Anda di halaman 1dari 23

KEPERAWATAN SISTEM PENCERNAAN KASUS LABIOSCHISIS

Disusun oleh: Daning Widi Istianti 1103006

TINGKAT I SEMESTER II S1 ILMU KEPERAWATAN PROGRAM B SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA 2012

LABIOSCHIZIS

A. Konsep Dasar Medis 1. Pengerrtian Bibir sumbing (BS) adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya prosesus nasal median dan maksilatis untuk menyatu selama

perkembangan embrionik (Wong, 2003 : 514). Labio skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167).

2.

Anatomi dan Fisiologi

a.

Mulut Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas dua bagian yaitu: 1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi. 2) Bagian rongga mulut bagian dalam, rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis, disebelah belakang bersambung dengan faring.

Selaput lendir mulut ditutupi epithelium yang berlapis-lapis, dibawahnya terletam kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris. Disebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan disebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir atau mukosa. Otot orbikularis oris menutupi bibir. Levator anguli oris mengangkat dan depressor anguli oris menekan ujung rambut. Palatum terdiri dari 2 bagian yaitu : 1) Palatum durum ( palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih kebelakang terdiri dari 2 tulang palatum. 2) Palatum mole (palatum lunak) terletak dibelakang yang merupakan lipatan mnggantung yang dapat bergerak, terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lendir.\ Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, disebelah kanan dan kiri dari tiang fauses terdapat saluran lendir menembus tonsil. Pipi dilapisi oleh mukosa yamg mengandung papilla, otot yang terdapat pada pipii adalah buksinator. Di rongga mulut terdapat geligi, kelenjar ludah dan lidah.

b.

Geligi Geligi ada dua macam: 1) Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak-anak umur 6-7 bulan. Lengkap pada umur 2,5 tahun jumlahnya 20 buah disebut juga gigi susu, terdiri dari 8 buah gigi seri (dens insisivus), 4 buah gigi taring (dens kaninus) dan 8 buah gigi geraham (molare). 2) Gigi tetap atau permanen tumbuh pada umur 6-18 tahun, jumlahnya 32 buah, terdiri dari: 8 buah gigi seri (dens insisivus), 4 buah gigi taring (dens kaninus), 8 buah gigi geraham (molare) depan, dan 12 buah gigi geraham (premolare).

Fungsi gigi terdiri dari gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring gunanya untuk memutuskan makanan yang keras an liat, dan gerahamnya untuk mengunyah makanan yang sudah dipotongpotong.

Bagian-bagian gigi Mahkota gigi atau corona, merupakan bagian yang tampak di atas gusi. Terdiri atas: 1) Lapisan email, merupakan lapisan yang paling keras. 2) Tulang gigi (dentin), di dalamnya terdapat saraf dan pembuluh darah. 3) Rongga gigi (pulpa), merupakan bagian antara corona dan radiks. 4) Leher gigi atau kolum, merupakan bagian yang berada di dalam gusi. 5) Akar gigi atau radiks, merupakan bagian yang tertanam pada tulang rahang. Akar gigi melekat pada tulang rahang dengan perantaraan semen gigi. 6) Semen gigi melapisi akar gigi dan membantu menahan gigi agar tetap melekat pada gusi. Terdiri atas: a) Lapisan semen, merupakan pelindung akar gigi dalam gusi. b) Gusi, merupakan tempat tumbuh gigi (Syaifuddin, 2006).

3.

Klasifikasi a. Unilateral Incomplete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung. b. Unilateral complete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang hingga ke hidung.

c. Bilateral complete Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung. d. Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, 2005:21)

4.

Epidemiologi Berdasarkan Pikiran Rakyat On Line tanggal 1 Juni 2009, disebutkan bahwa jumlah penderita bibir sumbing atau celah bibir di Indonesia bertambah 3.000-6.000 orang setiap tahun atau satu bayi setiap 1.000 kelahiran adalah penderita bibir sumbing.

5.

