Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN MODUL IX OKSIGEN TERLARUT (DISSOLVED OXYGEN) (METODE IODOMETRI)

DISUSUN OLEH : KELOMPOK V

Himawan Novianto Dini Ariyanti Khristian Anton H

(1006660882) (1006756111) (1006680846)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2012

I.

Tujuan

Untuk Mengukur kadar oksigen terlarut pada cairan / sampel uji ndan air limbah, terutama untuk sampel air yang mengandung lebih besar dari 50 g NO2 N/L dan kadar besi (II) lebih kecil dari 1 mg/L dengan menggunakan metode iodometri (modifikasi azida) untuk kadar oksigen terlarut sama atau di bawah kejenuhannya.

II.

Dasar Teori

Oksigen terlarut ( dissolved oxygen/ DO) merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air. Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi ini menunjukkan jumlah oksigen yang tersedia dalam suatu badan air. Semakin besar nilai DO dalam air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang baik. Sebaliknya jika nilai DO rendah, maka air tersebut telah tercemar. Untuk nilai DO atmosfer dalam air berkisar dari 14,6 mg/L pada suhu 0C hingga 7 mg/L pada suhu 35C di bawah tekanan 1 atm. Pengukuran DO memiliki tujuan untuk melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air dalam sample ini mikroorganisme. Di dalam air oksigen berperan dalam menguraikan komponen-komponen kimia menjadi komponen yang lebih sederhana. Oksigen memiliki kemampuan untuk beroksidasi dengan zat pencemar seperti komponen organik sehingga zat pencemar tersebut tidak membahayakan. Oksigen juga diperlukan oleh mikroorganisme,baik yang bersifat aerob serta anaerob, dalam proses metabolisme. Dengan adanya oksigen dalam air, mikroorganisme semakin giat dalam menguraikan kandungan dalam air(organisme bersifat aerobik atau anaerobik). Reaksi pada mikroorganisme aerobik(yang memerlukan oksigen) yang terjadi dalam penguraian tersebut adalah :

Komponen Organik + 02 + nutrien energi

mikroorganisme

CO2 + H2O + sell baru nutrien +

Jika reaksi penguraian komponen kimia dalam air terus berlaku, maka kadar oksigen pun akan turun. Dan pada kondisi ekstrim, oksigen yang tersedia tidak cukup untuk menguraikan komponen kimia tersebut. Keadaan yang demikian merupakan pencemaran berat pada air.

Salah satu sumber oksigen terlarut yang penting didalam perairan adalah oksigen di atmosfir yang terlarut dalam air pada bagian permukaan air melalui proses difusi. Penyerapan oksigen dari atmosfir oleh molekul molekul air tergantung pada temperatur, salinitas dan tekanan (Cole, 1983). Di dalam ekosistem perairan danau, populasi fitoplankton dan tanaman air mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam memproduksi oksigen terlarut melalui fotosintesis dan pernapasan. Menurut Boyd dkk(1991), sebagian besar oksigen (76,9%) dalam ekosistem perairan berasal dari fotosintesis oleh fitoplankton. Pada perairan dangkal, suplai oksigen sebagian besar diproduksi oleh tanaman tepi, makrofita dan alga bentik (Cole, 1983). Dimana fotosintesis terjadi saat siang hari tetapi pernapasan oleh tanaman terjadi selama daur ulang harian. Jadi tanaman air akan menyebabkan masuknya oksigen melalui fotosintesis selama disiang hari, dan penggunaan terus menerus dari oksigen untuk pernapasan dimalam harinya(Boyd, 1990). Pada siang hari, ketika terjadi fotosintesis, jumlah oksigen terlarut cukup banyak. Sebaliknya pada malam hari, ketika tidak terjadi fotosintesis, oksigen yang terbentuk selama siang hari akan dipergunakan oleh ikan dan tumbuhan air, sehingga sering terjadi penurunan konsentrasi oksigen secara drastis. Kelarutan oksigen di dalam air juga terkait dengan suhu. Hubungan Antara oksigen dengan suhu adalah

