Anda di halaman 1dari 25

KEJANG

1. ALGORITME
KEJANG
1.Tetapkan derajat kejang

RINGAN
2.a rawat jalan / inap

SEDANG

BERAT

KEJANG dg demam

2.b.2 2.b. rawat inap 2.b.1. - elektrolit/ asambasa/ glukosa - O2/ glukosa i.v - penyakit infeksi/ metabolic - AK kerja cepat - obat-obatan, intoksikasi - stabilisasi KEJANG tanpa demam 3.a.2.peny.dasar belum diketahui KEJANG tanpa demam 3.b.1.EEG KEJANG dg demam 3.b.2.LP

3.a.1.observasi KDS

- KDK telah di- Inf.Intra ketahui kranial

normal abnormal abnormal normal hiper pireksi Rawat jalan ke langkah3.b.2 rawat inap ke langkah3b.1 4. status AK belum maksimal AK maksimal Ganti AK EPILEPSI Ensefalitis AK terusan KDK Tanggulangi sesuai SP normal SOL atrofi Meningitis infark Meningo Bedah rawat ensefalitis Saraf inap USG,CT,MRI inf.intra kranial

2. BATASAN : - Kejang adalah bangkitan motorik yang terjadi akibat gangguan fungsi otak. - Kejang dengan demam adalah semua bangkitan kejang baik didahului atau bersamaan maupun sesudahnya, ditemui adanya demam. Demam jika suhu tubuh perektal 38 C. Kejang Demam (KD) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( 38 C perrektal) pada anak berusia 6 bulan 5 tahun. Kenaikan suhu tsb disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Kejang Demam Simpleks/ Sederhana (KDS) yaitu KD yang Kejang Demam Kompleks (KDK) adalah KD yang tidak memenuhi kriteria KDS. Kejang tanpa demam adalah semua bangkitan kejang yang timbul tanpa adanya demam. Kejang derajat ringan, frekwensinya hanya 1 X dalam 24 jam, sifatnya umum, lamanya < 15 menit. Kejang derajat sedang, jika lamanya 15-30 atau kejang fokal atau kejang berulang, tanpa diikuti penurunan kesadaran. Kejang derajat berat status epileptikus, jika bangkitan kejang > 30 atau kejang < 30 diikuti penurunan kesadaran, atau kejang berulang dengan interiktal tidak sadar.

3. SPEKTRUM PENYEBAB..
Fokus epileptikum, hipo/ hiperglikemi, gangguan elektrolit, penyakit metabolic, akibat Obat-obatan / toksin, trauma, infeksi dan proses desak ruang (SOL).

4. PATOGENESIS
Gangguan membran potensial / ketidak seimbangan neuro transmitter / kerusakan sel glia / chanelopathi hiperpolarisasi loncatan muatan listrik yang berlebihan diteruskan ke sebagian / seluruh sel saraf kejang umum / parsial.

5. LANGKAH DIAGNOSIS.
1. Langkah awal: tetapkan apakah anak betul-betul kejang. Singkirkan penyakit yang menyerupai kejang a.l.: syncope, Breath holding spell, tic, masturbasi dll. kemudian menetapkan derajat kejang, sesuai kriteria yang ada dalam batasan. 2.a. Penderita dengan derajat ringan dinilai dan diobservasi, kemudian penderita kejang dengan demam kelangkah 3.a.1 sedangkan penderita kejang tanpa demam dilanjutkan langkah 3.a.2. 2. Semua penderita kejang derajat sedang dan berat dirawat. 2.b.1, atasi kejang dengan AK kerja cepat (diazepam rectal/ parenteral), O2, atasi hipoglikemi, stabilisasi cairan dan elektrolit, posisi tubuh. 2.b.2,mencari factor-faktor yang mungkin menyebabkan kejang, a.l.dengan mengadakan pemeriksaan penunjang berupa kadar elektrolit (Na, K, Ca), glucose, ureum-kreati

nin, untuk menentukan atau menyingkirkan ensefalopati. 3.a.1, Untuk penderita kejang dengan demam, dinilai apakah KDS, KDK atau infeksi intracranial, jika KDS tanpa hiperpireksi rawat jalan, jika KDS dengan hiperpi reksi rawat inap (langkah 3.b.2). Apabila dalam observasi ternyata KDK/ infeksi intra kranial rawat inap (langkah 3.b.2) 3.a.2,Untuk penderita Kejang tanpa demam, dinilai apakah sudah diketahui penyakit a tau kelainan yang mendasari kejangnya. Pada kelompok penderitayang sudah diketahui penyakit/ kelainan yang mendasarinya langkah 4.a. Untuk kelompok yang belum diketahui penyakit/ kelainannya langkah 3.b.1. 3.b.1, penderita dengan kejang tanpa demam dengan derajat sedang atau berat, dilakukan pemeriksaan EEG, jika pemeriksaan EEG nya normal dan memenuhi criteria Epilepsi diberikan A.K terusan, tapi jika hasil EEGnya abnormal, maka kita ha rus mencari bentuk kelainan intrakranial tsb dengan melakukan USG untuk UUB yg masih terbuka atau CTScan untuk UUB yg sudah menutup, jika kurang jelas pada USG / CTScan, dapat dilakukan pemeriksaan MRI.. Jika ditemukan kelainan tanggulangi sesuai SP 3.b.2. Jika pada pemeriksaan LP (lumbal punksi) hasilnya abnormal infeksi intra kranial tanggulangi sesuai SP, jika hasil LP nya normal/ tidak ditemukan kelain an Ensefalitis / KDK tanggulangi sesuai SP. 4. Dinilai apakah AK sudah maksimal atau belum, jika belum maksimal AK dapat di tingkatkan, jika sudah maksimal ganti AK yang sesuai.