Etiologi a. Faktor Herediter Sebagai faktor yang sudah dipastikan. Gilarsi : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan. 1) Mutasi gen. 2) Kelainan kromosom b. Faktor Eksternal/ Lingkungan 1) Faktor usia ibu 2) Obat-obatan. Asetosal, Aspirin (Schardein-1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat

menyebabkan celah langit-langit. Antineoplastik, Kortikosteroid. 3) Nutrisi 4) Penyakit infeksi seperti Sifilis, virus rubella 5) Radiasi 6) Stres emosional 7) Trauma (trimester pertama) (Wong, 2003).

6.

Patofisiologi Faktor herediter (mutasi gen, kelainan kromosom), faktor eksternal/ lingkungan (faktor usia ibu, obat-obatan, nutrisi, penyakit infeksi, radiasi, stres emosional, trauma

Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama fase embrio pada trimester I

Bibir sumbing malformasi

Unilateral

Bilateral

Dapat berhubungan dengan langit-langit yang terbelah

Bedah koreksi awal sebelum penutupan langit-langit mulut

7.

Tanda dan Gejala Pada labio schicis : a. Distorsi hidung, tampak sebagian atau kedua-duanya. b. Adanya celah bibir. Pada palato schisis : a. Tampak ada celah pada tekak atau uvula. b. Palato lunak dan keras atau foramen incisivus. c. Adanya rongga pada hidung. d. Distorsi hidung. e. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit pada waktu diperiksa. f. Mengalami kesukaran dalam mengisap atau makan (Sodikin, 2011).

8.

Pemeriksaan Penunjang a. Foto rontgen Untuk memeriksa kelainan pada rongga mulut. b. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan pada bibir, palatum, gusi, hidung, dan uvula. Kaji tandatanda dan gejala yang mengikutinya seperti kesulitan menelan, infeksi pada telinga, pada saat bayi menyusu,air susu keluar dari hidung, dan gangguan berbicara. c. MRI untuk evaluasi abnormal Untuk melihat kelainan-kelainan pada rongga mulut tanpa melalui d. Pemeriksaan USG Sumbing bibir lebih mudah didiagnosis melalui ultrasound

kehamilan. Diagnosis dapat dibuat pada awal kehamilan 18 minggu. Prenatal diagnosis memberikan orangtua dan tim medis keuntungan dari perencanaan lanjutan untuk perawatan bayi (Belajar ilmu Bedah, 2010).

9.

Penatalaksanaan Ada tiga tahap penanganan bibir sumbing yaitu tahap sebelum operasi, tahap sewaktu operasi dan tahap setelah operasi. a. Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg, Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu, jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak

atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah. b. Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, yang diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan. Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan. c. Speech teraphy. (Koran Indonesia Sehat Network Information Education Network. All rights reserved, 2009)

10. Komplikasi a. Obstruksi jalan napas Seperti disebutkan sebelumnya, pascabedah obstruksi jalan napas adalah komplikasi yang paling penting dalam periode pasca-operasi langsung. Situasi ini biasanya hasil dari prolaps dari lidah ke oropharynx sementara pasien tetap dibius dari anestesi. Intraoperative penempatan lidah tarikan jahitan membantu dalam pengelolaan situasi ini. Obstruksi jalan napas juga dapat menjadi masalah berkepanjangan karena perubahan pada saluran napas dinamika, terutama pada anak-anak dengan rahang kecil. b. Pendarahan Intraoperative perdarahan adalah komplikasi yang potensial. Karena kaya suplai darah ke langit-langit, yang memerlukan transfusi darah yang signifikan dapat terjadi. Ini dapat berbahaya pada bayi, dalam total volume darah yang rendah. Sebelum operasi penilaian tingkat hemoglobin dan platelet adalah important.6 Injeksi epinefrin sebelum

insisi dan langit-langit intraoperative hidroklorida oxymetazoline penggunaan material kemasan yang basah dapat mengurangi kehilangan darah. Untuk mencegah kehilangan darah pascaoperasi, wilayah demucosalized langit-langit harus dikemas dengan Avitene atau agen hemostatic serupa. c. Palatal fistula Luka dehiscence (palatal fistula) dapat terjadi sebagai komplikasi dalam periode pasca-operasi langsung, atau dapat menjadi masalah yang tertunda. Sebuah Fistula palatal dapat terjadi di mana saja di sepanjang belahan asli situs. Insiden ini telah dilaporkan setinggi 34%, dan tingkat keparahan sumbing asli telah terbukti berkorelasi dengan risiko terjadinya fistula. d. Kelainan Midface Perawatan sumbing langit-langit di beberapa lembaga telah berfokus pada awal intervensi bedah. Salah satu efek negatif berkenaan dengan pertumbuhan dapat rahang atas. sumbing langit-langit mungkin perlu orthognathic operasi.