berbanding terbalik (Boyd, 1990). Dimana pada temperatur yang tinggi meningkatkan kehilangan oksigen terlarut dalam air karena penguapan. Jika suhu sangat tinggi, maka kelarutan jumlah oksigen menurun, begitu juga sebaliknya. Berikut akan dijelaskan lebih lengkap tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kadar oksigen terlarut ( DO ) dalam air : Tekanan parsial oksigen dalam atmosfer : pada tempat yang tekanannya tinggi, setiap kenaikan 100 m dpl, tekanan atmosfer akan menurun 8-9 mmHg dan kelarutan oksigennya (DO) akan menurun 1,4 %. Suhu/Temperatur : pada tempat yang suhunya tinggi, kelarutan oksigen di dalam medium cair akan menurun seiring dengan naiknya suhu dan banyaknya mineral yang ada pada medium tersebut.

Ketinggian suatu tempat semakin tinggi suatu tempat, maka tekanannya akan semakin rendah. Dan setiap kenaikan 100 m dpl kelarutan gasnya akan menurun 1,4 %

Salinitas atau disebut juga kandungan garam : salinitas yang normal terdapat pada kisaran 12-20 ppt dan dibutuhkan untuk mengatur keseimbangan cairan tubuh dan air guna dipakai pada proses osmoregulasi, jika salinitas melebihi kadar standardnya, akan menyebabkan rusaknya dinding sel pada air akibat garam-garamnya akan menyerap masuk ke dalam sel dan mengakibatkan dinding sel akan pecah/robek.

pH atau derajat keasaman : jika pH air semakin rendah, berarti derajat keasamannya semakin tinggi dan akan mengakibatkan penurunan jumlah oksigen yang terlarut, konsumsi oksigen akan menurun, dan mengakibatkan peningkatan aktivitas pernapasan pada ekosistem dalam air. Kemudian untuk baku mutu air itu sendiri hubungannya dengan jumlah DO telah ditetapkan oleh PP No 82 tahun 2001 pasal 8 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, klasifikasi dan kriteri mutu air ditetapkan menjadi 4 kelas yaitu : Batas DO (mg/L) Kelas Klasifikasi Air yang dapat digunakan untuk bahan baku air minum 6 I atau peruntukan lainnya mempersyaratkan mutu air yang sama. Air yang dapat digunakan untuk prasarana/ sarana 4 II rekreasi air, budidaya ikan air tawar, peternakan, dan pertanian. 3 III Air yang dapat digunakan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan dan pertanian Air yang dapat digunakan untuk mengairi pertanaman/ pertanian.

IV

Kemudian penentuan tingkat pencemaran perairan berdasarkan parameter nilai BOD dan DO nya adalah sebagai berikut :

Tabel 2 Klasifikasi tingkat pencemaran berdasarkan kadar oksigen terlarut Lee et al., (1978 dalam Adiputro, 1994)

No. 1. 2. 3. 4.

Kadar Oksigen Terlarut (ppm) > 6,5 4,5 6,5 2,4 4,4 <2

Kriteria Belum tercemar Tercemar ringan Tercemar sedang Tercemar berat

Untuk mengukur kadar DO dalam air, ada 2 metode yang sering digunakan: 1. Metode titrasi dengan cara winkler Metode titrasi dengan cara Winkler Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnSO4 dan NaOH, sehingga akan terjadi endapan. Dengan menambahkan H2SO4 maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang

dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum ( 2 tetes) Reaksi dalam prosedur Winkler adalah sebagai berikut: Mn2+ + OH- Mn(OH)2(s) Jika tidak ada oksigen , endapan putih (endapan putih) murni Mn(OH)2 akan terbentuk

ketika MnSO4 dan reagen alkali iodide (NaOH+KI) ditambahkan ke dalam sampel. Jika terdapat Mn (IV) oksigen dan di dalam sampel, maka beberapa dari Mn(II) sebagai oksida hidrat berwarna dioksidasi menjadi mengendap coklat. Reaksinya

biasanya digambarkan sebagai berikut: Mn2+ + 2OH- + O2 MnO2 (s) + H2O atau Mn(OH)2 + O2 MnO2 (s) + H2O