6. PENATALAKSANAAN
I Medika mentosa A. Anti konvulsan 1. Diazepam, dosis 0,5 mg/kgBB/kali (i.v) atau dapat diberikan perrektal dengan dosis 10 mg untuk BB > 10 kg dan 5 mg untuk BB < 10 kg. Diazepam untuk mengatasi kejang dapat diberikan 1 X rektal dan 2 X i.v.atau 2 X rectal + 1 X i.v dengan interval 5 menit.Jika kejang belum teratasi dapat diberikan Difenil hydantoin, tapi jika kejang teratasi harus dinilai apakah perlu AK rumatan atau cukup diberikan AK intermiten. 2. Fenobarbital, loading dose 75 mg (i.m) untuk anak berumur > 1 tahun dan 50 mg untuk anak berumur 1 tahun, dilanjutkan 4 jam kemudian dengan initial dose 8 10 mg/ kgBB (i.m) terbagi dalam 2 dosis selama 48 jam, baru kemudian dengan dosis terusan 3-5 mg/ kgBB. Dosis maksimal 200 mg/ hari. Diberikan pada penderita yang sudah tidak kejang lagi. 3. Difenilhydantoin, loading dose 10-14 mg/ kgBB (maksimal 300 mg), 12 jam kemudian dilanjutkan dengan dosis terusan sebesar 5-7 mg/ kgBB/ hari terbagi dalam 2-3 dosis peroral. Jika kejang masih tidak teratasi, segera dirawat di ICCU. 4. Karbamazepin, dosis 5-30 mg/ kgBB/ hari terbagi dalam 2-3 dosis, untuk bangkitan parsial dan psikomotor.

5. Nitrazepam, dosis 0,2-1 mg/ kgBB/ hari terbagi dalam 2 dosis, untuk bangkitan spasme infantile dan mioklonik. 6. Klonazepam, dosis 0,025-0,15 mg/ kgBB/ hari terbagi dalam 2-3 dosis, untuk semua bangiktan kejang. 7. Asam valproat, dosis 10-60 mg/ kgBB/ hari terbagi dalam 2-3 dosis, untuk semua bangkitan kejang. Diazepam dan difenilhydantoin i.v. digolongkan pada AK kerja cepat (langkah 2.b.1) B. Kortikosteroid (dexamethasone), diberikan pada penderita kejang derajat sedang dan Berat dengan dosis 0,2-0,3 mg/ kgBB/ kali yang dapat diulangi setiap 6 jam dan dapat diberikan sampai 12 jam bebas kejang atau paling lama 4-5 hari. C. Asetaminofen dosis 10-15 mg/ kgBB perkali dapat diberikan maksimal 4X dalam 24 jam atau ibuprofen dengan dosis 5-10 mg/ kgBB perkali dapat diberikan 3X dalam 24 jam. Diberikan pada semua penderita kejang dengan demam. D. Antibiotika dapat diberikan yang sesuai dengan penyebab panas/ penyakit. II. Perawatan khusus. Menjamin oksigenasi jaringan otak, serta fungsi jantung dan paru. Melonggarkan pakaian yang ketat Membersihkan jalan nafas dan anak diletakkan dalam posisi semi trendlenberg dengan kepala anak dimiringkan. Mengatasi hipoglikemi, pada kejang yang > 15 menit tidak teratasi dengan AK, diberikan dalam bentuk glukosa 10% i.v, 4 cc/ kgBB. Jika kadar gula darah masih < 40 mg/ dl, dapat diulangi tiap 30 menit. Jika pengukuran kadar gula darah tidak dapat dilakukan segera, pada tiap kejang berat dapat diberikan glukosa 10% secara drip(?) Memperbaiki gangguan metabolisme dan keseimbangan air dan elektrolit. Mencegah komplikasi. III. Pencegahan. Semua penderita KDS, pada waktu pulang dibekali antipiretik dan diazepam rectal yang diberikan jika penderita hiperiritabel atau pada saat mulai kejang. Untuk penderita KDK, jika tidak ada faktor resiko, pada waktu pulang dibekali AP dan AK intermiten (diazepam), jika ada faktor resiko, diberikan AK (Fenobarbital/ asam valproat) selama 1 tahun, jika masih kejang dalam pemakaian AK terusan , dapat diberikan diazepam (sesuai dengan skema pemotongan kejang). Faktor resiko yang dimaksud adalah: kejang lama (> 15 menit), ada kelainan neurologist sebelum/ sesudah kejang, kejang fokal dan bila ada keluarga sekandung atau orang tua yang mengalami epilepsi. Pemberian AK sebaiknya tunggal dengan dosis serendah mungkin, jika sudah mencapai dosis maksimal tidak ada respon sama sekali, sebaiknya ganti obat. Tapi jika masih ada respon dan kejang masih belum teratasi, maka dapat digunakan gabungan 2 atau 3 jenis obat.

Untuk kejang tanpa demam, lama pemberian AK sekurang-kurangnya 3 tahun bebas kejang dan diberikan seumur hidup jika terdapat kelainan neurologist. Mengurangi factor pencetus a.l.: kurang tidur, stress, kelelahan fisik yang berlebihan, rangsangan pada mata yang berulang-ulang dan infeksi. Biarkan mereka menjalani kehidupan seperti anak sebayanya.

7. TINDAK LANJUT.
Pengamatan rutin: - kelainan tingkah laku anak

tanda-tanda awal akan timbulnya kejang efek samping obat.

Pengamatan khusus: - Tanda-tanda kenaikan tekanan intracranial a.l.: muntah proyektil, UUB membonjol , lingkar kepala yang cepat membesar, pusing/ sakit kepala, edema papil dll. -Perkembangan motorik kasar dan halus yang terlambat, adanya defisit neurologis yang progresif. - Kejang yang sukar diatasi. Indikasi pulang : - Kejang sudah teratasi dan terkendali.

