Anda di halaman 1dari 11

M.

Akbar Barrinaya 1006808525 Fakultas Teknik Departemen Metalurgi dan Material Universitas Indonesia

1. DiagramSchaefler.

a. Ferritik SS 430 (16-18% Cr) dan 407 (10-12% Cr) Masalah yang dapat terjadi : - Pengkasaran butir dan ketangguhan HAZ rendah karena laju difusi Fe tinggi sehingga menyebabkan HI rendah - Kemungkinan terbentuk martensit dari austenit (keras dan getas) - Sensitasi : pembentukan endapan karbida atau nitrida akibat proses pemanasan

b. Austenitik(Ni>7%) Paling mudah dilas dan yang paling umum dipakai SS304, cacat yang mungkin terjadi adalah solidification cracking, weld decay, liquation cracking.

c. Ferritik-Austenitik (duplex) Terdiri dari dua fasa yaitu ferrit dan austenit. Perbandingan fasa idealnya 50:50. Masalah yang dapat terjadi : - Low arc energy menyebabkan kandungan ferrit meningkat sedang sebaliknya akan terbentuk fasa sigma. - Sulit mendapat austenit 50% sehingga perlu ditambahkan nickel (over matching). - Kemungkinan pertumbuhan butir (grain growth) dari full-ferrit pada HAZ menyebabkan ketangguhan menurun, sehingga masukan panas perlu dikontrol.

d. Martensitik (Hi Carbon) - Martensitik SS (AISI 400/UNS S 40000 series) paling sulit dilas - Aplikasinya adalah untuk material tahan aus - Masalah yang sering muncul adalah retak las yang dapat dihindari dengan melakukan preheating.

2. Weldability dari baja tahan karat adalah baja tahan karat mudah dilas dalam berbagai metode. Urutan tertinggi hingga terendah dalam hal kemampulasannya :

a. Austenitik SS b. Duplex SS c. Ferritik SS d. Martensitik SS Cara pencegahannya : - Menggunakan elektroda Ti jenis 321 - Penghilangan endapan karbida dengan solution treatment pada 1050C diikuti dengan pendinginan cepat - Menggunakan L grades

3. Mekanisme terjadinya Weld Decay. Weld decay merupakan korosi intergranular yang terjadi pada daerah HAZ. Pada baja tahan karat austenitik yang mengalami pemanasan untuk waktu yang cukup lama dalam temperatur antara 550 - 580 C. Pada rentang temperatur tersebut endapan karbida Cr23C6 pada batas butir yang mengakibatkan terciptanya zona miskin akan Cr pada kedua sisi batas butir.

4. Mekanisme terjadinya Solidification cracking Solidification cracking terjadi jika logam las membeku sebagai fasa tunggal

gamma (), yaitu jika Crek/Niek < 1,5. Jenis cacat ini dapat dihindari dengan menciptakan 5-10% -ferrite pada logam las melalui pemilihan kawat las yang tepat. Terjadinya retak tersebut tergantung pada :

- Geometri sambungan dan rigiditasnya yang menentukan derajat restraint sebagai faktor penentu level tegangan yang ditimbulkan - Rentang temperatur rapuh material - Komposisi kimia baja Cara pencegahannya : Memastikan SS yang dilas tidak mengandung pengotor serta menggunakan fluks saat mengelas untuk melindungi SS dari impurities.

5. Problem umum terjadi pada pengelasan baja tahan karat feritik. - Perkembangan butir terjadi sangat cepat pada daerah HAZ yang dikarenakan kecepatan difusi Fe pada struktur BCC yang tinggi. Mengatasinya dengan memberikan masukan panas yang rendah - Kemungkinan terbentuknya martensit. Posisi batas gamma + alpha sangat dipengaruhi oleh interstisi C dan N yang merupakan unsur penstabil austenit. Jika komposisi baja sedemikian rupa hingga pada waktu pemanasan memasuki daerah gamma loop, maka akan terbentuk fasa austenit dan membentuk martensit sewaktu pendinginan

- Sensitasi atau embrittlement, jika baja tahan karat feritik mengalami pemanasan hingga >950C, maka akan mengakibatkan adanya pelarutan karbida dan atau karbida yang membentuk endapan pada pendinginan.