Oksidasi Mn (II) menjadi MnO2, kadang-kadang disebut fiksasi oksigen, terjadi perlahan, terutama pada temperatur rendah. Selanjutnya, perlu untuk memindahkan bahan yang telah terflokulasi secara menyeluruh dalam larutan tersebut untuk memungkinkan seluruh oksigen bereaksi. Sampel perlu dikocok minimal selama 20 detik. Untuk sampel air payau atau air laut, perlu dikocok lebih lama. Setelah mengocok sampel dalam waktu yang cukup untuk memungkinkan seluruh oksigen bereaksi, flok dibiarkan mengendap, kemudian ditambahkan asam sulfat. Dengan menambahkan H2SO4 maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Pada kondisi asam, MnO2 mengoksidasi I- dan membentuk I2. MnO2 (s) + 2I- + 4H+ Mn2+ + I2 + 2H2O I2 agak tidak dapat larut dalam air, tetapi menjadi lebih kompleks dengan adanya iodida berlebih menjadi bentuk reversible tri-iodat yang lebih mudah darut, sehingga mencegah I2 menguap dari larutan: I2 + I- I3Sampel harus ditutup dan dikocok selama minimal 10 detik untuk memungkinkan reaksi selesai dan untuk mendistribusikan yodium merata di seluruh sampel.

Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan : I2 + 2Na2S2O3 Na2S4O6 + 2NaI Ion nitrit merupakan salah satu gangguan yang paling sering ditemui dalam penentuan oksigen terlarut. Itu terjadi terutama di efluen dari pabrik pengolahan air limbah yang menggunakan proses biologi, di perairan sungai, dan dalam sampel BOD yang diinkubasi. Ion nitrit tidak mengoksidasi Mn2+ tetapi mengoksidasi I- menjadi I2 dalam kondisi asam. Itu sangat menyulitkan karena bentuk reduksinya, N2O2, dioksidasi oleh oksigen, yang masuk ke dalam sampel selama prosedur titrasi dan terkonversi menjadi NO2- lagi, membentuk sebuah reaksi siklik yang dapat mengakibatkan tingkat kesalahan yang tinggi, jauh melebihi jumlah yang diperkirakan. Reaksi yang dapat terjadi adalah sebagai berikut. 2NO2- + 2I- + 4H+ I2 + N2O2 + 2H2O dan N2O2 + O2 + H2O 2NO2- + 2H+

Ketika ada gangguan dari nitrit, kita tidak mungkin mendapatkan titik akhir permanen. Segera setelah warna biru indikator pati telah habis, nitrit yang terbentuk akan bereaksi dengan I- berlebih menghasilkan I2 dan warna biru indikator pati akan kembali. Gangguan nitrit dapat dengan mudah diatasi dengan penggunaan sodium azida (NaN3). Yang paling baik adalah menambahkan azida dalam reagen alkali-KI. Ketika asam sulfat ditambahkan, reaksi berikut terjadi dan NO2- hancur. NaN3 + H+ HN3 + Na+ HN3 + NO2- + H+ N2 + N2O + H2O Dengan prosedur ini, gangguan nitrit tereliminasi dan metode penentuan mempertahankan kesederhanaan prosedur Winkler biasa.