Sudah diketahui penyebab/ pencetus kejang. Ibu penderita sudah dapat mengenal, mencegah dan mengatasi kejang dengan segera dan dapat mengenal penyimpangan tumbuh kembang anak.

EPILEPSI
1. ALGORITME
Bangkitan 1. anamnese/ pemeriksaan 2. epilepsi ? SP (-) EPILEPSI(+)

3.a. Tetapkan kelompok epilepsi ( klinis + EEG ) Parsial/ fokal 3.b. Rinci jenis epilepsi Umum

Sederhana

Kompleks

Absens Absens Mioklonik Tonik Tonik-klonik Atonik Atipikal

4.TATALAKSANA EPILEPSI 5. PENYEBAB & PENCETUS

2. BATASAN
Bangkitan epilepsi atau serangan kejang adalah merupakan manifestasi klinis lepas muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak akibat gangguan fungsi sel

neuron tsb. Seseorang dianggap sebagai penderita epilepsi, bila ia telah lebih dari satu kali mengalami bangkitan secara spontan atau oleh gangguan yang ringan.

3. ETIOLOGI
Gangguan fisiologik, biokimiawi, anatomik atau gabungan

4. PATOGENESIS
Lepas muatan listrik yang berlebihan: a. tidak diteruskan ke sel sekitar tidak terjadi kejang, b. diteruskan sampai daerah tertentu kejang fokal, c. diteruskan ke seluruh sel otak kejang umum.

5. LANGKAH DIAGNOSIS
1. Anamnese yang cermat untuk menetapkan epilepsi atau bukan. Bangkitan/ kejang perlu diklarifikasi tentang: frekuensi, lamanya, interval, jenis(tonik, klonik, mioklonik,atonik dll) sifatnya (umum/ fokal), post iktal dan inter iktal, serta ada tidaknya aura. 2. Tetapkan apakah bangkitan telah memenuhi kriteria epilepsi. Singkirkan kelainankelainan yang menyerupai epilepsi a.l. : sinkop, breath holding spell, migren, kelainan psikotik, night terror, masturbasi dan tic. (lihat batasan). 3. Tetapkan kelompok dan jenis epilepsi berdasarkan klinis + EEG. Harus diingat bahwa 10% penderita epilepsi mempunyai EEG normal dan 15% EEG abnormal ringan dan tidak khas pada populasi normal. EEG dikatakan abnormal jika terdapat : - Asimetri irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama dikedua hemisfer otak. - Irama gelombang tidak teratur.

Irama gelombang lebih lambat dibandingkan seharusnya. Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat a.l.: gelombang tajam, paku, paku ombak, paku majemuk dan gelombang lambat yang timbul secara paroksismal.

Patokan klasifikasi (penetapan kelompok dan jenis) epilepsi. a. Bedakan bangkitan atas umum atau fokal o Bangkitan umum adalah kejang seluruh bagian tubuh yang disertai penurunan kesadaran (bersamaan atau mengikuti kejang). o Bangkitan fokal adalah bangkitan kejang sebagian anggota tubuh yang disebabkan yang disebabkan lepas muatan sebagian korteks serebri yang dapat disertai atau tidak oleh gangguan kesadaran. b. Bedakan bangkitan fokal atas sederhana dan kompleks o Epilepsi parsial sederhana, apabila penderita tetap sadar atau tidak terjadi perubahan kesadaran. Kesadaran adalah respon atau kewaspadaan penderita terhadap stimulus eksterna. Respon adalah kesanggupan penderita

untuk mengikuti perintah sederhana. Kewaspadaan adalah kesanggupan penderita untuk ditanya mengenai suatu keadaan dan ingatan penderita terhadap suatu kejadian yang baru saja dialaminya. o Kejang parsial kompleks adalah kejang yang berasal dari satu fokus yang disertai dengan penurunan kesadaran. Automatisme dapat terjadi pada fase post iktal setiap serangan epilepsi berat terutama tonik-klonik. Automatisme adalah tingkah laku yang kurang terkoordinasi yang berlangsung pada saat kesadaran sedang berubah, pada saat bangkitan atau post iktal. Dapat ditemukan automatisme berupa gerakan atau verbal. EEG: fokus epileptikus unilateral atau bilateral asimetris pada daerah temporal atau frontal. c. Bangkitan umum dibedakan atas : absens, absens atipik, mioklonik, tonik, tonik klonik, atonik. o Absens adalah gangguan kesadaran dengan durasi yang singkat, onset dan terminasi mendadak. Kehilangan tonus otot tidak jelas, EEG: gelombang paku ombak 3 spd regular, bilateral, simetris. Absens atipik adalah serangan absens yang disertai kehilangan tonus yang sangat jelas, misalnya apa yang dipegang terlepas, atau onset dan berhentinya serangan tidak mendadak. EEG: gelombang paku atau paku-ombak lambat, ireguler dan asimetris. o Mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar, yang dapat umum/ terbatas pada wajah, batang tubuh, ekstremitas atau satu grup otot. EEG: gelombang paku ombak majemuk. o Tonik adalah kontraksi otot yang kaku, ekstremitas menetap dalam 1 posisi, deviasi bola mata dan kepala ke satu sisi, dapat disertai rotasi seluruh batang tubuh. o Tonik-klonik, disebut juga epilepsi grandmal. Fase tonik: kontraksi otot menyeluruh (penderita terjatuh, hambatan respirasi dan sianosis. Fase klonik: 10-30 detik kemudian, yang didahului tremor dan dapat disertai ekspirasi grunting (mulut berbusa dan lidah tergigit), Setelah 30-60 detik, terjadi fase tonik kembali atau terjadi relaksasi otot. Post iktal penderita tidak sadar, nafas cepat dan terlihat pucat. EEG: gelombang paku ombak majemuk atau gelombang tajam ombak lambat. o Atonik: berupa kehilangan tonus. (kepala jatuh kedepan, mulut terbuka atau lengan jatuh tergantung atau menyeluruh sehingga penderita jatuh, kesadaran hilang sejenak). 4. Cari faktor penyebab epilepsi Lakukan pemeriksaan penunjang atas indikasi a.l.: - Urine: asam amino dalam urine (pada epilepsi yang disebabkan fenil ketonuria atau histidinuria). - Darah: gula darah, elektrolit, ureum, kearah anemia sickle cell, polisitemia & leukemia, dsb. - CSS: zat anti terhadap morbili (SSPE).