Problem yang umumnya terjadi pada pengelasan baja tahan karat duplex adalah - Pada logam las, jika dilas tanpa kawat las maka kandungan austenit pada logam las akan berkurang jauh di bawah 50%, dan jumlah yang tepat tergantung pada kecepatan pendinginan. Umumnya pada pengelasan baja jenis ini digunakan kawat las dengan kadar nikel yang tinggi sehingga kesetaraan Ni meningkat dan jumlah austenit dapat dibuat seimbang dengan ferrit. - Pada daerah HAZ. Pada temperatur tinggi akan terbentuk seluruhnya ferrit dan terjadi pertumbuhan butir. Pada pendinginan akan terbentuk fasa austenit pada batas butir. Ketangguhan pada daerah HAZ sangat rendah, oleh karena itu untuk mengatasinya diberikan masukan panas yang terkontrol.

Problem yang umumnya terjadi pada pengelasan baja tahan karat martensit - Retak las akibat terbentuknya struktur yang keras dan rapuh(martensit) di HAZ. Preheating dan interpass temperature yang tergantung dari kadar karbonnya, yakni antara 100-320C atau yang direkomendasikan untuk mencegah terjadinya retak las. - Post Weld Heat Treatment (PWHT) diperlukan untuk meningkatkan sifat mekanis dan mengurangi tegangan sisa. Untuk sambungan yang kompleks PWHT dilakukan sesaat setelah pengelasan selesai yaitu pada saat mencapai temperatur martensite start (130-150C). - Kandungan hidrogen harus rendah dan pakai austenitic filler metal.

6. Proses finishing yang dilakukan pada pengelasan baja tahan karat austenitic

- Proses pickling : dengan larutan asam atau pasta untuk mencegah / menghilangkan kontaminasi besi oksida, untuk menghilangkan tanda terbakar (heat tint) maupun scale yang terbentuk akibat pemanasan pada temperatur tinggi. - Proses pasivasi : untuk menghilangkan tanda terbakar dan menghilangkan besi pada permukaan SS agar tidak terjadi korosi pitting. Degreasing merupakan proses

penghilangan lemak, minyak, oli dll dari permukaan stainless steel. Jika proses degreasing tidak dilakukan maka akan menimbulkan korosi pada daerah las (misalnya Stress Corrosion Cracking karena adanya tegangan yang diakibatkan oleh adanya tegangan yang ditimbulkan oleh karbon yang terkandung dalam minyak)Bila tidak dilakukan maka akan terjadi korosi

7. Metoda pengelasan dissimilar metal antara baja karbon dan baja tahan karat austenitik. Jelaskan pengaruh kawat las bila a) kawat las tidak diberikan (ditambahkan) dan b) bila kawat las diberikan. Buatlah atau plot sketsa/gambar di-dalam diagram schaeffler.

Untuk melakukan pengelasan beda logam antara baja karbon dengan baja tahan austenitik maka digunakan proses pengelasan SMAW dengan arus sebesar 60 amper. Masukan panas dijaga rendah untuk menghindari crack atau embrittlement. Elektroda yang dapat digunakan antara lain (tergantung jenis baja) E 304 and R 990.

8. Dilusi ialah perbandingan daerah base metal yang berfusi dibagi dengan seluruh daerah kampuh las. Dilusi pada dissimilar metal adalah perbandingan daerah base metal yang berfusi dibagi dengan seluruh daerah kampuh las. syarat-syarat dalam mengelas dissimilar metal agar dicapai struktur mikro dan

kekuatan yang baik antara lain:

Pemilihan

Jenis

filler

elektroda

yang

tepat:

analisis

diagram

Schaffler

menunjukkan bahwa penggunaan elektroda jenis E 308 sudah memenuhi syarat untuk menyambung bahan dissimilar metal antara baja stainless SUS 304 dengan baja karbon rendah. - Heat input yang tepat : Masukan panas dijaga rendah untuk menghindari crack atau embrittlement

16. weldability dari besi tuang Secara umum Besi Tuang adalah Besi yang mempunyai kandungan karbon antara 2,5%- 4%, karena kandungannya hanya 2,5%- 4% maka besi tuang ini mempunyai kemampuan las yang rendah. Karbon dalam Besi Tuang dapat berupa sementit (Fe3C) atau biasa disebut dengan Karbon Bebas (grafit).. Sedang besi tuang putih (white cast iron)adalah besi tuang yang tidak bisa dilas sama sekali

17. Alasan penggunaan kawat las besi tuang berbasis pada unsur nickel (ni). Nickel adalah suatu logam berwarna Putih perak, Mempunyai Berat Jenis 8.5 yang hampir sama dengan Tembaga.Nikel dijadikan sebagai bagian dari bahan kawat las cast iron karena nickel mempunyai karakteristik low solubility pada carbon. Dengan menyatunya nickel & besi dapat menghindari terjadinya crack (retak) pada daerah fusion line akibat Adanya perbedaan expansion temperature pengelasan pada material cast iron. selain itu logam las ini mempunyai karakteristik yang lentur dan mudah untuk dimachining. Perlu diketahui juga tidak selamanya

kawat las cast iron berbasiskan pada nickel tetapi ada juga kawat las yang berbasiskan tembaga (copper).