2. Metoda elektrokimia Metode ini menggunakan cara pengukuran oksigen terlarut dalam suatu sampel uji dengan alat DO meter. Dimana prinsip kerja alat tersebut adalah menggunakan nprobe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalam larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Pada umumnya, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeabel terhadap

oksigen, gunanya untuk mencegah agar tidak ada oksigen yang masuk ataupun keluar dari sampel uji sehingga didapat kadar oksigen murni dari sampel uji. Reaksi kimia yang terjadi adalah sebagai berikut : Katoda : O2 + 2 H2O + 4e 4 OHAnoda : Pb + 2 OH- PbO + H2O + 2e Aliran reaksi yang berlangsung dipengaruhi oleh faktor aliran oksigen pada katoda. Dimana terdapat hubungan, difusi oksigen dari sampel ke elektroda berbanding lurus terhadap konsentrasi oksigen terlarut. Jika kedua metode ini dibandingkan, maka penentuan oksigen terlarut (DO) dengan cara titrasi berdasarkan metode WINKLER lebih analitis daripada dengan cara metode elektrokimia ( dengan alat DO meter) Kelebihan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah dimana dengan cara titrasi berdasarkan metoda WINKLER lebih analitis, teliti dan akurat apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tiosulfat dan penambahan indikator amilumnya. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi tiosulfat secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran.

Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah dimana dengan cara WINKLER penambahan indikator amylum harus dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan karena I2 mudah menguap. Dan ada yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri yang biasa dapat menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu penguapan I2, oksidasi udara dan adsorpsi I2 oleh endapan. Cara sederhana untuk meningkatkan kandungan oksigen di dalam air adalah dengan menggunakan metode aerasi. Metode ini dilakukan dengan cara memberikan kontak udara terhadap air yang bertujuan untuk oksigenasi. Proses ini dapat berupa pengadukan air atau pun pemberian gelembung-gelembung udara ke dalam air. Metode aerasi lazim digunakan dalam akuarium tempat pemeliharaan ikan hias. Data oksigen terlarut dalam air berhubungan erat dengan beberapa parameter air bersih lainnya, misalnya: kekeruhan, BOD, dan COD. Kekeruhan berpengaruh terhadap kelarutan oksigen dalam sampel air. Hal ini karena partikel-partikel tersuspensi dalam air dapat menghalangi masuknya oksigen dalam air yang akan berakibat menurunnya kadar oksigen yang terlarut. Nilai oksigen terlarut dalam air juga berpengaruh dengan nilai COD dan BOD. Semakin sedikit oksigen yang terlarut dalam air maka akan semakin tinggi nilai BOD dan COD dalam sampel air tersebut. Hal tersebut disebabkan, apabila kadar oksigen dalam air rendah maka akan menyebabkan bakteri-bakteri akan berkembang biak untuk menguraikan zat-zat organis, hal ini menandakan nilai BOD dalam larutan akan meningkat. Sedangkan, apabila kadar oksigen terlarut dalam air rendah, maka zat-zat organik akan meningkat. Hal ini menandakan kebutuhan oksigen untuk menguraikan zat-zat organis dalam air secara kimiawi akan meningkat pula. Dalam unit pengolahan air minum ataupun air limbah, data oksigen terlarut berkaitan dengan penentuan desinfektan yang digunakan selama proses pengolahan. Semakin sedikit oksigen yang terlarut menunjukkan kandungan mikroorganisme atau zat-zat kimia di dalam air semakin banyak sehingga dibutuhkan lebih banyak desinfektan. Cara untuk menanggulangi kelebihan kadar oksigen terlarut adalah dengan cara : a. Menaikkan suhu/temperatur air, dimana jika temperatur naik maka kadar oksigen terlarut akan menurun.

b.

Menambah kedalaman air, dimana proses fotosintesis semakin berkurang dengan sedikitnya cahaya matahari yang dapat masuk ke dalam air sehingga jumlah oksigen yang terlarutpun akan berkurang. Selain itu oksigen terlarut yang ada juga menurun akibat digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan bahan organik dan anorganik.