CTScan/ MRI: dilakukan jika dicurigai jika ada kelainan otak secara struktural/ fungsional (tanda-tanda TIK meningkat, infeksi intrakranial, dll).

Sebagian besar epilepsi belum diketahui penyebabnya, atau hanya dapat diduga berdasarkan riwayat penyakit yang diderita.

6. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa: obat diberikan berdasarkan jenis epilepsi.

Jenis epilepsi 1. 2. Epilepsi parsial

Pilihan pertama CBZ, PHT VPA,PHT,CBZ ESM, VPA VPA VPA VPA

Pilihan kedua VPA, GBP, LTG VGB, PB PB, PRM MSM,AZA,CZP CLB, LTG ESM,MSM,AZA CZP,CLB,LTG PB,PRM,CZP VPA+CZP CBZ, PB

Dengan pertimbangan CZP, CLB, AZA CZP, CLB CBZ,PHT,PB CBZ, PHT MSM, AZA

Epilepsi umum (kecuali absens) 3. Absens < 10 th > 10 th 4. Mioklonik: - Juvenile - Progresif

Nama obat Carbamazepin Phenitoin Valproat Phenobarbital Primidone Ethosuximide Methsuximide Clonazepam Nitrazepam Clobazam Gabapentin Lamotrigine Vigabatrin Azetasolamide Topiramate

Singkatan CBZ PHT VPA PB PRM ESM MSM CZP NZP CLB GBP LTG VGB AZA TPR

Dosis per kgBB/hari 10 - 40 5 - 12 10 - 60 3- 5 5 - 20 10 - 40 10 - 40 0,1 - 0,3 0,5 - 2 0,5 - 2 15 - 30 1 - 10 40 - 100 10 - 50 mg

PERAWATAN KHUSUS Menjaga jangan sampai obat terputus Hindari faktor pencetus a.l: gangguan emosi, kelelahan fisik, kurang tidur, stimulasi cahaya, benturan kepala dll. Penderita yang didiagnose epilepsi dapat terpengaruh kehidupan sehari-harinya baik disekolah maupun dalam pergaulan dimasyarakat; Perlindungan terhadap sianak jangan terlalu berlebihan dan biarkan dia hidup seperti anak sebayanya, dan jangan disingkirkan dari pergaulan terutama dalam keluarga. Jika sakit, terutama panas, harus segera berobat ke dokter/ fasilitas kesehatan terdekat. Awasi tanda-tanda kemunduran intelektual / tingkat kecerdasan. Awasi tanda / gejala yang merupakan efek samping obat a.l.: ruam, diplopi, ataksia, gangguan tingkah laku, hiperplasi gingiva, hematuri dll.

MENINGITIS BAKTERIALIS
1. BATASAN
Infeksi bakteri pada permukaan selaput dan ruang subaraknoid otak atau sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh kuman piogenik.

2. ETIOLOGI
Penyebab utama pada umur : 0-2 bulan : Escherichia coli, Streptococcus agalactiae (group B) 3 bulan 9 tahun : Haemophilus influenzae type B, Streptococcus pneumonie. Neisseria meningitidis 9-18 tahun : Streptococcus pneumonie, Neisseria meningitidis.

3. PATOGENESIS
Fokus infeksi hematogen/ perkontinuitatum/ implantasi langsung masuk ke Ruang subaraknoid, melalui permeabilitas sawar darah otak akibat adanya reaksi dengan mediator peradangan (IL-1, TNF) protein css , edema vasogenik / ploeo sitosis T I K hipoksia glucose css , laktat css

4. BENTUK KLINIS - Akut : gejala meningitis muncul dalam 72 jam setelah panas.
- Subakut: gejala meningitis muncul setelah 72 jam setelah panas, biasanya pada kasus dengan partial treatment.

5. KOMPLIKASI
- Dini (early): Effusi subdural, Abses serebri, Ventrikulitis, SIADH, Edema serebri, Syok septic, DIC, Parese saraf otak. - Lanjut (late) berupa sekuele: gangguan perkembangan mental, defisit neurologik, Hidrosefalus, Epilepsi.

6. PROGNOSIS
Tergantung umur serta kecepatan/ ketepatan pengobatan. Optimal angka kematian kasus pada neonatus 1520% , lebih besar 10% dari bayi / anak. Yang hidup dengan sekuele neurologist sekitar 14%.

7. DIAGNOSIS.
DASAR DIAGNOSIS : Klinis : Gejala Rangsang Meningeal ( Kaku kuduk, Tanda Brudzinky I & II, Tanda Kernig ), panas, muntah, kejang berulang, disfungsi serebri, UUB membonjol Pada UUB yang sudah menutup, gejala sakit kepala lebih menonjol. Cairan Serebro Spinal (css): ploeositosis, reaksi Pandy + +++, protein, glukose.

Pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan lekositosis. Diagnose pasti dengan ditemukannya kuman pada css melalui pengecatan, kultur, pcr, reaksi aglutinasi. INDIKASI RAWAT : semua dirawat

8. PENATALAKSANAAN.
MEDIKAMENTOSA. Antibiotika, sebelum diketahui kuman penyebab : - Sefalosporin generasi ke III: seftriakson dosis 100 mg/ kgBB/ sekali sehari i.v - Atau Ampisilin 300-400 mg/ kgBB/ hari, dibagi 4 dosis, i.v. + kloramfenikol dosis 50-100 mg/ kgBB/ hari, dibagi 4 dosis, i.v atau oral. Antikonvulsan : sesuai penatalaksanaan kejang Untuk edema serebri dapat digunakan kortikosteroid (deksamethasone) dosis 0,2-0,5 mg/ kgBB/ kali, i.v dapat diberikan tiap 6-8 jam selama 2-3 hari. Atau manitol 20% 1-5 cc/ kgBB diberikan perinfus dalam waktu 30 menit, dapat diulangi tiap 8 jam juga selama 2-3 hari. SUPORTIF IUFD dengan cairan glukosa NaCl 2:1 dengan jumlah kebutuhan pada 2 hari pertama, selanjutnya dosis penuh. Kosongkan lambung untuk menghindari muntah, bila tidak ada muntah dapat diberikan makanan peroral/ sonde. Pengaturan posisi untuk mencegah pneumoni ortostatik / dekubitus. Pencegahan kekeringan kornea dengan menetesi mata dengan cairan NaCl fisiologis atau dengan salep antibiotik. Hiperpireksia: kompres dingin/ pendinginan suhu sekitarnya.

9. TINDAK LANJUT.
PEMANTAUAN : Fungsi vital, keseimbangan cairan dan elektrolit. Lakukan tindakan koreksi/ resusitasi seperlunya. Tanda serebral edema : muntah, status konvulsivus funduskopi, Periksa kemajuan klinis dalam 48 jam, jika tidak maju ulangi LP, gambaran likuor tidak membaik, ganti antibiotika, kalau ada hasil sesuaikan dengan hasil sensitifiti tes. Komplikasi penyakit, dengan mengukur lingkaran kepala ( pada UUB yang belum menutup) , kemajuan klinis yang tidak memadai ventrikulitis, subdural efusi, abses otak pemastian dengan transiluminasi, USG, CT Scan atasi sesuai SP. Defisit neurologik lakukan fisioterapi aktif/ pasif.

INDIKASI PULANG : - Klinis baik atau sel css < 100/ mm dan anak sudah dapat dirawat ibunya di rumah. - Tindak lanjut di poliklinik: semua penderita dinilai keadaan umum, status neurologik serta pencapaian tumbuh kembangnya setelah 2 minggu pulang, termasuk tes pendengaran dan pengukuran lingkaran kepala. - Bila tidak ditemukan kelainan, anak dikontrol sekali sebulan, minimal dalam 1 tahun.

TETANUS
1. BATASAN: 2. ETIOLOGI :
Tetanus adalah penyakit yang diakibatkan oleh eksotoksin bentuk vegetative Clostridium tetanie, dengan predileksi susunan saraf tepi Bakteri anaerob clostridium tetania

3. PATOGENESIS :
Bentuk spora lingkungan sesuai (anaerob) bentuk vegetatif neurotoksin (tetano spasmin) neuro-muscular junction axon retrograde motor neuron (medulla spinalis) menghambat keluarnya GABA (neurotrnasmiter/ inhibitor) spasme otot yang paroksismal. Dapat juga mengenai saraf autonom/ simpatis banyak keringat, suhu tubuh, gelisah, hiperiritabel dan palpitasi )

4. BENTUK KLINIS
Berdasarkan lokasi : a. lokal b. umum c. sefalik Berdasarkan umur : - 1 bulan Tetanus neonatorum - > 1 bulan Tetanus anak

5. KOMPLIKASI
Aspirasi Pneumoni Spasme otot pernafasan asfiksia Cardiac arrest Hipertermi Kegagalan sirkulasi

6. PROGNOSIS - 25% gangguan tidur selama 1-3 tahun


- 50% kejang mioklonus yang terjadi 1-2 bulan sesudah masa pemulihan dan dapat menetap sampai 6 12 bulan - Angka kematian tetanus anak: 12-23 %, sedangkan untuk tetanus neonatorum antara 30-70 % tergantung derajatnya.

7. DIAGNOSIS.
Dasar diagnosis: berdasarkan manifestasi klinis. 1. TETANUS NEONATORUM : Anamnesis : bayi sulit atau tidak mau menetek Fisis: - trismus, mulut mecucu

- kejang rangsang atau kejang spontan - kaku kuduk, perut papan, ekstremitas spastis 2. TETANUS ANAK : Anamnesis: ada por dentre berupa luka tususk/ luas, radang telinga atau karies gigi Fisis : - trismus, opistotonus, perut papan, tidak dapat berjalan atau berjalan seperti Robot. - kejang rangsang - kesadaran tidak menurun Bentuk local: kaku otot sekitar luka beberapa minggu/ bulan menghilang atau menjadi bentuk umum yang ringan. Bentuk umum : sesuai dengan gambaran umum diatas. Bentuk sefalik: gejala umum + disfungsi saraf otak ( n.III - n. XII ). PENENTUAN DERAJAT. Tetanus neonatorum No : 1. 2. 3. 4. 5. Indikator Umur: < 6 hr 6 10 hr > 10 hr Kejang: - spontan - rangsang Sianosis Suhu > 38 C Trismus Tetanus Anak No : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Yang dinilai Masa inkubasi Onset Trismus Disfagi Kekakuan Kejang umum Derajat I > 14 hr > 6 hr ringan (-) local sebentar Derajat II 10-14 hr 3 6 hr sedang ringan umum lama&sering Derajat III < 10 hr < 3 hr berat berat +dispnu-sianosis +dispnu-sianosis Skor 4 2 1 2 1 2 1 1 Derajat skor: 2-4 derajat I 5-7 derajat II 8-10 derajat III

LANGKAH DIAGNOSIS 1. Tetapkan diagnosis 2. Identifikasi komplikasi 3. Tetapkan derajat perkirakan prognosis

4. Cari port dentry INDIKASI RAWAT : semua dirawat

8. PENATALAKSANAAN
MEDIKAMENTOSA 1. ATS : - Tetneo : Hari I : 10.000. iu sc, iv dan im Hari II : 10.000. im - Tet.anak: Hari I : 20.000 iu, diencerkan dg NaCl 0,9%, perdrip Hari II : 20.000 im 2. Antikonvulsan. - Tetneo : - Diazepam 8-10 mg/ kgBB/ hari dibagi 12 dosis, atau gabungan feno barbital dan largactil. - Fenobarbital 30 mg i.m. 6 x 15 mg peroral - Largactil 10 mg i.m. 6 x 2 mg peroral - Tet.anak : - Diazepam 4-8 mg/ kgBB/ hari dibagi 12 dosis atau gabungan feno barbital dan largactil. - Fenobarbital 75 mg i.m 6 x 30 mg peroral - Largactil 30 mg im 2-5 mg/ kgBB/ hari dibagi 6 dosis 3. Antibiotika - Tetneo : - ampisilin 100 mg/ kgBB/ hr 3 dosis i.v. - gentamisin 5 mg/ kgBB/ hr 2 dosis i.m. - Tet.anak: - PP 50.000 i.u / kgBB 1x , im (10 hari) - bias juga digunakan antibiotik jenis lain sesuai dengan indikasi. 4. Antiseptik : H2O2 dan debridement port dentry 5. Suportif dan simptomatik.

9. TINDAK LANJUT
Jika kejang mulai berkurang antikonvulsan dapat dikurangi dosisnya. Makanan peroral/ sonde, dapat diberikan jika kejang rangsang sudah berkurang/ (-) Indikasi pulang: penderita dipulangkan jika sudah tidak kejang lagi dan sudah dapat makan peroral, kemudian control ke poliklinik. Awasi dan atasi gejala sisanya. Imunisasi - Untuk anak usia < 7 tahun diberikan suntikan DPT, jika ada kontraindikasi vaksin pertusis, diberikan DT. - Untuk anak usia > 7 tahun diberikan DT

- Pada riwayat prmberian TT :

Jika tidak diketahui atau < 3 : Untuk luka bersih diberikan suntikan DT, ATS tidak diberi, tapi jika luka terebut kotor dan terkontaminasi diberikan DT dan ATS. tidak diberikan.

Riwayat imunisasi TT > 3, baik luka bersih maupun yang kotor DT dan ATS

TRAUMA KEPALA
1. ALGORITME
TRAUMA KEPALA 1. Nilai trauma servikal (+) SP 2.Nilai SKG dan fungsi vital SKG < 7 2.stabilisasi 4.a.CTScan/ Ro-USG kepala Semua dirawat 4.b. Ro kepala atas indikasi Kriteria -- MRS SKG 7

-sub/epidural hematom -impress.fraktur+gejala neurologis -fraktur kepala terbuka

-Edema serebri -Perdarahan intra Sereb/sub.arakh.

MRS (+)

MRS (-)

5.a.1 Bedah saraf

5.a.2. ICU

5.b. observasi

Perbaikan

Klinis memberat Kembali ke 4.a

Perbaikan

6. Rawat jalan dengan nasehat

2. BATASAN :
Trauma kepala adalah semua benturan kepala dengan benda keras baik disertai lesi maupun tidak pada sisi trauma

3. SPEKTRUM PENYEBAB :
Beraneka ragam, pada anak besar tersering akibat kecelakaan lalu lintas, sedangkan pada anak kecil sering akibat jatuh. 75-80% ringan dan 10% fatal.

4. PATOGENESIS.
Trauma kepala lesi kranium di tempat benturan (laserasi/ edema/ hematoma/ fraktur) kontusia jaringan serebrum ipsi dan atau kontra lateral gangguan metabolisme aliran darah di otak (CBF) / autoregulasi / perubahan gas darah. c. CBF terganggu O2 ATP ggn NaK pump Na masuk sel (edema ), K keluar ----> mempengaruhi canel Ca ---> glutamate ---> neurotoksik ---> sel rusak. d. Autoregulasi O2 1.arteriole dilatasi CBF hiperkarbia O2, atau 2. terjadi vaso konstriksi ICP hipokapnu O2 kesadaran dan atau ggn fungsi autonom meninggal. e. Perubahan gas darah O2 ICP mempengaruhi oksidasi fosfo lipid/ menghambat sintesa enzyme astrosit glutamate sel rusak.

5. LANGKAH DIAGNOSE.
1. Semua penderita trauma kepala harus dinilai apakah juga menderita trauma servikal melalui : Anamnesis:- waktu dan cara terjadinya trauma - rasa sakit dan gangguan gerakan pada leher, bahu dan lengan. Pemeriksaan fisik: - gangguan gerakan leher, bahu atau lengan atas - rasa sakit/ nyeri tekan dibelakang kepala, daerah leher, supra klavikuler atau daerah scapula. - pembengkakan / hematoma di daerah leher. Pemeriksaan penunjang: plain foto tulang servikal.

2. Menetapkan nilai Skala Koma Glasgow (SKG) AKTIVITAS Membuka mata RESPON - spontan - terhadap bicara - terhadap nyeri - tidak ada - mengikuti perintah - lokalisasi nyeri - fleksi terhadap nyeri - ekstensi thd nyeri - tidak ada - terorientasi - kata kata - suara - menangis - tidak ada : : : : : NILAI 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 9 11 12 13 14.