LeFort osteotomies dapat digunakan untuk memperbaiki midface hypoplasia, yang mengakibatkan cacat malocclusion dan rahang (Koran Indonesia Sehat Network Information Education Network. All rights reserved, 2009).

11. Pencegahan a. Menghindari merokok Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik yang telah dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau selama kehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya celah-celah orofacial. b. Menghindari alkohol Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat

mempengaruhi tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut

sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal alcohol syndrome). c. Memperbaiki nutrisi ibu Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang normal dari fetus. Nutrisi-nutrisi yang penting dan dibutuhkan seorang ibu saat hamil antara lain asam folat, vitamin B-6 dan vitamin A. d. Modifikasi pekerjaan. Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan, industri reparasi, pegawai agrikulutur). Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam kebakaran atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial. e. Suplemen nutrisi http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/10/epidemiologi-bibirsumbing.html

B. Konsep Dasar Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur b. Keluhan utama : Alasan klien masuk ke rumah sakit c. Riwayat Kesehatan 1) Riwayat Kesehatan Dahulu Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami trauma pada kehamilan Trimester I. bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, obat-obat yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saat hamil.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang Mengkaji berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan, pertambahan/ penurunan berat badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas. 3) Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat kehamilan, riwayat keturunan. a. Pemeriksaan Fisik 1) Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik sumbing. 2) Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi. 3) Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas. 4) Kaji tanda-tanda infeksi. 5) Palpasi dengan menggunakan jari. 6) Kaji tingkat nyeri pada bayi. b. Pengkajian Keluarga 1) Observasi infeksi bayi dan keluarga. 2) Kaji harga diri/ mekanisme kuping dari anak/ orangtua. 3) Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan. 4) Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan mengatur perawatan di rumah. 5) Kaji tingkat pengetahuan keluarga.

2. Diagnosa Keperawatan a. Koping Keluarga melemah berhubungan dengan situasi lain atau krisis perkembangan /keadaan dari orang terdekat mungkin muncul ke permukaan. b. Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang menghambat elevasi tubuh bagian atas. c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan

ketidakseimbangan.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menaikkan zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis. e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik. f. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

3. Intervensi
No 1 Diagnosa Keperawatan Koping keluarga melemah berhubungan dengan situasi lain dan krisis perkembangan/ keadaan dari orang lain terdekat mungkin muncul ke permukaan. Tujuan dan Kriteria Hasil NOC.: Family kuping Kriteria hasil : 1) Mengatur masalah 2) Mengekspresikan perasaan dan emosional dengan bebas 3) Menggunakan startegi pengurangan stress 4) Membuat jadwal untuk rutinitas dan kegiatan keluarga. Indikator skala : 1) Tidak pernah dilakukan 2) Jarang dilakukan 3) Kadang dilakukan 4) Sering dilakukan 5) Selalu dilakukan NOC : Risk Control Kriteria hasil : 1) Monitor lingkungan faktor resiko 2) Gunakan strategi kontrol resiko yang efektif 3) Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko 4) Monitor perubahan status kesehatan 5) Monitor faktor resiko individu Indikator skala : 1) Tidak pernah dilakukan 2) Jarang dilakukan 3) Kadang dilakukan Intervensi NIC : Family Support 1) Dengarkan apa yang diungkapkan 2) Bangun hubungan kepercayaan dalam keluarga 3) Ajarkan pengobatan dan rencana keperawatan untuk keluarga 4) Gunakan mekanisme kopoing adaptif 5) Mengkonsultasikan dengan anggota keluarga utnk menambahkan kopoing yang efektif

Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang menghambat elevasi tubuh bagian atas.

NIC : Aspiration Precaution 1) Monitor status hormonal 2) Hindari penggunaan cairan / penggunaan agen amat tebal 3) Tawarkan makanan / cairan yang dapat dibentuk menjadi bolu sebelum ditelan. 4) Sarankan untuk berkonsultasi ke Patologi 5) Posisikan 90o atau lebih jika memungkinkan. 6) Cek NGT sebelum memberi makan

4) Sering dilakukan 5) Selalu dilakukan


3 Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidak seimbangan. NOC : 1) Menggunakan pesan tertulis 2) Menggunakan bahasa percakapan vokal 3) Menggunakan percakapan yang jelas 4) Menggunakan gambar/ lukisan 5) Menggunakan bahasa non verbal Indikator skala : 1) Tidak pernah dilakukan 2) Jarang dilakukan 3) Kadang dilakukan 4) Sering dilakukan 5) Selalu dilakukan NOC : Status Nutrisi Kriteria hasil : 1) Stamina 2) Tenaga 3) Penyembuhan jaringan 4) Daya tahan tubuh 5) Pertumbuhan (untuk anak) Indikator skala : 1) Tidak pernah dilakukan 2) Jarang dilakukan 3) Kadang dilakukan 4) Sering dilakukan 5) Selalu dilakukan NIC : Perbaikan Komunikasi 1) Membantu keluarga dalam memahami pembicaraan pasien 2) Berbicara kepada pasien dengan lambat dan dengan suara yang jelas. 3) Menggunakan kata dan kalimat yang singkat 4) Mendengarkan pasien dengan baik 5) Memberikan reinforcement/pujian positif pada keluarga 6) Anjurkan pasien mengulangi pembicaraannya jika belum jelas NIC : Nutrition Monitoring 1) BB dalam batas normal 2) Monitor type dan jumlah aktifitas yang biasa dilakukan 3) Monitor interaksi anak/orangtua selama makan 4) Monitor lingkungan selama makan 5) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi 6) Monitor turgor kulit 7) Monitor rambut kusam, kering dan mudah patah 8) Monitor pertumbuhan danperkembangan NIC : Pain Management 1) Kaji secara komprehensif tentang nyeri meiputi : Lokasi, karkteristik, durasi, frekwensi, kualitas dan intensitas nyeri. 2) Observasi isarat-

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menaikkan zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.

Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.

NOC : Tingkat Kenyamanan Kriteria hasil : 1) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeri. 2) Mampu mengenali

Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

nyeri (skal), intensitas, frekwensi, dan tanda nyeri. 3) TTV dalam batas normal Indikator skala : 1) Tidak pernah dilakukan 2) Jarang dilakukan 3) Kadang dilakukan 4) Sering dilakukan 5) Selalu dilakukan NOC : Risk Control Kriteria hasil : 1) Monitor gejala kemunduran penglihatan 2) Hindari tauma mata 3) Hindarkan gejal penyakit mata 4) Gunakan alat melindungi mata 5) Gunakan resep obat mata yang benar Indikator skala : 1) Tidak pernah dilakukan 2) Jarang dilakukan 3) Kadang dilakukan 4) Sering dilakukan 5) Selalu dilakukan

isarat non verbal dari ketidaknyamanan 3) Gunakan komunikasi teraupeutik agar pasien dapat nyaman mengekspresikan nyeri.berikan dukungan kepada pasien dan keluarga.

NIC : Identifikasi Resiko 1) Identifikasi pasien dengan kebutuhan perawatan rencana berkelanjutan 2) Menentukan sumber yang finansial 3) Identifikasi sumber agen penyakit untuk mengurangi faktor resiko 4) Menentukan pelaksanaan dengan treatment medis dan perawatan.