Cara untuk menanggulangi kekurangan kadar oksigen terlarut adalah dengan cara : a. Menurunkan suhu/temperatur air, dimana jika temperatur turun maka kadar oksigen terlarut akan naik. b. Mengurangi kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut maka semakin kadar oksigen terlarut akan naik karena proses fotosintesis semakin meningkat. c. Mengurangi bahan bahan organik dalam air, karena jika banyak terdapat bahan organik dalam air maka kadar oksigen terlarutnya rendah. d. e. Diusahakan agar air tersebut mengalir Cara sederhana untuk meningkatkan kandungan oksigen di dalam air adalah dengan menggunakan metode aerasi. Metode ini dilakukan dengan cara memberikan kontak udara terhadap air yang bertujuan untuk oksigenasi. Proses ini dapat berupa pengadukan air ataupun pemberian gelembung-gelembung udara ke dalam air. Metode aerasi lazim digunakan dalam akuarium tempat pemeliharaan ikan hias.

Penginterpretasian dan Pengaplikasian Data DO Data DO dalam air berhubungan erat dengan beberapa parameter air bersih lainnya, seperti : kekeruhan, Biological Oxygen Demand (BOD), dan Chemical Oxygen Demand (COD). Kekeruhan berpengaruh terhadap kelarutan oksigen dalam sampel air karena partikelpartikel tersuspensi dalam air dapat menghalangi masuknya oksigen dalam air, sehingga akan berakibat menurunnya kadar oksigen yang terlarut. Nilai oksigen terlarut dalam air juga sangat berpengaruh dengan nilai COD dan BOD. Semakin tinggi oksigen yang terlarut dalam air maka akan semakin rendah nilai BOD dan COD dalam sampel air tersebut. Hal tersebut disebabkan, apabila kadar oksigen dalam air tinggi maka bakteri mempergunakan oksigen yang ada dalam jumlah sedikit, sehingga nilai BOD dalam larutan akan menurun. Hal ini menandakan kebutuhan oksigen untuk menguraikan zat-zat organik dalam air secara kimiawi pun akan

kecil. Data oksigen terlarut dalam proses pengolahan air minum ataupun air limbah sangat bermafaat untuk menentukan kondisi aerobik selama proses pengolahan. Selain itu, kandungan oksigen yang terlarut berkaitan pula dalam penentuan desinfektan yang

digunakan selama proses pengolahan. Semakin sedikit oksigen yang terlarut artinya kandungan zat-zat kimia di dalam air akan semakin meningkat. III. Alat dan Bahan Alat : Botol Winkler Buret mikro 2 mL Pipet volume 5 mL, 10 mL, dan 50 mL Pipet ukur 5 mL Erlenmeyer 125 mL Gelas piala 400 mL Labu ukur 1000 mL

Bahan : Mangan sulfat, MnSO4.4H2O, MnSO4.2H2O, atau MnSO4.H2O Air suling Natrium hidroksida, NaOH Natrium iodida, NaI Amilum/kanji Natrium azida, NaN3 Asam salisilat Asam sulfat, H2SO4 pekat Natrium thiosulfat, Na2S2O3.5H2O Kalium biiodat, KH(IO3)2 Kalium dikromat , K2Cr2O7

IV.

Bagan Cara Kerja :

Menambahkan mangan sulfat dan alkali iodida azida, masing-masing sebanyak 1 ml Memasukkan sampel uji ke botol winkler sampai penuh

Menutup botol winkler dan ,mengocoknya hingga homogen

Menambahkan asam sulfat pekat sebanyak 1 ml

Gumpalan dibiarkan mengendap selama 5-10 menit

Botol winkler ditutup dan dikocok hingga homogen dan endapan larut sempurna

Mempipet contoh larutan sebanyak 50 ml dan memasukkan ke dalam erlenmeyer dan menambahkan satu tetes amilum

Mentitrasi larutan dengan natrium tiosulfat hingga warna biru menghilang dan mencatat natrium tiosulfat yang terpakai

V.

Data Praktikum Volume Na2S2O3 = 0.45 mL Faktor pengenceran = Normalitas Na2S2O3 = 0,1 N = 1,00671

VI.

Pengolahan Data

( Keterangan : V adalah mL Na2S2O3 N adalah normalitas Na2S2O3 P=

Sehingga, ( )

VII.

