksidasi glukosa. Sukrosa dipecah menjadi gluosa dan fruktosa oleh khamir. Pada pembuatan etanol oleh khamir dan selulosa oleh A. xylinum, glukosa dikonversi menjadi asam glukonat melalui jalur fosfat pentosa oleh bakteri asam asetat, sebagian besar fruktosa dimetabolis menjadi asam asetat dan sejumlah kecil asam glukonat. Bakteri asam laktat juga menggunakan glukosa untuk mensintesis selulosa mikroba. Fruktosa masih tertinggal sebagian dalam media fermentasi dan diubah menjadi bentuk yang lebih sederhana oleh mikroorganisme sehingga dapat digunakan sebagai substrat fermentasi. Kultur dalam waktu bersamaan juga menghasilkan asam-asam organik lainnya. Bakteri A. xylinum mengubah gula menjadi selulosa yang disebut nata / pelikel dan melayang di permukaan medium. Jika nutrisi dalam medium telah habis dikonsumsi, kultur akan berhenti tumbuh tetapi tidak mati. Kultur akan aktif lagi jika memperoleh nutrisi kembali. Bakteri asam asetat memanfaatkan etanol untuk tumbuh dan memproduksi asam asetat. Adanya asam asetat menstimulasi khamir untuk memproduksi etanol kembali. Interaksi simbiosis ini ditemukan pada Glukonobacter dan S. cerevisiae. Konsentrasi asam asetat dalam kombucha hanya meningkat sampai batas tertentu lalu mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena pemanfaatan asam asetat lebih lanjut oleh A. xylinum ketika jumlah gula dalam media teh mulai habis. Penurunan kadar asam ini juga dikarenakan fermentasi etanol oleh khamir juga mengalami penurunan dikarenakan pH yang sangat rendah serta mulai habisnya gula dalam larutan. Acetobacter juga mampu menghidrolisa sukrosa menggunakan levansukrase menjadi glukosa dan sebuah polisakarida fruktosa. Jenis gula (sukrosa, glukosa, fruktosa) memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap pembentukan etanol dan asam laktat, namun konsentrasi gula secara individu hanya mempunyai pengaruh yang sangat kecil terhadap flavor kombucha. Selama proses fermentasi kombucha tea terjadi aktivitas mikroorganisme yang berlangsung secara simultan dan sekuensial. Proses fermentasi dimulai dengan aktivitas khamir yang memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dengan bantuan enzim ekstraseluler invertase dan selanjutnya glukosa direduksi menjadi etanol dan CO2 yang terbentuk bereaksi dengan air membentuk asam karbonat.

Laju pemecahan sukrosa menjadi fruktosa lebih tinggi dibandingkan terhadap produksi glukosa. Kedua gula ini dapat digunakan oleh A. xylinum untuk memproduksi asam-asam organik dan biosintesis selulosa. A. xylinum tidak aktif memetabolisir fruktosa seperti halnya glukosa, sehingga fruktosa terakumulasi di dalam larutan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam proses fermentasi adalah: 1. Ketersediaan nutrisi meliputi unsur C, N, P, dan K. 2. pH medium sekitar 5,5. 3. Suhu fermentasi 23C-27C dengan tolaransi dalam kisaran 18C-35C. 4. Ketersediaan udara namun tidak dalam bentuk aerasi aktif. 5. Tidak boleh ada goncangan atau getaran. 6. Tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung.

Lama fermentasi akan berlangsung selama 4-14 hari. Semakin lama fermentasi maka rasa teh kombucha akan semakin asam dan rasa manis akan semakin berkurang. Lama fermentasi yang disarankan adalah 14 hari karena gula telah benar-benar difermentasi dari minuman dan minuman memiliki rasa yang kuat seperti anggur. Setelah proses fermentasi selesai, jamur kombucha akan berubah warna menjadi kecoklatan, dan ramuan teh manis akan mengeluarkan sedikit buih. Jika warna jamur kombucha sudah menjadi coklat tua, dan ramuan teh manis mengeluarkan banyak buih, sebaiknya teh kombucha tidak diminum lagi, karena dikhawatirkan mengakibatkan efek samping. Pada fermentasi 10 hari, dengan kadar gula awal 8%, akan diperoleh fruktosa 25g/L, asam glukonat 3,1 g/L, dan asam asetat 2 g/L. Jika fermentasi diperpanjang menjadi 13 hari, maka fruktosa akan menjadi 15,03 g/L, asam glukonat 6,64 g/L dan asam asetat 8,61 g/L.

H. DESIGN PENELITIAN i) Latar Belakang Makanan dan kesehatan adalah dua hal yang sangat dibutuhkan manusia dan tak dapat dipisahkan. Oleh karenanya perlu adanya makanan dan minuman yang tidak cuma enak di mulut dan indah di mata, tetapi juga baik untuk kesehatan tubuh. Makanan dan minuman hasil fermentasi baik untuk kesehatan tubuh sebagai antioksidan. Acetobacter xylinum merupakan salah satu dari bakteri fermentasi penghasil asam asetat yang paling sering dipergunakan untuk minuman fermentasi teh kombucha yang baik untuk tubuh sebagai antioksidan dalam bentuk pelikel dari berbagai jenis bakteri lainnya seperti Acetobacter aceti, A. pasteurianus, Gluconobacter, Brettanamyces bruxellensis, B. intermedius, Candida fomata, Mycoderma, Mycotorula, Pichia, Saccharomyces cerevisiae, Schizosaccharomyces, Torula, Torulaspora delbrueckii, Torulopsis, Zygosaccharomyces bailii, Z. rouxii. Karena yang bakteri yang paling diperlukan adalah A. xylinum, maka kami mencoba menggunakannya sebagai bakteri uji pada design penelitian untuk berbagai minuman yang biasa dikonsumsi manusia selain teh pada umumnya. Selain itu, A. xylinum adalah bakteri pembuat nata dalam berbagai jenis sari buah-buahan dan belum diketahui efektifitas dari tiap-tiap minuman yang biasa dikonsumsi sehari-hari tersebut. ii) Tujuan Mahasiswa mampu menggunakan berbagai jenis medium NB dengan bakteri uji Acetobacter xylinum iii) Rumusan Permasalahan Banyak sekali jenis medium cair yang tersedia sebagai minuman yang dikonsumsi manusia akan tetapi belum pernah diketahui apakah dapat digunakan sebagai minuman berfermentasi dalam bentuk nata atau tidak dan efektifitas dari tiaptiap minuman yang digunakan sebagai medium uji iv) Metodologi Penelitian