Respon motorik

Respon verbal

Batas normal nilai SKG pada anak : - lahir - 6 bln - 6 bln - < 1 thn - 1 thn - < 2 thn - 2 thn - < 5 thn - > 5 thn

3. Lakukan stabilisasi penderita sesuai dengan penatalaksanaan yang ada. 4. Pada penderita SKG < 7 semua dirawat, lakukan CTScan / USG kepala sesuai dengan indikasi, Ro kepala jika dicurigai fraktur linear di temporal/ impresif. (langkah 4.a.). Jika ditemukan fraktur kepala terbuka, sub/epidural hematoma atau impresio fraktur + gejala neurologist konsul Bedah saraf (langkah 5.a.1), jika ditemukan edema serebri dengan penurunan kesadaran, perdarahan intra serebral / subarakhnoid ICU (langkah 5.a.2) Untuk penderita dengan SKG 7 bila perlu lakukan stabilisasi, kemudian lanjut kan dengan langkah 4.b. Ro kepala atau MRS jika memenuhi kiteria y.i : - gangguan kesadaran > 5 menit

adanya fokalisasi adanya kejang

muntah yang terus menerus mengeluh sakit kepala yang hebat Suhu tubuh yang meningkat > 38 C (aksiler) Adanya fraktur tulang kepala.

5.b. Penderita yg MRS di obserfasi selama 48 jam, jika klinis memberat langkah 4.a, jika tidak ada keluhan rawat jalan dengan nasehat (langkah 6).

6. PENATALAKSANAAN
1. Jika ditemukan trauma servikal, fiksasi leher dan kepala (bisa dengan bantal pasir) dan konsul segera ke bagian bedah saraf/ ortopedi. 2. Stabilisasi penderita (langkah 3) - Bebaskan jalan nafas.

Syok diatasi dengan cairan RL/ NaCl 0,9%/ darah, sesuai kebutuhan Kejang diatasi dengan fenitoin perdrip, dilarutkan dg NaCl 0,9% dengan dosis 7-10 mg/ kgBB/ hari. Edema otak diatasi dengan terapi osmotic: manitol 20% dosis 0,25-1 g/ kgBB/ kali perinfus, diberikan dalam 30 menit, yang dapat diulangi tiap 8 jam, atau gliserol 10% dosis 0,5-1 g/ kgBB/ hari peroral dibagi 4 dosis. Pengobatan penunjang a.l. # antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi # ATS profilaktis untuk luka kotor atau terbuka. # anti muntah dapat diberikan dengan pertimbangan khusus # Tranquilizer diberikan jika penderita gelisah.

3. Perawatan di Rumah Sakit (langkah 5) Trauma kepala yang perlu segera dikonsulkan pada Bedah saraf a. Hematoma epidural. Ditemui lucid interval beberapa jam sampai beberapa hari (<3 hari) Diikuti dengan penurunan kesadaran, lateralisasi dan tanda peningkatan intra cranial Mungkin ditemui gejala anemi yang mendadak. Pada foto tulang kepala ditemui fraktur linear pada sisi hematoma Pada CTScan kepala tampak hematoma berupa area hiperden dengan permukaan cembung antara tulang kepala dan duramater. b. Hematoma subdural Gambaran klinis mirip dengan hematoma epidural, tetapi perjalanan pe nyakitnya lebih lama (beberapa hari/ minggu/ bulan). Radiologis kepala terlihat pergeseran dari glandula penialis. CTScan kepala tampak area hiperdens dibawah lapisan duramater dan bentuknya lebih pipih/ melebar.

c. Perdarahan intra serebral Klinis dengan adanya tanda meningkatnya tekanan intra cranial. CTScan kepala: edema serebri/ pendorongan ventrikel d. Fraktur terbuka atau impresif. PERAWATAN DI ICU: - awasi tanda-tanda vital (tiap jam)

awasi keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa (tiap 24 jam jika perlu) Awasi tanda-tanda tekanan intra cranial meningkat (tiap 2-6 jam) Atasi gejala yang segera timbul (kejang, shok, ggn elektrolit dll) Atasi penyakit yang ada sesuai dengan standard penatalaksanaannya. Penentuan mati batang otak adalah dengan tidak ditemukannya reflek:

Refleks pupil terhadap cahaya Refleks kornea dengan sentuhan Refleks okulo-sefalik dengan Dolls eye maneuver Refleks okule-vestibuler dengan irigasi air dingin Tes dengan atropine, tidak terjadi takikardi Pada EEG tidak ditemukan adanya gelombang listrik

OBSERVASI DI RS (langkah 5.b) Observasi di RS untuk penderita dengan SKG relative baik, sama dengan pengawasan di ICU dengan intensitas yang disesuaikan dengan keadaan penderita. Perawatan khusus : - Posisi kepala ditinggikan 15-30 , untuk mengurangi edema otak dan atau perdarahan . - Bebaskan jalan nafas

Mobilisasi secara bertahap. Kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi. Nutrisi yang adekwat.

4. OBSERVASI RAWAT JALAN (langkah 6) Gejala khusus untuk diperhatikan orang tua dan diminta untuk segera dibawa ke RS: @ Keluhan: muntah, pusing, perubahan tingkah laku @ Timbul kejang, lemas/ layuh/ kaku atau adanya gangguan cara berjalan (gait) Pengamatan khusus sewaktu konsultasi. - Gejala gejala tersebut diatas.

Tanda vital: hipertensi, bradikardi, bradipnu Pupil (melebar, mengecil atau tidak sama besar)

Kelainan neurologist termasuk gait. Waspada terhadap gejala yang muncul tiba-tiba.

ACUTE FLACCID PARALYSE (AFP)


1. ALGORITME
Acute Flaccid Paralyse 1. ANAMNESE PEMERIKSAAN FISIS

2.a. R.T ( - ) - lumpuh asimetrik - sens (+)

2.b. R.T (-)/ 2.c. R.T (n) 2.d R.T (n)/ 2.e - R.T beda - lumpuh - lumpuh otot - lumpuh seb. paraparese simetrik okulobulber proksimal - sens(-)/ ttt - sens (-) - sens (+) - sens (+) - gangguan BAB/BAK

3. Pemeriksaan penunjang : L P, E M G, Serum CK, CTScan vertebra, Biopsi otot

-lcs : -EMG : -CK : -biopsi : -CTScan:

n n n n n/ ?

disosiasi sito-alb abnormal n/ atropi n

n n n n n

n abn nekrose n

n n n n abn

Kelainan di sel Kornu anterior

Kelainan di saraf perifer

Kelainan pd mio-neu junt

Kelainan di otot

Kelainan di med.spinalis

Poliomielitis GBS, polyneuritis Myasthenia, botul,tick. Miositis/pati Transvere mie-is

2. BATASAN.
Acute Flaccid Paralyse = Lumpuh Layu Mendadak: adalah kelumpuhan yang bersifat lemas (flaksid), yang ditandai berkurang atau menghilangnya gerakan/ kekuatan otot, yang tidak disebabkan trauma, yang terjadi dalam masa 1-14 hari sejak awal penyakit (biasanya berupa demam), atau jika awal penyakit tidak bisa diidentifikasi maka dihitung dari gejala munculnya lumpuh (paralise) dalam waktu 14 hari .

3. ETIOLOGI .
Poliomyelitis: disebabkan oleh virus polio, dapat oleh virus polio liar maupun virus vaksin polio oral. Virus lain yang dapat menyerupai gejala polio adalah : Coxsackie v, adeno v dan echo.v. Sindroma Guillain-Barre: akibat reaksi auto-immun. Polineuritis/ neuropati dapat disebabkan: virus, herediter, toksik atau metabolic. Myastenia, botulisme atau tick paralise : reaksi auto-immun atau toksik. Miositis: virus, miopatie: autosomal resesif/ dominant. Transvers mielitis: virus, bakteri, spiroketa, malformasi vaskuler dan reaksi autoimmun.

4. PATOGENESIS.
Polio : virus dlm saluran cerna dalam darah/ limfe sel pada kornu ant.or medulla spinalis/ sel pada nukeus nervi kranialis Fungsi motorik , fungsi sensorik tidak terganggu, fungsi autonom normal dan nervi kranialis dapat terganggu jika mengenai nukleusnya. Sindroma Guillain-Barre: Reaksi antigen dan antibody dalam tubuh immune kompleks menempel pada myelin saraf tepi ( mtorik& sensorik) F. motorik , F. sensorik, F. autonom normal. Transvers mielitis: Reaksi auto immune / virus/ bakteri/ spiroketa merusak sel pada medulla spinalis F. motorik, F.sensorikdan F.autonom terganggu. Myasthenia gravis: reaksi antigen antibody/ toksin mengganggu post sinaps acetylcholine reseptor neuro transmiter eksitasi F. motorik .

5. LANGKAH DIAGNOSIS.
1.. Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis dan neurologist , ditetapkan kasus AFP atau bukan, jika kasus AFP segera laporkan ke Dinas kesehatan terdekat, untuk mengambil specimen, mengisi daftar isian yang telah ditentukan atau procedure lain yang dibutuhkan. Pasien AFP harus di follow up setelah 60 hari untuk mengetahui adakah sekuele neurologist atau tidak. Untuk memastikan diagnosenya maka di perlukan pemeriksaan lebih lanjut (langkah 2)

2. Lakukan pemeriksaan neurologist Fungsi motorki, sensorik, autonom, GRM dan nervi kranialis. a) Jika Refleks Tendon dalam (RT) (-), rasa rabanya masih ada dan kelumpuhan asimetrik, maka dicurigai kelainan di kornu anterior. b) Jika RT (-) / , lumpuh simetris dan rasa rabanya (-), maka dicurigai kelainan di saraf perifer. c) Jika RT (n), rasa raba (n) dan ditemui adanya kelumpuhan otot okulbulber, maka dicurigai kelainan pada mioneural junction. d) Jika RT (n) /, rasa raba (n), kelumpuhan otot proksimal, maka dicurigai kelainan di otot. e) Jika RT berbeda kiri dan kanan, paraparese, rasa raba (-), dan adanya gangguan BAB / BAK maka dicurigai kelainan di medulla spinalis. 3. Untuk memastikan diagnosenya maka dilakukan pemeriksaan penunjang (langkah 3) Lakukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menyingkirkan kemung kinan penyakit yang menyerupai.Misalnya Lumbal Punksi, Elektro Mio Grafi (EMG), kadar enzyme Cretinine Kinase (CK), bila perlu dilakukan CTScan vertebra atau biopsi otot. Pada Polio tidak ditemukan kelainan pada lcs, EMG maupun CK Pada SGB ditemukan lcs disosiasi sito-albumin, EMG abnormal dan biopsy otot atropi Pada myasthenia semua pemeriksaan dalam batas normal, jika perlu dilaku kan pemeriksaan tensilon tes (disuntikkan edrophonium chloride). Pada kelainan miopati ditemukan kadar CK . Pada Transverse mielitis, tidak ditemukan kelainan kecuali kelainan pada CTScan vertebra.

6. PENATALAKSANAAN.
Bedrset sampai selesai fase akut Medikamentosa, simptomatis, roborantia sesuai diagnosa kerja. Fisio terapi pasif pada fase akut dan selanjutnya aktif. Awasi tanda vital dan progresifitas kelumpuhan.

INDIKASI RAWAT: semua kasus AFP dirawat

Anda mungkin juga menyukai