Analisa

1. Analisa praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO) dari contoh air dan air limbah, terutama untuk contoh air yang mengandung lebih besar dari 50 g NO2 N/L dan kadar besi (II) lebih kecil dari 1 mg/L dengan menggunakan metode iodometri (modifikasi azida) untuk kadar oksigen terlarut sama atau di bawah kejenuhannya.dimana kadar besi harus bernilai lebih kecil dari 1 mg/L karena kecenderungannya untuk mengikat ion Iodin (membentuk FeI2) apabila berada dalam jumlah besar, hal ini tentu akan mengurangi keakuratan data pada percobaan karena pengukuran kadar O2 terlarut diwakili dengan pembebasan I2. Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan percobaan ini diantaranya adalah botol Winkler, buret mikro 2 mL, pipet volume 5 mL, 10 mL, dan 50 mL, pipet ukur 5 mL, labu Erlenmeyer 125 mL, gelas piala 400 mL, dan labu ukur 1000 mL. Pertama-tama praktikan menyiapkan sampel air yang akan diuji, dan memasukannya ke dalam botol Winkler hingga penuh. Botol diisi hingga penuh agar tidak ada lagi oksigen yang terperangkap dalam botol yang dapat mengurangi keakuratan data karena adanya oksigen yang berdifusi dengan air. Selanjutnya ditambahkan Mangan sulfat dan alkali iodida izida masing-masing sebanyak 1 mL ( Kemudian botol Winkler ditutup dan dikocok hingga larutan homogen. Lalu botol Winkler didiamkan selama 5 hingga 10 menit sampai endapan terbentuk sempurna ) Penambahan mangan sulfat dan alkali iodida izida berguna dalam penentuan keberadaan oksigen. Jika tidak ada oksigen , endapan putih murni Mn(OH)2 akan terbentuk ketika MnSO4 dan reagen alkali iodide (NaOH+KI) ditambahkan ke dalam sampel. Jika terdapat oksigen di dalam sampel, maka beberapa dari Mn(II) dioksidasi menjadi Mn (IV) dan mengendap sebagai oksida hidrat berwarna coklat. Selanjutnya ditambahkan Asam sulfat pekat sebanyak 1 mL. Kemudian tutup dan kocok hingga endapan larut sempurna. Setelah seluruh endapan larut, pipet sampel air sebanyak 50 mL dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan amilum/kanji sebanyak 2 tetes
(

Sifat

khas iodine cukup menarik berwarna biru didalam larutan amilosa dan berwarna merah pada larutan amilopektin.

Dengan dasar reaksi diatas reaksi redoks dapat diikuti dengan menggunaka indikator amilosa atau amilopektin, dalam praktikum kali ini digunakan amilum yang akan menyebabkan larutan iodine berwarna biru
)

Setelah diteteskan amilum, labu Erlenmeyer dikocok hingga

warna biru tampak merata. Selanjutnya contoh cairan dititrasi dengan Natrium thiosulfat hingga cairan kembali berwarna bening (warna biru menghilang). Volume Natrium thiosulfat yang terpakailah yang menjadi acuan untuk pengukuran kadar oksigen terlarut. Reaksi kimia yang terjadi pada percobaan ini adalah : MnCI2 + NaOH Mn(OH)2 + 2 NaCI 2 Mn(OH)2 + O2 2 MnO2 + 2 H2O MnO2 + 2 KI + 2 H2O Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH I2 + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI

2. Analisa hasil

Kadar oksigen terlarut dalam praktikum ini didapat dengan menggunakan rumus : ( )

Berdasarkan data yang diperoleh, didapat kadar oksigen terlarut sebesar

mg/L.