C. Legal Etik Prinsipnya adalah melakukan yang terbaik bagi pasien dan dalam keadaan tertentu. Prinsip moral dalam menyelesaikan masalah etik adalah sebagai berikut : 1. Beneficence (berbuat baik) Sebagai seorang perawat kita mempunyai kewajiban untuk menganalisa dan melakukan tindakan keperawatan dengan baik, yaitu dengan melaksanakan tindakan keperawatan yang menguntungkan pasien dan keluarganya. 2. Veracity (kejujuran) Sebagai perawat dalam memberi pelayanan kesehatan harus

menyampaikan kebenaran untuk meyakinkan klien atau keluarga sudah

benar-benar mengerti dan memahami penyakit yang diderita pasien itu sendiri. 3. Otonomi (penentu pilihan) Pada kasus ini perawat harus bisa menghargai hak klien untuk mengambil keputusan sendiri. Namun perawat juga harus bisa menjelaskan dampak-dampak yang akan terjadi bila tidak dilakukan tindakan. 4. Advokasi pada klien: Memberikan gambaran kepada klien mengenai penyakitnya serta meminta dokter menjelaskan bagaimana prosedur pembedahan dan keparahan penyakit, karena pasien sendiri tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya.

SATUAN ACARA PENYULUHAN Tema Subtema Tanggal Waktu Sasaran Tempat : Sistem Pencernaan : Penatalaksanaan pada Anak dengan Bibir Sumbing : 16 April 2012 : 30 menit : Keluarga klien : Ruang Inap 1

Tujuan Umum : Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit diharapkan keluarga klien dapat memahami tentang penatalaksanaan pada anak dengan bibir sumbing. Tujuan khusus : Setelah mengikuti penyuluhan, diharapkan keluarga klien mampu : 1. menjelaskan penatalaksanaan medis pada anak dengan bibir sumbing. 2. menjelaskan penatalaksanaan keperawatan pada anak dengan bibir sumbing. Materi :

1. Penatalaksanaan medis pada anak dengan bibir sumbing. 2. Penatalaksanaan keperawatan pada anak dengan bibir sumbing. Metode Media : Ceramah dan tanya jawab. : Lefleat

Proses pelaksanaan
No 1. Kegiatan Pendahuluan a. Memberi salam b. Menyampaikan pokok bahasan c. Menyampaikan tujuan d. Melakukan persepsi Isi Penyampaian materi Penutup a. Evaluasi Respon klien a. Menjawab salam b. Menyimak c. Menyimak d. Menyimak Memperhatikan a. Mendengarkan 20 menit 5 menit Waktu 5 menit

2. 3.

b. Menyimpulkan c. Memberi pesan d. Memberikan salam penutup

b. Menyimak c. Menerima pesan d. Menjawab salam

Seting tempat Evaluasi :

: Duduk berhadapan

Keluarga mampu menjelaskan penatalaksanaan pada anak dengan bibir sumbing Sumber :

http://shienny.wordpress.com/2009/03/28/operasi-yang-harus-di-jalani-ken/ http://www.trinoval.web.id/2010/04/askep-labio-palato-skisis.html Materi lampiran Penatalaksanaan tergantung pada kecacatan. Prioritas pertama antara lain pada tekhnik pemberian nutrisi yang adekuat untuk mencegah komplikasi, fasilitas pertumbuhan dan perkembangan. 1. Penatalaksanaan medis Tahapan pembedahan yang akan dilakukan, sebagai berikut : a. Penjelasan kepada orangtuanya b. Umur 3 bulan (rule over ten) : Operasi bibir dan alanasi(hidung), evaluasi telinga. c. Umur 10-12 bulan : Qperasi palato/celah langit-langit, evaluasi pendengaran dan telinga. d. Umur 1-4 tahun : Evaluasi bicara, speech theraphist setelah 3 bulan pasca operasi e. Umur 4 tahun : Dipertimbangkan repalatoraphy atau/dan

Pharyngoplasty f. Umur 6 tahun : Evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran. g. Umur 9-10 tahun : Alveolar bone graft (penambahan tulang pada celah gusi) h. Umur 12-13 tahun : Final touch, perbaikan-perbaikan bila diperlukan.

i. Umur 17 tahun : Evaluasi tulang-tulang muka, bila diperlukan Le Fort osteotomy

2.