Digunakan uji pH untuk mengetahui ada atau tidaknya kemampuan memfermentasi suatu medium dengan bakteri uji A. xylinum dan seberapa besar kemampuan bakteri berdasarkan nutrien yang ada dalam tiap-tiap medium v) Alat dan Bahan - Isolat murni bakteri A. xylinum - Jus apel - Jus jeruk - Minuman bersoda - Green Tea (teh hijau) - Aquadest (kontrol) - Jarum ose - Tabung Reaksi - Lampu spiritus - Inkubator - Kertas indikator pH atau cairan universal indicator vi) Cara kerja Mengambil kertas indikator pH atau universal indikator dan mengecek pH masingmasing medium cair sebagai kontrol medium uji Mengambil 1 ose bakteri uji A. xylinum dalam masing-masing tabung medium cair Menginkubasikan masing-masing tabung dalam inkubator Mengamati masing-masing medium dengan kertas indikator pH atau cairan universal indicator setelah diinkubasi 24 jam dan mencatat perbedaan pH yang terjadi

vii) Pembahasan Aquadest digunakan sebagai kontrol untuk mengetahui bahwa bakteri Acetobacter xylinum tidak dapat memfermentasikan aquadest yang tidak mengandung nutrien apa pun di dalamnya (pH 7). Penggunaan indikator pH pada medium yang belum diberi perlakuan bakteri uji juga digunakan sebagai kontrol pH supaya dapat dibandingkan dengan hasil setelah diberi Acetobacter xylinum.

Jus apel memiliki pH yang agak rendah sekitar 3,3-3,8, mengandung sedikit komponen nitrogen, dan tidak adanya gula selain mono dan disakarida (fruktosa 74%, sukrosa 15%, dan glukosa 11%). Tanpa adanya gula tambahan, jus apel dapat digunakan untuk pembuatan nata walaupun dalam kadar yang kecil. pH juga cukup baik untuk kesehatan lambung (pH = 1-3). Jus jeruk mengandung vitamin C, fitonutrien, flavonoid, mineral, herperidine, dan 10% gula buah. Walaupun ada kemungkin bisa dibuat nata, tetapi kemungkinan kurang baik untuk kesehatan lambung karena jumlah gula yang dapat difermentasi menjadi nata juga tidak banyak, selain dari pH jus jeruk yang sudah relatif rendah tanpa adanya fermentasi. Minuman bersoda memiliki pH yang cukup rendah, terdiri atas air, perisa, gula, dan asam karbonat. Asam karbonat dapat berubah dengan cepat membentuk karbon dioksida, padahal bakteri Acetobacter xylinum adalah bakteri aerob, sehingga keadaan secara teoritis tidak memungkinkan untuk pembentukkan nata. Green tea, walaupun memiliki banyak khasiat dari polifenol, theanin (asam amino pada teh), mineral, vitamin, dll., tidak memiliki sumber kalori sama sekali. Oleh karenanya, tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai medium fermentasi A. xylinum kecuali jika diberi tambahan gula. viii) Kesimpulan Jadi, dari berbagai medium cair yang diminum sehari-hari dan diuji secara teoritis, jus apel memiliki kemungkinan terbesar untuk difermentasi dan membuat sebuah nata.

I. DAFTAR PUSTAKA http://waluhhangit.blogspot.com/2009/03/acetobacter-xylinum.html


http://www.scipub.org/fulltext/ajbb/ajbb13121-124.pdf http://www.botany.utexas.edu/lab/publications/pubs/141.htm http://pubs.acs.org/doi/abs/10.1021/bi0100236

http://www.homebrewtalk.com/wiki/index.php/Apple_Juice http://food-facts.suite101.com/article.cfm/composition-and-health-benefits-of-oranges http://www.amazing-green-tea.com/green-tea-ingredients.html http://www.amazing-green-tea.com/green-tea-nutrition.html http://www.frisdrank.nl/english/frisdran/fr_samenstelling.htm http://www.sciencedirect.com/science?_ob=ArticleURL&_udi=B6TFD-4VRX67M1&_user=10&_coverDate=07%2F19%2F2009&_rdoc=1&_fmt=high&_orig=search&_sort=d& _docanchor=&view=c&_searchStrId=1279629168&_rerunOrigin=google&_acct=C000050221 &_version=1&_urlVersion=0&_userid=10&md5=615b789537a4ed4a5f1c8f3194e73df3

J. REKOMENDASI PENELITIAN Dapat dipergunakan metode-metode yang lebih baik untuk mengetahui kadar asam asetat yang terbentuk seperti uji KLT. Dapat dipergunakan bahan-bahan medium lainnya seperti makanan padat atau semi-padat. Dapat dilakukan penelitian tentang kecepatan fermentasi dari A. xylinum pada tiap-tiap medium uji untuk mengetahui efektifitas dari ketersediaan nutrien pada tiap medium.

Anda mungkin juga menyukai