Dari hasil tersebut, maka dapat dianalisa kondisi-kondisi dari pengambilan sampel. Sampel diambil dari salah satu danau Universitas Indonesia. Pengambilan sampel diperkirakan dilakukan di bagian yang dekat dengan permukaan (lapisan Epillimnion),

dengan bukti kadar oksigen terlarut cukup banyak, alasannya karena masih ada tumbuhan yang hidup dan berfotosintesis pada lapisan itu sehingga jumlah oksigen terlarutnya tinggi. Menurut PP RI NO 82 Tahun 2001, mutu air sampel yang digunakan dalam percobaan tergolong dalam mutu air kelas I, yaitu air dengan batas minimum oksigen terlarut sebesar 6 mg/L. Dan berdasarkan tabel 2 (penggolongan tingkat pencemaran berdasarkan kadar

oksigen terlarut), kualitas sampel yang digunakan dalam percobaan tergolong pada air yang tercemar ringan.

Pengambilan sampel air yang berasal dari danau Universitas Indonesia ( Danau Kenanga, Danau Aghatis, Danau Mahoni. Danau Puspa, Danau Ulin, Danau Salam ) memungkinkan sumber polutan berasal dari zat-zat kimia akibat banyaknya sampah di sekitar danau tersebut. Tingginya kandungan oksigen dalam sampel air yang diuji disebabkan oleh proses aerasi yang dilakukan sebelum pengujian. Aerasi dilakukan untuk air pengencer pengukuran Biological Oxygen Demand (BOD). Proses aerasi dilakukan dengan memberikan gelembung-gelembung udara ke dalam air sampel sehingga air sampel mengandung lebih banyak oksigen. Kandungan oksigen yang tinggi juga menunjukkan tingginya kualitas air. Tingginya nilai oksigen terlarut secara tidak langsung akan mempengaruhi kadar Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD). Apabila didalam badan air terdapat banyak sampah organik dan anorganik maka kadar BOD dan COD nya tinggi akibat jumlah pasokan oksigen yang terlarutpun tinggi. Selain berpengaruh terhadap BOD dan COD, kadar DO juga memiliki keterkaitan dengan kekeruhan. Semakin keruh air, maka oksigen akan semakin terbatas untuk masuk di dalamnya karena dalam air cahaya matahari terhalang masuk ke dalam akibat suspensi-suspensi yang ada, sehingga menghambat proses fotosintesis. Nilai DO penting dalam unit pengolahan limbah maupun pada pengolahan air minum. Pada pengolahan limbah, nilai DO penting untuk menentukan apakah perubahan biologis yang terjadi disebabkan oleh organisme aerob atau anaerob. Sedangkan pada pengolahan air minum, nilai DO penting karena kadar oksigen yang terlalu tinggi dapat menyebabkan korosi pada besi dan baja dalam sistem distribusi. 3. Analisa kesalahan Kesalahan paralaks dalam menentukan batas tera larutan sehingga volume menjadi tidak akurat Kesalahan dalam memipet larutan sehingga masih ada larutan yang tersisa pada pipet sehingga volume menjadi tidak kaurat Kesalahan dalam memasukkan contoh cairan ke botol Winkler yang memungkinkan timbulnya turbulensi ( masuknya udara/ tambahan oksigen) Kesalahan dalam mengocok larutan sehingga endapan tidak terlarut sempurna Ketidaktelitian praktikan dalam proses titrasi, baik dalam penentuan volume larutan maupun dalam pengecekan perubahan warna sehingga volume titrasi menjadi tidak akurat

VIII. Kesimpulan

1. Kadar oksigen terlarut yang terdapat pada sampel adalah 7,248 mg/L. 2. Sampel termasuk dalam kategori tercemar ringan.( menurut tabel 2 1978 dalam Adiputro, 1994 3. Berdasarkan Peraturan Pemerintah R.I No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualita s Air dan Pengendalian Pencemaran Air, sampel yang diuji masuk dalam kelas I dengan batas minimum nilai DO sebesar 6 mg/L.

IX.

Referensi

Clair N. Sawyer, Perry L. McCarty, and Gene F. Parkin, 2003, Chemistry for Environmental Engineering and Science 5th edition, McGraw-Hill, Singapore Dir. Penyelidikan Masalah Air, 1981, Kriteria dan Standar Kualitas Air Nasional, Jakarta Peraturan Pemerintah R.I No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air elib.pdii.lipi.go.id

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai