Anda di halaman 1dari 9

1.

Definisi dan Klasifikasi Obesitas Obesitas adalah keadaan status nutrisi yang melebihi normal yang ditandai dengan terdapatnya penimbunan jaringan lemak tubuh yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal.19,20,21 Pada umumnya, obesitas sering dinilai secara kualitatif oleh masyarakat. Akan tetapi, sebenarnya obesitas tidak dapat diukur secara kualitatif melainkan kuantitatif. Pengukuran secara kuantitatif yang dimaksud adalah dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu mengukur berat badan dengan menggunakan timbangan berat badan yang bersatuan kilogram (kg) dan mengukur tinggi badan yang bila didapatkan satuan centimeter (cm) maka dikonversikan menjadi satuan meter (m). Secara eksperimental, telah disusun rumus untuk menghitung IMT.22

Keterangan: IMT: Indeks Massa Tubuh (IMT=BMI) BB: Berat badan (kg) TB2: Tinggi badan dikuadratkan (m2)

Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk orang Indonesia adalah sebagai berikut.22 No. 1 Kurus Kategori Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan IMT < 17,0 17,0 18,4 18,5 25,0 25,1 27,0 Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0

2 3

Normal Gemuk

Klasifikasi indeks massa tubuh (IMT) pada anak batita berbeda dengan klasifikasi IMT pada dewasa. Pada IMT anak batita, digunakan tabel klasifikasi IMT anak dan remaja, seperti di bawah ini.23

Indeks Massa Tubuh (IMT) <5th persentil 5th - 84th persentil 85th - 94th persentil >95th persentil

Kategori kekurangan berat badan berat badan normal berisiko kelebihan berat badan kelebihan berat badan

Sebelum mengklasifikasikan IMT, digunakan grafik pertumbuhan individu untuk usia 0-3 tahun untuk melihat persentil sesuai berat badan dan tinggi badan, yang bisa dilihat pada LAMPIRAN 1 dan LAMPIRAN 2.24

1.2

Epidemiologi Obesitas Menurut WHO, terjadi peningkatan angka obesitas pada anak-anak yang cukup drastisselama 10 tahun terakhir ini. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2010, terdapat sekitar 43 juta anak-anak berusia di bawah 5 tahun yang mengalami kelebihan berat badan.Walaupun perkiraan angka obesitas di negara maju lebih tinggi daripada negara berkembang, tetapi pada kenyataannya prevalensi obesitas lebih banyak ditemukan di negara berkembang. Diperkirakan sekitar 35 juta anak dengan obesitas dan berat badan berlebih terdapat di negara berkembang, sedangkan di negara maju hanya ditemukan sebanyak 8 juta anak obesitas.1

1.3

Faktor-faktor Penyebab Obesitas pada Balita 1.3.1 Faktor Genetik 2.3.1.1 Faktor Keturunan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Mayers, didapatkan kemungkinan bahwa jika salah satu orangtuanya menderita obesitas maka balita tersebut mempunyai risiko 40% menjadi obesitas. Sedangkan jika kedua orangtuanya obesitas, maka

risiko menjadi 80%, serta hanya 7% bila kedua orangtuanya tidak menderita obesitas.21 2.3.1.2 Obesitas Monogenik Leptin adalah gen spesifik penting pertama yang dikenal sebagai pengatur berat badan pada tubuh manusia. Hormon adiposit ini terlibat dalam rangkaian kompleks hormon dan neurotransmitter untuk mengendalikan nafsu makan. Sampai saat ini, beberapa gejala obesitas monogenik telah diidentifikasi dan kebanyakan melibatkan jalur pengaturan leptin-melanocortin.25 Gen-gen yang sampai sekarang dikenal termasuk leptin, reseptor leptin yaitu

proopiomelanocortin (POMC), prohormon 1 konvertase, reseptor melanokortin 3 dan 4, serta faktor transkripsi single-minded1; di mana daftar ini akan terus berkembang.26 Mutasi gen homozigot leptin-melanocortin merupakan

penyebab obesitas berat yang sangat jarang serta sering dihubungkan dengan keadaan lain seperti hipogonadotropik, hipogonadisme pada defisiensi leptin dan rambut merah serta hipokortisolisme pada defisiensi POMC menghasilkan fenotipe gen yang bukan sebagai penyebab obesitas. Dalam kasus leptin, reseptor leptin, dan gen POMC, mutasi heterozigot karier memiiki fenotipe abnormal yang minimal. Mutasi secara heterozigot menyebabkan obesitas yang hanya dapat ditemukan pada reseptor melanocortin (MCR) 4 dan tidak diasosiasikan dengan fenotipe lainnya. Hingga saat ini, mutasi MC4R adalah penyebab obesitas monogenik pada manusia yang paling sering ditemukan.26 2.3.1.3 Peran Faktor Genetik yang Lain Karena insulin berperan penting dalam metabolisme energi pada tubuh manusia, gen insulin juga telah diteliti. Pada beberapa update terbaru yang dipublikasikan, terdapat lebih dari 430 gen, marker, dan daerah kromosom yang dihubungkan dengan fenotipe obesitas manusia. Terdapat 35 daerah gen dengan lokus bersifat kuantitatif yang telah direplikasikan di dua atau lebih penelitian fenotip gen penyebab obesitas. Beberapa gen yang telah diidentifikasi merupakan gen spesifik untuk obesitas viseral. Namun sampai saat ini

gen spesifik yang terlibat sebagai gen penyebab obesitas belum diketahui. Dari data tersebut, sangat mungkin obesitas pada anak-anak yang poligenik dengan kerentanan diberikan lewat faktor genetikyang kompleks. Diperkirakan 30-50% terjadinya kecenderungan jaringan lemak berlebih dapat dijelaskan oleh variasi genetik.26 1.3.2 Penambahan Berat Badan pada Ibu Hamil Wanita yang mengalami obesitas memiliki kecenderungan untuk melahirkan bayi yang besar (berat badan lahir >4000 gram atau >90th persentil berat) dibandingkan dengan wanita dengan berat badan normal.Memiliki bayi yang besar berhubungan dengan masalah-masalah obstetrik. Penambahan berat badan pada saat awal usianya akan menyebabkan kejadian obesitas nanti di akhir masa kanak-kanaknya dan akan berlanjut ke masa remaja dan dewasa.27 1.3.3 Gangguan pada Sistem Endokrin Hal ini jarang ditemukan di kalangan anak-anak dan remaja dengan obesitas.Namun, defisiensi hormon pertumbuhan, defisiensi hormon tiroid, dan kelebihan kortisol dibedakan berdasarkan kombinasi dari pengurangan keluarnya energi dan menurunnya pertumbuhan yang berakibat pada meningkatnya penumpukan lemak pada anak dengan tinggi badan yang pendek dan pertumbuhan lambat. Terapi hormon pertumbuhan pada individu dengan defisiensi hormon pertumbuhan (GH) dan insulin-like growth factor 1 (IGF-1) menyebabkan perubahan pada komposisi tubuh yaitu pengurangan massa lemak sekaligus peningkatan massa otot. Pasien dengan tingkat kortisol berebihan sering memiliki hipertensi, intoleransi glukosa, dislipidemia, penurunan massa otot, dan striae yang luas selain obesitas viseral dan pertumbuhan yang lambat.26 Insulin dan leptin yang diproduksi di perifer, beredar pada tingkat yang sebanding dengan proporsi kadar lemak tubuh, dan akan memasuki sistem saraf pusat sesuai dengan proporsi pada tingkat plasma mereka. Reseptor leptin dan insulin pada neuron otak terlibat dalam mengatur asupan energi di mana otak akan dirangsang oleh peptida untuk menimbulkan rasa kenyang. Hiperinsulinisme, resisten insulin relatif, dan diabetes melitus tingkat 2 (DMT2) yang lebih rendah dikenal sebagai komorbiditas obesitas pada orang yang berusia muda. Insulinomas jarang didiagnosis pada anak-anak. Kadar insulin

dan leptin meningkat pada sebagian orang yang obesitas dan relatif tahan terhadap efek kenyang yang juga merangsang kedua hormon tersebut.26 1.3.4 Lesi pada Sistem Saraf Pusat Obesitas sering disebabkan oleh komplikasi yang terjadi pada anakanak dengan cedera otak yang parah, tumor otak, sebagai akibat dari radiasi pada otak. Peningkatan berat badan yang nyata terjadi pada masa awal pasca operasi. Kebanyakan dari mereka cenderung kurang melakukan aktivitas fisik dibandingkan dengan meningkatkan asupan energi. Pola aktivitas fisik yang berkurang dapat menyebabkan gangguan hormonal dan kelemahan fungsi sistem saraf simpatik. Mekanisme yang jelas mengenai terjadinya peristiwa tersebut masih belum diketahui, meskipun terdapat perubahan pada

neuropeptida hipothalamus dan peningkatan aktivitas 11- hydroxysteroid dehydrogenase (yang mengubah kortison menjadi kortisol), yang ikut terlibat. Anak-anak dengan gangguan tersebut mempunyai regulasi otonom sel B yang tidak sempurna, dengan hipersekresi insulin sebagai respon terhadap tes toleransi glukosa secara oral.26 1.3.5 Efek Samping Penggunaan Obat Telah diketahui bahwa pengobatan dosis tinggi dan terapi glukokortikoid dapat menyebabkan peningkatan berat badan dan menambah risiko gangguan kardiovaskular. Obat-obat lain yang dapat menimbulkan obesitas yaitu siproheptadin, valproate dan progestins. Selain memberi efek pada kenaikan berat badan, beberapa jenis pengobatan seperti obat-obat lini kedua pada pengobatan schizophrenia terbukti dapat meningkatkan kemungkinan berkembangnya penyakit diabetes dan hiperlipidemia.26 1.3.6 Persepsi dan Perilaku Orangtua Pemikiran yang salah para ibu mengenai bayi yang gemuk itu pasti sehat mempengaruhi pola pemberian nutrisi pada bayi.13 Pemberian nutrisi yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi bayi, seperti pemberian makanan padat yang terlalu dini maupun susu formula atau susu yang osmolaritasnya tinggi (terlalu kental, terlalu manis dan kalorinya tinggi) menyebabkan bayi selalu merasa haus sehingga menangis untuk meminta minum.19 Ditambah lagi dengan anggapan yang salah bahwa semua tangisan bayi menandakan bahwa bayi tersebut lapar, memicu para ibu memberikan minuman atau makanan kepada

bayi setiap kali bayinya menangis.13 Hal itu menyebabkan penimbunan energi berlebih yang menetap, yang pada akhirnya juga dapat menimbulkan obesitas.19 Selain itu, bayi yang diberi minum ASI harus bekerja keras mengisap puting susu, sedangkan bayi peminum botol susu lebih pasif karena hanya menanti tetesan susu dari botol. Akibatnya, bayi yang meminum ASI akan segera berhenti menghisap jika dia sudah merasa kenyang. Sebaliknya, bayi peminum susu botol tidak akan berhenti meneguk susu kecuali botolnya telah kosong. Hal ini dapat mengarah ke obesitas.28

