Anda di halaman 1dari 9

Pengertian Kekuasaan Kekuasaan, wewenang, dan kepemimpinan dalam kehidupan sosial merupakan sesuatu yang saling berhubungan satu

sama lain. Ketiga komponen ini saling berhubungan karena bersentuhan langsung dengan pengaturan kehidupan masyarakat dan juga menentukan nasib jutaan orang. Perbedaan dari kekuasaan dan wewenang adalah kelembagaannya. Wewenang adalah kekuasaan yang melembaga dan diakui oleh masyarakat, sedangkan kekuasaan bukanlah lembaga melainkankan sesuatu yang timbul karena adanya rasa takut, rasa cinta, kepercayaan, dan pemujaan. Pada umumnya, kekuasaan memiliki berbagai bentuk yang dibedakan berdasarkan dari mana sumber kekuasaan itu didapat, baik itu dalam kehidupan masyarakat informal maupun dalam kehidupan organisasi formal. Jenis-jenis kekuasaan tersebut misalnya kepemilikan harta benda (kekayaan) yang lebih banyak, kedudukan sosial, status dalam birokrasi, tingkat pendidikan atau intelektualitas, dan wibawa atau kharisma yang dimiliki oleh seseorang. Hal-hal tersebut dapat membuat seseorang memiliki kekuasaan yang dapat dipakai untuk mengendalikan orang lain. Kekuasaan secara sederhana dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi orang atau pihak lain supaya tunduk dan melakukan apa yang diinginkan oleh pemegang kekuasaan. Pengertian lain dari kekuasaan adalah kemampuan untuk dapat menyelesaikan sesuatu dan untuk dapat memperoleh sumber yang tepat, kejelasan mengenai apa yang diharapkan, mengetahui wewenang yang dimiliki, dan seterusnya.[1] Secara singkat, kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi, memerintah, dan mengendalikan orang lain supaya tunduk dan patuh. Pelaksanaan kekuasaan pada kenyataannya seringkali tidak sesuai dengan yang diharapkan penguasa. Kegagalan pelaksanaan ini terkadang muncul karena perbedaan persepsi antara yang menguasai dan yang dikuasai. Untuk kelancaran, pihak penguasa seharusnya selalu

mendapatkan dukungan dari yang dikuasai. Untuk mendapatkan dukungan, dapat dilakukan dengan cara menarik simpati masyarakat dengan menjalankan kekuasaan sekaligus

menanamkan kepercayaan yang kuat terhadap pihak yang dikuasai. Unsur-Unsur Pokok Kekuasaan Pengertian yang lebih sederhana kekuasaan adalah sesuatu yang mengandung unsurunsur, seperti pengaruh, kepatuhan, pemaksaan, dan otoritas.[2] Penggunaan kekuasaan ini terjadi di berbagai lapisan masyarakat, baik itu organisasi formal atau nonformal. Negara yang merupakan organisasi masyarakat yang besar, juga menggunakan unsur-unsur kekuasaan tersebut untuk menciptakan masyarakat yang diinginkan. Untuk memahami unsur-unsur pokok tersebut, akan dijabarkan sebagai berikut: 1. Pengaruh merupakan nilai-nilai sosial dan proses komunikasi untuk membujuk pihak lain agar bertindak sesuai dengan keinginan penguasa. 2. Kepatuhan adalah sikap atau perilaku yang mengesampingkan kepentingannya sendiri, dan cenderung mengikuti para pelaku pemegang kekuasaan. 3. Pemaksaan merupakan unsur kekuasaan yang dapat berupa penyiksaan secara fisik, penderaan, pembatasan gerak, dan sebagainya untuk memaksakan kehendaknya, dengan hukum (tidak sah) dan secara pribadi, terlepas dari benar atau salah menurut pandangan dari pihak yang dikuasai. 4. Otoritas merupakan unsur kekuasaan yang berhubungan erat dengan hak yang sah sesuai dengan status yang ada, atau secara ringkas otoritas merupakan sesuatu yang diterapkan berdasarkan peraturan yang sah, sehingga pihak yang dikuasai suka atau tidak, harus patuh terhadap keinginan pihak penguasa.[3]

Namun di dalam masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat yang menganut demokrasi yang menjunjung dan menghormati Hak Asasi Manusia, maka unsur-unsur pokok kekuasaan yang dijumpai dalam interaksi sosial antar manusia maupun antar kelompok adalah: 1. Rasa takut; perasaan takut kepada penguasa membuat pihak lain memunculkan sikap patuh terhadap segala kemauan dan tindakan sang penguasa. Namun rasa takut ini dinilai sebagai perasaan negatif karena seseorang tunduk kepada orang lain dalam keadaan terpaksa. Seseorang yang memiliki rasa takut akan melakukan segala hal agar dia terhindar dari kesulitan-kesulitan yang dapat menimpanya dan menghindar dari sanksi seandainya dia tidak patuh. 2. Rasa cinta; kecintaan akan menghasilkan perbuatan-perbuatan yang baik. Sebagaimana halnya rasa takut, kecintaan terhadap penguasa akan menimbulkan kepatuhan karena rasa menyenangkan semua pihak. Berkebalikan dengan rasa takut, rasa cinta biasanya tidak dilakukan dengan terpaksa, sehingga pada umumnya rasa cinta akan melahirkan perbuatan-perbuatan baik. Rasa cinta biasanya sudah terinternalisasi dalam jiwa seseorang atau suatu kelompok, dan hal tersebut biasanya akan menimbulkan reaksi yang positif dari dua pihak, yaitu penguasa dan yang dikuasai. 3. Kepercayaan; kepercayaan merupakan hasil dari hubungan simetris yang asosiatif. Dasar kepercayaan didapatkan karena masing-masing pihak telah mengetahui pihak lain. Melalui rasa kepercayaan, segala keinginan suatu pihak akan dilaksanakan pencapaiannya oleh pihak lain, meski dalam tataran tertentu pihak yang melaksanakan keinginan tidak mengetahui secara pasti maksud dari pihak yang memiliki keinginan. Kepercayaan tidak hanya terjadi pada suatu individu, tidak menutup kemungkinan hubungan sejenis juga akan berkembang dalam organisasi formal maupun nonformal, agar suatu kekuasaan dapat bertahan lama.

4.

Pemujaan; memberi arti bahwa penguasa adalah pihak yang dipuja. Akibatnya, apapun yang dilakukan oleh pihak yang dipuja selalu benar, atau setidaknuya dianggap sebagai kebenaran.[4]

Cara mempertahankan Kekuasaan Cara-cara yang dilakukan dalam mempertahankan kekuasaan adalah : Dengan cara menghilangkan segenap peraturan yang lama, terutamadi bidang politik yang merugikan kedudukan penguasa baru. Peraturan itu di ganti dengan yang baru yang lebih menguntungkan penguasa baru. mengadakan sistem kepercayan yang akan memperkokoh kedudukan penguasa atau golongannya. Sistem kepercayaan tersebut meliputi agama, ideologi dan sebgainya pelaksanaan administrasi dan birokrasi yang baik dan mengadakan konsolidasi kekuasaan secara horzontal dan vertikal.

Kewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan dalamlapangan hukum publik. Namun sesungguhnya terdapat perbedaan d iantara keduanya.Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal darikekuasaan yang diberikan oleh Undang-Undang atau legislatif dari kekuasaan eksekutif atau administratif. Karenanya, merupakan kekuasaan dari segolongan orang tertentu ataukekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan atau urusan pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan wewenang hanya mengenai suatu bagian tertentu saja dari kewenangan.W e w e n a n g ( authority) a d a l a h h a k u n t u k m e m b e r i p e r i n t a h , d a n k e k u a s a a n u n t u k meminta dipatuhi. Pengertian Kepemimpinan Dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi.

Kepemimpinan merupakan aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Thoha, 1983:123). Sedangkan menurut Robbins (2002:163) Kepemimpian adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (1991:26) Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugastugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi perilaku Aeseorang atau sekelompok orang untuk meneapai tujuan tertentu pada situasi tertentu. Kepemimpinan merupakan masalah sosial yang di dalamnya terjadi interaksi antara pihak yang memimpin dengan pihak yang dipimpin untuk mencapai tujuan bersama, baik dengan cara mempengafuhi, membujuk, memotivasi dan mengkoordinasi. Dari sini dapat dipahami bahwa tugas utama seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya tidak

hanya terbatas pada kemampuannya dalam melaksanakan program-program saja, tetapi lebih dari itu yaitu pemimpin harus mempu melibatkan seluruh lapisan organisasinya, anggotanya atau masyarakatnya untuk ikut berperan aktif sehingga mereka mampu memberikan kontribusi yang posetif dalam usaha mencapai tujuan.

Pengertian Kepemimpinan
Posted on 18 Desember 2011 by idadwiw Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepadapengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah melakukanya dalam kerja dengan praktik seperti pemagangan pada seorang senima ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi. Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan pap yang diinginkan pihak lainnya.The art of influencing and directing meaninsuch away to abatain their willing obedience, confidence, respect, and loyal cooperation in order to accomplish the mission. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhidan menggerakkan orang orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas Field Manual 22-100. Stogdill (1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai kepemimpinan, dan diantaranya memiliki beberapa unsur yang sama. Menurut Sarros dan Butchatsky (1996), istilah ini dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi. Sedangkan menurut Anderson (1988), leadership means using power to influence the thoughts and actions of others in such a way that achieve high performance. Pemimpin adalah seseorang myang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain sehingga mereka mengikuti kemauannya. Dalam kehidupan masyarakat dikenal bentuk-bentuk kepemimpinan, yaitu sebagai berikut : 1. Kepemimpinan Kharismatik, yaitu kepemimpinan yang ditandai dengan penampilan seorang tokoh yang memiliki kharisma (kelebihan), yaitu semacam daya tertentu yang

2.

3. 4.

5.

memberi pesona kepada mayarakat, sehingga masyarakat mengakuinya sebagai pemimpin. Kepemimpinan Tradisional, yaitu kepemimpinan yang ditandai dengan penampilan seorang tokoh yang didasarkan pada ikatan primordial, seperti ikatan keluarga/keturunan, kedaerahan, agama, dan kesukuan. Kepemimpinan Rasional, yaitu kepemimpinan yang ditandai dengan penampilan seorang tokoh yang didasarkan pada kemapuan dan kecakapan yang dimilikinya. Menurut Ki Hajar Dewantara, sifat-sifat kepemimpinan meliputi :a. Ing ngarso sung tuladhaDimana harus memberi contoh. Artinya bahwa seorang pemimpin harussikap dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagiorang yang dipimpinnya.b. Ing madya mangun karsaDi tengan membangun prakarsa. Bahwa seorang pemimpin harus mampumembangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-orangyang dibimbingnya.c. Tut wuri handayaniMengikuti dari belakang dengan berwibawa. Bahwa seorang pemimpinharus mendorong orang-orang yang dipimpinnya agar berani berjalan didepan dan berani bertanggung jawab.Selain sifat-sifat kepemimpinan di atas, dalam referensi lain jugamenyebutkan tentang beberapa sifat kepemimpinan lain, yaitu: a. IntelegensiKemampuan seorang pemimpin dalam mengatasi masalah dapat dilihatdengan tingkat intelegensi yang dimiliki. Dengan intelegensi yang tinggidiharapkan dapat menghasilkan proses kepemimpinan sebagai saranaaktualisasi seorang manajer.b. InisiatifSifat ini merupakan kemampuan untuk bertindak sendiri dan mengaturtindakantindakan tersebut. Serta kemampuan seorang pemimpin untukmengatur tindakan yang dilakukan oleh bawahannya.c. Energi atau rangsanganSifat ini lebih cenderung kepada energi mental dan fisik dalam memimpinsebuah organisasi. Karena dengan energi seorang pemimpin dapatmencapai usaha dan tujuan yang diharapkan.d. Kedewasaan emosionalKedewasaan emosional ini menyangkut tentang objektivitas seorangpemimpin dalam menyangkut menilai bawahannya. Serta seorangpemimpin dapat konsisten tentang janji-janji yang telah diucapkan dandibuat kaarena hal tersebut merupakan salah satu ciri kedewasaan dariseseorang.e. PersuasifSifat ini merupakan sifat seorang pemimpin yang dapat meyakinkanbawahannya atau orang yang dipimpinnya. Untuk mendapatkan pesrsetujuan dari bawahannya, seorang pemimpin harus melakukanpersuasif karena untuk meyakinkan bawahannya teentang sesuatu dan halyang diputuskan.f. Skill komunikatifSifat pandai berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya dapatmenjadikan proses kepemimpinan lebih efisien karena seorang pemimpindapat mengetaahui pendapat-pendapat dari bawahannya. Denganmengetahui pendapat dari setiap bawahan,, seorang pemimpin dapatmembuat kesimpulan tentang hal terbaik untuk memajukan suatuorganisasi atau lembaga. g. Kepercayaaan pada diri sendiriKepercayaan diri secara mutlak harus dimiliki seorang pemimpin, karenadengan sifat ini ia akan yakin dalam mengambil keputusan danmenghadapi masalah yang ada.h. PerseptifSifat ini cenderung sifat seorang pemimpin dalam mengamati suatutindakan yang dilakukan bawhannya. Hal tersebut juga mencakupkemampuan seorang pemimpin dalam memberikan proyeksi terhadap dirisendiri untuk menjalankan sebuah organisasi atau lembaga pendidikan.i. KreativitasSeorang pemimpin harus kreatif sehingga menghasilkan hal-hal yangdapat berguna untuk memecahkan sebuah masalah. j. Partisipasi sosialSeorang pemimpin seharusnya dapat berkomunikasi deengan baiksehingga adanya partisipasi sosial dapat memudahkan dalam proseskepemimpinan.Dengan adanya beberapa sifat kepemimpinan