23. Jelaskan penyebab utama terjadinya cacat porositas pada aluminium dan paduannya dan bagaimana cara penanggulangannya.

Jenis cacat berupa lubang halus yang terjadi akibat adanya udara/gas yang terperangkap dalam deposit las Penyebab porositas antara lain; elemen pengotor, kelembaban atmosfir dan kontaminasi bahan lain seperti minyak, pelumas atau kotoran lain.

24. Friction Stir Welding Pada las gesek puntir, sumber panas untuk menyambung pelat berasal dari gesekan yang timbul antara perkakas las yang berputar dan permukaan pelat. Karena tidak sampai mencairkan logam induk maka proses penyambungannya berlangsung dalam kondisi padat (solid state) dan akibat adanya penekanan.

Keuntungan menggunakan proses penyambungan dengan las gesek puntir antara lain : a. Distorsi kecil b. Karakteristik fatik yang baik c. Tidak memerlukan logam pengisi d. Tidak memerlukan banyak pengontrolan seperti pada pengelasan busur listrik.

25. Jelaskan mekanisme terjadinya tegangan sisa pada pengelasan dan apa resiko

dari adanya tegangan sisa tersebut.

Tegangan sisa adalah tegangan yang bekerja pada bahan setelah semua gaya-gaya luar yang bekerja pada bahan tersebut dihilangkan. Penyebab terjadinya tegangan sisa:

1. Tegangan sisa sebagai akibat dari tegangan thermal seperti pada pengelasan dan perlakukan panas 2. Tegangan sisa yang disebabkan karena transformasi fasa(seperti baja karbon) 3. Tegangan sisa karena deformasi plastis yang tidak merata yang disebabkan gaya-gaya mekanis seperti pada pengerjaan dingin selama pengerolan, penempaan, pembentukan logam atau pekerjaan lain yang dilakukan dengan mesin

26. Ada dua metode untuk mengurangi tegangan sisa 1. Pengurangan tegangan sisa sebelum dan selama pengelasan a. Ketelitian ukuran Ukuran bagian yang akan dilas teliti sehingga tidak memerlukan pengerjaan lagi pada proses fabriksi yang berarti mengurangi tegangan sisa b. Alur (groove) Jika sambungan tumpul (butt joint),lebar alur dibuat sesempit mungkin untuk mencegah terjadinya masukan panas yang tinggi. Dengan demikian lebar daerah yang terkena panas tidak meluas sehingga mengurangi tegangan sisa c. Las lapis banyak Jika plat yang dilas cukup tebal, maka pengelasan dilakukan berulang-ulang. d. Urutan pengelasan Tegangan sisa bias dikurangi dengan memperhatikan urutan pengelasan yang tepat

2. Pengurangan tegangan sisa setelah pengelasan

Pembebasan tegangan sisa setelah pengelasan biasanya mengunakan cara annealing . Disamping mengurangi tegangan sisa, prose annealing juga memperbaiki struktur micro dan menghindari terjadinya distorsi dan retak. Proses annealing dilakukan dengan cara memanaskan bahan pada suhu recristalisasi yaitu 0,5 TM (suhu cair logam). Untuk baja karbon rendah suhu reckristalisasi

29. mekanisme terjadinya Lamelar Tearing pada pengelasan. lamellar tearing pada material dapat diartikan sebagai keretakan material akibat pengelasan yang berbetuk lapisan yang terletak di dalam material dan searah permukaan material pelat tersebut. Lamellar tearing ini pada umumnya terjadi pada material pelat baja rolled, dimana ini adalah kondisi berbahaya yang terjadi ketika material pelat yang mempunyai sifat kelenturan yang rendah (low ductility) yang dilas secara tegak lurus terhadap arah ketebalan pelat tersebut.

30. penyebab utama Lamelar Tearing & metoda untuk menguranginya pada pengelasan Keretakan ini dapat terjadi dimana: - Regangan (strain) karena kontraksi akibat perubahan suhu terjadi pada arah ketebalan pelat (through thickness direction of plates) - Atau adanya inklusi/sisipan material non-metal yang berupa bidang lapisan tipis dimana bentuk utama dari sisipan (planar) tersebut searah dengan permukaan pipa. Sehingga regangan (strain) akibat kontraksi tersebut akan memaksa inklusi non-metal tadi sebagai pemicu untuk membentuk bukaan planar pada arah pararel terhadap permukaan pelat.

35. Jelaskan beberapa tahapan dalam melakukan inspeksi pada pengelasan dan sebutkan tujuan masing-masing. Berikut ini merupakan tahapan dan tujuan dalam melakukan inspeksi pada pengelasan: a. Membuat Welding Procedure Specification (WPS) Pembuatan WPS bertujuan sebagai suatu panduan sistematis dan panduan teknis dalam melakukan suatu pengerjaan lasan mulai dari tahapan perancangan, pekerjaan lasan hingga kontrol dan evaluasi terhadap produk hasil lasan

b. Melakukan pengecekan terhadap seluruh parameter dan variabel proses pengelasan apakah sudah sesuai dengan WPS Setelah pengelasan selesai dilakukan maka perlu dilakukan kontrol dan pengecekan terhadap seluruh parameter proses lasan seperti arus listrik, tegangan listrik, komposisi kawat las, jenis elektroda las, metode pengelasan, kecepatan pengelasan, dan lain sebagainya apakah sudah sesuai dengan yang disyaratkan di dalam WPS. c. Melakukan pengujian hasil lasan sesuai dengan jenis pengujian yang disyaratkan di dalam WPS Pengujian hasil lasan diperlukan untuk mengetahui kualitas hasil lasan terutama mengenai sifat mekanisnya. Pengujian hasil lasan ini pda umumnya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu pengujian merusak dan pengujian tidak merusak. Jenis pengujian hasil lasan disesuaikan dengan karakteristik yang akan diamati dan diperiksa pada suatu produk hasil lasan. d. Melakukan evaluasi terhadap hasil pengujian lasan Setelah diperoleh data karakteristik produk hasil lasan dari pengujian yang telah dilakukan, selanjutnya data tersebut dievaluasi secara seksama apakah sudah sesuai dengan Standar yang telah ditetapkan di dalam WPS. Apabila terdapat penyimpangan atau cacat pada produk hasil lasan maka perlu dilakukan suatu analisa dan investigasi mendalam mengenai penyebab terjadinya cacat tersebut serta dibuat suatu langkah strategis untuk menanggulangi cacat las tersebut. e. Melakukan koreksi dan perbaikan Hal ini berlaku terhadap hasil lasan apabila kualitas hasil lasan tidak sesuai dengan standar yang diinginkan di dalam WPS. f. Perbaikan terhadap kualitas hasil lasan yang tidak sesuai Hal ini perlu dilakukan untuk mendapatkan produk hasil lasan dengan kualitas yang memadai walaupun harus mengeluarkan biaya tambahan untuk proses ini.

37. Sebutkan beberapa metoda uji yang digunakan untuk melihat cacat pada bagian dalam (internal defect).

Pengujian yang dapat dilakukan untuk melihat, mendeteksi, dan mengkarakterisasi cacat yang terdapat pada bagian dalam (internal defect) dari suatu produk hasil lasan seperti: Pengujian radiography testing Pengujian ultasonic testing Pengujian X-Ray Diffraction (XRD) Pengujian gamma ray testing

38. Prinsip dasar uji penetran Prinsip dasar uji penetran adalah sifat kapilaritas, bila celah yang sangat sempit diberikan cairan maka celah tersebut akan mampu menyedot cairan sehingga celahakan berisi cairan. Cairan yang ada di dalam celah akan dapat di sedot keluar permukaan bila ujung celah di beri developer yang daya kapilaritasnya lebih kuat.Cairan yang di sedot oleh developer di ujung celah akan memberikan indikasi bahwa di tempat tersebut terdapat cacat.

39. Jelaskan prinsip pengujian tekuk (bending) pada hasil lasan dan tujuannya. Jawab: Material uji akan mengalami suatu pembebanan komperesi satu arah pada bagian tengah sampel yang ditahan pada kedua ujung sampel sehingga material akan mengalami suatu mekanisme deformasi pelengkungan yang dapat diukur nilainya hingga material tersebut dapat mengalami suatu mekanisme peretakan (cracking) hingga mengalami perpatahan (final failure). Tujuan pengujian tekuk (bending testing) yang dilakukan pada produk hasil lasan yaitu: Untuk melihat apakah produk hasil lasan mengalami keretakan (cracking) setalah dilakukan pengujian tekuk. Untuk mengkarakterisasi sifat mekanis dari produk hasil lasan. Untuk mengetahui rasio tegangan transversal dan tegangan longitudinal yang ditanggung oleh produk hasil lasan selama mengalami pembebanan tekuk (bending stress).

Anda mungkin juga menyukai