1.4

Dampak Obesitas pada Balita 1.4.1 Diabetes Akhir-akhir ini, kejadian mengenai anak-anak yang mengalami diabetes melitus tipe 2 semakin meningkat, padahal diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang biasanya dialami oleh orang dewasa. Faktor risiko dari DM tipe 2 yaitu faktor keturunan, faktor etnis, ataupun memiliki resistensi terhadap insulin (hipertensi, dislipidemia, dll). Pengecekan gula darah dengan berpuasa sebelumnya adalah tes utama untuk diagnosis dini DM tipe 2 pada anak-anak.26 1.4.2 Hiperandrogenisme Pada remaja dan wanita dewasa, kelebihan lemak abdominal maupun secara keseluruhan di tubuh berkaitan dengan hiperandrogenisme. Hormon sex memproduksi enzim yang diekspresikan pada jaringan adiposa. Lebih dari 50% sirkulasi testosteron pada wanita dewasa kemungkinan berasal dari lemak. Terdapat juga hubungan antara aktivitas androgen yang tinggi dengan hiperinsulinemia pada wanita. Resistensi insulin berhubungan erat dengan lemak abdominal pada remaja yang obesitas. Wanita obesitas mepunyai risiko tinggi mengalami gangguan menstruasi dan onset dini polycystic ovarian syndrome.26 1.4.3 Gangguan pada Sistem Kardiovaskular 2.4.3.1 Penyakit Jantung Obesitas mengakibatkan beragam perubahan struktural pada jantung dan perubahan hemodinamik. Akumulasi lemak yang berlebihan mengakibatkan peningkatan volume darah dan cardiac output. Obesitas pada anak-anak merupakan faktor predisposisi disfungsi endothelial seperti penipisan lapisan intima pada pembuluh

karotis, dan bercak-bercak lemak serta garis-garis lemak dini pada aorta dan arteri koronaria. Selain itu, juga dapat terjadi peningkatan risiko infark myocard dan stroke.26 2.4.3.2 Hipertensi Hipertensi pada umumnya muncul pada orang yang

mengalami obesitas pada semua tingkatan usia. Obesitas pada masa anak-anak menimbulkan pediatric hypertension. Faktor genetik, metabolik dan hormonal seperti resistensi insulin, peningkatan aldosteron, dan peningkatan leptin berkaitan dengan hipertensi pada obesitas. Tekanan sistolik sangat berhubungan dengan BMI, tebal lemak subkutan, dan lingkar pinggang pada anak-anak maupun dewasa.26 1.4.4 Gangguan pada Sistem Respirasi 2.4.4.1 Asma dan Gangguan Respirasi Lainnya Hubungan antara asma dan obesitas masih

diperdebatkan.Salah satu penjelasan yang tepat untuk menjelaskan hubungan antara asma dan obesitas adalah keduanya mengalami peningkatan prevalensi yang serupa. Pada asma, gejala yang dialami penderita berupa sesak nafas dan wheezing yang mungkin mengarah pada peningkatan kerja sistem pernapasan. Sedangkan obesitas mungkin mempunyai efek langsung terhadap perilaku mekanik pada sistem pernapasan yaitu dengan mengubah pemenuhan atau

kemunduran elastis, yang akan menyebabkan berkurangnya volume paru-paru efektif, kemampuan jalan udara, atau kekuatan otot pernapasan.26 2.4.4.2 Gangguan Tidur Ada hubungan yang kuat antara obesitas dan Obstructive Sleep Apnea (OSA) berdasarkan studi kohort. Anak dengan obesitas memiliki kemungkinan 4-6 kali untuk menderita OSA, dibandingkan dengan anak yang kurus. OSA didiagnosis dengancara tidur semalaman untuk mengukur apnea hypopnea index (AHI). Jika AHI yang didapatkan sebesar lima atau lebih, dapat menunjukkan adanya OSA. Pengurangan berat badan merupakan cara untuk mengurangi AHI. OSA pada orang dewasa berhubungan dengan perkembangan

hipertensi, penyakit kardiovaskular, gangguan perilaku, dan kualitas hidup yang rendah.26 1.4.5 Gangguan pada Organ-organ Dalam Obesitas berhubungan dengan abnormalitas spektrum hepar, yang mengarah kepada penyakit hati berlemak yang bersifat non-alhokolic. Pada pemeriksaan biokimia ditemukan 4-5 kali peningkatan transaminase hepatic dan 2-3 kali peningkatan alkaline phospate dan glutamyl transpeptidase. Bilirubin, albumin, dan protrombin mungkin meningkat di level selanjutnya.26 1.4.6 Gangguan Ortopedi Anak dengan obesitas sangat rentan mengalami perkembangan deformitas tulang yang dapat membuat mereka mengalami masalah ortopedi lain pada kehidupan selanjutnya. Berat badan berlebih dapat menyebabkan kerusakan lapisan pertumbuhan pada tulang dan menyebabkan terjadinya capital femoral epifisis, genu valga, tibia vara (Blounts disease), tempurung lutut menjadi rata dan sakit, telapak kaki menjadi rata, spondylolisthesis (nyeri punggung bagian bawah), skoliosis, dan osteoarthritis.26 1.4.7 Gangguan Dermatologi Acanthosis nigricans sering ditemukan pada penderita obesitas muda, yang ditandai dengan hiperpigmentasi, hiperkeratosis, dan plakat seperti beludru pada permukaan dorsal leher, ketiak, bagian lipatan tubuh, dan di seluruh permukaan sendi. Perubahan yang parah pada kulit berhubungan dengan peningkatan kadar insulin dalam serum, yang dapat diatasi dengan penurunan berat badan dan penanganan akibat dari resistensi insulin. Masalah kulit lain yang biasa ditemukan ialah pengelupasan kulit dan keratosis pilaris.26 1.4.8 Gangguan Neurologi Obesitas biasanya berhubungan dengan hipertensi intrakranial yang idiopatik, atau pseudotumor cerebri, yang memiliki manifestasi klinis berupa sakit kepala, gangguan penglihatan, tinnitus, dan paresis saraf keenam. Meskipun prevalensi hipertensi intrakranial meningkat hingga 15 kali lipat seiring dengan peningkatan BMI, peningkatan risiko hipertensi intrakranial juga dapat terjadi pada individudenganberatbadan yang hanya 10% di atas normal.26

1.5

Pencegahan Obesitas pada Balita Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pencegahan obesitas antara lain:

1.5.1

Masa Kehamilan Berat badan ibu sebelum hamil seharusnya termasuk dalam kriteria IMT normal, sehingga kemungkinan penambahan berat badan pada masa kehamilan tidak separah penambahan berat badan pada ibu hamil yang sebelumnya sudah mengalami kelebihan berat badan. Selain itu, ibu hamil seharusnya menjaga pola makan dan rajin berolahraga supaya tidak mengalami obesitas pada masa kehamilan, meskipun sebelum hamil memiliki berat badan yang normal.29

1.5.2

Pemberian Nutrisi pada Bayi Untuk mencegah agar obesitas tidak terjadi dan berkembang, bayi sebaiknya tidak dibiasakan memperoleh makanan atas dasar balasan untuk sesuatu. Makanan bukan sebagai penghargaan, bukan kompensasi kesedihan, atau menghubungkan makanan dengan hukuman. Jika bayi menangis karena haus, seharusnya diberikan air dan bukan susu.28 Bayi seharusnya mendapatkan nutrisi yang sesuai dengan

kebutuhannya, tidak lebih dan tidak kurang. Hal nutrisi cukup penting untuk diperhatikan karena nutrisi berlebihan yang diperoleh bayi dapat menyebabkan penimbunan energi berlebih yang bisa memberi dampak obesitas. Nutrisi yang paling baik untuk bayi yang berusia 0-6 bulan terdapat pada ASI, yang banyak memberikan manfaat bagi bayi.21 1.5.3 Keluarga Salah satu faktor yang dapat mencegah obesitas yaitu kebiasaan yang terdapat di keluarga. Kebiasaan pada keluarga yang dimaksud misalnya kebiasaan makan secara teratur pada waktu-waktu tertentu dan tidak menonton televisi saat makan, sehingga jumlah makanan yang dikonsumsi tidak melebihi batas wajar. Makan pada pagi hari juga sangat penting sehingga tidak boleh dilewatkan. Kebiasaan berolahraga atau melakukan aktivitas fisik lainnya bila diterapkan sejak dini juga ikut berperan dalam pencegahan obesitas.23 1.5.4 Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan di masyarakat dapat berperan dalam mencegah obesitas dengan cara memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pemberian nutrisi yang baik dan benar untuk bayi-bayi mereka. Petugas pelayanan kesehatan juga dapat memberikan grafik atau perkiraan berat badan sesuai usia bayi agar masyarakat dapat mengetahui berat badan normal bayi mereka.23

Anda mungkin juga menyukai