di atas, dapat diketahuibahwa kepemimpinan bukan suatu tugas yang mudah. Seorang pemimpinharus mampu membuat perencanaan, mengakomodasi, mengontrol, bahkanmengambil keputusan untuk mencapai tujuan sebuah organisasi. Studi dariOhio State University mengemukakan dua orientasi utama pemimpin di dalammenerapkan kepemimpinannya, meliputi:a. Orientasi pada hubungan kemanusiaanb. Orientasi pada struktur tugas38Kedua orientasi ini, bertujuan untuk menjadikan proses kepemimpinanlebih terjalin dengan baik. Orientasi pada hubungan kemanusiaan artinyaseorang pemimpin harus dapat berkomunikasi dengan lingkungan sosialdengan baik. Sedangkan oris\entasi pada struktur tugas artinya seorangpemimpin harus mampu menjalankan organisasi atau lembaga pendidikansesuai dengan struktur yang dimilikinya yaitu sebagai seorang pemimpin. Tipe Otokratik Semua ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai karakteritik yang negatif.Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan menujukan sikap yang menonjolkan keakuannya,

Tipe Laissez Faire Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi

Tipe Paternalistik Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu ciri utama masuarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggiota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan. Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat. Biasanya tiokoh-toko adat, para ulama dan guru. Pemimpin ini sangat mengembangkan sikap kebersamaan.

Tipe Kepemimpinan Militeristik Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah: (1) lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana, (2) menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan, (3) sangat menyenangi formalitas, upacaraupacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan, (4) menuntut adanya disiplin yang

keras dan kaku dari bawahannya, (5) tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikankritikan dari bawahannya, (6) komunikasi hanya berlangsung searah. Tipe Kepemimpinan Demokratis Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok. Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.

Tipe-Tipe kepemimpinan

Dalam setiap realitasnya bahwa pemimpin dalam melaksanakan proses kepemimpinannya terjadi adanya suatu permbedaan antara pemimpin yang satu dengan yang lainnya, hal sebagaimana menurut G. R. Terry yang dikutif Maman Ukas, bahwa pendapatnya membagi tipe-tipe kepemimpinan menjadi 6, yaitu : 1. Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership). Dalam system kepemimpinan ini, segala sesuatu tindakan itu dilakukan dengan mengadakan kontak pribadi. Petunjuk itu dilakukan secara lisan atau langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin yang bersangkutan. 2. Tipe kepemimpinan non pribadi (non personal leadership). Segala sesuatu kebijaksanaan yang dilaksanakan melalui bawahan-bawahan atau media non pribadi baik rencana atau perintah juga pengawasan. 3. TIpe kepemimpinan otoriter (autoritotian leadership). Pemimpin otoriter biasanya bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan-peraturan yang berlaku secara ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati. 4. Tipe kepemimpinan demokratis (democratis leadership). Pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang terlaksananya tujuan bersama. Agar setiap anggota turut bertanggung jawab, maka seluruh anggota ikut serta dalam segala kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usahan pencapaian tujuan. 5. Tipe kepemimpinan paternalistis (paternalistis leadership). Kepemimpinan ini dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat kebapakan dalam hubungan pemimpin dan kelompok. Tujuannya

adalah untuk melindungi dan untuk memberikan arah seperti halnya seorang bapak kepada anaknya. 6. Tipe kepemimpinan menurut bakat (indogenious leadership). Biasanya timbul dari kelompok orang-orang yang informal di mana mungkin mereka berlatih dengan adanya system kompetisi, sehingga bisa menimbulkan klik-klik dari kelompok yang bersangkutan dan biasanya akan muncul pemimpin yang mempunyai kelemahan di antara yang ada dalam kelempok tersebut menurut bidang keahliannya di mana ia ikur berkecimpung.[3] Selanjutnya menurut Kurt Lewin yang dikutif oleh Maman Ukas mengemukakan tipe-tipe kepemimpinan menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Otokratis, pemimpin yang demikian bekerja kerang, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan yang berlaku dengan ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati. 2. Demokratis, pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang pelaksanaan tujuannya. Agar setiap anggota turut serta dalam setiap kegiatan-kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usaha pencapaian tujuan yang diinginkan. 3. Laissezfaire, pemimpin yang bertipe demikian, segera setelah tujuan diterangkan pada bawahannya, untuk menyerahkan sepenuhnya pada para bawahannya untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ia hanya akan menerima laporan-laporan hasilnya dengan tidak terlampau turut campur tangan atau tidak terlalu mau ambil inisiatif, semua pekerjaan itu tergantung pada inisiatif dan prakarsa dari para bawahannya, sehingga dengan demikian dianggap cukup dapat memberikan kesempatan pada para bawahannya bekerja bebas tanpa kekangan.[4]

Anda mungkin juga menyukai