Penatalaksanaan Keperawatan a. Perawatan Pra-Operasi: 1) Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi. a) Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka b) Dorong orangtua untuk mengekspresikan perasaannya. c) Diskusikan tentang pembedahan d) Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan yang positif terhadap bayi. e) Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi. 2) Berikan dan kuatkan informasi pada orangtua tentang prognosis dan pengobatan bayi. a) Tahap-tahap intervensi bedah b) Teknik pemberian makan c) Penyebab devitasi 3) Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate. a) Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol atau dot yang cocok.Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap. b) Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke dinding mulut. c) Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah. d) Sendawakan bayi dengan sering selama pemberian makan. e) Kaji respon bayi terhadap pemberian susu. f) Akhiri pemberian susu dengan air. 4) Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan nafas a) Pantau status pernafasan b) Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit ditinggikan c) Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi

b. Perawatan Pasca-Operasi 1) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate a) Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes atau sendok. b) Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi. c) Lanjutkan dengan diet lunak. d) Sendawakan bayi selama pemberian makanan. 2) Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak. a) Bersihkan garis sutura dengan hati-hati. b) Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (Keiloskisis). c) Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan. d) Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah pemberian makan untuk mencegah terjadinya aspirasi. e) Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan secara sistemik. f) Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri. g) Perhatikan pendarahan, cdema, drainage. h) Monitor keutuhan jaringan kulit i) Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alatalat tidak steril, missal alat tensi. .

Jurnal Perbandingan status periodontal antara pasien dengan celah bibir, celah langitlangit, dan bibir sumbing bersama dengan celah di langit-langit dan alveolus

Latar Belakang dan Tujuan: Sebuah periodonsium yang sehat merupakan prasyarat penting untuk

pertumbuhan gigi tanpa hambatan dan jangka panjang kesehatan mulut. Pada orang sumbing, terutama pada mereka dengan bibir sumbing, alveolus dan langitlangit (bertepuk), pemeliharaan kebersihan mulut adalah tugas yang sulit bagi pasien karena komunikasi oro-nasal paten. Crowding gigi pada pasien sumbing adalah temuan umum, terutama pada mereka dengan bertepuk tangan dan mereka yang memiliki langit-langit (CP). Dalam kasus malpositions gigi-beberapa, kekurangan melintang, kekurangan lengkungan panjang dan utama lintas gigitan; periodontal meningkat trauma dan merugikan kesehatan periodontal. Menurut literatur, situasi periodontal kritis ditemukan pada pasien dengan CLAP. Oleh karena itu penelitian dilakukan untuk menganalisis status periodontal pasien dengan celah bibir (CL); mereka yang memiliki celah langit-langit, dan mereka dengan bibir sumbing, alveolus dan langit-langit. Bahan dan Metode: Penelitian ini terdiri dari 60 pasien dengan bibir sumbing dan dibagi menjadi 3 kelompok: mereka dengan bibir sumbing; mereka dengan celah langit-langit, dan mereka dengan bibir sumbing, alveolus dan langit-langit. Subyek dengan gigi permanen dipilih, dan pemeriksaan klinis meliputi penentuan status kebersihan mulut dengan menggunakan Indeks Kebersihan Mulut - Sederhana (OHI-S) indeks dan status periodontal menggunakan indeks masyarakat periodontal (IHK). Hasil: Secara statistik peningkatan yang signifikan dalam penyakit periodontal pada kelompok CLAP dibandingkan dengan 2 kelompok lain, dan kebersihan mulut dipandang umumnya miskin dengan kelompok CLAP.

Interpretasi dan Kesimpulan: Individu dengan celah lebih rentan terhadap penyakit periodontal karena adanya celah, yang menyebabkan retensi makanan dalam situs cacat dan ketidakmampuan untuk menjaga kebersihan mulut yang baik, tetapi tingkat keparahan penyakit periodontal lebih jika cacat besar dan melibatkan bibir, alveolus dan langit-langit. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3100859/?tool=pmcentrez&report =abstract

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika. Muttaqin, Arif. Sari, Kumala. (2011). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika. Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC. Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilirer. Jakarta: Salemba Medika. Wong, Donna L. (2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik (Edisi 4). Jakarta: EGC. Wong, Donna L. (2008). Hockenberry-Eaton, Marilyn. Wilson, David. Winkelstein, Marilyn L. Schwartz Patricia. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong (Edisi 6). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai